Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AHLU SUNAH (AL-ASY’ARIYAH DAN AL-MATURIDIYAH)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tauhid Dosen
Pengampu Sigit Ardiansyah,Lc., M.Ag

Oleh :

Annisa Rosyidah

Dinda Arica Juniar Subhan

Nisa Maspupah Yuniar

Siva Nur Atriyanti

Pika Pujianti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ITTIHAD

CIANJUR

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang ahlu
sunah (al-asy’ariyah dan al-maturidiyah).Tidak lupa juga kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi dalam
penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik


dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena
itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah yang kami susun
ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Cianjur, Januari 2024

Penulis,

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 1
C. TUJUAN .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. AHL AL-SUNAH WA AL-JAMAAH ....................Error! Bookmark not defined.
B. AHLU SUNAH DALAM LINTAS SEJARA ..................................................... 4
C. POKOK-POKOK AJARAN AHLU SUNAH WAL JAMA’AH ....................... 7
BAB III........................................................................................................................... 10
PENUTUP ...................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran


dalam Islam telah memberikan warna tersendiri dalam agama Islam.
Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya Rosulullah. Ada
beberapa factor yang menyebabkan munculnya berbagai golongan dengan
segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik sebagaimana yang
telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah,
sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu
muncullah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada
golingan yang lain.
Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-
beda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang masih dalam koridor Al-
Qur’an dan sunnah, akan tetapi ada juga yang menyimpang dari kedua
sumber ajaran Islam tersebut. Ada yang berpegang pada wahyu, dan ada
pula yang menempatkan akal yang berlebihan sehingga keluar dari wahyu.
Dan ada juga yang mnamakan dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
Sebagai reaksi dari firqah yang sesat, maka pada akhir abad ke 3 H
timbullah golongan yang dikenali sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang
dipimpin oleh 2 orang ulama besar dalam Usuluddin yaitu Syeikh Abu
Hassan Ali Al Asy’ari yang merupakan pendiri aliran Asy’ari dan Syeikh
Abu Mansur Al Maturidi sebagai pendiri aliran Maturidiyah. Aliran
Asy’ariah dan Maturidiyah inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Ahl al-sunah wa al-jamaah?

1
2. Bagaimana Ahlu sunah dalam lintas sejarah?
3. Apa saja pokok-pokok ajarannya?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu ahl al-sunah wa al-jamaah.
2. Untuk mengetahui Ahlu sunah dalam lintas sejarah.
3. Untuk mengetahui apa saja pokok-pokok ajarannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahlusunnah waljama’ah

Kata ahlusunnah waljamaah berasal dari bahasa arab yang terdiri dari
tiga suku kata; Ahl (keluarga atau pengikut), as-Sunnah (metode atau
perilaku), dan al-Jamaah (kelompok). Secara terminology syar’i definisi
ahlusunnah dapat diuraikan ke dalam dua bagian; pertama adalah Sunnah dan
kedua adalah Jamaah. Pertama: arti Sunnah, sunnah itu sendiri mempunyai
banyak arti, yang hampir semuanya merupakan lingkaran-lingkaran yang
terkadang berbedabeda besarnya,yang masing-masing berada di dalam yang
lainnya. Arti-arti itu dari arti yang terluas sampai arti yang tersempit sebagai
berikut:

1. Mencakup seluruh isi agama Islam, Al-Qur’an dan Hadits,


mencakup seluruh keadaan Rosululloh dari segi ilmiah dan amaliah
2. Sunnah dalam arti lawannya bid’ah. Arti ini pun bisa mencakup
seluruh ma’na, sebab bid’ah adalah lawannya Al Qur’an dan Al
Hadits
3. Sunnah dalam arti hadits Rasulullah
4. Sunnah dalam arti ushuluddin yaitu dasar-dasar agama dan aqidah
5. Sunnah dalam arti nafilah atau mustahabbah yang artinya amalamal
yang kalau dikerjakan diberi pahala dan kalau ditinggalkan tidak
mengakibatkan dosa.

Kedua: al-Jama’ah, al-Jamaah adalah sekelompok orang yang


berkumpul dan bersatu diatas kebenaran yang berdasarkan al-Qur’an dan
Hadits, dan mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang setia mengikuti
mereka walaupun jumlah mereka sedikit. Hal ini sebagaimana yang dikatakan
oleh ibn Mas’ud bahwa “Jamaah adalah siapa saja yang sesuai dengan
kebenaran walaupun engkau seorang diri, (jika demikian) maka engkau

3
adalah jamaah ketika itu”. Dengan demikian arti jama’ah dalam istilah berarti
“persatuan di atas sunnah” atau “orang orang yang bersatu di atas sunnah”.
Demikianlah keadaan sahabat dalam kehidupan mereka, dari itu jama`ah yang
berarti “sahabat” adalah penafsiran yang benar. Dengan berpegang pada arti-
arti di atas, maka tafsiran AlImam Bukhori serta ulama salaf lainnya dari
pengikut - pengikut mereka, bahwa jama`ah adalah “kaum ulama sunnah”
termasuk dalam tafsiran-tafsiran yang benar. Arti jama`ah secara syari`at juga
“jama`atul muslimin (Jama`ah Ahlus Sunnah) yang dipimpin oleh seorang
imam”. Setelah diketahui definisi Sunnah dan Jamaah baik itu secara
etimologi maupun terminologi.Setidaknya sudah tergambar makna ataupun
definisi yang sebenarnya tentang Ahlussunnah waljamaah. Dan untuk lebih
jelasnya, Berikut ini definisi Ahlussunnah wal jamaah yang jami’ (mencakup
semua unsur- unsurnya) dan mani’ (mengeluarkan semua yang bukan unsur-
unsurnya): “Golongan yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah
serta pemahaman dan penerapan para sahabat dalam memahami dan
mengamalkan Islam. Termasuk dalam golongan mereka para sahabat rosul,
tabi’in, tabi’it tabi’in, kaum ulama sunnah dan para pengikut mereka (dari
semua lapisan umat) sampai hari kiamat.
Ahlussunnah adalah seluruh kaum muslimin, setelah dikecualikan Ahlul
Bid’ah dan Ahlul Furqoh”. Definisi ini berdasarkan suatu ketetapan di dalam
Islam bahwa ummat ini terbagi dua golongan yaitu golongan yang berada di
atas sunnah wal jama’ah dan golongan yang berada di jalan bid’ah. Definisi
ahlul bid’ah adalah mereka yang berpegang pada salah satu dasar bid’ah atau
orang yang dilumuri bid’ah dalam kehidupannya, maka semua kaum
muslimin yang tidak demikian adalah Ahlussunnah walaupun dia seorang
yang jahil (bodoh). Di waktu yang sama,sekedar terkadang terjatuh pada
suatu bid‟ah tidak menjadikan seseorang itu sebagai ahlul bid’ah.

B. Ahlusunnah wal jama’ah dalam lintas sejarah

4
Secara generik pengertian Ahlusunnah Wal Jama‟ah (selanjutnya disebut
Aswaja atau Sunni) adalah mereka yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan
para sahabatnya (ma ana „alaihi al-yaum wa ashhabi).
Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaran-ajaran Islam yang
dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Sedangkan menurut Dhofier , Aswaja
dapat diartikan sebagai para pengikut tradisi nabi dan kesepatan ulama (Ijma‟
ulama). Dengan menyatakan diri sebagai pengikut nabi dan ijma‟ ulama, para Kiai
secara eksplisist membedakan dirinya dengan kaum moderis Islam, yang berpegang
teguh hanya Al Qur‟an dan al-Haditht dan menolak ijma‟ ulama.
Sebelum istilah Aswaja untuk menunjuk pada kelompok, madzhab, atau
kekuatan politik tertentu, ada beberapa istilah yang digunakan untukmemberi
identifikasi terhadap aliran dan kelompok yang nantinya dikenal sebagai Aswaja.
Marshall Hadgson menyebutnya Jama‟i Sunni, sedangkan pakar lain menyebutkan
Proto Sunnisme (embrio aliran sunni). Akan tetapi, istilah yang paling umum
digunakan adalah Ahlusunnah wa Al Jama‟ah dan Ahlusunnah wa Al Jama‟ah wa
alatsar. Istilah ini digunakan oleh kelompok madzhab Hambali untuk menyebut
kelompok dirinya yang merasa lebih berpegang pada perilaku nabi dan menentang
kelompok rasionalis, filosofis, dan kelompok sesat. Secara generik pengertian
Ahlusunnah Wa Al Jama‟ah (selanjutnya disebut Aswaja atau Sunni) adalah mereka
yang selalu mengikuti perilaku Sunnah nabi dan para sahabatnya (ma ana „alaihi
alyaum wa ashhabi).
Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaranajaran Islam
yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Sebelum istilah Aswaja untuk
menunjuk pada kelompok, madzhab, atau kekuatan politik tertentu, ada beberapa
istilah yang digunakan untuk memberi identifikasi terhadap aliran dan kelompok
yang nantinya dikenal sebagai Aswaja. Marshall Hadgson menyebutnya Jama‟i
Sunni, sedangkan pakar lain menyebutkan Proto Sunnisme (embrio aliran sunni).
Akan tetapi, istilah yang paling umum digunakan adalah Ahlusunnah wa Al
Jama‟ah dan Ahlusunnah wa Al Jama‟ah wa alatsar. Istilah ini digunakan oleh
kelompok madzhab Hambali untuk menyebut kelompok dirinya yang merasa lebih
berpegang pada perilaku nabi dan menentang kelompok rasionalis, filosofis, dan
kelompok sesat. Selama ini yang kita ketahui tentang ahlusunnah waljama‟ah
adalah madzhab yang dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abu Hasan Al
Asy‟ari dan Abu Mansur Al Maturidi. Dalam praktek peribadatan mengikuti salah
satu madzhab empat, dan dalam bertawasuf mengikuti imam Abu Qosim Al Junandi
dan imam Abu khamid Al Gozali. Kalau kita mempelajari Ahlussunnah dengan
sebenarnya, batasan seperti itu nampak begitu simple dan sederhana, karena
pengertian tersebut menciptakan definisi yang sangat eksklusif.
Untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dahulu harus kita tekankan bahwa
Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah madzhab, Aswaja
hanyalah sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir) tertentu yang digariskan oleh para

5
sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi‟in yang memiliki intelektualitas tinggi
dan relatif netral dalam mensikapi situasi politik ketika itu.
Meski demikian, bukan berarti dalam kedudukannya sebagai Manhaj Al fikr
sekalipun merupakan produk yang bersih dari realitas sosio-kultural maupun sosio
politik yang melingkupinya.
Ahlusunnah tidak bisa terlepas dari kultur bangsa arab “tempat Islam tumbuh
dan berkembang untuk pertama kali”. Seperti kita ketahui bersama, bangsa arab
adalah bangsa yang terdiri dari beraneka ragam suku dan kabilah yang biasa hidup
secara peduli. Dari watak alami dan karakteristik daerahnya yang sebagai besar
padang pasir watak orang arab sulit bersatu dan bahkan ada titik kesatuan diantara
mereka merupakan sesuatu yang hampir mustahil.
Di tengah-tengah kondisi bangsa yang demikian rapuh yang sangat labil persatuan
dan kebersamaannya, Rasulullah diutus membawa Islam dengan misi yang sangat
menekankan ukhuwah, persamaan dan persaudaraan manusia atas dasar ideologi
atau iman.
Selama 23 tahun dengan segala kehebatan, kharisma, dan kebesaran yang
dimilikinya, Rosulullah mampu meredam kefanatikan qabilah menjadi kefanatikan
agama (ghiroh islamiyah).Jelasnya Rosulullah mampu membangun persatuan,
persaudaraan, ukhuwah dan kesejajaran martabat dan fitrah manusia. Namun dasar
watak alami bangsa arab yang sulit bersatu, setelah Rosulullah meninggal dan
bahkan jasad beliau belum dikebumikan benih-benih perpecahan, genderang
perselisihan sudah mulai terdengar, terutama dalam menyikapi siapa figure yang
tepat mengganti Rosulullah (peristiwa bani saqifah). Perselisihan internal
dikalangan umat Islam ini, secara sistematis dan periodik terus berlanjut pasca
meninggalnya Rosulullah, yang akhirnya komoditi perpecahan menjadi sangat
beragam.
Ada karena masalah politik dikemas rapi seakan-akan masalah agama, dan aja
juga masalah-masalah agama dijadikan legitimasi untuk mencapai ambisi politik
dan kekuasaan. Unsur-unsur perpecahan dikalangan internal umat Islam merupakan
potensi yang sewaktuwaktu bisa meledak sebagai bom waktu, bukti ini semakin
nampak dengan diangkatnya Ustman Bin Affan sebagai kholifah pengganti Umar
bin Khattab oleh tim formatur yang dibentuk oleh Umar menjelang meninggalnya
beliau, yang mau tidak mau menyisahkan kekecewaan politik bagi pendukung Ali
waktu itu. Fakta kelabu ini ternyata menjadi tragedi besar dalam sejarah umat Islam
yaitu dengan dibunuhnya Kholifah Ustman oleh putra Abu Bakar yang bernama
Muhammad bin Abu Bakar. Peristiwa ini yang menjadi latar belakang terjadinya
perang Jamal antara Siti Aisyah dan Sayidina Ali.
Dan berikut keadaan semakin kacau balau dan situasi politik semakin tidak
menentu, sehingga dikalangan internal umat Islam mulai terpecah menjadi firqoh-

6
firqoh seperti Qodariyah, Jabbariyah Mu‟tazilah dan kemudian lahirlah
Ahlussunnah.
Melihat rentetan latar belakang sejarah yang mengiringi lahirnya Aswaja,
dapat ditarik garis kesimpulan bahwa lahirnya Aswaja tidak bisa terlepas dari latar
belakang politik. Secara historis, Ahlussunnah wal jama‟ah Nahdlatul Ulama‟
pertama kali dicetuskan oleh kelompok Taswir Al Afkar (potret pemikiran)
pimpinan KH. Wahab Habullah, cikal bakal NU di Surabaya. Dalam Qonun Asasi
sendiri KH.Hasyim Asy‟ari tidak mengemukakan secara eksplisit definisi
Aswajasebagaiman difahami selama ini, melainkan hanya menekankan mengenai
keharusan warga Aswaja untuk berpegang pada mazdhab fiqh yang empat.

C. Pokok-pokok ajaran ahlusunnah wa al-jama’ah

Fatih Syuhud menjelaskan dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah, ideologi dan
perilaku Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu
iman, islam, dan ihsan. Berikut jabaran dari ketiga ajaran pokok Ahlussunnah Wal
Jamaa
1. Iman
Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-
ajaran Islam. Baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian,
dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan dalam Alquran dan Al-Hadits.
2. Islam (Ilmu Fikih)
Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang
telah ditetapkan oleh Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat
pemahamannya. Untuk saat ini, dari sekian banyak madzhab yang
berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup
bertahan, yaitu:
Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah
tidak ada generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga
keasliannya.
3. Ihsan (Tasawuf)
Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan
bertingkah laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah
SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-

7
beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah
dengan amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah SWT.

Mengutip buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-


Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara karya Subaidi, munculnya aliran-aliran
dalam Islam cenderung disebabkan oleh aspek politik daripada unsur agama. Ini
terlihat dari pertentangan ketika pergantian khalifah dari Utsman bin Affan ke Ali
bin Abi Thalib.

Pihak pertama, Thalhah dan Zubair (Mekkah) mendapat dukungan dari


Aisyah. Tantangan dari Thalhah-Zubair-Aisyah ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam
perang Siffin di Irak pada tahun 656 M. Dalam pertempuran tersebut, Tholhah dan
Zubair mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.

Pihak kedua adalah Muawiyah, Gubernur Damaskus yang tidak mau mengakui Ali
bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Hal ini didasarkan pada pembunuh
Utsman bin Affan, yang tidak lain adalah anak angkat Ali bin Abi Thalib. Selain itu,
Ali tidak memberi hukuman yang setimpal kepada para pembunuh Utsman.

Kekecewaan Muawiyah terhadap kebijakan Ali bin Abi Thalib itu,


menyebabkan perang antara keduanya. Dalam perang tersebut, tentara Ali dapat
mendesak tentara Muawiyah. Karena merasa terdesak, kemudian Amr bin Ash
yansg terkenal licik minta berdamai dengan mengangkat Alquran.

Para ahli Alquran dari pihak Ali mendesak Ali supaya menerima dengan
menggunakan tahkim. Dalam perundingan tersebut, pihak Ali diwakili oleh Abu
Musa Al-Asy'ari, sedangkan pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash.

Hasil perundingan tersebut, Abu Musa dipersilahkan mengumumkan dengan


menurunkan kedua pemuka yang bertentangan (Ali dan Muawiyah). Setelah itu,
giliran Amr bin Ash mengumumkan. Namun ternyata yang diumumkan berbeda
dengan hasil saat perundingan, yakni mengangkat Muawiyah sebagai khalifah.

Peristiwa tersebut jelas merugikan pihak Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah
yang sah. Dengan adanya tahkim ini, kedudukan Muawiyah pun akhirnya naik

8
menjadi khalifah. Melihat proses tahkim ini, sebagian tentara Ali bin Abi Thalib ada
yang tidak menyetujuinya.

Sebagian tentara Ali itu berpendapat bahwa tahkim tidak dapat dilakukan oleh
manusia melainkan Allah SWT dengan kembali kepada Alquran. Karenanya
mereka menganggap Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah. Mereka inilah dikenal
dengan istilah kelompok Khawarij (orang-orang yang keluar dan memisahkan diri
dari pihak Ali bin Abi Thalib).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ahlussunnah wal Jama'ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih.
Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah
khulafaurrasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat.

Ideologi dan perilaku Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran
pokok, yaitu iman, islam, dan ihsan.

Aswaja adalah golongan pengikut yang setia mengikuti ajaranajaran islam yang
dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya. Sebelum istilah Aswaja untuk menunjuk
pada kelompok, madzhab, atau kekuatan politik tertentu, ada beberapa istilah yang
digunakan untuk memberi identifikasi terhadap aliran dan kelompok yang nantinya
dikenal sebagai Aswaja.Marshall Hadgson menyebutnya Jama‟i Sunni, sedangkan
pakar lain menyebutkan Proto Sunnisme (embrio aliran sunni).

DAFTAR PUSTAKA

Mujiati, S. H., Ulfiah, U., & Nurjaman, U. (2022). Relasi Aswaja An-Nahdliyah
dan Negara. Ar-Rihlah: Jurnal Inovasi Pengembangan Pendidikan Islam, 7(1), 12-
31. Diakses pada tanggal 27 Januari 2024.

10

Anda mungkin juga menyukai