Anda di halaman 1dari 17

PERANAN ULAMA (KYAI) TERHADAP ASWAJA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja

Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Farid, M.HI

Disusun Oleh :
Moh. Firman Haqiqi NIM: 22.6.8.1921

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis dan kita
semua, tidak lupa juga penulis ucapkan syukur atas petunjuk-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Peranan Penting Ulama
(Kyai) terhadap Aswaja” secara maksimal dan dapat diselesaikan dengan waktu
yang sesuai (berdasarkan waktu yang telah ditetapkan).

Pembuatan makalah ini adalah hasil saduran atau evaluasi dari beberapa
literatur serta tentunya beberapa media internet didalam-Nya seperti Website
atau Ebook. Penulis sangat menyadari tanpa rahmat Allah SWT, makalah ini
tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai pada waktunya. Untuk
hal tersebut penulis mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu secara langsung ataupun tidak langsung dalam
proses pengerjaan makalah, terutama kepada literatur yang telah menjadi acuan
dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh sebab itu masukan yang sangat membangun sangatlah
diharpakan oleh penulis demi kemajuan dan pembuatan makalah yang lebih baik
lagi dalam hasil-Nya terkait pembuatan makalah kedepan.

Surabaya, 29 Desember 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................i


KATA PENGANTAR ..........................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1
Latar Belakang........................................................................................1
Rumusan Masalah ..................................................................................2
Tujuan Pembahasan ................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................3
Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)...................................3
Peranan Ulama / Kyai Terhadap Aswaja ...............................................9
Pengaruh Madrasah dan
Pesantren NU dalam Pengembangan Aswaja.........................................11

BAB III PENUTUP..............................................................................13


DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................14

iii
4
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah)

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada
tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud
dengan Ahlus sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan.
Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah
SAW bersabda

Tidak sedikit yang berpendapat riwayat dalam hadits tersebut lemah.


Namun, Imam Tirmidzi menyatakan hadits tersebut sahih,

ٍ ‫وتفرتق َّأميت على‬


‫ثالث‬ ُ ، ً‫وسبعني ملَّة‬ ِ ‫تفرقت على ثِنت‬
‫ني‬ َّ
َّ ‫وإن بَين إسرائيل‬
َ
َ ‫رسول اللَّ ِه ؟‬
‫ ما‬: ‫قال‬ َ ‫هي يا‬ ِ َّ ‫ِ اَّل‬ ُّ َّ َ
َ ‫ َمن‬: ‫ قالوا‬، ً‫ كلهم يف النَّار إ ملةً واحدة‬، ً‫وسبعني ملة‬
‫َأنا علَ ِيه وَأصحايب‬
Dan, sungguh Bani Israil sudah berpecah belah menjadi 72 golongan,
sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; semuanya di Neraka,
kecuali satu golongan". Para Sahabat bertanya: "Siapakah mereka, wahai
Rasulullah?" Maka beliau meniawab: "Yaitu mereka yang berada di ajaranku
dan para Sahabatku".

Ahlus sunnah wal Jama’ah adalah suatu golongan yang menganut syariat
islam yang berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak
ada dasar hukum pada alqur`an dan hadis.1

Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita
melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah
jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah
(melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-

1
Rumadi, Andi Najmi Fuaidi, Mahbub Ma‟afi (ed), Hasil-Hasil Muktamar Ke-33 Nahdlatul
Ulama, hlm. 97

1
orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek
kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan
toleransi. Ahlus sunnah wal Jama’ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah
maupun Mu‟tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan
pada ma anna alaihi wa ashabihi.

Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari


dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja
inilah golongan yang sifatnya luas. Dari uraian diatas maka penulis tertarik
mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal Jama’ah).Pengertian Aswaja
(Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)?


2. Bagaimana Peran Ulama (Kyai) terhadap Aswaja

Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah).


2. Untuk Mengetahui Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)

Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama„ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua
aspek penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi
peristilahan atau terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab
ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan.
Sedangkan al-jama„ah, berarti sekumpulan.2

Aswaja adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal Jama’ah”. Ahlus sunnah
berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad
SAW, dan Wal Jama’ah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi
Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlus sunnah wal Jama’ah yaitu; “ Orang-orang
yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana
alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan
tasawuf.

Definisi Ahlus sunnah Wal Jama’ah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum
dan definisi secara khusus:

1. Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang
senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para
shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf
dan Akhlaq).
2. Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I’tikad/
keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya‟iroh dan
Maturidiyah.

Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah, berarti penganut


sunnah Nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi
Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan (taqri‟r).
2
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997, cet. 14), hlm. 46.

3
Sedangkan al-jama„ah berarti penganut i„tiqad para sahabat Nabi, yakni apa yang
telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah pada masa khulafaur‟ al-rashidin
(Abu Bakar, Umar bin Khottob, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Tolib ).

Jadi, yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah
Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.

Menurut Imam Asy‟ari, Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang
berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat,
tabi‟in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad
ibn Muhammad ibn Hanbal.3

Menurut KH. M. Hasyim Asy‟ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah


golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti
warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlus sunnah Wal Jama’ah yang
berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi‟i,
dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy‟ari, dan dalam tasawuf
mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.4

Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlus sunnah Wal Jama’ah


adalah para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut
pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang
mengikutinya dari seluruh umat semuanya.5

Shaykh Abd al-Qadir al-Jaylani (471-561 H/1077-1166 M) seorang tokoh


besar sufi legendaris menjelaskan “Al-Sunnah adalah apa yang telah dianjurkan
oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, perilaku, serta ketetapan beliau).
Sedangkan al-Jama„ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para
sahabat Nabi saw. pada masa khulafaur ar-rashidin yang empat, yang telah diberi
hidayah (mudah mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua).6
3
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar al- Kutub
al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14.
4
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
5
Sahilu A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Press, 2010, cet. 1), hlm. 190.
6
Shaykh „Abd al-Qadir al-Jailani, Al-Ghunyah li Talib Tariq al-Haq (Beirut: Maktabat al

4
Dengan demikian yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang
konsisten mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya, tidak
mendistorsi ajaran Nabi Muhammad saw. dan tidak mendiskreditkan sebagian
sahabat atau seluruh sahabat Nabi. Pengertian ini dapat diperkuat dengan beberapa
hadisth Nabi yang diriwayatkan beberapa perawi dengan redaksi hadisth.

Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam,
yakni aspek akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering
hanya membicarakan aspek akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak
ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini, pengalaman (practice) dari dua aspek
(yang disebut pertama) itu mengandung aspek akhlak atau tashawuf.

B. Peranan Ulama / Kyai Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jama’ah)

Ulama / Kyai memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, Ulama /
Kyai menjadi tokoh masyarakat dan sangat disegani. Ulama / Kyai menyebarkan
syiar Islam dengan membangun Madrasah / Pondok pesantren. Sebab di madrasah
atau pondok pesantren lah seorang santri atau murid menghabiskan sebagian besar
waktunya. Madrasah / Pondok Pesantren merupakan tempat kedua setelah rumah,
sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar
belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam
pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan
mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya Yang
merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah
madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga
meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta
untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang
pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah,
ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar
baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi
dengan implementasi yang nyata.

Macam pendidikan di Madrasah dan Pesantren antara lain:


Shab„iyyah, tt.), hlm. 5.

5
1. Pendidikan Akidah

Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim


ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut
oleh generasi salaf umat ini. Sebab Allah SWT telah menjadikan akidah
para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta‟ala berfirman
yang artinya:

“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka
berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan
kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.7

Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara

pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama


di tengah jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang
melangkah kepada Allah SWT.8

Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap


kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti
yang menunjukkan kepada Allah SWT, bimbingan-bimbingan yang bisa
memperkokoh iman, dan peringatan-peringatan yang bisa memperkuat
aspek akidah. Teknik pemanfa‟atan kesempatan untuk memberikan
nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang
pendidik pertama (Muhammad SAW). Beliau selalu berusaha
mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat
keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.9

2. Pendidikan Pemikiran

7
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 116.
8
11Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 120.
9
Ibid., hlm. 125.

6
Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sini ialah mendidik
generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf, menanamkan paham-paham
yang benar di dalam jiwa mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada
terhadap paham- paham yang salah. Sistem pendidikan pemikiran ini yang
benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik
dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami al-
Qur‟an dan Hadits.

Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap


pemikiran- pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-paham
yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.10

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus


mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-
fakta berikut ini:

a) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan
saja. Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan
hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan.
b) Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh
musuh-musuh Islam.
c) Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun
waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi
dunia.
d) Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung
sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki
panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakar dan Umar.11

3. Pendidikan Iman.

10
Ibid., hlm. 138.
11
Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 170.

7
Yang dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah
iman kepada Allah SWT dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan
meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan
manisnya iman, mencintai keta’atan kepada Allah SWT dan menjauhi
kenakalan dan kemaksiatan.12

4. Pendidikan Akhlak

Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang


mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan
pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam:

a) Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.


b) Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan.

Kondisi initerkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran,


tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan
perangai. Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan
akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak
yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.13

5. Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi SAW

Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada


generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat
muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi SAW
ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi SAW. Adab-adab itu banyak
jumlahnya, ada adab- adab yang diterima seorang muslim dirumah dan
sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita
hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini,
sebagian besar rumah tangga muslim tidak memilikinya dan menggantinya
dengan adab-adab Barat dan nilai- nilai yang diimpor dari peradaban Barat
yang kafir.
12
Ibid., hlm. 202.
13
16Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah (Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011), hlm. 237.

8
Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti
televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab
yang diajarkan Nabi SAW, membunuh rasa cemburu suami,
menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak
banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir.

Oleh karena itu, para praktisi pendidikan harus memperhatikan


upaya- upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab
Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya. Mudah-
mudahan Allah SWT berkenan memberkahi usaha-usaha tersebut dan
menyelamatkan anak- anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan
syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan dari Allah SWT.14

6. Pendidikan Jasmani

Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan


yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-
individu dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka
adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad,
latihan- latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan
kesempatan.

Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang


toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara
keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara
tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang
besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas
yang sama

Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan


perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan
fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu
luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya,

14
Ibid., hlm. 263.

9
menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan
kebugaran keseluruh tubuhnya.15

Hal itu disebabkan oleh 3 hal:

a) Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.


b) Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
c) Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan
kegiaatan- kegiatan jihad.16

C. Pengaruh Madrasah dan Pesantren NU dalam Pengembangan Aswaja


(Ahlusunnah wal Jama’ah)

Secara umum, ulama dan kyai di Madrasah atau Pesantren memiliki santri
sekaligus sebagai jama’ah yang jumlahnya diakui cukup besar, dengan system
pola hubungan antara santri dan kyai, terutama pada lingkungan masyarakat,
khususnya di jawa. Pola ini mampu mewarnai dan sekaligus membentuk
subkultur tradisionalis Islam di Nusantara. Oleh karenanya, kehadiran organisasi
NU bisa dipandang sebagai upaya mewadahi dan melembagakan langkah kegiatan
serta ikhtiyar para ulama yang telah dilakukan sebelumnya. Para ulama pesantren
tergabung dalam NU secara umum dapat dikatakan memiliki kesamaan wawasan,
pandangan dan tradisi keagamaan yang berlandaskan paham Ahlussunnah Wal
Jama’ah (ASWAJA).

Nahdlatul Ulama dan Madrasah atau Pondok pesantren itu bagaikan dua
sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat
Madrasah atau Pondok pesantren dan sebaliknya. Mengapa demikian? Karena
yang mendirikan Nahdlatul Ulama adalah para ulama di Madrasah atau Pondok
pesantren. Mereka memiliki kesamaan wawasan, pandangan, sikap, perilaku dan
tata cara pemahaman serta pengamalan ajaran Islam menurut faham ahlussunnah
wal jama’ah. Ibarat sebuah keranjang, kelahiran Nahdlatul Ulama pondok
15
Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah (Madinah Munawwaroh:
Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.
16
Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan , dalam
http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-melestarikan-nilai.

10
pesantren. Karena itu wajar jika dikatakan bahwa Nahdlatul Ulama itu adalah
organisasinya masyarakat pesantren.

Hubungan antara Nahdlatul Ulama dengan madrasah atau pondok


pesantren dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :

1. Kesamaan tujuan yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal


jama’ah yang merupakan materi pokok pengajaran agama di Madrasah
atau Pondok Pesantren.
2. Nahdlatul Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan
langkah para ulama madrasah atau pondok pesantren di dalam
pengembangan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik bidang
agama, pendidikan ekonomi, maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan
yang lainnya.
3. Pola kepemimpinan dalam Nahdlatul Ulama sama dengan pola
kepemimpinan memiliki kedudukan sangat menentukan, maka didalam
Nahdlatul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang tediri dari para ulama
selaku pimpinan tertinggi.
4. Pengaruh yang dimiliki oleh para kiai pengasuh madrasah atau pondok
pesantren di lingkungan masyarakatnya juga menjadi kekuatan pendukung
bagi Nahdlatul Ulama. Basis massa (anggota) yang dikenal dengan
sebutan ”kaum santri” menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan
Nadhlatul Ulama, bahkan menjadi salah satu ciri khas yang
membedakannya dengan organisasi-organiasi Islam lainnya.

Tujuan Nahdlatul Ulama didirikan adalah berlakunya ajaran Islam yang


menganut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menurut salah satu dari Madzab
empat untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan
demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat dengan melaksanakan dakwah
Islamiyah dan amar ma’ruf nahi munkar.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah), Secara etimologi, Aswaja


berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan,
tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama„ah, berarti
sekumpulan.

Secara istilah (terminologi) yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum


yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.

2. Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama‟ah, adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama
para sahabatnya. Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama
bernama Abu Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah
itu keluar. Ia memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat
berada di dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah
wal Jama‟ah.
3. Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting sekali
dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu
pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu
pendidikan agama dan moral.
4. Peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah Pendidikan adalah
mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga meluruskan
pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk
menuai akhlaq yang mulia dan terpuji.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aic, Miftahudin. Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan,


dalam http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalam-
melestarikan-nilai.html, diunggah pada Jumat, 12 Juni 2015 pukul 07.35 WIB

Al-Hâzimî, Khâlid Bin Hâmid. 1420 H/2000 M. Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah.


Madinah Munawwaroh: Dâr „Âlam al-Kutub.

Darmanto, Ahlussunnah Waljamaah dan Peranan, dalam


http://sahabalit.blogspot.co.id/2012/05/ahlussunnah-waljamaah-dan-
peranan.html, diunggah pada Jum‟at, 11 Mei 2012 pukul 11.33 WIB

Farid, Ahmad. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.
Surabaya: Pustaka Elba.

Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari. 2010, cet. 1. Moderasi


Keumatan Dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas.

Mousir, Kang. Resume Aswaja, dalam


http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html,
diunggah pada Senin, 10 November 2014, pukul 11.05 WIB

Munawwir, Ahmad Warson. 1997, cet. 14. Al-Munawwir: Kamus Arab–


Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Nasichuddin. Moch. Ari. Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis
Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarah-dinamika-umat- islam-
dan-analisis-sosial.html, diunggah pada Sabtu, 23 April 2016 pukul
08.47 WIB
Nasir, Sahilun A. 2010, cet. 1. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran,
dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.

13

Anda mungkin juga menyukai