Makalah
Oleh
Dosen Pengampu:
Lamongan
2024
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Atas
berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
baik. Tidak lupa juga kepada Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing
manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang dengan ajaran
agama islam. Ketiga kalinya penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen Mufti
Labib Jalaluddin, S.Ag., M.A, selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “I’jaz Al-
Qur’an dalam Pandangan Ahlu Sunnah Wa Al-Al-Jama’ah” ini. Serta berbagai
pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Definisi Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah....................................................................3
B. Sejarah Istilah Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah..........................................................6
C. Pemikiran Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah tentang I’jaz Al-Qur’an...........................7
BAB III PENUTUP.......................................................................................................11
Kesimpulan..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
Jika menurut bahasa (etimologi) sunnah adalah jalan atau cara, baik itu jalan
yang baik ataupun yang buruk, semuanya termasuk kategori sunnah. Sedangkan
menurut ulama’ Aqidah (terimonologi) sunnah adalah pertunjuk yang telah
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya, tentang ilmu, i’tiqad,
perkataan, perbuatan dan hal-hal lain.1
Di sisi yang lain, Ibnu Rajab mengartikan sunnah sebagai jalan yang
ditempuh oleh seseorang, dan di dalamnya orang tersebut berpegang teguh kepada
apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw dan para sahabatnya,
meliputi i’tiqad, perkataan, dan perbuatan. Oleh karena itulah ulama’ salaf tidak
menyebut sunnah jika tidak mencakup tiga aspek tersebut.
1
Yazid bin Abdul Qahar Jawas, “Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah” (Bogor: Pustaka Imam
asy-Syafi’I, 2006), 36.
2
Ibid, 37.
4
sunnah, meski golongan sunnah berjumlah lebih sedikit dari pada golongan lain,
karena golongan sunnah yang benar. Ibnu Mas'ud juga mengatakan Al-Jama’ah
adalah yang mengikuti kebenaran meskipun hanya satu orang saja.
Ahlu sunnah wa Al-Jama’ah juga disebut dengan ahlu hadis, karena mereka
senantiasa mengambil hadis-hadis Nabi secara periwayatan dan d}irayah. Mereka
juga disebut ahlu al-atsar, karena mereka senantiasa mengambil dan mengikuti
atsar yang diwariskan berupa sunnah nabi dan sesuatu yang datang dari sahabat.3
Selain itu ahlu sunnah wa Al-Jama’ah juga disebut ahlu al-ittiba', karena
selalu mengikuti peribaadahan yang dicontohkan oleh Nabi. Ahlu sunnah wa Al-
Jama’ah juga disebut Al-t}a>'ifatu Al-Manshuurah (golongan yang mendapat
pertolongan Allah), Firqatu An-Na>jiyah (golongan yang selamat), dan
ghuraba>' (orang asing).4
اَل اُل ِم ن ُأَّم يِت ُأ ٌة َقاِئمٌة ِبَأمِر اِهلل اَل ُّر م ن َذ م اَل ِم ن اَلَف ض م ىَّت أِت م َأم اِهلل
َخ ُه َح َي َيُه ُر َيُض ُه َم َخ ُهَل َو َم َتَز
ِل
َوُه م َعَلى َذا َك
3
Wahdah, “Asal Usul Penamaan Ahlu Sunnah Wal Jamaah”, (https://intip.in/oyUp/) diakses pada
9 Februari 2024.
4
Yazid bin Abdul Qahar Jawas, “Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah” (Bogor: Pustaka Imam
asy-Syafi’I, 2006), 37.
5
Ibid.
5
َبَد َأ اِإل ْس َالُم َغِريًبا َوَس َيُعوُد َك َم ا َبَد َأ َغِريًبا َفُطوىَب ِلْلُغَرَباء
"Islam awanya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awanya, maka
beruntunglah bagi al-Ghurabaa' (orang asing)”6
بدأ اإلسالم غريبا مث يعود غريبا كما بدا فطوىب للغرباء قيل يا رسول اهلل ومن الغرباء قال الذين
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing maka
beruntunglah orang-orang yang asing itu.” Para sahabat bertanya, “wahai
Rasulullah siapakah yang asing itu?” beliau bersabda, “mereka adalah orang-
orang yang senantiasa mengadakan ishlah (perbaikan) ketika orang-orang telah
rusak: (agama dan akhlaknya)”7
Dalam riwayat Abdullah bin Amr bin Al-Ash, suatu hari Nabi menerangkan
makna dari Al-Ghuraba>'. Nabi bersabda
ُأَناٌس َص اُحِلوَن ىَف ُأَناِس ُس وٍء َك ِثٍري َم ن َيعِص يِه م َأكَثُر َّمِمن ُيِط يُعُه م
6
Ibid, 39.
7
Wahdah, “Asal Usul Penamaan Ahlu Sunnah Wal Jamaah”, (https://intip.in/oyUp/) diakses pada
9 Februari 2024.
8
Yazid bin Abdul Qahar Jawas, “Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah” (Bogor: Pustaka Imam
asy-Syafi’I, 2006), 40.
6
ان أهل الكتابني افرتقوا يف دينهم على ثنتني وسبعني ملة وان هذه األمة ستفرتق على ثالث وسبعني
“Sesungguhnya dua ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) telah terpecah belah
dalam agama mereka sebanyak tujuh puluh dua golongan. Adapun umat ini,
akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Mereka adalah para
pengikut hawa nafsu. Semuanya masuk neraka kecuali yaitu al jama’ah."11
ه َفَأَّم ا ٱَّلِذ يَن ٱۡس َو َّد ۡت ُو ُج وُهُهۡم َأَك َفۡر ُتم َبۡع َد ِإيَٰم ِنُك ۡم َف ُذ وُقوْا ٱۡل َع َذ اَبٞۚه َو َتۡس َو ُّد ُو ُجوَٞيۡو َم َتۡب َيُّض ُو ُج و
ِبَم ا ُك نُتۡم َتۡك ُفُروَن
9
Ibid.
10
Ibid.
11
Wahdah, “Asal Usul Penamaan Ahlu Sunnah Wal Jamaah”, (https://intip.in/oyUp/) diakses pada
9 Februari 2024.
7
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka
yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada
mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu
rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".
Menurut Abdullah bin Abbas, yang dimaksud orang yang memiliki wajah putih
bersih adalah ahlu sunnah wa Al-Jama’ah, dan orang yang memiliki wajah hitam
adalah ahlu bid’ah.12
Selain itu, ada Sufyan ats-Tsaury (wafat 161 H) berkata, “aku wasiatkan kelian
untuk tetap berpegang teguh kepada ahlu sunnah dengan baik. Karena mereka
adalah al-ghuraba’. Alangkah sedikitnya ahlu sunnah wa Al-Jama’ah.13
Kemudian istilah ahlu sunnah wa Al-Jama’ah populer pada saat abu hasan al-
Asy’ary menentang golongan mu’tazilah dengan berpegang pada sunnah,
sehingga ahlu sunnah sering dinisbatkan kepada golongan yang di dirikan oleh
abu hasan al-Asy’ari, yakni golongan asyariyah.
Ilmu I’jaz Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang kemukjizatan Al-
Qur’an. Tidak dapat dipungkiri, pada awal perkembangannya banyak didominasi
oleh pemikiran golongan mu’tazilah. Golongan mu’tazilah menganggap bahwa
ketidak mampuan orang kafir Quraysh untuk membuat semisal Al-Qur’an adalah
karena adanya sarfah.
Dengan kata lain mereka men ganggap bahwa Al-Qur’an sebenarnya dapat
ditandingi, tetapi Allah melemahkan motivasi dan kemampuan mereka sehingga
mereka tidak dapat menyaingi Al-Qur’an.14
Abu Bakr Muhammad ibn at-Tayyib al-Baqilani, seorang ahli dari golongan
asyariyah, atau penganut sunnah menjelaskan bahwa aspek kemukjizatan Al-
Qur’an terdapat pada 3 aspek, yakni
1. Al-Qur’an berisi informasi hal-hal gaib, yang terdiri dari berita yang akurat
pada masa lalu, kabar tentang masa depan.
2. Nabi Muhammad adalah orang yang buta huruf, tidak bisa membaca atau
menulis, sehingga tidak dapat mempelajari literatur-literatur atau cerita
sejarah di masa lalu. Maka jika Al-Qur’an merupakan buatan nabi
Muhammad, pastinya tidak dapat memuat berita di masa lalu, dan pastinya
Al-Qur’an berasal dari kalam Ilahi.
3. Al-Qur’an memiliki susunan kalimat yang sangat baik, ditandai dengan
susunan balaghah sedemikian rupa sehingga tidak dapat seorangpun
menyainginya.16
14
Abdurrahman, “Konsep al-Sarfah dalam Kemukjizatan Al-Qur’an”, Journal of Islam and Plurality,
Vol. 6, No. 2 (2021), 138.
15
Ibid, 146.
16
M. Rafi Yunus, “Pendekatan Modern terhadap I’jaz Al-Qur’an”, Journal of Al-Jamiah, Vol. 40, No.
2 (July-December, 2002), 367.
9
keterkaitannya dengan kata lainnya dalam kalimat dapat menciptakan makna yang
dimaksud, terkadang pengubahan salah satu kata dengan kata yang memiliki
keserupaan makna, dapat mengubah seluruh arti dari keseluruhan kalimat. Dia
menjelaskan bahwa nazm dalam Al-Qur’an memiliki 3 aspek yang tidak dapat
ditiru, yakni
Sejalan dengan pemikiran Al-Baqillani, Abdul Qahir ibn Abdur Rahman al-
Jurjani, salah satu ahli dalam bidang balaghah juga mengungkapkan kemukjizatan
Al-Qur’an melalui nazmnya. Menurutnya nazm adalah jalinan yang kompleks
dari hubungan gramatikal dan semantik.
Hubungan gramatikal dalam bahasa arab dapat dikaitkan dengan tiga acara,
yakni kata benda dengan kata benda, kata benda dengan kata kerja, dan partikel
dengan kata benda dan kata kerja. Sedangkan hubungan semantik adalah kaitan
antara kata-kata dengan artinya.
Dengan ini dapat difahami bahwa nazm menurut al-Jurjani adalah hubungan
erat antara arti gramatikal dan arti semantik. Dan nazm adalah upaya untuk
membuat arti gramatikal mengekspresikan arti semantik.19
19
Ibid, 370.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jawas, Yazid bin Abdul Qahar, “Syarah Aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah”
Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2006.
Jurnal
Internet