Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEKTE KHALAF : AHLUSSUNAH WA AL-ASY’ARI; SEJARAH DAN


PEMIKIRAN

TAUHID DAN ILMU KALAM

Dosen Pengampu: Jufri Amirallah

NAMA KELOMPOK:

1. Novita sari
2. Salsabrina Nanda Saski Utomo (22510100312)
3. Halimatul Aspiah (2251010239)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas kelompok untuk mata akhlak dan ilmu kalam, dengan judul “Sekte khalaf :
ahlussunah wa al-asy’ari; sejarah dan pemikiran”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak jufri amirallah . selaku dosen pembimbing
mata kuliah akhlak dan ilmu kalam. Beliau yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga
kami dapat menulis makalah berjudul “Sekte khalaf : ahlussunah wa al-asy’ari; sejarah dan
pemikiran” dan dapat mempelajari materi tersebut.

Terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi teman-
teman yang membaca makalah ini.

Bandar Lampung, 2 maret 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Ahlu Sunnah Wal Jam’ah ....................................................................................... 3


B. Tahapan-Tahapan Perkembangan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah ............................... 7
C. Ajaran ahli Sunnah wal Jama’ah............................................................................. 8
D. Dasar- Dasar Pemikiran ahlu Sunnah Wal Jama’ah ............................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pada


perkembangannya agama ini mengalami perkembangan yang sangat signifikan, dari
wilayah yang tandus dengan kejahilan yang dilakukan oleh para orang kafir Quraisy,
agama Islam datang dengan kesejukan oase tauhid, meskipun pada awalnya dakwah
yang dibawa Nabi Muhammad SAW, mengalami hal yang menyakitkan mulai dari
dakwah yang ditentang oleh kedua pamannya yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab. Tetapi
demi memantapkan Dakwah tauhid, Nabi SAW tidak putus asa, beliau melakukan
dakwahnya secara sembunyi-sembunyi dahulu dengan sasaran dakwah keluarga Nabi
SAW, pada perkembangan berikutnya dakwah Nabi SAW dilakukan dengan terbuka
kepada masyarakat Makkah pada umunya, tetapi kenyataan yang didapatkan Nabi
SAW adalah penolakan dari masyarakat Makkah, lalu Nabi pun hijrah ke berbagai
daerah, dan singkatnya hijrah Nabi ini diterima di kota Yastrib, disana Nabi diterima
dengan baik, dan masyarakat Yastrib yang membantu Nabi SAW, dikenal dengan kaum
Ansor, sedangkan umat Nabi SAW, yang dibawa dari Makkah diberi nama kaum
Muhajirin, pada perkembangan selanjutnya kota Yastrib diberi nama kota Madinah. Di
kota Madinah Nabi SAW membentuk sistem pemerintahan, pendidikan serta dakwah
yang dilakukan terus menerus di kota sekitar Madinah, sehingga membuat kaum kafir
Quraisy menjadi benci dan marah sehingga terjadilah penyerangan-penyerangan yang
dilakukan kaum Quraisy, tetapi Allah tetap menolong Nabi SAW dan umatnya.

Pada waktu yang ditentukan Nabi dan para umat Islam dapat menaklukan kota
Makkah, yang dikuasai oleh kaum Quraisy dengan cara menaklukan secara damai,
ketika waktu yang ditentukan Allah untuk kewafatan Nabi SAW, umat Islam sangat
merasa kehilangan hal ini dikarenakan manusia yang mereka cintai meninggal dunia,
setelah wafatnya Nabi SAW, masyarakat Islam bimbang ketika menentukan siapa yang
berhak menjadi pengganti Nabi menjadi kepala negara, setelah melakukan musyawarah
para shohabat Nabi menentukan bahwa Abu Bakar yang berhak menjadi kepala negara,
pada saat itu banyak sekali umat Islam yang menjadi murtad atau keluar dari Islam, hal

1
itu membuat Abu Bakar memerangi mereka yang murtad. Bahkan ada pula seorang
yang mengaku sebagai Nabi bernama Musailamah. Namun, karena kuatnya umat Islam
pada masa itu, akhirnya berhasil

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa dan Siapa Ahlu Sunnah wal Jamaah ?
2. Bagaimana tahapan-tahapan perkembangan Ahlu Sunnah wal Jamaah ?
3. Apa saja ajaran Ahlu Sunnah wal Jamaah ?
4. Apakah dasar-dasar pemikiran Ahlu Sunnah wal Jamaah ?
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui apa dan siapa Ahli Sunnah Wal Jama’ah
2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan Ahlu Sunnah wal Jamaah
3. Untuk mengetahui ajaran Ahlu Sunnah wal Jamaah
4. Untuk mengetahui dasar-dasar pemikiran Ahlu Sunnah wal Jamaah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ahli Sunnah Wal Jama’ah


Secara etimologis, ada tiga kata untuk mengetahui ta’rif Ahl al-Sunnah wa al-
Jama’ah. Pertama, Kata Ahl, dapat berarti pemeluk aliran1 atau pengikut madhhab.
1
Untuk arti tersebut, kata Ahl berfungsi sebagai badal nisbah, karena dikaitkan dengan
kata al-Sunnah yang berarti orang-orang yang berfaham Sunni(al Sunniyah). 2Kedua,
kata al-Sunnah di samping memiliki arti al-Hadith (ucapan, cerita), ia juga bersinonim
dengan kata al-Sirah (sejarah) dan al-Tariqah (jalan, cerita, metode), al-Tabi’ah
(kebiasaan), dan al-shari’ah (syariat).3 Dari situ, maka al-Sunnah bisa diartikan sebagai
jalan nabi dan para shohabat (generasi salaf al salih). Ketiga, kata al-Jama’ah berarti
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. 4Kata ini biasanya diidentikkan dengan
penerimaan terhadap Ijma’ al-Shahabah (consensus sahabat nabi) yang diakui sebagai
salah satu sumber hukum, sehingga bila kata ini dikaitkan dengan dengan madhab-
madhab dalam Islam, maka ia mengacu kepada arti kelompok Sunni. Hal itu karena
kata al-Jamaah belum dikenal dikalangan orang-orang Khawarij ataupun Rafidah
(Shi’ah). Akan halnya untuk kaum Mu’tazilah, karena mereka tidak menerima Ijma’
sebagai suatu sumber hukum.5

Al Qur’an tidak memberikan pengertian secara langsung (harfiyah) untuk kata


al-Sunnah dan al-Jamaah, seperti halnya yang menjadi pengertian popular tentang dua
kata tersebut. Dalam Al-Qur’an memang terdapat kata al-Sunnah di banyak tempat,
akan tetapi penyebutannya menunjukkan pengertian ketetapan Allah bagi pola hidup
manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Demikian halnya dengan kata al-
Jama’ah, tidak dijumpai dalam al-Qur’an sekalipun memang bayak kata derivasinya,
seperti jami’an, yajma’un, jami’un, dan lain-lain dengan pengertian yang beragam.

1
Ibrahim Anis, Al-Mu’jam al-Wasit, Vol.I (t.t.: Mujma’ al-Lughah, t.th), 31.
2
Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Vol.IV (Beirut: Dar al-Kitab al ‘Arabi, 1953), 96.
3
Ibid, hal 100
4
Ibrahim Anis, Op.Cit., 135.
5
Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl Al-Sunnah wa Al Jama’ah (Surabaya :
Khalista, 2010), 32.

3
Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah 6 golongan mayoritas umat Muhammad. The
nearest equivalent is the phrase Ahl As-Sunna wa-l-Jama’a, ‘the people of Sunna and
the community. Yaitu orang-orang yang menjalankan Sunnah dan berkelompok.
Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar
aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:
"…maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang
teguh pada alJama’ah; yakni berpegang teguh pada aqidah al Jama’ah”. (Hadits ini
dishahihkan oleh al Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih). Setelah
tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya. Maka dua
Imam yang agung Abu al Hasan al Asy’ari (W 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi
(W 333 H) –semoga Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka, dengan
mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al Qur’an dan al hadits) dan ‘aqli (argumen
rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhah-syubhah (sesuatu yang
dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan
lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka
(Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari)
dan al Maturidiyyun (para pengikut al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al Asy’ari
dan al Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu. Al Hafizh Murtadla
az-Zabidi (W 1205 H) dalam al Ithaf juz II hlm. 6, mengatakan: “Pasal Kedua: "Jika
dikatakan Ahlussunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyyah dan
al Maturidiyyah”. Mereka adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas).
Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab Maliki, para
pengikut madzhab Hanafi dan orang-orang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’ al
Hanabilah). Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah memberitahukan
bahwa mayoritas umatnya tidak akan sesat. Alangkah beruntungnya orang yang
senantiasa mengikuti mereka. Kelompok ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama'ah karena
pendapat mereka berpijak pada pendapat-pendapat para sahabat yang mereka terima
dari Rasulullah. Kelompok ini disebut juga kelompok ahli hadits dan ahli fiqih karena
merekalah pendukung-pendukung dari aliran ini. Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
mulai dikenal pada saat pemerintahan bani Abbasiah dimana kelompok Mu'tazilah
berkembang pesat, sehingga nama Ahlus Sunnah dirasa harus dipakai untuk setiap

6
Darul Fatwa, Aqidah Ahlusunnah wal jamaah. (Bekasi : Syamamah Press, 2003). Hlm. 25

4
manusia yang berpegang pada Al-Quran dan Sunnah. Dan nama Mu'tazilah dipakai
untuk siapa yang berpegang pada lmu kalam (theologische dialektik), logika dan rasio.

Ibnu Hajar al-Haitamiy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus


Sunnah wal Jama'ah adalah orang-orang yang mengikuti rumusan yang digagas oleh
Imam Asy'ariy dan Imam Maturidi.11 Pendapat-pendapat mereka : - Hukum Islam di
dasarkan atas Al-Quran dan al-Hadits - Mengakui Ijmak dan Qiyas sebagai salah satu
sumber hukum Islam - Menetapkan adanya sifat-sifat Allah - Al-Quran adalah Qodim
bukan hadits - Orang Islam yang berdosa besar tidaklah kafir.

Dari berbagai sumber Ahlu Sunnah berjamaah dikelompokkan menjadi dua golongan
yaitu Ahlu Sunnah wal Jamaah golongan Asy’ariyyah dan Ahlu Sunnah golongan
Maturidiyah. Berikut ini adalah kedua golongan dalam faham Ahlu Sunnah wal Jamaah
:

1. Ahlusunnah Golongan Asy’ariyah Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah


yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah
Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin
Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari,
seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada
namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al-Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan
meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu
Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur,
Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di
Bashrah. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan Abu Ali Al-
Jubba’i, salah seorang pembesar Muktazilah. Hal itu menjadikan otaknya
terasah dengan permasalahan kalam sehingga ia menguasai betul berbagai
metodenya dan kelak hal itu menjadi senjata baginya untuk membantah
kelompok Muktazilah. Al-Asy’ari yang semula berpaham Muktazilah akhirnya
berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber
lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir
dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan
bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar
masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan). Para ahli sepakat bahwa Al-

5
Asy’ari keluar dari Mu’tazilah tepat pada bulan Ramadhan tahun 280 H. / 912
atau 300 H. / 915 saat usianya 7 menginjak 40 tahun.12 Aliran ini diikutinya
terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk
mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia
mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru
yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia
bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah.
Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa
Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan
buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran
Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-
pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan
menunjukkan keburukan keburukan dan kelemahan-kelemahanya"

Murid-Murid Al-Asy’ari :

1) Al-Imam ibn Mujahid (w. 370 H/980 M)


2) Al-Imam Abu Zaid al-Mawarzi (301-371 H/913-982 M)
3) Al-Imam Ibn al-Dhabbi (276-371 H/890-982 M)
4) Al-Hafizh Abu Bakar al-Ismaili (277-371 H/890-982 M)
5) Al-Imam Abu al-Hasan al-Bahilli
6) Ai-Imam Bundar al-Syrazi al-Sufhi (w. 353H/964 M)
7) Al-Imam Ali bin Mahdi al-Thabari

2. Ahlusunnah Golongan Maturidiyah 7Aliran Maturidiyah lahir di Samarkand


pada pertengahan abad IX M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu
Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Maturidiyah semasa hidupnya dengan
Asy’ary, hanya dia hidup di Samarkand sedangkan Asy’ary hidup di Basrah.
Asy’ary adalah pengikut Syafii dan Maturidy pengikut Mazhab Hanafy. Karena
itu kebanyakan pengikut Asy’ary adalah orang-orang Syafiiyyah, sedang
pengikut pengikut Maturidy adalah orang-orang Hanafiah.8 Maturidiyah
muncul sebagai reaksi terhadap pemikiran Mu’tazilah. Reaksi ini timbul karena

7
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia, 1998,) hlm. 189
8
Ahmad Hanafi, Theology Islam, Bulan Bintang : Jakarta, 1996, hlm. 70.

6
adanya perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah
diantaranya, yaitu :9 Maturidiyah berpendapat bahwa kewajiban megenai Allah
mungkin dapat diketahui oleh akal. Dalam hal ini, Maturidiyah tidak
menggunakan tern wajib seperti yang digunakan oleh Mu’tazilah. Sementara
Asy’ariyyah berpendapat kewajiban mengetahui ‘tidak mungkin’ melalui akal.

Aliran Maturidiyah terbagi lagi menjadi dua, yaitu :

1) Aliran Samarkand Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-Maturidi


sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham Mu’tazilah, sebagaimana
pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, Maturidi dan Asy’ary terdapat kesamaan
pandangan, menurut Maturidi, Tuhan mempunyai sifat-sifat, tuhan mengetahui
bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Begitu juga tuhan
berkuasa dengan zatnya. Mengetahui perbuatan-perbuatan manusia maturidi
sependapat dengan golongan Mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya
mewujudkan perbuatan.
2) Aliran Bukhara Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad
Al-Bazdawi. “Abu-l-Yusf al-Pzdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang
penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Buyut Al-Bazdawi menjadi
salah satu murid Maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima
ajaran aturidi. Dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara adalah
pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang
mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-asy’ary.

B. Tahapan-tahapan perkembangan faham Ahlu Sunnah wal Jamaah


Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi
tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan
Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan. Ada sebuah
hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu. Tahapan-tahapan perkembangan
faham Ahlu Sunnah wal Jamaah Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, istilah
Aswaja sudah pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran
tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam
secara keseluruhan. Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu:

9
Suryan A.Jamrah, Studi Ilmu Kalam, Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, Pekanbaru : 2007, hlm.
144.

7
”Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana
Aku dan Shahabatku berada. Mengenai tahapan-tahapan aliran Ahlu Sunnah wal
Jamaah, bila kita tinjau dari periodisasinya, maka dapat dibagi menjadi tiga periode,
yaitu periode Proto Sunnisme, Konsolidasi Sunnisme, dan Pelembagaan Sunnisme.”

Proto Sunnisme: 10Ditengah-tengah polarisasi dan pertentangan antarkelompok


itu, terdapat sejumlah sahabat nabi yang mencoba menghindarkan diri dan kemudian
melakukan gerakan-gerakan kultural dan menekuni bidang keilmuan dan keagamaan.
Mereka Antara lain adalah Umar bin Abbas, Ibnu Mas’ud, Dan Lain-lain. Kegiatan
serupa juga dikembangkan oleh generasi tabi’in yang dipelopori oleh Hasan Al Basri
(w. 110/728 H) bersama para tabi’in lainnya. Arus baru inilah yang oleh para peneliti
disebut Proto Sunnism atau yang oleh Marshall G.S. Hodgson disebut Jama’I e Sunni.
Dari kegiatan mereka inilah kemudian lahir sekelompok muhaddithun (para ahli
hadits), fuqaha, dan mufassirun. Termasuk di dalam kelompok ini adalah empat imam
madhab, yakni Abu Hanifah, Malik bin Annas, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, dan
Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Mereka menghasilkan banyak sekali karya. Selain
pada spesialisasi mereka, masin-masing juga menulis ‘Ilm Kalam´ untuk memberikan
sanggahan argumentative terhadap pendapat-pendapat yang dinilai memiliki
kecenderungan mengabaikan sunnah Nabi dan para sahabat dalam menginterpretasikan
ayat-ayat Al Qur’an mengenai persoalan-persoalan pokok agama (al-Usul al-Din).
Golongan yang mengikuti pola inila yang kemudian dikenal dengan sebutan Ahlu
Sunnah.

C. Pemikiran dan Doktin-doktrin Ahlu Sunnah wal Jamaah


Dalam pemikiran Ahlu Sunnah wal Jamaah sebenarnya lebih didominasi oleh
pemikiran Asy’ariay dikarenakan pemikiran al Maturidiyah sebagian besar
menyempurnakan pemikiran Asy’ariyah. Namun, walaupun demikian, ada perbedaan
di Antara keduanya. Berikut adalah pemikiran Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah :
1) Pemikiran atau Doktrin Aliran Asy’ariyah Tuhan dan sifat-sifatnya Al-Asy’ari
mengakui sifat-sifat Tuhan yang sesuai dengan Zat Tuhan sendiri, dan sama
sekali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk. Tuhan mendengar, tidak seperti
kita mendengar dan seterusnya.

10
Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari tentang Ahl Al-Sunnah wa Al Jama’ah (Surabaya :
Khalista, 2010), 44.

8
2) Kebebasan dalam berkehendak (free will) Al-Asy’ari menyatakan bahwa
manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk
memperoleh (kasb) sesuatu perbuatan.
3) Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk Al-Asy’ari mengutamakan wahyu,
sementara Mu’tazilah mengutamakan akal. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik
dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah mendasarkan
pada akal.
4) Qodimnya Al-quran Al-Asy’ari mengatakan bahwa al quran terdiri atas kata-
kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan
karenanyatidak qadim.
5) Melihat Allah Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi
tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi manakala Allah
sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana Ia menciptakan
kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
6) Keadilan Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Ia adalah
Penguasa Mutlak. Dengan demikian, jelaslah bahwa Mu’tazilah mengartikan
keadilan dari visi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari
visi bahwa Allah adalah pemilik mutlak.
7) Kedudukan orang yang berdosa Al-Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang
berbuat dosa adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufr.

D. Dasar-Dasar Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah

Prinsip keyakinan yang berhubungan dengan tauhid, syari‟at dan lain-lain


menurut Ahlussunnah wal Jamaah harus dilandasi dengan dalil dan argumentasi yang
bersumber dari al-Qur‟an, al-Hadits, Ijma‟ ulama, dan Qiyas. Sebagaimana yang
dikatakan Imam Ghozali dalam ar-Risalah al-Ladduniyah :

“Ahli nazhar dalam ilmu aqidah ini pertama kali berpegang dengan ayat-ayat
al-Qur‟an, kemudian dengan hadits-hadits Rasul dan terakhir dengan dalil-dalil
rasional dan argumentasi analogis”. Berikut adalah dasar-dasar yang digunakan
Ahlussunnah wal jamaah. Al-Qur’an Al-Qur‟an merupakan sumber hukum fiqh utama
dan paling agung, yang merupakan hujjah paling agung antara manusia dan Allah SWT,
al-Qur‟an juga merupakan tali yang kuat dan tidak akan putus. Allah SWT berfirman:

9
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu
bercerai-berai”. (QS. Ali Imran:103)

1. Al-Qur‟an adalah pokok dari semua dalil argumentasi. Sebagaimana dalam al-
Qur‟an: “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikan ia kepada Allah (al-Qur‟an) dan Rasul-Nya (al-Hadits).” (QS. An-
Nisa‟: 59) Adapun para ulama terkemuka dalam bidang tafsir al-Qur‟an yang
mengikuti madzhab al-Asy‟ari dan al-Maturidi diantaranya adalah:
• Al-Imam Abu Laits Nashr bin Muhammad al-Samarqandi (w. 393 H/
1002 M), pengarang tafsir Bahrul Ulum
• Al-Imam Abu al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi (w. 468 H/ 1076 M)
pengarang tafsir al-Basith, al-Wasith, al-Wajiz dan asbabunnuzul
• Al-Imam al-Hafidh Muhyissunnah Abu Muhammad al-Husain bin
Mas‟ud al-Baghawi (433-516 H/ 1041-1122 M) pengarang tafsir
Ma‟alimuttanzil
• Al-Hafidh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, pengarang Zadul Masir fi
Ilmittafsir.
2. Al-Hadits Hadits adalah dalil kedua dalam penetapan aqidah-aqidah dalam
Islam. Hadits yang dapat dijadikan dasar adalah hadits yang perawinya
disepakati dapat dipercaya oleh para ulama. Hadits Nabi berfungsi untuk
menjelaskan hukum-hukum al-Qur‟an yang bersifat global dan general. Karena
syari‟at islam diturunkan secara bertahap untuk menunjukkan kasih sayang
Allah SWT kepada hamba-Nya. Bentuk kasih sayang tersebut adalah
menjelaskan al Qur‟an yang masih global tersebut. Allah berfirman: “Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 7) Al-Hafidh al-Khatib al-
Baghdadi mengatakan dalam kitabnya al-Faqih wa al-Mutafaqqih: “Sifat Allah
tidak dapat ditetapkan berdasarkan pendapat seorang shahabat atau tabi‟in. sifat
Allah hanya dapat ditetapkan berdasarkan hadits hadits Nabi yang marfu‟,
yang perawinya disepakati dapat dipercaya. Jadi hadits dha‟if dan hadits yang
perawinya diperselisihkan tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah ini,
sehingga apabila ada sanad yang diperselisihkan, lalu ada hadits yang
menguatkannya maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.”

10
3. Ijma’ Ulama Ijma’ adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah dari
masa ke masa atas satu hukum. Dalil kehujjahan ijma‟ ini berdasarkan sabda
Nabi Muhammad : “Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengumpulkan umatku dalam kesesatan. Pertolongan Allah
selalu bersama jama‟ah. Dan barangsiapa yang mengucilkan diri dari jama‟ah,
maka ia mengucilkan dirinya ke neraka.” (HR. Tirmidzi) Ijma’ ulama yang
mengikuti ajaran Ahlul Haqq dapat dijadikan argumentasi dalam menetapkan
aqidah. Dalam hal ini seperti dasar yang melandasi penetapan bahwa sifat-sifat
Allah itu qadim (tidak ada permulaanya) adalah ijma’ ulama yang qoth’i. Dalam
konteks ini Imam al-Subki menulis dalam kitabnya Syarh ‘Aqidah Ibn al-Hajib:
“Ketahuilah, sesungguhnya hukum Jauhar dan „aradh adalah baru. Oleh karena
itu, semua unsur-unsur alam adalah baru. Hal ini telah menjadi ijma’ kaum
muslimin, bahkan ijma’ seluruh penganut agama (di luar Islam). Barang siapa
yang menyalahi kesepakatan ini, maka dia dinyatakan kafir, karena telah
menyalahi ijma’ yang qoth’i.
4. Qiyas adalah menyamakan masalah baru dengan masalah yang sudah jelas
ketetapan hukumnya dalam agama yang didasarkan pada illat yang menyatukan
dua masalah dalam hukum tersebut. Qiyas yang bisa dibuat hujjah adalah qiyas
yang berlandaskan pada nash, ijma‟. Allah berfirman: “Maka ambillah
(kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang orang yang mempunyai
wawasan.” (QS. Al-Hasyr: 2)

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Ahlu Sunnah wal
Jamaah adalah mayoritas umat Islam yang berfahamkan teologi Asy’ariyyah dan
Maturidiyyah dalam ranah Teologi, serta bermadhabkan empat imam madhab yaitu
Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali dalam bidang fiqh. Menurut mayoritas ulama baik
salaf maupun kholaf, Ahlu Sunnah wal Jamaah merupakan golongan yang moderat jika
dibandingkan pendahulunya. Sehingga ajarannya banyak diterima masyarakat hingga
saat ini.

Ajaran-ajaran pokok Ahlu Sunnah diantaranya:

• Menetapkan adanya sifat-sifat Allah


• Al-Quran adalah Qodim bukan hadis
• Orang Islam yang berdosa besar tidaklah kafir
• Kewajiban mengetahui Tuhan melalui wahyu
• Allah dapat dilihat di akhirat nanti

Dasar-dasar dari ajaran Ahlu Sunnah wal Jamaah diantaranya :

• Al-Qur’an
• Al-Hadist
• Ijma’
• Qiyas.
B. Saran
Dalam memahami tentang teologi islam kita memang harus benar-benar
bersikap netral agar tidak menimbulkan suatu pemikiran yang negatif terhadap aliran
yang tidak sefaham dengan kita. Aliran Ahlu Sunnah wal Jamaah dalam doktrinnya
memberikan alternatif jalan tengah untuk menghindari perpecahan agama dan
kehancuran dalam hal akidah. Kita harus bisa memilah-milah mana yang baik dan yang
tidak baik dari aliran tersebut. Wallahu a’lam bishowab.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. (1998). Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia

Anwar, R. (2012). Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Asy'ari, A. H. (1977). al-Ibanah 'an Usul al-Diniyyah. Kairo: Dar al-Ansar.

Dahlan, A. R., & Qarib, A. (1996). Aliran Politik dan 'Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos
Publishing House.

Nasution, H. (2011). Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI-Press

Zaman, M. Q. (n.d.). Religion and Politics under The Early 'Abbasids: The Emergence of
the Proto-Sunni Elite. Leiden: Brill Academic Publisher, Incorporated.

13

Anda mungkin juga menyukai