Anda di halaman 1dari 11

ASWAJA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN

Disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah ke-NU-an


Dosen Pengampu :

Penyusun :
Muhammad Aji Pangestu (22106021004)

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG


PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (B)
2023

1
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kamidapat menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa shalawat serta salam saya curahkan
kepada NabiMuhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.Tugas ini
merupakan serangkaian materi kuliah yang bertujuan agar mahasiswa dapatlebih
memahami kosep aswaja, dan menerapkan secara langsung ilmu yang diperoleh
selamamengikuti mata kuliah ini. makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliahAswaja di Semester 2. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
kekurangan karenaketerbatasan kami sebagai manusia. Untuk itu, kami berharap kritik
dan saran yangmembangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Kami berharap
semoga laporan tugasini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan bagi para
pembaca.

Semarang, 12 Maret 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Cover ..............................................................................................................................i
Kata Pengantar .....................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................1
Bab II Pembahasan .....................................................................................................2
2.1 Konsep Aswaja .........................................................................................2
2.2 Sejarah dan Perkembangan Aswaja .................................................................3

2.2.1 Sejarah Aswaja .........................................................................................3


2.2.2 Perkembangannya Aswaja .................................................................4
2.3 Pokok-Pokok Ajaran Aswaja. .................................................................5
2.4 Tokoh Aswaja .........................................................................................6
Bab III Penutup .....................................................................................................7
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................7
Bab IV Daftar Pustaka .........................................................................................7

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aswaja merupakan salah satu mata kuliah yang dalam kajiannya merujuk
pada al- Qur‟an dan as-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan
cara logis dan rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman mahasiswa
dalam kehidupan sehari-hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu.
Pembelajaran Aswaja juga bertujuan untuk mendorong mahasiswa supaya
mendalami dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama’ah, yang
diharapkan nantinaya akan lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta mampu
menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi‟arkan Islam ditengah- tengah masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah konsep Aswaja?
2. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan Aswaja?
3. Apa sajakah pokok-pokok ajaran Aswaja?
4. Siapakah tokoh Aswaja?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui macam-macam konsep Aswaja.
2. Mahasiswa mengetahui sejarah munculnya Aswaja.
3. Mahasiswa mengetahui pokok-pokok ajaran Aswaja.
4. Mahasiswa mengenali tokoh Aswaja.

4
BAB II PEMBAHASAN

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA), Ahl adalah keluarga,


golongan atau pengikut. As-Sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh atau
cara pelaksanaan suatu amalan, baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan.
Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu nama suatu jalan yang
mendapakan ridlo yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW, para khulafa‟ al
Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Al-Jama’ah, secara bahasa, berasal dari kata “Al-
Jam‟u” dengan arti mengumpulkan yang bercerai- berai. Adapun secara istilah
syari‟ah berarti orang-orang terdahulu dari kalangan shahabat Nabi SAW.
Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang konsisten
berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu „alaihi wasallam. Mereka adalah
dari kalangan shahabat Nabi SAW.

2.1 Konsep Aswaja

Nahdlatul Ulama memahami bahwa perbedaan dan keragaman merupakan


sebuah keniscayaan, dan bahkan merupakan garis sunnahtullah yang tidak bisa
diingkari. Karena itu sejak awal berdirinya, Nahdlatul Ulama senantiasa
mengembangkan sikap keterbukaan dan sangat menghormati perbedaan. Dalam
mengamalkan prinsip-prinsip ini, Nahdlatul Ulama mengamalkan kosep dari
pemahaman Aswaja, yaitu:
1. Tawasuth, artinya mengambil jalan tengah atau pertengahan. Bahwa
Nahdlatul Ulama tidak berpihak kepada siapapun. Karena kebijakan memang
selamanya terletak diantara dua ujung. Sebagaimana termaktub dalam firman
Allah SWT dalam surat Al- Baqarah ayat 143:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. “
2. Tasamuh, yang berarti toleran. Maksudnya adalah NU toleran terhadap
perbedaan pandangan dalam masalah keagamaan. Begitu pula masalah yang
berhubungan dengan sosial budaya atau kemasyarakatan, sebagaiman
dilakukan oleh walisongo ketika berdakwah.
3. Tawazun, yang berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak berlebihan
suatu unsur atau kekurangan suatu unsur. Prinsip tawazun ini diambil dari
kata Al-Waznu yang berarti alat penimbang. Yang dimaksud disini adalah
bahwa NU menyerasikan antar khidmah kepada Allah dan khidmah kepada
manusia. Bagi NU tujuan hidup yang ideal adalah bahagia dunia dan akhirat.
4. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, artinya mengajak pada kebajikan dan
mencegah pada kemungkaran. Maksudnya mendorong kepada kebaikan,
selalu mempunyai kepekaan terhadap kejadian-kejadin di lingkungan dan
mencegah hal-hal yang dapat merusak moralitas masyarakat.

5
2.2 Sejarah dan Perkembangan Aswaja

2.2.1 Sejarah Aswaja

Perselisihan pada masa kekhalifahan ke-1


Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman
antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin
kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perselisihan antar
kaum muslimin Muhajirin dan Anshar. Setelah masing-masing mengajukan
delegasi untuk menentukan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya
disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-3


Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di
tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman.
Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin
Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak
membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat
untuk mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku
pembunuhan terhadap Utsman, berhasil membunuh dia dengan sadis ketika dia
sedang membaca Qur'an.

Fitnah pada masa kekhalifahan ke-4


Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang
terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha
mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan
Utsman. Yang pertama berasal dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama
dengan Thalhah dan yang kedua ialah bersama dengan Zubair. Mereka berhasil diadu
domba hingga terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian Muawiyah
yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya
Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang
berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Dari peristiwa inilah umat islam
terpecah menjadi dua golongan yaitu syi‟ah dan khawarij. Syi‟ah adalah golongan
pendukung Ali RA, sedangkan khawarij (kharaja, keluar) adalah golongan dimana
tidak memihak kepada Ali RA atau muawiyah, dengan alasan hukum Allah atau al-
quran. Sehingga pada masa pemerintahan Muawiyah terpecah menjadi tiga golongan.
Golongan pertama adalah pengikut setia Ali RA, golongan ke-dua penolak Ali RA dan
yang ke-tiga adalah pendukung muawiyah. Sekitar pada akhir tahun 40-an hijjriyah,
Muawiyah membuat ajaran baru yang disebut jabariyah. Ajaran jabariyah mengambil
dasar “segala yang terjadi adalah atas kehendak Allah”, seperti yang tertulis dalam
al-quran surah al-anfal:17. “ Dan bukan engkau memanah ketika engkau memanah
melainkan Allah yang memanah”. Itu adalah salah satu ayat yang digunakan para kiyai
untuk mendukung jabariyah. Mungkin para ulama, kyai yang ingin dekat dengan

6
kekuasaan kemudian menyebarkan paham jabariyah tersebut. Akibatnya muncul
pengemis-pengemis, ekonomi hancur, manusia banyak yang tidak berusaha mencari
rezeki, karena memandang rezeki telah diatur oleh Allah.
Muncul Faham Qodariyah
Cucu Ali RA (muhammad bin ali muhammad binn abi talib) membuat aliran
bernama qodariyah Faham ini memiliki kehendak mutlak, Allah tidak ikut campur
dengan apa yang dilakukan manusia seperti yang tertulis dalam Al-quran surah Ar-
ra‟du:11 yang berarti “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu
kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”. Disinilah mulai ada reformasi
dan dapat menggatikan kekuasaan dinasti Umayyah digantikan dengan dinasti
Abasyiah. kemudian muncul faham mu‟tazilah yang menjadi spirit pembangunan
negara. Paham ini yang mulanya memberikan semangat pada manusia bahwa
manusia memiliki hak mutlak, dan dengan perinsip akal. Segala sesuatu yang
masuk akal adalah segala sesuatu yang harus dirasionalkan. Sehingga kelewatan,
karena semua serba akal dan semua kehendak manusia (akal mutlak). Hingga
terjadi sebuah peristiwa ketika salah satu keturunan abbasiyah menggunakan paham
mu‟tazilah sebagai paham resmi negara sehingga timbul korban yang tidak
mengikuti paham mu‟tazilah akan diberikan panismen berupa hukuman mati dan
lain sebagainya.

Lahirnya Aswaja
Akhirnya lahir seorang ulama yang dulunya adalah aktifis mu‟tazilah yang bernama
Abu Hasan Al-Asy‟ari menyatakan keluar dari paham mu‟tazilah, beliau tidak
berada dalam paham ekstrim jabariyah ataupun qodariyah melainkan berada di
tengah-tengah, beliau meproklamasikan kembali “ma ana ilaihi wa ashabihi” sebuah
kelompok di mana Rosulullah saw dan para sahabatnya berada. Paham yang
dideklarasikan oleh Abu hasan inilah yang disebut dengan ASWAJA. Teologi
ASWAJA yang dirumuskan oleh Abu Hasan ini menyatakan bahwa manusia itu
memiliki kehendak namun kehendak tersebut terbatasi oleh takdir Allah SWT. Paham
ASWAJA konteksnya kembali pada semangat akal islam “ma ana ilaihi wa
ashabihi” yang dipelopori oleh dua ulama‟ besar Abu Hasan Al-Asy‟ari dan Abu
Mansur Al- Maturidi ini dalam bidang tauhid atau teologi kemudian mendasar pada
Ahlusunnah atau kebiasaan-kebiasaan Nabi saw dan para sahabat-sahabatnya artinya
wal jama‟ah. Kemudian lahir Imam Hanbali, Imam Hanafi, Imam Maliki, dan Imam
Safi‟i. Imam Hanbali inilah yang menjadi korban dari kekuasaan Bani Abassiyah,
ketika mengharuskan warganya menggunakan aliran yang dikembangkan mu‟tazilah
dalam bidang fiqih. Dan masih banyak yang lain, tapi yang kita sering dengar atau
kita kenal adalah ini. Yang kita sebut dengan empat mazhab.

2.2.1 Perkembangannya Aswaja

Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan


mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada
di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa

7
perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah.
Terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di
dalam keyakinan sunni empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti.
Perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental. Perbedaan
mazhab bukan pada hal Aqidah (pokok keimanan) tapi lebih pada tata cara ibadah.
Para Imam mengatakan bahwa mereka hanya ber-ijtihad dalam hal yang memang
tida ada keterangan tegas dan jelas dalam Alquran atau untuk menentukan kapan
suatu hadis bisa diamalkan dan bagaimana hubungannya dengan hadis-hadis lain
dalam tema yang sama. Mengikuti hasil ijtihad tanpa mengetahui dasarnya adalah
terlarang dalam hal akidah, tetapi dalam tata cara ibadah masih dibolehkan, karena
rujukan kita adalah Rasulullah saw. dan beliau memang tidak pernah
memerintahkan untuk beribadah dengan terlebih dahulu mencari dalil-dalilnya secara
langsung, karena jika hal itu wajib bagi setiap muslim maka tidak cukup waktu
sekaligus berarti agama itu tidak lagi bersifat mudah.
2.3 Pokok-Pokok Ajaran Aswaja

1. Aqidah
Aqidah dalam Islam bisa dikelompokan menjadi 6 pembahasan, yaitu :
tentang
Ketuhanan, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir dan Qada‟ qadar.
 Ketuhanan (Tauhid)
Dalam masalah teologi ketuhanan, Ahlussunah wal Jamaah meyakini
bahwa Tuhan memiliki banyak sifat.
 Malaikat
Paham aswaja (Ahlussunah Wal Jama‟ah) meyakini bahwa ada
makhluk yang tidak bisa dilihat manusia, ia diciptakan dari cahaya, makhluk
tersebut bernama malaikat. Malaikat merupakan ciptaan Allah yang
ditugaskan mengatur seluruh jagat raya dengan tugas masing-masing yang
diberikan tuhanya, dan ia terhindar dari perbuatan salah.
 Kitaab Allah
Aliran aswaja meyakini bahwa Allah menurunkan mukjizat kepada
sebagian NabiNya yang berupa kitab, sebagai tuntunan hidup manusia.
 Nabi Dan Rasul
Dalam menyampaikan syari‟at kepada hambanya, Allah memilih
sebagian manusia untuk mengabarkan dan mengajak manusia agar
melaksanakan syari‟at yang dibawanya, orang tersebutlah yang dinamakan
Rasul(Utusan Allah). Sedangkan yang hanya mendapatkan wahyu tetapi
tidak diperintahkan untuk menyampaikan syariat tersebut kepada manusia
disebut nabi.
 Hari Kiamat
Umat Islam wajib meyakini bahwa setelah kehidupan di dunia ada
kehidupan lain, yaitu kehidupan akhirat. Dimana semua manusia dihidupkan
kembali dan dimintai pertanggung jawaban atas semua perbuatanya di
dunia, kemudian menerima balasanya, berupa surga dan neraka.
 Qadha dan Qadar
Qadha ialah rencana Allah yang telah ditetapkan terhadap sesuatu

8
sebelum menciptakanya, sedangkan Qadar ialah pelaksanaan dari ketetapan
tersebut. Contoh: Allah menetapkan Fulan dilahirkan di Indonesia sebelum
Allah menciptakanya, inilah yang dinamakan Qadha. Kemudian Fulan
dilahirkan di Indonesia, inilah yang dinamakan Qadar.

2. Fiqih
Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikuti pola bermadzhab
dengan mengikuti salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan oleh para
ulama‟ yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab yang
digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi‟i
dan Hanbali.

3. Tassawuf
Dalam bidang tasawuf Aswaja memiliki prinsip untuk dijadikan pedoman
bagi kaumnya. Sebagaimana dalam masalah akidah dan fiqih, dimana
Aswaja mengambil posisi yang moderat, tasawuf Aswaja juga demikian
adanya.
Manusia diciptakan Allah semata-mata untuk beribadah, tetapi bukan
berarti meninggalkan urusan dunia sepenuhnya. Akhirat memang wajib
diutamakan ketimbang kepentingan dunia, namun kehidupan dunia juga
tidak boleh disepelekan. Dalam emenuhi urusan dunia dan akhirat mesti
seimbang dan proporsional.
Dasar utama tasawuf Aswaja tidak lain adalah Al-Qur‟an dan Sunnah.
Oleh karena itu, jika ada orang yang mengaku telah mencapai derajat
Makrifat namun meninggalkan al-Qur‟an dan sunnah, maka ia bukan
termasuk golongan Aswaja. Meski Aswaja mengakui tingkatan-tingkatan
kehidupan rohani para sufi, tetapi Aswaja menentang jalan rohani yang
bertentangan dengan al-Qur‟an dan as-Sunnah.
2.4 Tokoh Aswaja

Umat Islam sejak dahulu hingga sekarang, mayoritas menganut faham


Ahlussunnah Wal Jama’ah, dengan mengikuti madzhab Syafi‟i dalam bidang fiqih.
Dalam hal ini umat Islam mendapatkan faham tersebut dari ulama serta para dai
yang mengajak dan mengajarkan tentang agama Islam kepada mereka. Sesuatu
yang sangat mustahil jika orang yang menyebarkan agama Islam tidak menganut
faham Aswaja, sementara yang diajak adalah penganut faham Ahlussunnah Wal
Jama’ah.
Di sisi lain, semua sepakat bahwa dai yang menyebarkan agama Islam ke
Nusantara khususnya di Pulau Jawa, adalah Walisongo. Karena itu, maka dapat
dikatakan bahwa Walisongo adalah penganut Aswaja. Kecuali jika ada fakta sejarah
yang menunjukkan bahwa ajaran Aswaja masuk ke Indonesia dan merubah faham
keagamaan yang telah berkembang terlebih dahulu.
Terkait sunan, Prof. KH. Abdullah bin Nuh, mengatakan bahwa sunan
adalah sebutan mulia yang diperuntukkan bagi para raja dan para tokoh dai Islam di
Jawa. Nasab mereka bersambung kepada Al-Imam Ahmad Al Muhajir. Dan

9
berdasarkan apa yang diajarkan oleh mereka, dapat dipahami bahwa mereka semua
adalah ulama pengikut Madzhab Syafi‟i dan Sunni dalam dasar dan akidah
keagamaannya. Mereka kemudian lebih terkenal dengan sebutan “Walisongo”. (Al
Imam Al Muhajir, hal 174).
Ada beberapa bukti bahwa Walisongo termasuk golongan Aswaja.
Selanjutnya Prof. KH. Abdullah Nuh menjelaskan:“Jika kita mempelajari primbon,
yakni kumpulan ilmu dan rahasia yang di dalamnya terdapat materi ajaran Ibrahim
(Sunan Bonang), maka di sana kita akan mendapatkan banyak nama dan kitab yang
menjadi referensi utama para dai sembilan. Berupa pendapat dan keyainan,
sebagaimana juga memuat masalah akidah dan fiqih dengan susunan yang bagus
sekali, dengan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Madzhab As Syafi‟i. Dan
dari sini, menjadi jelas bahwa para dai yang sangat terkenal dalam sejarah
masyarakat Jawa dengan gelar Walisongo itu, termasuk tokoh utama dalam
penyebaran ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah.” (Al Imam Al Muhajir, hal 182)
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Prof. KH. Saifuddin Zuhri (1919-
1986). Ia menjelaskan beberapa tokoh yang menyebarkan Madzhab Syafi‟i di
Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Yaitu : Maulana Malik Ibrahim, Maulana
Ishaq, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, dan lainnya. Bahkan Sunan Giri
merupakan lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis sejak abad ke-15 M.
Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu Nusantara melalui kekuatan
politik dan militernya, maka Sunan Giri menjadi pemersatu melalui Ilmu dan
pengembangan pendidikannya. (Sejarah Kebangkitan Islam, 286-287)

10
BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
 Kosep Aswaja ada 4 yaitu, Tawassuth (mengambil jalan tengah),
Tasamuh (toleran), Tawazun (Keseimbangan), dan Amar Ma‟ruf Nahi
Mungkar.
 Aqidah, fiqih, dan Aklak merupakan pokok ajaran Aswaja.
 Walisongo merupakan salah satu tokoh penyebar Aswaja.

DAFTAR PUSTAKA

Marzuqi, H. Ahmad dkk.2016.”Pendidikan Ahlussunnah wal Jama’ah dan Ke-NU-


an”.Surabaya:Tim LP Maarif NU.
Muchtar, Masyhudi.2007.” Aswaja An-Nahdliyah, Ajaran Ahlussunnah Wal
Jamaah yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama”. Surabaya: Khalista
Surabaya.
Nurliadin, Rochmat, S., Zubaedah, dan Purnama, S. 2017. “Ke-NU-an,
Ahlussunnah Wal Jama`ah”. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Ma`arif
Nahdlatul Ulama.
Ramli, Muhammad Idrus. 2011. Pengantar Sejarah Ahlussunnah Wal-
Jama’ah.
Surabaya: Khalista. hlm 53

11

Anda mungkin juga menyukai