Disusun oleh :
(Kelompok 3)
1. M. AZIZ TAUFIQQURRAHMAN
2. ADELLA ADITYA LESTARI
3. AYU KHAIRANI
4. DESI ANGGRAINI
5. ELSA PUTRI ANGGRAINI
SEMESTER : 1A EKSLUSIF
BINJAI
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Segala puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah membantu dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan..............................................................................................................1
A Latar Belakang................................................................................................1
B.Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Masalah...............................................................................................2
BAB II Pembahasan...................................................................................................3
A. Kesimpulan…...............................................................................................19
B. Saran............................................................................................................19
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dapatmengetahui sikap dan tindakan umat islam terhadap Hadis serta usaha
muncul kitab-kitab hasilpembukuan secara sempurna yang dalam islam dikenal dengan
istilah tadwin.1
Studi Hadis tidak hanya dilakukan oleh kalangan muslim melainkan juga dilakukan oleh
kalangan orientalis. Bahkan, kajian studi Hadis dalam dunia islam semakin
danperkembangan Hadis. Ada yang membaginya menjadi tiga periode yaitu masa
Rasulullah,masa sahabat, dan masa tabi’in. Begitu pula ada yang membaginya menjadi dua
periode yaitumasa prakodifikasi dan masa kodifikasi. Bahkan ada yang membaginya
1
Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 69.
2
Ibid,69.
1
A. Rumusan Masalah
A. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah perkemabangan hadist pada masa prakodifikasi maksudnya adalah pada masa
sebelum pembukuan.3 mulai sejak zaman Rasullah SAW hingga ditetapkannya pembukuan
hadist secara resmi (kodifikasi). Masa ini penulis membagi menjadi tiga periode yaitu
masa Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabi’in. Adapun periode tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
Membicarakan Hadis pada masa Rasullah SAW berarti membicarakan Hadispada awal
kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada Rasulullah SAWsebagai sumber Hadis.
Rasulullah SAW membina umat islam selama 23 tahun. Masaini merupakan kurun waktu
turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya Hadis.4 Keadaan ini sangat menuntut keseriusan
3
dapun metode yang digunakan
oleh Rasulullah SAW dalam
mengajarkan
Hadis kepada para sahabat
sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog
langsung dengan Rasulullah
SAW
b. Para sahabat menyaksikan
perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW
c. Para sahabat
mendengarkan perkataan
sesama sahabat yang
diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan
perbuatan sesama sahabat
yang diperoleh dari
Rasullah SAW
Adapun metode yang
digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam mengajarkan
Hadis kepada para sahabat
sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog
langsung dengan Rasulullah
SAW
b. Para sahabat menyaksikan
perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW
c. Para sahabat
mendengarkan perkataan
sesama sahabat yang
diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan
perbuatan sesama sahabat
yang diperoleh dari
Rasullah SAW
Adapun metode yang
digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam mengajarkan
Hadis kepada para sahabat
sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog
langsung dengan Rasulullah
SAW
b. Para sahabat menyaksikan
perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW
c. Para sahabat
mendengarkan perkataan
sesama sahabat yang
diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan
perbuatan sesama sahabat
yang diperoleh dari
Rasullah SAW
Adapun metode yang
digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam mengajarkan
Hadis kepada para sahabat
sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog
langsung dengan Rasulullah
SAW
b. Para sahabat menyaksikan
perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW
c. Para sahabat
mendengarkan perkataan
sesama sahabat yang
diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan
perbuatan sesama sahabat
yang diperoleh dari
Rasullah SAW
Adapun metode yang
digunakan oleh Rasulullah
SAW dalam mengajarkan
Hadis kepada para sahabat
sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog
langsung dengan Rasulullah
SAW
b. Para sahabat menyaksikan
perbuatan dan ketetapan
Rasulullah SAW
c. Para sahabat
mendengarkan perkataan
sesama sahabat yang
diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan
perbuatan sesama sahabat
yang diperoleh dari
Rasullah SAW
Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkan Hadis kepada
para Sahabat sebagai berikut:
perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apayang disampaikan oleh
para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikanmerupakan pedoman. Rasullah
adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat, karenaRasulullah memiliki sifat kesempurnaan
Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkanHadis kepada
d. Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dari Rasullah
SAW.5
Pada masa Rasulullah SAW sedikit sekali sahabat yang bisa menulissehingga
yang menjadi andalan mereka dalam menerima hadis adalah denganmenghafal. Menurut
Abd Al-Nashr, Allah telah memberikan keistimewaankepada para sahabat kekuatan daya
ingat dan kemampuan menghafal. Mereka dapat meriwayatkan Al-Qur’an, hadis, dan syair
Perhatian sahabat terhadap hadis sangat tinggi, terutama diberbagai majlis nabi atau tempat
tempat yang dijanjikan Rasulullah. Rasulullah menjadi pusat naraumber, referensi, dan
tumpuan pertanyaan ketika para sahabat menghadapi masalah, baik secara langsung atau tidak
langsung seperti melalui istri-istri Rasulullah dalam masalah keluarga dan kewanitaan,
karena mereka adalah orang-orang yang paling mengetahui keadaan Rasulullah dalam masalah
keluarga.
Hadis pada waktu itu pada umumnya hanya diingat dan dihafal oleh parasahabat dan tidak
ditulis seperti Al-Qur’an ketika disampaikan oleh Nabi, karena situasi dan kondisi tidak
antara hadis dan Al-Qur’an.7 Banyak hadis yang melarang para Sahabat untuk menulis hadis,
6
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 35.
4
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2012), 49.
5
“Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda:janganlah engkau
menulis (hadis) dariku, barang siapa menulis dariku selain dari Al-Qur’an maka hapuslah.
(HR. Muslim)”
Alasan pencatatan hadis pada masa Rasulullah karena hawatir hadis tercampur dengan Al-
Qur’an yang saat itu masih proses penurunan. Oleh karena itu maka pada saat itu nabi melarang
keras kepada sahabat untuk menulis dan mencatat hadis agar tidak bercampur dengan Al-Qur’an
Al-karim.
Larangan menulis hadis tidaklah umum kepada semua sahabat, ada sahabat tertentu yang
diberikan izin untuk menulis hadis. Nabi melarang menulis hadis karena khawatir tercampur
diriwayatkan oleh Abd Allah Ibn Umar, dia berkata: “Aku pernah menulis segala sesuatu yang
ku dengar dari Rasulullah, aku ingin menjaga dan menghafalkannya. Tetapi orang Quraisy
bersabda dalam keadaan marah dan senang”. Kemudian aku menahandiri (Untuk tidak menulis
hadis) hingga aku ceritakan kejadian itu kepada Rasulullah. Beliau bersabda.8
“Tulislah, maka demi dzat yang aku berada dalam kekuasaannya tidaklah keluar dariku kecuali
kebenaran”.
Adanya larangan tersebut berakibat banyak hadis yang tidak ditulis dan seandainya Nabi
tidak pernah melarang pun tidak mungkin hadis dapat ditulis. Karena menurut M Suyudi Ismail
8
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 36.
1) Hadis disampaikan tidaklah selalu di hadapan sahabat yang pandai menulis
2) Perhatian Nabi dan para sahabat lebih banyak tercurah pada Al-Qur’an
3) Meskipun Nabi mempunyai sekretaris tetapi mereka hanya diberi tugas menulis
Sangat sulit seluruh pernyataan, perbuatan, ketetapan, dan hal-hal orangyang masih
hidup dapat langsung dicatat oleh orang lain apalagi dengan alat sederhana.9
Menghadapi dua hadis yang tampak bertentangan di atas, ada beberapapendapat berkenaan
2) Larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat hafalannya dantidak dapat
menulis dengan baik, serta dikhawatirkan salah dan bercampur dengan Al-Qur’an. Izin
menulis
hadis diberikan kepada orang yang pandaimenulis dan tidak dikhawatirkan salah dan bercampur
3) Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis di khawatirkan tulisannya
4) Larangan hadis dicabut oleh izin menulis hadis karena tidak dikhawatirkan tercampurnya
9
Ibid, 37.
6
5) Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis bersifat khusus kepada para
sahabat yang dijamin tidak akan mencampurkan catatan hadis dan catatan Al-Qur’an
6) Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan untuk sekedar dalam
7) Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan dicatat.Adapun ketika wahyu
yang turun sudah dihafal dan dicatat, maka penulianbercampur dengan Al-Qur’an hadis
diizinkan.10
Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua pegangan
sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur’an dan Hadits yang harus dipegangi bagi
pengaturan seluruh aspek umat. Setelah Nabi saw wafat,kendali kepemimpinan umat Islam
berada di tangan shahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah
Abu Bakar as- Shiddiq ( wafat 13H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab (wafat 23
H/644 M), Utsmanbin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M).
101o
Idri, Studi,..37-38.
7
11
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 41.
Para shahabat mengetahui kedudukan as-Sunnah sebagai sumber syari’ah pertama setelah al-
Qur’an. Mereka tidak mau menyalahi as-Sunnah jika as-Sunnah itu mereka yakini kebenarannya,
sebagaimana mereka tidak mau berpaling sedikitpun dari as-Sunnah warisan beliau. Mereka
berhati-hati dalammeriwayatkan hadits dari Nabi SAW karena khawatir berbuat kesalahan dan
takutas-Sunnah yang suci itu ternodai oleh kedustaan atau pengubahan. Oleh karena itumereka
menempuh segala cara untuk memelihara hadits, mereka lebih memilih bersikap “sedang dalam
meriwayatkan hadits” dari Rasulullah., bahkan sebagiandari mereka lebih memilih bersikap
Periode sahabat disebut dengan Ashr al-Tatsabut wa al-Iqlal min al-riwayah yaitu masa
a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW
Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafa al-Rasyidin tentang periwayatan hadits Nabi.
12
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 41.
13
Akrom Fahmi, Sunnah Qabla Tadwin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 124.
14
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 46.
9
Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H/1347 M),Abu Bakar merupakan
Pernyataan al-Dzahabiy ini didasarkanatas pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus
waris untuk seorang nenek. Suatu ketika, ada seorang nenek menghadap kepada Khalifah Abu
Bakar, meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan cucunya. Abu Bakar menjawab, bahwa ia
tidak melihat petunjuk al-Qur’an dan prektek Nabi yangmemberikan bagian harta waris kepada
nenek. Abu Bakar lalu bertanya kepada para shahabat. Al-Mughirah bin Syu’bah menyatakan
kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah memberikan bagian harta warisan kepada nenek sebesar
seperenam bagian. Al-Mughirah mengaku hadir tatkala Nabi menetabkankewarisan nenek itu.
Mendengar pernyatan tersebut, Abu Bakar meminta agar al-Mughirah menghadirkan seorang
saksi.
Lalu Muhammad bin Maslamah memberikan kesaksian atas kebenaran pernyataan al-Mughirah
itu. Akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam bagian
Kasus di atas menunjukkan, bahwa Abu Bakar ternyata tidak bersegeramenerima riwayat
Bukti lain tentang sikap ketat Abu Bakar dalam periwayatan haditsterlihat pada
bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisisekitar lima ratus hadits. Menjawab
pertanyaan Aisyah, Abu Bakar menjelaskan bahwa dia membakar catatannya itu karena dia
15
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 42.
10
khawatir berbuat salah dalam periwayatan hadits. Hal ini menjadi bukti sikap kehari-hatian
Data sejarah tentang kediatan periwayatan hadits dikalangan umat Islam pada masa Khalifah
Abu Bakar sangat terbatas. Hal ini dapat dimaklumi, karenapada masa pemerintahan Abu
Bakar tersebut, uma Islam dihadapkan pada berbagai ancaman dan kekacauan yang
membahayakan pemerintah dan Negara.Berbagai ancaman dan kekacauan itu berhasil diatasi
oleh pasukan pemerintah.Dalam pada itu tidak sedikit shahabat Nabi, khususnya yang hafal
Qur’an, telahgugur di berbagai peperangan. Atas desakan Umar bin al-Khatthab, Abu
Jadi disimpulkan, bahwa periwayatan hadits pada masa Khalifah AbuBakar dapat
demikian dapat dikemukakan, bahwa sikap umat Islamdalam periwayatan hadits tampak tidak
jauh berbeda dengan sikap Abu Bakar,yakni sangat berhati-hati. Sikap hati-hati ini antara
Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadits. Hal ini terlihat,misalnya, ketika
umar mendengar hadits yang disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab. Umar barulah bersedia
menerima riwayat hadits dari Ubay, setelah parashahabat yang lain, diantaranya Abu Dzarr
menyatakan telah mendengar pulahadits Nabi tentang apa yang dikemukakan oleh Ubay
tersebut. Akhirnya Umarberkata kepada Ubay: “Demi Allah, sungguh saya tidak
dalamperiwayatan hadits ini.Apa yang dialami oleh Ubay bin Ka’ab tersebut telah dialami juga
oleh Abu Musa al-As’ariy, al-Mughirah bin Syu’bah, dan lain-lain. Kesemua
periwayatan hadits, sesungguhnyatidaklah bahwa Umar sama sekali melarang para shahabat
meriwayatkan hadits.Larangan umar tampaknya tidak tertuju kepada periwayatan itu sendiri,
tetapi dimaksudkan:
11
1. Umar pada suatu ketika pernah menyuruh umat islam untuk mempelajarihadits Nabi dari
2. Umar sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi, Ahmad bin Hanbaltelah meriwayatkan
hadits Nabi yang berasal dari riwayat Umar sekitar tigaratus hadits. Ibnu Hajar al-Asqalaniy
telah menyebutkan nama-namashahabat dan tabi’in terkenal yang telah meneriam riwayat
16
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 46.
12
3. Umar pernah merencanakan menghimpun hadits nabi secara tertulis. Umarmeminta
pertimbangan kepada para shahabat. Para shahabat menyetujuinya.Tetapi satu bulan umar
memohon petunjuk kepada Allah dengan jalan melakukan shalat istikharah, akahirnya dia
mengurungkan niatnya itu. Diakhawatir himpunan hadits itu akan memalingkan perhatian umat
Islam darial-Qur’an. Dalam hal ini, dia sama sekali tidak nenampakkan
karena alas an periwayatan hadits, melainkan karena factor lain,yakni takut terganggu
Dari uraian di atas dapat dinyatakan, bahwa periwayatan hadits padazaman Umar
bin al-Khatthab telah lebih banyak dilakukan oleh umat Islam biladibandingkan dengan zaman
Abu Bakar. Hal ini bukan hanya disebabkan karenaumat islam telah lebih banyak menghajatkan
kepada periwayatan hadits semata,melainkan juga karena khalifah Umar telah pernah
memberikan dorongankepada umat islam untuk mempelajari hadits Nabi. Dalam pada
itu paraperiwayat hadits masih agak “terkekang” dalam melakukan periwaytan hadits,karena
Umar telah melakukan pemeriksaan hadits yang cukup ketat kepad paraperiwayat hadits. Umar
melakukan yang demikian bukan hanya bertujuan agarkonsentrasi umat Islam tidak berpaling
dari al-Qur’an, melainkan juga agarumat Islam tidak melakukan kekeliruan dalam
periwayatan hadits. Kebijakan Umar yang demikian telah menghalangi orang-orang yang
dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah penduhulunya.Hanya saja, langkah
Hambal meriwayatkan hadits nabi yang berasal dari riwayat ‘Usmansekitar empat puluh
hadits saja. Itupun banyak matan hadits yang terulang,karena perbedaan sanad. Matn
hadits yang banyak terulang itu adalah haditstentang berwudu’. 17 Dengan demikian jumlah
hadits yang diriwayatkan oleh‘Usman tidak sebanyak jumlah hadits yang diriwayatkan
oleh ‘Umar bin Khatthab. Dari uraian diatas dapat dinyatakan, bahwa pada zaman
‘Usman bin Affan, kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadits tidak lebih
‘Umar bin Khatthab. Usman melalui khutbahnya telah menyampaikan kepadaumat Islam
berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi seruan itu tidakbegitu besar pengaruhnya
terhadap para perawi tertentu yang bersikap “longgar”dalam periwaytan hadits. Hal tersebut
terjadi karena selain pribadi ‘Usman tidaksekeras pribadi ‘Umar, juga karena wilayah Islam
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap parakhalifah
riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits yang bersangkutan mengucapkan sumpah,
17
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 47.
13
bahwa hadits yang disampaikannya itubenar-benar dari Nabi saw. hanyalah terhadap
‘Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi.Hadits
yang diriwayatkannya selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan).
Hadits yang berupa catatan, isinya berkisar tentang hukuman denda (diyat), pembahasan orang
Islam yang ditawan oleh orang kafir, dan larang melakukan hokum kisas (qishash) terhadap
Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan hadits melalui riwayat ‘Ali binAbi Thalib
sebanyak lebih dari 780 hadits. Sebagian mant dari hadits tersebutberulang-ulang karena
perbedaan sanad-nya. Dengan demikian, dalam MusnadAhmad, Ali bin Abi Thalib merupakan
hadits pada zaman khalifah ‘Ali bin Abi Thalib sama dengan padazaman sebelumnya. Akan
tetapi situasi umat Islam pada zaman Ali telah berbeda dengan siatuasi pada zaman
sebelumnya. Pada zaman Ali, pertentangpolitik dikalangan umat Islam telah makin
terjadi. Hal ini membawa dampak negative dalam bidang kegiatan periwayatan hadits.
14
19
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 49.
15
Dari urai di atas dapat disimpulkan, bahwa kebijaksanaan para khulafa al-Rasyidin
hadits.
satu cara untuk meneliti riwayat hadits. Periwayat yangdinilai memiliki kredibilitas
oleh ketiga khalifah yang pertama seluruhnya dalam bentuklisan. Hanya ‘Ali yang
Adapun penulisan hadits pada masa Khulafa al-Rasyidin masih tetapterbatas dan
belum dilakukan secara resmi, walaupun pernah khalifah umar binkhattab mempunyai
1. Agar tidak memalingkan umat dari perhatian terhadap al-Qur’an. Perhatian shahabat masa
khulafa al-Rasyidin adalah pada al-Qur’an seperti tampak pada urusan pengumpulan dan
2. Para shahabat sudah menyebar sehingga terdapat kesulitan dalam menulis hadits.
20
Ibid, 41-46.
16
3. Hadis Pada Masa Tabi’in
periwayatan hadis Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti padamasa sahabat.
Pada masa ini Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu mushaf dansudah tidak
menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-Rasyidun para
Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan hadis sehingga
hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-sentra hadis sebagai berikut:21
a. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Aiyah dan Abu Hurayrah.
c. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Abd Allah Ibn Mas’ud
d. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti ‘Utbah Ibn Gahzwan
e. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu’ad Ibn Jabal
f. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat ‘Abd Allah Ibn Amr Ibn Al-Ash
Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga munculhadis palsu.
Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu antara lain:22
a. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan.
21
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 44-45.
22
Ibid, 45-46.
b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis.
Pemalsuan hadis dimulai sejak masa ‘Ali Ibn Abi Thalib buukan karenamasalah
a. Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau para periwayatnya.
d. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada periwayatyang lebih
23
Ibid, 46.
17
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam masalah penulisan hadits terdapat larangan menulis hadits yang berlaku secara umum
karena dikhawatirkan akan bercampur dengan al-Qur’an, sementara bagi orang yang tidak
2. Ada dua cara shahabat menerima hadits dari Rasulullah SAW yaitu secaralansung
3. Sejarah hadits pada masa shahabat tidak jauh berbeda dengan sejarah hadits padamasa
4. Pada masa shahabat, dalam menerima hadits mereka sangat teliti. Dalammembuktikan
B. SARAN
Dalam menyusun makalah hadits pra-kodifikasi, yaitu pada masaRasulullah SAW, Sahabat,
tabi’in, dan masa pembukuan dan perkembangan hadits pastilah makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu bagi paramahasiswa, pembaca dan khususnya dosen pengampu
19
DAFTAR PUSTAKA