Anda di halaman 1dari 19

“SEJARAH HADIS PRA KODIFIKASI DAN MASA KODIFIKASI”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadist

Dosen Pengampu :

Saoki, S.HI, M.HI.

Disusun Oleh :

1. Anzalna Rachmawati (G03219007)


2. Aunillah Mafaza (G03219008)
3. Ayu Sakinah (G03219009)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019

i
i
i
KATA PENGANTAR

Bimillahirrahmanirrahim
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah yang berjudul “Hadis Pada Masa Periode Rosul, Sahabat, dan Tabi’in serta
Pembukuan Hadist Abad Ke-2,3, dan 4 H” bisa selesai tepat pada waktunya. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini.Shalawat
serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad saw yang kita nanti – nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Makalah ini
disusun sebagai tugas mata kuliah Pengantar Studi Agama. Makalah ini merupakan
sebuah media belajar bagi mahasiswa. Melalui makalah ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang mendalam bagi setiap pembaca khususnya bagi para
pelajar.
Kami menyadari bahwa makalah ini akan sulit terselesaikan tanpa adanya peran
dari berbagai pihak dan sumber yang telah memberikan bantuan dan bimbingan
kepada kami. Dan kami juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu komentar, kritik, dan saran yang membangun merupakan suatu
hal yang kami harapkan untuk memperbaiki segala kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Semoga segala ikhtiar kami diridhoi oleh Allah SWT. Kami
mengucapkan maaf atas kesalahan penulisan kata maupun bahasa yang digunakan
dalam makalah ini. Karna sesungguhnya manusia tidak luput dari sebuah kesalahan.
Sehingga, dengan ini kami sangat mengharapkan kemakluman dari pembaca atas
kesalahan dalam makalah ini. Dan kami mengucapkan terima kasih kepada yang
sebesar – besarnya atas partisipasi dan kesediaannya untuk membaca dan
mempelajari makalah ini. Harapannya makalah ini dapat memberi manfaat kepada
pembaca. Terima kasih kami ucapkan.

Surabaya, 31 Agustus 2019


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 2
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Pra Kodifikasi Hadis ....................................................................................................... 3
1. Hadis Periode Rasul dan Sahabat ................................................................................ 3
2. Hadis Periode Tabi’in.................................................................................................. 6
B. KODIFIKASI HADIS .................................................................................................... 7
1. ABAD KE-2 H ............................................................................................................ 7
2. ABAD KE-3 H ............................................................................................................ 8
3. ABAD KE-4 H ............................................................................................................ 9
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP................................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 13

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah
kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Sesungguhnya semasa hidup
Rasulullah adalah wajar sekali jika kaum muslimin (para sahabat r.a)
memperhatikan apa saja yang dilakukan maupun diucapkan oleh beliau,
terutama yang berkaitan dengan fatwa-fatwa keagamaan. Orang-orang
Arab yang suka.
Di samping sebagai utusan Allah, Nabi adalah panutan dan tokoh
masyarakat. Selanjutnya dalam kapasitasnya sebagai apa saja (Rasul,
pemimpin masyarakat, panglima perang, kepala rumah tangga, teman)
maka, tingkah laku, ucapan dan petunjuk disebut sebagai ajaran Islam.
Karena itu, setiap kali ada kesempatan Nabi memanfaatkannya berdialog
dengan para sahabat dengan berbagai media, dan para sahabat juga
memanfaatkan hak itu untuk lebih mendalami ajaran Islam. Hadis Nabi
yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan ada pula
yang dicatat. Minat yang besar dari para sahabat Nabi untuk menerima
dan menyampaikan hadits disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
karena, Pertama, dinyatakan secara tegas oleh Allah dalam al-Qur’an,
bahwa Nabi Muhammad adalah panutan utama (uswatun hasanah) yang
harus diikuti oleh orang-orang beriman dan sebagai utusan Allah yang
harus ditaati oleh mereka.
Kedua, Allah dan Rasul-Nya memberikan penghargaan yang tinggi
kepada mereka yang berpengetahuan. Ajaran ini telah mendorong para
sahabat untuk berusaha memperoleh pengetahuan yang banyak, yang pada
zaman Nabi, sumber pengetahuan adalah Nabi sendiri.Ketiga, Nabi
memperintahkan para sahabatnya untuk menyampaikan pengajaran
kepada mereka yang tidak hadir. Nabi menyampakikan bahwa boleh jadi
orang yang tidak hadir akan lebih paham daripada mereka yang hadir
langsung mendengarkan langsung dari Nabi. Perintah ini telah mendorong
para sahabat untuk menyebarkan apa yang mereka peroleh dari Nabi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hadist pada masa Rasulullah, sahabat, dan tabi’in?
2. Bagaimana hadist pada abad ke-2,3,4 H ?
3. Bagaimana pro dan kontra pada masa pra kodifikasi dan kodifikasi
hadist ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hadist pada masa pra kodifikasi.
2. Untuk mengetahui hadist pada masa kodifikasi.
3. Untuk mengetahui pro dan kontra hadist pada masa pra kodifikasi dan
kodifikasi.

D. Manfaat Penelitian
1. Dengan adanya makalah ini, kita dapat mengetahui secara jelas mengenai
sejarah hadist dengan satu makalah.
2. Mengembangkan bakat dan kemampuan pelajar dalam mengembangkan
suatu identitas hadist dalam bahasa sendiri, kemudian meluaskan isi
materinya.
3. Merangkum beberapa sumber refrensi ke dalam suatu makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pra Kodifikasi Hadis
Pada masa pra kodifikasi hadis ini dapat disebut masa belum
terbentuknya atau terlaksananya pembukuan hadis. Yakni masa memilah
dan memilih serta banyak sekali pengaruh – pengaruh yang menyebabkan
adanya pro dan kontra pada periode ini. Periode ini berjalan dari masa ke
masa.

1. Hadis Periode Rasul dan Sahabat


a. Masa Pertumbuhan Hadis
Rasulullah dan para sahabat hidup secara berdampingan. Dan tidak
menutup kemungkinan para sahabat dapat bertatap muka dan berbincang
dengan Rasulullah saw. Sehingga perbuatan, ucapan, dan tutur kata beliau
menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Serta, gerak gerik beliau
menjadi pedoman untuk para sahabat. Dengan kesungguhan para sahabat
meneladani sifat Rasulullah saw, sehingga seringkali mereka mendatangi
mejelis-majelis Rasulullah saw. Kabilah – kabilah yang jauh dari tempat
singgah Rasulullah, pergi mendatangi kediaman beliau untuk menimba
ilmu.
b. Para Sahabat yang Banyak Menerima Pelajaran dari Nabi
1) “Assabiqunal Awwalun” yakni orang-orang yang pertama kali masuk
islam. Seperti : Khulafaur Rasyidin.
2) Yang selalu berada di samping Rasulullah dan bersungguh-sungguh
menghafalkan hadis. Seperti : Abu Hurairah.
3) Hidupnya yang sudah lama setelah Rasulullah wafat. Dapat menerima
hadis dari sesama sahabat, seperti : Anas ibnu Malik dan Abdullah ibnu
Abbas.
4) Hubungannya yang erat dengan Rasulullah, seperti : Sayyidah Aisyah.

3
Para sahabat dalam menjaga hadis dari Nabi saw, berpegang pada
kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalannya buka
dengan menulis hadis Rasulullah. Para sahabat mendengarkan kalam
Rasulullah dengan sangat hati-hati. Mereka melihat dengan sungguh-
sungguh apa yang dilakukan oleh Nabi saw. Karena tidak semua dapat
menghadiri mejelis Nabi saw, para sahabat menghafalkan hadis kemudian
menyampaikannya kepada sahabat yang lain secara hafalan pula.

c. Pro dan Kontra Penulisan Hadis


Hadis Rasulullah dapat sampai kepada kita melalui proses sejarah
yang cukup panjang, dimulai sejak masa Nabi saw yakni 1 H sampai pada
masa penyempurnaan kitab-kitab hadis, sekitar abad IV-V H. Sejarah
perjalanan hadis Rasulullah saw ini memiliki sifat yang cukup penting
bagi studi hadis itu sendiri. Dengan adanay pengetahuan yang demikian
ini, seseorang akan memahami bentuk penyebaran hadis dengan
pengawalan ekstra hati-hati sehingga adanya ilmu yang berkaitan dengan
kaidah-kaidah periwayatan dan penerimaan hadis.
Selanjutnya, pada masa yang sama diketahui betapa besar tantangan
yang dihadapi dalam pemeliharaan hadis, dan betapa besar pula jasa para
ulama hadis yang telah berjuang mengawal hadis.Termasuk mereka yang
berhasil merintis dan mengembangkan keilmuan di bidang hadis
Rasulullah saw.Jika periwayatan maupun penuturan al-Qur’an hanya
disampaikan hanya dengan menjaga ketepatan dan kesamaan redaksinya,
maka penuturan hadis Nabi saw boleh diriwayatkan dengan ditekankan
pada kebenaran maknanya, bukan redaksinya.

4
Dari beberapa hal yang penting pada masa Nabi saw, yaitu larangan
menulis hadis dan perintah menulis hadis.
1) Larangan penulisan hadist. Pada mulanya, Rasulullah melarang penulisan
hadist karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara ayat-ayat al-
Qur’an dengan hadis. Misalnya dalam sebuah hadis riwayat Abu Sa’id al-
Khudzri disebutkan:
“Janganlah kalian tulis dariku (selain al-Qur’an) dan barang siapa yang
menulis dariku selain al-Qur’an, maka hapuslah. Riwayatkan hadis dariku
tidak apa-apa.Barang siapa berdusta atas namaku-Himam berkata, aku
menyangka beliau bersabda-maka hendklah ia menempati tempat
duduknya di neraka”(HR.Muslim).1 Larangan tersebut dilakukan karena
Rasulullah khawatir tercampurnya antara al-Qur’an dan hadis yang pada
saat itu masih dalam proses penurunan.Larangan penulisan hadis tersebut
tidak bersifat umum. Larangan penulisan hadis tersebut terkait dengan
daya hafal masing-masing sahabat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya catatan yang ditulis oleh ‘Abdullah ibnu Amr ibnu al-As tentang
apa yang ia dengar dari Nabi saw
2) Perintah penulisan hadis. Pada kesempatan yang lain nabi justru
memerintahkan penulisan hadis. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Umar berkata : “Aku pernah menulis segala sesuatu yang
kudengar dari Rasulullah, aku ingin menjaga dan menghafalkannya.
Tetapi orang-orang Quraisy melarangku melakukannya. Mereka
berkata,’Kamu hendak menulis (hadis) padahal Rasulullah bersabda
dalam keadaan marah dan senang’.2
Kemudian aku menahan diri hingga aku ceritakan hal itu kepada
Rasulullah.Beliau bersabda: “Tulislah, maka demi dzat yang aku berada
dalam kekuasaan-Nya tidaklah keluar dariku selain
kebenaran”(HR.Ahmad bin Hambal).

1
Prof. Dr. H.Idri, M.Ag dkk, Studi Hadis, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2018), 89.

2
Ibid

5
2. Hadis Periode Tabi’in

Sebagaimana para sahabat, para tabi’in juga sangat berhati-hati


dalam meriwayatkan hadis. Cara-cara yang dilakukan juga sama seperti
halnya yang telah dilakukan oleh para sahabat, yakni mengawal hadist
sesuai dengan hati nurani yang tulus. Adapun dalam masa ini al-Qur’an
sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga kekhawatiran tidak lagi
dirasakan oleh mereka. Selain itu, pada periode akhir masa khulafaur
Rasyidin oleh Ustman bin Affan, para ahli hadist menyebarkan ke
beberapa wilayah kekuasaan islam. Ini menjadi suatu kemudahan bagi
para tabi’in untuk mempelajari hadis dari mereka. Sehingga, pada masa
ini dikenal sebagai masa menyebarnya periwayatan hadis (‘ashr intisyar
al-riwayah), yakni hadis tidak lagi terpusat di Madinah, tetapi sudah
diriwayatkan ke berbagai daerah oleh para sahabat.
Adapun pada masa ini , daerah kekuasan islam semakin meluas. Banyak
para sahabat maupun tabi’in yang berpimdah dari Madinah ke daerah-
daerah yang baru dikuasai,di samping masih banyak yang menetap di
Madinah dan Makkah. Kemudian, muncullah beberapa sentra hadis.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahw, yaitu:
a. Madinah, oleh tokoh sahabat : ‘Aisyah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar, Abu
Sa’id al-Khudzri,dal lain-lain. Tokoh dari tabi’in : Sa’id Ibnu Musayyib,
Nafi’ Maula ibnu Umar,’Urwah bin Zubair, dan lain-lain.3
b. Makkah, oleh tokoh sahabat : ‘Abdullah bin Sa’id, ibnu Abbas, dan lain-
lain. Tokoh tabi’in : ‘Ikrimah mawla ibnu Abbas, Mujahid ibnu Jabir,
Atha’ bin Abi Rabbah, dan lain-lain.4
c. Kufah, oleh tokoh sahabat : Sa’ad bin Abi Waqas,’Abdullah ibnu Mas’ud,
dan Salman al-Farisi.Tokoh tabi’in : Syuraikh ibnu al-Haris, Masruq ibnu
al-Ajda’, dan lain-lain.5

3
Ibid,44.

4
Ibid

5
Ibid

6
d. Basrah, Tokoh sahabat : ‘Imran ibnu Husein, ‘Utbah ibnu Ghazwan, dan
lain-lain. Tokoh tabi’in : Abu al-A’liyah, Hasan al-Basri, dan lain-lain.6
e. Syam, oleh tokoh sahabat : Abu Dardak, Muadz ibnu Jabal, ‘Ubaidan
ibnu Shamit, dan lain-lain. Tokoh tabi’in : Qabizah ibnu Zuaib, Makhlul
ibnu Abi Muslim.7
f. Mesir, oleh tokoh sahabat : ‘Uqbah ibnu Amir, ‘Abdullah ibnu ‘Amr ibnu
Ash, dan lain-lain. Tokoh tabi’in : Abu Bashrah al-Ghifari, Hayib ibnu
Abi Hubayb, dan lain-lain.8

B. KODIFIKASI HADIS
1. ABAD KE-2 H
Seiring dengan program khalifah umar ibn khathab untuk
memperluas wilayah dakwah islam, membuat para sahabat terpencar di
berbagai wilayah. Mereka membawa hadits baik yang dihafal maupun
yang sudah ditulisnya ke tempat penugasan masing-masing. Pasca
wafatnya umar bin khatab, kebijakan itu dilanjutkan oleh khalifah utsman
bin affan dan ali bin abi thalib ssehingga untuk menguasai hadits Nabi
seseorang harus melakukan rihlah (perjalanan) ke berbagai wilayah untuk
menemui sahabat dan kadernya.
Kegiatan kodifikasi hadits dimulai pada masa pemerintahan islam
dipimpin oleh khalifah ‘umar ibn ‘Abd al-aziz (99-101 H), (khalifah ke
delapan Bani Umayyah), melalui intruksinya kepada abu bakar bin
Muhammad bin amr bin hamz (gubernur madinah) dan para ulama
madinah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadits dari para
pelafalnya. Khalifah menginstruksikan kepada abu bakar bin amr bin
hamz agar mengumpulkan hadits yang ada pada ‘Amrah binti Abd al
rahman al Ansari, murid kepercayaan aisyah, dan qosim ibn Muhammad
ibn abu bakar serta Muhammad bin syihab al zuhri yang dinilai sebagai
orang yang lebih banyak mengetahui hadits.
Ada beberapa factor yang melatarbelakangi kodifikasi hadits pada masa
‘Umar ibn abd aziz, menurut muhammad al zafzaf yaitu:

6
Ibid,45.
7
Ibid
8
Ibid

7
a) Para ulama hadits telah tersebar diberbagai negeri, dikhawatirkan hadits
akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus
diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadits.
b) Banyak berita yang diada-adakan oleh pelaku bid’ah (al mubtadi’) yang
berupa hadits-hadits palsu.
‘ulama setelah al zuhri yang berhasil menyusun kitab tadwin yang
berhasil diwariskan kepada generasi sekarang,adalah malik ibn anas (93-
179 H) di madinah, dengan hasil karyanya bernama al muawatta’,sebuah
kitab yang disusun pada tahun 143 H dan merupakan kitab hasil
kodifikasi yang pertama. Kitab ini disamping berisi hadits marfu’, yaitu
hadits yangdisandarkan kepada nabi juga berisi pendapat para sahabat
(hadits mawquf) dan pendapat para tabi’in (hadits maqtu’).

2. ABAD KE-3 H
Pada permulaan abad ke-3 H, para ulama berusaha untuk memilah
atau menyisihkan antara hadits dengan fatwa sahabat atau tabi’in. ulama
hadits berusaha untuk membukukan hadits-hadits nabi secara mandiri,
tanpa mencampurkan fatwa sahabat atau tabi’in dengan memperbanyak
menyusun kitab musnad. Meskipun demikian di dalam kitab musnad
masih ada beberapa kelemahan, salah satunya yaitu belum disisihkannya
hadits yang dhaif, termasuk hadits palsu yang sengaja disisipkan untuk
kepetingan golongan tertentu.
Melihat kelemahan tersebut ulama hadits membuat kaidah-kaidah
dan syarat-syarat untuk menilai kesahihan suatu hadits dan lahir ilmu
dirayah hadits. Abad ke-3 ini lazim disebut dengan abad atau periode
seleksi dan penyusunan kaidah serta syarat periwayatan hadits yang
melahirkan suatu karya seperti sahih al bukhori,sahih muslim, sunan abi
dawud, sunan al turmuzi, sunan al nasa’I dan lainnya. Hal lain yang perlu
dicermati dari perkembangan study hadits pada abad ini adalah mulai
berkembangnya ilmu kritik terhadap para perawi hadits yang disebutilmu
jahr wa ta’dil. Dengan ilmu ini dapat diketahui siapa perawi yang dapat
diterima riwayatnya dan ditolak. Diantara tokoh-tokoh hadits yang lahir

8
pada abad ini ialah: ‘Ali ibn al madani, abu hatim al razi, Muhammad ibn
jarir al tabari dan lainnya serta kitab-kitab hadits yang muncul pada abad
ini adalah al kutub al sittah (kitab enam yang pokok), yaitu shahih al
bukhori, shohih muslim, sunan al nasa’I, sunan abi dawud, sunan al
turmudi dan sunan ibn majah.

3. ABAD KE-4 H
Adapun pada abad pertama, kedua, ketiga, hadis berturut-turut
mengalami masa periwayatan, penulisan, pembukuan dari fatwa-fatwa
sahabat dan tabi’in, yang sistem pengumpulan hadisnya didasarkan pada
usaha pencarian sendiri untuk menemui sumber secara langsung
kemudian menelitinya, maka pada abad keempat dan seterusnya
digunakan metode yang berlainan. Demikian pula, ulama yang terlihat
pada sebelum abad keempat yang disebut ulama mutaqoddimun dan
ulama yang terlibat dalam kodifikasi hadis pada abad keempat dan
seterusnya disebut ulama mutaakhirun.
Hadis-hadis yang dikumpulkan oleh ulama hadis pada abad
keempat dan seterunya kebanyakan dikutip atau dinukil dari kitab-kitab
karya ulama mutaqoddimun, sedikit ulama yang mngumpulkan hadis dari
usaha mencari sendiri kepada para penghafal. Dengan kata lain,
kebanyakan mereka meriwayatkan hadis dengan berpegang pada kitab-
kitab yang sudah ada.
Pembukuan hadis pada periode ini lebih mengarah pada usaha
mengembangkan variasi terhadap kitab-kitab hadis yang sudah ada.
Maka, setelah beberapa tahun dari kemunculan kitab al-Kutub al Sittah,
al-Muwaththa’ Imam Malik ibn Anas dan al-Musnad Ahmad ibn Hanbal,
para ulama mengalihkan perhatian untuk menyusun kitab-kitab yang
berbentuk ¬jawami’, takhrij, athraf, syarah dan mukhtasyar, dan
menyusun hadis untuk topik-topik tertentu.

9
Pertama, kitab-kitab yang termasuk dalam kategori jawami’.
Jawami’ adalah mngumpulkan kitab-kitab hadis dalam satu karya. Seperti
antara lain; al-Jami’ bayn al Shahihayn oleh Ismail ibn Ahmad yang
dikenal dengan sebutan Ibn al-Furrat (w.414 H) dan Muhammad ibn Abd
Allah al-Jawzaqa, al-Jami’ (yang mengumpulkan hadis hadis dalam ¬al-
kutub al-Sitta) karya Abn al-Rahman al-Syibli yang dikenal dengan Ibn
al-Khurrath, Mashahib al-Sunnah (kumpulan hadis dari berbagai kitab)
ditulis oleh al-Imam Husayn ibn Mas’ud al-Baghawi (w.516 H) yang
kemudian diseleksi oleh al-Khath ibn al-Thabrizi dengan kitabnya
Misykah al-Mashabih, dan Muntaqa al-Akhbar (berisi hadis-hadis hukum)
disusun oleh Ibn Taymiyah, yang kemudian di seleksi oleh al-Syawkani
dengan kitabnya Nayl al-Awtar.
Kedua, menyusun pokok-pokok hadis sebagai petunjuk pada meteri
hadis secara keseluruhan atau yang disebut dengan tipe al-Athraf , antara
lain: Athraf al Shahihayn karya Ibrahim al-Dimasyqi (w. 400 H), Athraf
al-Kutub al-Sittah oleh Muhammad ibn Thahir al-Maqdisi (w. 507 H),
Athraf al-Sunan al-Arba’ah karya Ibn ‘Asakir al-Dimasyqi (w. 571 H)
yang diberi judul al-Isyraf ‘ala Ma’rifah al-Athraf.
Ketiga, kitab-kitab yang men-takhrij dari kitab-kitab hadis tertentu,
kemudian meriwayatkannya dengan sanad sendiri yang lain sanad sudah
sudah ada dalam kitab-kitab tersebut, antara lain Mustakhraj Shahih
Muslim oleh al-Hafizh Abu ‘Awanah (w.316 H) dan Mukhtaraj Shahih al-
Bukhari karya al-Hafizh ibn Mardawayh.
Dengan demikian, usaha-usaha ulama hadis pada abad ini meliputi
beberapa hal berikut:
a) Mengumpulkan hadis-hadis al-bukhari dan muslim dalam sebuah kitab
sebagaimana dilakukan oleh Ismail ibn Ahmadyang dikenal dengan
sebutan Ibn al-Furrat (w. 414 H) dan Muhammad ibn “Abd Allah al-
Jawzaqo dengan kitabnya al-Jami’ bayn al-Shahihayn.
b) Mengumpulkan hadis-hadis dalam sebuah hadis, sebagaimana dilakukan
oleh Ábd al-Haqq ibn ‘Abd al-Rahman al-Syibli yang dikenal dengan Ibn
al-Khurrath dengan kitabnya ¬al-Jami’.

10
c) Mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai kitab-kitab ke dalam satu kitab,
sebagaimana yang dilakukan oleh al-Imam Husayn ibn Mas’ud al-
Baghawi (w.516 H) dengan kitabnya Mashahib al-Sunnah yang kemudian
diseleksi al-Khat ibn al-Thabrizi dengan kitabnya Misykah al-Mashhabih
d) Mengumpulkan hadis hadis hukum dalam satu kitab hadis, sebagaimana
dilakukan oleh Ibn Taymiyah dengan kitabnya Muntaqa al-Akhbar yang
kemudian disyarah oleh al_syawkani dengan kitabnya Nayl al-Awthar.
e) Menyusun pokok-pokok (pangkal-pangkal) hadis yang terdapat dalam
kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim sebgai petunjuk kepada
materi hadis secara keseluruhan, seperti Ibrahim al-Dimasyqi (w. 400 H)
yang menyusun kitab Athraf al-Shahihayn.
f) Men-takhrij dari kitab-kitab hadis tertentu, kemudian meriwayatkannya
dengan sanad sendiri yang sudah ada dalam kitab-kitab tersebut,
sebagaimana yang dilakukan oleh al-Hafizh Abu ‘Awanah (w. 316 H)
dengan kitabnya Mustakhraj Shahih Muslim dan oleh al-Hafizh ibn
Mardawayh (w. 416 H) dengan kitabnya Mustakhraj Shahih al-Bukhari.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa Nabi Muhammad saw, ada beberapa cara yang ditempuh
Rasulullah dalam menyampaikan suatu hadis seperti melalui majelis
ta’lim, bertemu langsung dengan nabi dan menanyakan suatu
permasalahan, melalui istri-istri nabi, melalui mulut ke mulut sahabat
yang dipercaya. Pada masa Rasulullah SAW, juga sudah ada sahabat
khusus yang menulis hadis secara tidak resmi karena ada larangan nabi
atau ada pertentangan khusus dalam beberapa hal, namun ada juga yang
diperbolehkan menulis hadis tersebut oleh nabi. Periode pertama sampai
periode kedua disebut masa pra kodisikasi (pembukuan) hadis, periode
ketiga disebut masa kodifikasi hadis dan periode keempat disebut masa
paska kodifikasi hadis.

B. Saran
Diakhir tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada
pembaca yaitu sebagai berikut:
1. Dalam memahami islam hendaknya kita bersifat inklusif terhadap
beberapa hasanah pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran islam
dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai tuntunan perubahan
zaman
2. Hendaknya setiap orang tetap bersifat terbuka terhadap berbagai
pendekatan dan sistem pendidikan yang ada. Karena hal itu akan
menambah pemikiran yang intelektual dan wawasan tentang pendidikan
bagi semua
3. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pembaca terutama
kepada penulis. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Idris, dkk. 2018. Studi Hadis. Surabaya : UIN Sunan Ampel Press
Prof.Dr.H.Idri,M.Ag.2010 Studi Hadis. Jakarta : Prenada Media Group

13

Anda mungkin juga menyukai