Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST

DOSEN PENGAMPU: BAPAK. AHMAD HABBIN SAGALA, M.A

Disusun Oleh Kelompok 3

1. ADID AL-MUNAWAR HASIBUAN [2338121098]


2. LILIS HANIFA HANUM [2338121080]
3. LYANI PUTRI AZRINA RITONGA [2338121100]
4. MARIATI PULUNGAN [2338121083]
5.

PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH LABUHANBATU
T.A.2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah swt. Yang Senantiasa
menganugerahkan rahmat,taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini
dapatdiselesaikan.Salawat dan salam disampaikan kepada Rasulullah Muhammad saw.Yang
telahmembawa agama Islam sebagai petunjuk dan jalan yang lurus bagi seluruh umat manusia
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam penulisan makalah ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini,dan tidak lupa pula khususnya kepada : Bapak
Ahmad Habin Sagala, M.A selaku dosen mata kuliah Hadist Tarbawi yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalammembimbing kami. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan yang mendasar pada penulisan makalah ini. oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam
penyempurnaan makalah ini.Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagikita semua.

RantauPrapat, Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................2

A. Hadits Pada Masa Rasulullah


SAW……………………………………………………...2
B. Hadits Pada Masa Khulafa’ Rasyidin……………………………………………....5
C. Hadits Pada Masa Tabi’in ………………………………………………………….6
D. Masa Kodifikasi Hadis……………………………………………………………....7

BAB III PENUTUP...............................................................................................................12

A. KESIMPULAN……………………………………………………………………..12
B. SARAN……………………………………………………………………………...12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari
generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa lahirnya di
masa Rasulullah SAW meneliti dan membin hadits, serta segala hal yang memengaruhi hadits
tersebut. Di samping sebagai utusan Allah SWT, Rasulullah SAW adalah panutan dan tokoh
masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan
terwujud secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah SAW memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media.
Hadis Rasulullah SAW yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan dicatat.
Dengan demikian, ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis.. dari Periode
Rasulullah SAW sampai periode sekarang. Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini,
kami akan menyajikan bahan seminar kelas yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hadis; masa
prakodifikasi hadis (Masa Rasulullah SAW, Khulafa‟ Rasyidin, Tabi‟in), masa kodifikasi
hingga sekarang”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi?
2. Bagaimana sejarah penulisan dan kodifikasi hadis?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kodifikasi hadits?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi
2. Untuk mendeskripsikan sejarah penulisan dan kodifikasi hadis.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kodifikasi hadis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadits Pada Masa Rasulullah SAW

Hadis pada masa Nabi dikenal dengan „Ashr al-Wahy wa al-Takwin, yaitu masa turun
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-
hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkan Allah SWT
kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya. Sehingga apa yang
didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan
ubudiah mereka.

1. Kebjaksanaan Rasulullah SAW tentang Hadits

Ketika Rasulullah SAW masih hidup, sikap dan kebijaksanaan beliau tentang hadits ialah
sebagai berikut:

a. Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal,


menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits. Dalil yang menunjukkan perintah ini
yaitu: “Dan ceritakanlah daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk menceritakan
apa yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada diriku, hendaklah dia
bersedia menempati kediamannya dineraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam
kegiatan menghafal hadits. Pertama, karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab
yang telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat hafalannya. Kedua, Rasulullah
SAW banyak memberikan spirit melalui doa-doanya. Ketiga, seringkali ia menjanjikan kebaikan
akhirat kepada mereka yang menghafal hadits dan menyampaikannya kepada orang lain.

a. Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menulis hadits-haditsnya. Dalil yang
menunjukkan perintah ini yaitu: “Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal
daripadaku, terkecuali al-Qur‟an. Dan barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-
Qur‟an, hendaklah ia menghapusnya.” (HR. Ahmad dan Muslim).
1. Cara Rasulullah SAW Menyampaikan Hadits

Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadits dari Rasulullah
SAW sebagai sumber hadits. Tempat pertemuan antara Rasulullah SAW dan sahabatnya, seperti
di Masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam perjalanan, dan ketika muqim (berada di
rumah). Melalui tempat tersebut Rasulullah SAW menyampaikan hadits yang disampaikan
melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan melalui perbuatan
serta taqrirnya yang disaksikan oleh para sahabat (melalui musyahadah).

Ada beberapa cara Rasulullah SAW menyampaikan hadits kepada para sahabat, yaitu:

a. Melalui majlis al-‟ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk membina para jama‟ah. Melalui majlis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka berusaha untuk
selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh
Rasulullah SAW.

b. Dalam banyak kesempatan Rasulullah SAW juga menyampaikan haditsnya melalui para
sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada orang lain. Jika yang berkaitan
dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama yang menyangkut hubungan
suami istri), ia sampaikan melalui istri-istrinya.

c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟ dan Fath
Makkah. Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631 M), Nabi Muhammad
SAW menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di depan ratusan ribu kaum
muslimin yang melakukan ibadah haji, yang isinya terkait dengan bidang muamalah,
ubudiyah, siyasah, jinayah, dan hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan,
persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu
antara lain larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan larangan mengambil
harta orang lain dengan batil, larangan riba, menganiaya, persaudaraan dan persamaan
diantara manusia harus ditegakkan, dan umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada
Al-Qur‟an dan Hadits.
1. Perbedaaan Para Sahabat dalam Menguasai Hadits

Diantara para sahabat tidak sama perolehan dan penguasaan hadits. Hal ini tergantung
kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasulullah
SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga,
perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
Rasulullah SAW.

Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadits dari
Rasulullah SAW dengan beberapa penyebabnya, antara lain:
a. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun (yang mula-mula masuk
Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan
Ibn Mas‟ud.
b. Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah SAW), seperti Siti Aisyah dan Ummu
Salamah. Hadits-hadits yang diterimanya, banyak yang berkaitan dengan soal keluarga
dan pergaulan suami istri.
c. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah SAW juga menuliskan
hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah Amr Ibn Al-„Ash.
d. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan tetapi banyak
bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-sungguh, seperti Abu Hurairah. e.
Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis Rasulullah SAW,
banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia tergolong yang hidup lebih lama dari
wafatnya Rasulullah SAW, seperti Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik dan Abdullah Ibn
Abbas.

Sementara itu, menurut Muhamad Musthafa „Azami, bahwa para sahabat menerima
hadits dari Rasulullah SAW melalui tiga macam cara, yaitu:

1) Melalui metode hafalan. Secara historis masyarakat Arab secara umum adalah
masyarakat yang kuat daya hafalannya sehingga terlepas apakah mereka pandai mengenal
baca tulis (ummi) atau tidak, akan membantu dalam menerima dan memahami hadis dari
Rasulullah SAW. Di sisi lain, beliau juga sering mengulangulang apa yang telah
diucapkannya.
2) Metode tulisan. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW yang setelah menerima
hadis dari beliau, mereka langsung menuliskannya. Metode ini hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang tertentu yang memiliki kemahiran dalam menulis saja.
3) Metode praktik. Para sahabat mempraktikkan secara langsung hadis-hadis yang diterima
dari Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehai-hari, dan jika terjadi perbedaan,
maka mereka dapat langsung mengkonfirmasikannya kepada Rasulullah SAW.

2. Penulisan Hadis Masa Rasulullah SAW dan Khulfa’ Rasyidin

Sa‟ad bin Ubaidah al-Anshar pernah memiliki himpunan hadis Rasulullah SAW. Ibnu
Hajar memastikan bahwa beliau adalah salah seorang penulis jaman jahiliyah. Putranya
meriwayatkan hadis dari catatannya tersebut. Al-Bukhari mengatakan bahwa catatan itu
merupakan salinan dari catatan Abdullah bin Abi Aufa yang menulis sendiri hadis-hadis Nabi
Muhammad SAW.

Selain itu, pada masa Rasulullah SAW, tulisan Abdullah bin „Amr bin al-„Ash termasuk
sebagai ash-Shahifah ash-Shadiqah. Abdullah bin „Amr mencatat dari sumbernya, yakni
Rasulullah sendiri. Yang terhimpun seribu hadis Rasulullah SAW. Shahifah dalam tulisan tangan
beliau tidak ditemui sekarang, namun isinya terhimpun di dalam kitab-kitab Hadis terutama di
dalam Musnad Ahmad. Sebagian Sahabat menyatakan keberatannya terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh Abdullah bin „Amr. Mereka beralasan,
Rasulullah SAW telah bersabda, “Janganlah kamu tulis apa-apa yang kamu dengar dari
aku. Dan barangsiapa yang lelah menulis sesuatu dariku selain Al-Qur‟an, hendaklah ia
menghapuskannya.” (HR. Muslim).

Dan mereka berkata kepadanya, “Kamu selalu menulis apa yang kamu dengar dari Nabi
Muhammad SAW, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan marah, lalu beliau menuturkan
ssuatu yang tidak dijadikan syariat umum.” Mendengar ucapan mereka, Abdullah bertanya
kepada Rasulullah SAW. Mengenai hal tersebut Rasulullah SAW kemudian bersabda,

Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada di tangan-Nya,
tidak keluar dari muutku, selain kebenaran.
A. Hadits Pada Masa Khulafa’ Rasyidin

Periode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa Khulafa‟ Rasyidin (Abu Bakar,
Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11
H s/d 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.

Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan
penyebaran Al-Qur‟an, maka periwayatan hadits belum begitu berkembang dan kelihatannya
berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang
menunjukkan adanya pembatasan periwayatan.

Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap
kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan hadits dari Nabi Muhammad
SAW, yaitu:

3. Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis
seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan apabila mereka
hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW.
4. Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan
yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga
secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW, tanpa ada
perubahan sedikitpun.

Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis dan hati-hati dalam
periwayatan hadits. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka sangat peduli tentang
kebenaran dalam periwayatan hadits, diantaranya:

a. Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu riwayat. Ini
dikarenakan meriwayatkan hadits Nabi Muhammad SAW merupakan hal penting,
sebagai wujud kewajiban taat kepadanya.
b. Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat maupun isi riwayat
itu sendiri.
c. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan adanya saksi dalam
periwayatan hadits.
d. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta sumpah dari
periwayatan hadits.
e. Para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya.
f. Diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa pengecekan
terlebih dahulu apakah benar dari Nabi atau perkataan orang lain dikarenakan mereka
memiliki agama yang kuat sehingga tidak mungkin berdusta.

A. Hadits Pada Masa Tabi’in

Pada era tabi‟in, keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat. Namun pada masa
ini, Al-Qur‟an telah dikodifikasi dan disebarluaskan ke seluruh negeri Islam, maka tabi‟in dapat
memfokuskan diri dan mempelajari sunnah dari para sahabat. Kemudahan lain, yang diperoleh
tabi‟in karena sahabat Nabi Muhammad SAW telah menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam.
Sehingga, mereka mudah mendapatkan informasi tentang sunnah.

1. Pusat-pusat Pembinaan Hadits

Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadits, sebagai
tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut ialah Madinah
AlMunawwarah, Makkah Al-Mukarramah, Kuffah, Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan
Andalusia, Yaman dan Khurasan. Ada beberapa orang yang meriwayatkan hadis pada kotakota
tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik, Aisyah, Abdullah Ibn
Abbas, Jabir Ibn Adillah dan Abi Sa‟id Al-Khudri.

Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah Rasulullah SAW menetap
setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga membina masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas
Muhajirin dan Anshar. Para sahabat yang menetap disini, diantaranya Khulafa‟ Rasyidin, Abu
Hurairah, Sii Aisyah, Abdullah Ibn Umar dan Abu Sa‟id Al-Khudri, dengan menghasilkan para
pembesar Zuhri, Ubaidillah Ibn „Utbah Ibn Mas‟ud dan Salim Ibn Abdillah Ibn Umar. tabi‟in,
seperti Sa‟id Ibn Al-Musyayyab, „Urwah Ibn Zubair, Ibn Syihab Al-Zuhri. Di antara ulama
hadits yang menghimpun hadits pada masa ini adalah: Ibnu Juraij (w. 150 H di Makkah), Al-
Awza‟I di Syiria (w. 159 H), Sufyan at-Tsawri di Kufah (w. 161 H), Imam Malik al-Muwaththa‟
di Madinah (w. 174 H), dan lain-lain.
1. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits

Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya perang Jamal dan
perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali Ibn Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya
cukup panjang dan berlarut dengan terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok
(Khawarij, Syi‟ah, Mu‟awiyah, dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga
kelompok tersebut).

Demikian, dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh negatif, yakni dengan
munculnya hadis-hadis palsu (mawdhu‟) untuk mendukung kepentingan politiknya
masingmasing kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Sedangkan pengaruh
positifnya ialah lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin
hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan, sebagai akibat dari
pergolakan politik tersebut.

2. Perkembangan Pembukuan Hadis

Perkembangan pembukuan hadis pada masa ini ada 3 bentuk, yaitu sebagai berikut: a.
Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah
atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan
dha‟if. b. Al-Jami‟, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi sembilan masalah,
yakni aqa‟id, hukum, perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifatsifat
akhlak (syama‟il), fitnah dan sejarah (manaqib). c. Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis
secara bab seperti fiqh, setiap bab memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan An-
Nasa‟i, Sunan Ibnu Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam kitab ini ada yang shahih, hasan,
dan dha‟if, tetapi tidak terlalu dha‟if seperti hadis Munkar.

D. Masa Kodifikasi Hadis


a. Definisi Kodifikasi

Hadis Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti
codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan
pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW secara resmi berdasar perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara
perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, kodifikasi hadis (tadwin hadis)
adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa
negara (khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya untuk menjaga hadis Nabi
Muhammad SAW dari kepunahan dan kehilangan baik karena banyaknya periwayat penghafal
hadis yang meninggal maupun karena adanya hadis palsu yang dapat mengacaubalaukan
keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Jadi, kodifikasi hadis disini adalah penulisan, penghimpunan, dan pembukuan hadis Nabi
Muhammad SAW yang dilakukan berdasar perintah resmi khalifah „Umar Ibn „Abd al-Aziz,
khalifah kedelapan Bani Umayyah yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para
ulama di berbagai daerah hingga pada masa berikutnya hadis terbukukan dalam kitab hadis.

b. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis


a. Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-2 hijriyah

Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2 Hijriyah ialah Malik, Yahya
Ibn Said al-Qaththan, Waki‟ Ibn al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu‟bah Ibn
Hajjaj, Abd ar-Rahman Ibn Mahdy, Al-Auza‟y, Al-Laits, Abu Hanifah, Asy-Syafi‟y.

2) Kitab-kitab hadis yang terkenal dalam abad ke-2 hijriyah

Adapun kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal di kalangan ahli hadis, ialah:

a) Al-Muwaththa‟, susunan Imam Malik (95-179 H).


b) Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn Ishaq (150 H).
c) Al-Jami‟, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan‟any (211 H).
d) Al-Mushannaf, susunan Syu‟bah Ibn Hajjaj (160 H).
e) Al-Mushannaf, susunan Sufyan Ibn Uyainah (198 H).
f) Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa‟ad (175 H).
g) Al-Mushannaf, susunan Al-Auza‟y (150 H).
h) Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H).
i) Al-Maghazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid al-Aslamy (130-207 H).
j) Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
k) Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali
l) Al-Musnad, susunan Imam Asy-Syafi‟y (204 H).
m) Mukhtalif al-Hadis, susunan Imam As-Syafi‟y.

3) Kedudukan dan keadaan kitab-kitab hadis abad ke-2 hijriyah

Di antara kitab-kitab abad ke-2 yang mendapat perhatian ulama secara umum adalah Al-
Muwaththa‟ (susunan Imam Malik), Al-Musnad dan Mukhtalif al-Hadis (susunan Imam Asy-
Syafi‟y) serta As-Sirah an-Nabawiyah atau Al-Maghazi wa asSiyar (susunan Ibnu Ishaq).

Al-Muwaththa‟ paling terkenal dan mendapat sambutan yang sangat besar dari ulama
dan para ahli karena banyak yang membuat syarah (penjelasannya) dan mukhtashar
(ringkasannya). Kitab ini mengandung 1.726 rangkaian khabar dari Nabi SAW, sahabat, dan
tabi‟in. Khabar yang musnad sejumlah 600, yang mursal sejumlah 228, yang mauquf sejumlah
613 dan yang maqthu‟ 285.

b. Kodifikasi Hadis Abad III Hijriyah

Abad ketiga Hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan hadis (Masa Keemasan).
Ulama‟ hadits yang muncul pada abad ini digelari Muqaddimin, yang mengumpulkan hadis
dengan semata-mata berpegang pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri dengan menemui
para penghapalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru Negara Arab, Persia, dan lain-
lain.

1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-3 hijriyah

Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini ialah Ali Ibn al-Madiny, Abu Hatim
ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-Thabary, Muhammad Ibn Sa‟ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad,
Al-Bukhary, Muslim, An-Nasa‟y, Abu Daud, Ibnu Madjah, Ibnu Qutaibah, Ad-Dainury.

2) Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah


Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di antaranya:
a) Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy
b) Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
c) Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy (kitab ini dikumpulkan oleh para
penghafal hadis berdasar kepada riwayat Yunus Ibn Habib dari Ath-Thayalisy).
d) Al-Musnad, susunan Nu‟aim Ibn Hammad.
e) Al-Musnad, susunan Abu Ya‟la al-Maushily.
f) Al-Musnad, susunan Al-Humaidy.
g) Al-Musnad, susunan Ali al-Madiny.
h) Al-Musnad, susunan Abed Ibn Humaid.
i) Al-Musnad al-Mu‟allal, susunan Al-Bazzar.
j) Al-Musnad, susunan Baqy Ibn Makhlad (201-296 H). musnad ini paling luas isinya
daripada musnad-musnad yanng lain.
k) Al-Musnad, susunan Ibnu Rahawaih (237 H).
l) Al-Musnad, susunan Ahmad Ibn Hanbal.
m)Al-Musnad, susunan Muhammad Ibn Nashr al-Marwazy.
n) Al-Musnad, susunan Abu Bakar Ibn Abi Syaibah (235 H).
o) Al-Musnad, susunan Abu al-Qasim al-Baghawy (214 H).
p) Al-Musnad, susunan Utsman Ibn Abi Syaibah (293 H).
q) Al-Musnad, susunan Abu al-Husain Ibn Muhammad al-Masarkhasy (298H). Dalam
musnad ini dikumpulkan seluruh hadis Az-Zuhry.
r) Al-Musnad, susunan Ad-Darimy. Musnad ini disusun menurut bab demi bab).
Seharusnya digolongkan ke dalam mushannaf. Dinamakan musnad karena hadis yang
diriwayatkannya secara musnad. Al-Bukhary pun menamai kitabnya dengan Al-
Musnad ash-Shahih.
s) Al-Musnad, susunan Said Ibn Manshur.
t) Al-Musnad, susunan Al-Imam Ibn Jabir.

Maka dengan usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis dalam tiga macam,
yaitu:

a) Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang penyusunannya tidak memasukkan ke


dalamnya, selain hadis-hadis yang shahih saja.
b) Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya tidak dimasukkan ke dalam hadis-
hadis yang munkar dan yang sepertinya.
c) Kitab-kitab musnad ialah kitab-kitab yang penyusunannya memasukkan ke dalamnya
segala rupa hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring dan tidak menerangkan
erajat-derajatnya. Oleh karena itu, derajatnya di bawah derajat kitab sunan.

c. Kodifikasi Hadis Secara Resmi

Kodifikasi hadis secara resmi ialah pengumpulan dan penulisan hadis atas perintah
Khalifah atau penguasa daerah untuk disebarkan kepada msyarakat. Para ulama hadis sepakat
mengatakan bahwa kodifikasi hadis mulai dilakukan oleh Khalifah Umar bin „Abd „Aziz yang
memerntahkan pada tahun 99-101 H. Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa kekhawatiran akan
hilangnya hadis dan lenyapnya para ulama hadis merupakan faktor utama yang menyebabkan
Khalifah Umar bin „Abd „Aziz untuk melakukan kodifikasi hadis. Faktor yang lain adalah
timbulnya hadis maudhu‟ sebagai akibat meluasnya wilayah Islam dan terjadinya perselisihan di
kalangan kaum Muslimin mendorong khalifah untuk menghimpun dan membukukan hadis.
Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:

a. Faktor Internal
1) Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis, serta petunjuk untuk
keselamatan dalam menempuh kehidupan dunia akhirat.
2) Semangat untuk menjaga hadis, sebagai salah satu warisan Nabi yang sangat berharga,
yakni Al-Qur‟an dan Hadis. Jika umat Islam berpegang pada keduanya mereka tidak
akan tersesat selamanya.
3) Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat itu.
4) Para penghafal dan periwayatan hadis semakin berkurang karena meninggal dunia
baik disebabkan adanya peperangan maupun yang lainnya.
5) Rasa bangga dan puas ketika mampu menjaga hadis Nabi dengan menghafal dan
kemudian meriwayatkannya.

b. Faktor Eksternal
1) Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sehingga banyak
periwayatan hadis yang tersebar ke berbagai daerah.
2) Kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadis yang disebabkan oleh perbedaan politik
dan aliran.

Jadi, dari beberapa faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya penulisan hadis
karena kekhawatiran hilangnya hadis dan kemurnian hadis. Kodifikasi hadis secara resmi
dilanjutkan dengan pembukuan hadis yang dilakukan para penguasa Bani Umayyah dan para
ulama.

Selanjutnya, Syihab Az-Zuhri (09-124 H) mulai melaksanakan pembukuan hadis


sekaligus dilakukan usaha penyeleksian hadis yang maqbul dan mardud dengan metode sanad
dan isnad. Kemudian pembukuan hadis dilanjutkan secara lebih teliti oleh Imam ahli hadis,
seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa‟i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain. Dari mereka
kita kenal dengan Kutubus Sittah, yaitu Shahih AlBukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa‟i,
Abu Dawud, Ibnu Majah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari
generasi ke generasi. Ada beberapa periode dalam sejarah perkembangan hadis, antara lain:

Hadits Perkemban Karakteris Model

Masa Larangan Hadis Catatan

Khulaf Penyederhan disertai Catatan

Tabi’in Penghimpun bercampur Mushanna

Kodifik Penghimpun Referensi Mu‟jam,

` Faktor-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu kekhawatiran hilangnya


hadis dan kemurnian hadis

B. Saran

Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa dari berbagai
referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam segi penulisan, sehingga
terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah perkembangan hadis. Dan kami berharap dari
refisian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Amin.

Anda mungkin juga menyukai