Anda di halaman 1dari 22

DAFTSAR ISI

A. PENDAHULUAN ...........................................................................................1
1. Latar Belakang ............................................................................................1
2. Tujuan ..........................................................................................................1
3. Rumusan masalah .......................................................................................1
B. PEMBAHASAN ..............................................................................................2
I. Hadis Pada Masa Rasulullah .....................................................................2
1. Kebjaksanaan Rasulullah tentang Hadits .............................................2
2. Cara Rasullulah Menyampaikan hadis .................................................3
3. Perbedaan Para Sahabat Dalam Menguasai hadis ..............................4
II. Hadis Pada Masa Khulafa’ Rasyidin.....................................................5
III. Hadis Pada Masa Tabi’in .......................................................................6
1. Pusat-pusat Pembinaan Hadis ...............................................................7
2. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits ............................................8
3. Perkembangan Pembukuan Hadis ........................................................8
IV. Masa Kodifikasi Hadis ............................................................................8
1. Definisi Kodifikasi Hadis ........................................................................9
2. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis .....................................9
3. Perkembangan Pembukuan Hadis ......................................................15
4. Kodifikasi Hadis Secara Resmi ............................................................17
C. KESIMPULAN .............................................................................................20
D. SARAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20

i
SEJARAH KODEFIKASI HADIS
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang


telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan
memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa lahirnya di masa
Rasulullah meneliti dan membina hadits, serta segala hal yang
memengaruhi hadits tersebut.Di samping sebagai utusan Allah, Rasulullah
adalah panutan dan tokoh masyarakat. Beliau sadar sepenuhnya bahwa
agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara konkrit
dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan
Rasulullah memanfaatkannya dengan cara berdialog kepada para sahabat
dengan berbagai media. Hadis Rasulullah yang sudah diterima oleh para
sahabat, ada yang dihafal dan dicatat. Dengan demikian, ada beberapa
periode dalam sejarah perkembangan hadis.. dari Periode Rasulullah sampai
periode sekarang.

2. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi.
2. Untuk mendeskripsikan sejarah penulisan dan kodifikasi hadis.
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kodifikasi hadis.

3. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pra kodifikasi?
2. Bagaimana sejarah penulisan dan kodifikasi hadis?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kodifikasi hadits?

1
B. PEMBAHASAN

I. Hadis Pada Masa Rasulullah


Hadis pada masa Nabi dikenal dengan „Ashr al-Wahy wa al-
Takwin, yaitu masa turun wahyu dan pembentukan masyarakat Islam.2
Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat
sebagai pewaris pertama ajaran Islam. Wahyu yang diturunkan Allah
kepadanya dijelaskannya melalui perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Sehingga apa yang didengar, dilihat, dan disaksikan oleh para sahabat
merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.

1. Kebjaksanaan Rasulullah tentang Hadits


Ketika Rasulullah masih hidup, sikap dan kebijaksanaan beliau
tentang hadits ialah sebagai berikut:

a) Rasulullah memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal,


menyampaikan dan menyebarkan hadis-hadis. Dalil yang menunjukkan
perintah ini yaitu:

“Dan ceritakanlah daripadaku. Tidak ada keberatan bagimu untuk


menceritakan apa yang kamu dengar daripadaku. Barangsiapa berdusta pada
diriku, hendaklah dia bersedia menempati kediamannya dineraka.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim).

Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para


sahabat dalam kegiatan menghafal hadis. Pertama, karena kegiatan
menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak pra
Islam dan mereka terkenal kuat hafalannya. Kedua, Rasulullah banyak
memberikan spirit melalui doa-doanya. Ketiga, seringkali ia menjanjikan
kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadis dan
menyampaikannya kepada orang lain.

2
b) Rasulullah melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadisnya. Dalil yang
menunjukkan perintah ini yaitu:

“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal daripadaku, terkecuali al-


Qur‟an. Dan barangsiapa telah menulis daripadaku selain al-Qur‟an,
hendaklah ia menghapusnya.” (HR. Ahmad dan Muslim).

2. Cara Rasullulah Menyampaikan hadis

Umat Islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis
dari Rasulullah sebagai sumber hadis. Tempat pertemuan antara Rasulullah
dan sahabatnya, seperti di Masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika dalam
perjalanan, dan ketika muqim (berada di rumah). Melalui tempat tersebut
Rasulullah menyampaikan hadits yang disampaikan melalui sabdanya yang
didengar oleh para sahabat (melalui musyafahah), dan melalui perbuatan
serta taqrirnya yang disaksikan oleh para sahabat (melalui musyahadah).

Ada beberapa cara Rasulullah menyampaikan hadis kepada para sahabat,


yaitu:

a. Melalui majlis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan
oleh Nabi Muhammad untuk membina para jama’ah. Melalui majlis ini
para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadits,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna
mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Rasulullah.
b. Dalam banyak kesempatan Rasulullah juga menyampaikan hadisnya
melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikannya kepada
orang lain. Jika yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan
biologis (terutama yang menyangkut hubungan suami istri), ia
sampaikan melalui istri-istrinya.
c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada‟
dan Fath Makkah.Ketika menunaikan ibadah haji pada tahun 10 H (631
M), Nabi Muhammad menyampaikan khatbah yang sangat bersejarah di

3
depan ratusan ribu kaum muslimin yang melakukan ibadah haji, yang
isinya terkait dengan bidang muamalah, ubudiyah, siyasah, jinayah, dan
hak asasi manusia yang meliputi kemanusiaan, persamaan, keadilan
sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas isi khatbah itu
antara lain larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan
larangan mengambil harta orang lain dengan batil, larangan riba,
menganiaya, persaudaraan dan persamaan diantara manusia harus
ditegakkan, dan umat Islam harus selalu berpegang teguh kepada Al-
Quran dan Hadis.

3. Perbedaan Para Sahabat Dalam Menguasai hadis

Diantara para sahabat tidak sama perolehan dan penguasaan hadits.


Hal ini tergantung kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam
soal kesempatan bersama Rasulullah.Kedua, perbedaan mereka dalam soal
kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka
karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
Rasulullah.

Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak


menerima hadis dari Rasulullah dengan beberapa penyebabnya, antara lain:

a. Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun


(yang mula-mula masuk Islam), seperti Abu Bakar, Umar Ibn
Khattab, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib dan Ibn Mas‟ud.
b. Ummahat Al-Mukminin (Istri-Istri Rasulullah), seperti Siti Aisyah
dan Ummu Salamah. Hadits-hadits yang diterimanya, banyak yang
berkaitan dengan soal keluarga dan pergaulan suami istri.
c. Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasulullah juga
menuliskan hadits-hadits yang diterimanya, seperti Abdullah Amr
Ibn Al-Ash.
d. Sahabat yang meskipun tidak lama bersama Rasulullah SAW, akan
tetapi banyak bertanya kepada para sahabat lainnya secara sungguh-
sungguh, seperti Abu Hurairah.

4
e. Para sahabat yang secara sungguh-sungguh yang mengikuti majlis
Rasulullah,banyak bertanya kepada sahabat lain dari sudut usia
tergolong yang hidup lebih lama dari wafatnya Rasulullah SAW,
seperti Abdullah Ibn Umar, Anas Ibn Malik dan Abdullah Ibn
Abbas.

II. Hadis Pada Masa Khulafa’ Rasyidin


Periode kedua sejarah perkembangan hadits adalah masa Khulafa’
Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn Affan, Ali Ibn Abi
Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H s/d 40 H. Masa ini juga disebut
dengan masa sahabat besar.

Karena pada masa ini perhatian para sahabat masih terfokus pada
pemeliharaan dan penyebaran Al-Quran, maka periwayatan hadits belum begitu
berkembang dan kelihatannya berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa
ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya
pembatasan periwayatan.

Pembatasan penyederhanaan hadis, yang ditunjukkan oleh para sahabat


dengan sikap kehati-hatiannya menggunakan dua jalan dalam meriwayatkan
hadits dari Nabi Muhammad, yaitu:

1. Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya


persis seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW, dan hanya bisa dilakukan
apabila mereka hafal benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW.

2. Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang matannya tidak persis


sama dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAW, akan tetapi isi atau
maknanya tetap terjagasecara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh
Rasulullah SAW, tanpa ada perubahan sedikitpun.

Dengan demikian, para sahabat Nabi Muhammad SAW sangat kritis dan
hati-hati dalam periwayatan hadis. Tradisi tersebut menunjukkan bahwa mereka
sangat peduli tentang kebenaran dalam periwayatan hadis, diantaranya:

5
a. Para sahabat, bersikap cermat dan hati-hati dalam menerima suatu
riwayat.Ini dikarenakan meriwayatkan hadis Nabi Muhammad SAW
merupakan hal penting, sebagai wujud kewajiban taat kepadanya.
b. Para sahabat melakukan penelitian dengan cermat terhadap periwayat
maupun isi riwayat itu sendiri.
c. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Abu Bakar, mengharuskan
adanya saksi dalam periwayatan hadits.
d. Para sahabat, sebagaimana dipelopori Ali Ibn Abi Thalib, meminta
sumpah dari periwayatan hadits.
e. Para sahabat menerima riwayat dari satu orang yang terpercaya.
f. Diantara para sahabat terjadi penerimaan dan periwayatan hadis tanpa
pengecekan terlebih dahulu apakah benar dari Nabi atau perkataan orang
lain dikarenakan mereka memiliki agama yang kuat sehingga tidak
mungkin berdusta.

III. Hadis Pada Masa Tabi’in


Pada era tabi'in, keadaan sunnah tidak jauh berbeda dari era sahabat.
Namun pada masa ini, Al quran telah dikodifikasi dan disebarluaskan ke
seluruh negeri Islam, maka tabi‟in dapat memfokuskan diri dan
mempelajari sunnah dari para sahabat. Kemudahan lain, yang diperoleh

6
tabi’in karena sahabat Nabi Muhammad SAW telah menyebar ke seluruh
penjuru dunia Islam. Sehingga, mereka mudah mendapatkan informasi
tentang sunnah.

1. Pusat-pusat Pembinaan Hadis

Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan


hadis, sebagai tempat tujuan para tabi’in dalam mencari hadis. Kota-kota
tersebut ialah Madinah AlMunawwarah, Makkah Al-Mukarramah, Kuffah,
Basrah, Syam, Mesir, Maghribi dan

Andalusia, Yaman dan Khurasan. Ada beberapa orang yang


meriwayatkan hadis pada kotakota tersebut, antara lain Abu Hurairah, Abdullah
Ibn Umar, Anas Ibn Malik, Aisyah, Abdullah Ibn Abbas, Jabir Ibn Adillah dan
Abi Sa‟id Al-Khudri.

Pusat pembinaan pertama adalah Madinah, karena disinilah Rasulullah


SAW menetap setelah hijrah dan Rasulullah SAW juga membina masyarakat
Islam yang didalamnya terdiri atas Muhajirin dan Anshar. Para sahabat yang
menetap disini, diantaranya Khulafa Rasyidin, Abu Hurairah, Siti Aisyah,
Abdullah Ibn Umar dan Abu Said Al-Khudri, dengan menghasilkan para
pembesar Zuhri, Ubaidillah Ibn Utbah Ibn Mas‟ud dan Salim Ibn Abdillah Ibn
Umar. Tabi’in, seperti Said Ibn Al-Musyayyab, Urwah Ibn Zubair, Ibn Syihab
Al-Zuhri. Di antara ulama hadis yang menghimpun hadis pada masa ini adalah:
Ibnu Juraij (w. 150 H di Makkah), Al-Awza’I di Syiria (w. 159 H), Sufyan at-
Tsawri di Kufah (w. 161 H), Imam Malik al-Muwaththa di Madinah (w. 174
H), dan lain-lain.

7
2. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadits
Pergolakan ini sebenarnya terjadi pada masa sahabat, setelah terjadinya
perang Jamal dan perang Siffin, yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali Ibn
Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya cukup panjang dan berlarut dengan
terpecahnya umat Islam ke dalam beberapa kelompok (Khawarij, Syiah,
Muawiyah, dan golongan mayoritas yang tidak masuk ke dalam ketiga
kelompok tersebut).

Demikian, dari pergolakan politik tersebut memberikan pengaruh


negatif, yakni dengan munculnya hadis-hadis palsu (mawdhu) untuk
mendukung kepentingan politiknya masingmasing kelompok dan untuk
menjatuhkan posisi lawan-lawannya. Sedangkan pengaruh positifnya ialah
lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau
tadwin hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan,
sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

3. Perkembangan Pembukuan Hadis


Perkembangan pembukuan hadis pada masa ini ada 3 bentuk, yaitu sebagai
berikut:
a. Musnad, yaitu menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa
memperhatikan masalah atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan
kualitas hadisnya ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
b. Al-Jami, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi
sembilan masalah, yakni aqaid, hukum, perbudakan (riqaq), adab
makan minum, tafsir, tarikh dan sejarah, sifatsifat akhlak (syamail),
fitnah dan sejarah (manaqib).
c. Sunan, yaitu teknik penghimpunan hadis secara bab seperti fiqh,
setiap bab memuat beberapa hadis dalam satu topik, seperti Sunan
An-Nasa’i, Sunan Ibnu Madjah, dan Sunan Abu Dawud. Di dalam
kitab ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, tetapi tidak terlalu dhaif
seperti hadis Munkar.

IV. Masa Kodifikasi Hadis

8
1. Definisi Kodifikasi Hadis

Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin


yang berarti codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara
istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan hadis Nabi
Muhammad SAW secara resmi berdasar perintah khalifah dengan
melibatkan beberapa personel yang ahli dalam masalah ini, bukan yang
dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan
kata lain, kodifikasi hadis (tadwin hadis) adalah penghimpunan,
penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa
negara (khalifah), bukan dilakukan atas inisiatif sendiri. Tujuannya
untuk menjaga hadis Nabi Muhammad SAW dari kepunahan dan
kehilangan baik karena banyaknya periwayat penghafal hadis yang
meninggal maupun karena adanya hadis palsu yang dapat
mengacaubalaukan keberadaan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Jadi, kodifikasi hadis disini adalah penulisan, penghimpunan,


dan pembukuan hadis Nabi Muhammad SAW yang dilakukan berdasar
perintah resmi khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz, khalifah kedelapan Bani
Umayyah yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para
ulama di berbagai daerah hingga pada masa berikutnya hadis terbukukan
dalam kitab hadis.

2. Sejarah dan Perkembangan Kodifikasi Hadis


a. Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-2 hijriyah

Di antara tokoh-tokoh hadis yang masyhur dalam abad ke-2 Hijriyah ialah
Malik, Yahya Ibn Said al-Qaththan, Waki’ Ibn al-Jarrah, Sufyan ats-Tsaury, Ibnu
Uyainah, Syu’bah Ibn Hajjaj, Abd ar-Rahman Ibn Mahdy, Al-Auza’y, Al-Laits,
Abu Hanifah, Asy-Syafi’y.

9
2) Kitab-kitab hadis yang terkenal dalam abad ke-2 hijriyah. Adapun
kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal di kalangan ahli
hadis, ialah:
a) Al-Muwaththa, susunan Imam Malik (95-179 H).
b) Al-Maghazi wa as-Siyar, susunan Muhammad Ibn Ishaq (150 H).
c) Al-Jami, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan’any (211 H).
d) Al-Mushannaf, susunan Syu’bah Ibn Hajjaj (160 H).
e) Al-Mushannaf, susunan Sufyan Ibn Uyainah (198 H).
f) Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa’ad (175 H).
g) Al-Mushannaf, susunan Al-Auza’y (150 H).
h) Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H).
i) Al-Maghazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid al-Aslamy
(130-207 H).
j) Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
k) Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali
l) Al-Musnad, susunan Imam Asy-Syafi’y (204 H).
m) Mukhtalif al-Hadis, susunan Imam As-Syafi’y.

3) Kedudukan dan keadaan kitab-kitab hadis abad ke-2 hijriyah

Di antara kitab-kitab abad ke-2 yang mendapat perhatian ulama secara


umum adalah Al-Muwaththa (susunan Imam Malik), Al-Musnad dan Mukhtalif al-
Hadis (susunan Imam Asy-Syafi’y) serta As-Sirah an-Nabawiyah atau Al-Maghazi
wa as Siyar (susunan Ibnu Ishaq).

Al-Muwaththa paling terkenal dan mendapat sambutan yang sangat besar


dari ulama dan para ahli karena banyak yang membuat syarah (penjelasannya) dan
mukhtashar (ringkasannya). Kitab ini mengandung 1.726 rangkaian khabar dari
Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Khabar yang musnad sejumlah 600, yang mursal
sejumlah 228, yang mauquf sejumlah 613 dan yang maqthu‟ 285.

b. Kodifikasi Hadis Abad III Hijriyah

10
Abad ketiga Hijriyah merupakan puncak usaha pembukuan hadis (Masa
Keemasan). Ulama’ hadits yang muncul pada abad ini digelari Muqaddimin, yang
mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang pada usaha sendiri dan
pemeriksaan sendiri dengan menemui para penghapalnya yang tersebar di setiap
pelosok dan penjuru Negara Arab, Persia, dan lain-lain.18

1) Tokoh-tokoh hadis abad ke-3 hijriyah

Di antara tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini ialah Ali Ibn al-Madiny, Abu
Hatim ar-Razy, Muhammad Ibn Jarir ath-Thabary, Muhammad Ibn Sa’ad, Ishaq
Ibn Rahawaih, Ahmad, Al-Bukhary, Muslim, An-Nasa‟y, Abu Daud, Ibnu Madjah,
Ibnu Qutaibah, Ad-Dainury.

2) Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah

Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-3 hijriyah di antaranya:

a) Al-Musnad, susunan Musa Ibn Abdillah al-Abasy


b) Al-Musnad, susunan Musaddad Ibn Musarhad.
c) Al-Musnad, susunan Abu Daud ath-Thayalisy (kitab ini dikumpulkan oleh
para penghafal hadis berdasar kepada riwayat Yunus Ibn Habib dari Ath-
Thayalisy).
d) Al-Musnad, susunan Nu’aim Ibn Hammad.
e) Al-Musnad, susunan Abu Ya’la al-Maushily.
f) Al-Musnad, susunan Al-Humaidy.
g) Al-Musnad, susunan Ali al-Madiny.
h) Al-Musnad, susunan Abed Ibn Humaid.
i) Al-Musnad al-Mu’allal, susunan Al-Bazzar.
j) Al-Musnad, susunan Baqy Ibn Makhlad (201-296 H). musnad ini paling
luas isinya daripada musnad-musnad yanng lain.
k) Al-Musnad, susunan Ibnu Rahawaih (237 H).
l) Al-Musnad, susunan Ahmad Ibn Hanbal.
m) Al-Musnad, susunan Muhammad Ibn Nashr al-Marwazy.
n) Al-Musnad, susunan Abu Bakar Ibn Abi Syaibah (235 H).
o) Al-Musnad, susunan Abu al-Qasim al-Baghawy (214 H).

11
p) Al-Musnad, susunan Utsman Ibn Abi Syaibah (293 H).
q) Al-Musnad, susunan Abu al-Husain Ibn Muhammad al-Masarkhasy (298
H). Dalam musnad ini dikumpulkan seluruh hadis Az-Zuhry.
r) Al-Musnad, susunan Ad-Darimy. Musnad ini disusun menurut bab demi
bab). Seharusnya digolongkan ke dalam mushannaf. Dinamakan musnad
karena hadis yang diriwayatkannya secara musnad. Al-Bukhary pun
menamai kitabnya dengan Al-Musnad ash-Shahih. s)
s) Al-Musnad, susunan Said Ibn Manshur.
t) Al-Musnad, susunan Al-Imam Ibn Jabir.

Maka dengan usaha ulama besar abad ke-3, tersusunlah kitab hadis
dalam tiga macam, yaitu:

a) Kitab-kitab shahih ialah kitab-kitab yang penyusunannya tidak


memasukkan ke dalamnya, selain hadis-hadis yang shahih saja.
b) Kitab-kitab sunan ialah kitab-kitab yang penulisnya tidak dimasukkan ke
dalam hadis-hadis yang munkar dan yang sepertinya.
c) Kitab-kitab musnad ialah kitab-kitab yang penyusunannya memasukkan ke
dalamnya segala rupa hadis-hadis yang diterima, dengan tidak menyaring
dan tidak menerangkan erajat-derajatnya. Oleh karena itu, derajatnya di
bawah derajat kitab sunan.

Pada masa ini tersusun 6 kitab hadits terkenal yang bisa disebut
Kutub al Sittah, yaitu:
a) Al-Jami’al-Shahih karya Imam al-Bukhari (194-252 H).
b) Al-Jami’ al-Shahih karya Imam Muslim (204-261 H).
c) Al-Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-261 H).
d) Al-Sunan karya al-Tirmidzi (200-279 H).
e) Al-Sunan karya al-Nasa’ie (215-302 H).
f) Al-Sunan karya Ibn Madjah (207-273 H).

c. Kodifikasi Hadits Abad IV-VII H

12
Masa ini adalah masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan
penghimpunan (ashr al-tahzib wa al-tartib wa al-istidrak wa al-jamu’) dan
berlangsung sekitar dua setengah abad, yaitu antara abad keempat sampai
pertengahan abad ketujuh Masehi, saat jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke
tangan Khulagu Khan tahun 656 H/1258 M. Gerakan ulama hadis pada
masa ini sebenarnya tidak jauh beda dengan gerakan ulama pada masa
sebelumnya.

1) Kitab-kitab yang tersusun dalam abad IV-VII H


a) Kitab Syarah ialah kitab hadis yang memperjelas dan mengomentari hadits-
hadits tertentu yang sudah tersusun dalam beberapa kitab hadits
sebelumnya.
b) Kitab Mustakhrij ialah kitab hadits yang metode pengumpulan haditsnya
dengan cara mengambil hadits dari ulama tertentu lalu meriwayatkannya
dengan sanad sendiri yang berbeda dari sanad ulama hadits tersebut.
c) Kitab Athraf ialah kitab hadis yang hanya memuat sebagian matan hadits,
tetapi sanadnya ditulis lengkap.
d) Kitab Mustadrak ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang memenuhi
syaratsyarat Bukhari dan Muslim atau syarat salah satu dari keduanya.
e) Kitab Jami‟ ialah kitab yang memuat hadits-hadits yang telah termuat dalam
kitabkitab yang telah ada.

2.) Tokoh-tokoh hadits abad IV-VII H

Di antara ulama hadits yang terkenal dalam masa ini adalah Sulaiman bin
Ahmad alThabari,Abd al-Hasan Ali bin Umar bin Ahmad al-Daruquhni, Abu
Awanah Ya’kub al-Safrayani, Ibnu Khuzaimah Muhammad bin Ishaq, Abu Bakr
Ahmad bin Husain Ali al-Baihaqi, Majuddin al-Harrani, Al-Syaukani, Al-Munziri,
Al-Shiddiqi, Muhyiddin Abi Zakaria al-Nawawi.

d. Kodifikasi Hadis Abad ketujuh Hijriyah sampai Sekarang

Masa ini adalah masa persyarahan, penghimpunan, dan pentakhrijan (Ahd


al-syarh wa al-jamu’ wa al-takhrij wa al-bahts). Ulama pada masa ini mulai

13
mensistemisasi hadits-hadits menurut kehendak penyusun, memperbarui kitab-
kitab mustakhraj dengan cara membagi hadits menurut kualitasnya.

1) Tokoh-tokoh hadis dalam abad ke-7 Hijriyah sampai sekarang

Di antara ulama hadis yang terkenal dalam masa ini ialah Az-Zahaby (748
H), Ibnu Sayyid an-Nas (734 H), Ibnu Daqiq al-Ied, Mughlathai (862 H), Al-
Asqalany (852 H), Ad-Dimyaty (705 H), Al-Ainy (855 H), As-Sayuthy (911 H),
Az-Zarkasy (794 H), Al-Mizzy (742 H), Al-Ala’y (761 H), Ibnu Katsir (744 H),
Az-Zaila’ y (762 H), Ibnu Rajab (795 H), Ibnu Mulaqqin (804 H), Al-Bulqiny (805
H), Al-Iraqy (806 H), Al-Haitsamy (807 H), Abu Zur‟ah (806 H).

2) Kitab-kitab hadis yang tersusun dalam abad ke-7 Hijriyah sampai sekarang
a) Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-7 Hijriyah
 Ath-Targhib, susunan Al-Hafizh Abdul Azhim Ibn Abd al-Qawy
Ibn Abdullah al-Mundziry (656 H).
 Al-Jami’ baina ash-Shahihain, susunan Ahmad Ibn Muhammad
al-Qurthuby, yang terkenal dengan nama Ibnu Hujjah (642 H).
 Muntaqa Al-Akhbar fi al-Ahkam, susunan Majduddin Abul
Barakah Abd asSalam Ibn Abdillah Ibn Abi al-Qasim al-Harrany
(652 H).
 Al-Mukhtarah, susunan Muhammad Ibn Abdil Wahid al-
Maqdisy (643 H) yang mentashih hadis yang belum ditashih
oleh ulama sebelumnya.
 Riyadh ash-Shalihin, oleh Imam An-Nawawy. Kitab ini telah
disyarahkan oleh Ibnu Ruslan ash-Shiddiqy dalam kitab Dalil al-
Falihin.
 Al-Arbain, oleh An-Nawawy dan telah disyarahkan oleh banyak
ulama, di antaranya Ahmad Hijazy al-Faryany dalam kitab Al-
Majelis ats-Tsaniyah ala al-Arba’in an-Nawawiyah.
b) Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-8 Hijriyah -
 Jami’ al-Masanid was-Sunan al-Hadis ila Aqwami Sanan,
susunan Al-Hafizh Ibnu Katsir.

14
 Al-Ilmam fi Ahadis al-Ahkam, susunan Al-Imam Ibnu Daqiq al-
Ied (792 H). Kitab ini telah disyarahkan oleh penulisnya dalam
kitabnya Al-Imam.
c) Kitab hadis yang disusun dalam abad ke-10 Hijriyah
 Ith-haf al-Khiyar bi Zawa’id al-Masanid al-Asyrah, susunan
Muhammad Ibn Abu Bakar al-Baghawy (804 H).
 Bulugh Al-Maram, susunan Al-Hafizh Al-Asqalany. Di dalamnya
dikumpulkan sejumlah 1.400 hadis.
 Majma’ az-Zawa’id wa Mamba’ al-Fawa’id, susunan Al-Hafizh
Abu al-Hasan Ali Ibn Abi Bakr Ibn Sulaiman asy-Syafi’y al-
Haitamay (1303 H). Di dalamnya dikumpulkan Zawa’id dari
musnad-musnad Ahmad, Abu Ya’la, Al-Bazzar dan mu’jam Ath-
Thabrany.

3. Perkembangan Pembukuan Hadis

Perkembangan pembukuan hadis pada abad 4-6 H ialah sebagai berikut:

a. Mu’jam, artinya penghimpunan hadits yang diperleh berdasarkan nama


sahabat secara abjad seperti Al-Mu’jam Al-Kabir Sulaiman bin Ahmad Ath-
Thabrani (ww. 360 H).
b. Shahih, artinya metode pembukuannya mengikuti metode pembukuan hadis
Shahihayn (Bukhari dan Muslim) yang hanya mengumpulkan hadis yang
shahih saja menurut penulisnya seperti Shahih Ibnu Hibban Al-Bas’ti (w.
354 H), dan lain-lain.
c. Al-Mustadrak, artinya menambah beberapa hadis shahih yang belum
disebutkan dalam kitab Bukhari dan Muslim serta menurutnya telah
memenuhi persyaratan keduanya, seperti Al-Mustadrak ala Al-Shahihayn
yang ditulis Abi Abdullah AlHakim An-Naisaburi (w. 405 H).
d. Sunan, metode penulisannya seperti kitab Sunan abad sebelumnya, yaitu
cakupannya hadis-hadis tentang hukum seperti fiqh dan kualitasnya
meliputi shahih, hasan, dha’if, seperti Muntaqa Ibnu Al-Jarud (w. 307 H),
Sunan Ad Daruquthni (w. 385 H) dan Sunan Al-Bayhaqi (w. 458 H).

15
e. Syarah, yaitu penjelasan hadis baik yang berkaitan dengan sanad atau
matan, terutama maksud dan makna matan hadis atau pemecahannya jika
terjadi kontradiksi dengan ayat atau dengan hadis lain, misalnya Syarh
Ma’ani Al-Atsar, dan Syarah Musykil Al-Atsar yang ditulis Ath-Thahawi
(w. 321 H).
f. Mustakhraj adalah seorang penghimpun hadis mengeluarkan beberapa buah
hadis dari sebuah hadis seperti yang diterima dari gurunya sendiri dengan
menggunakan sanad sendiri, misalnya Mustadrakhraj Abi Bakr Al-Isma’ili
ala Shahih Bukhari (w. 371 H).
g. Al-Jam’u, gabungan dua atau beberapa buku hadis menjadi satu buku, Al-
Jam’u Bayn Ash- Shahihayn yang ditulis oleh Isma‟il bin Ahmad yang
dikenal dengan Ibnu Al-Furat (w. 401 H) Al-Jam’u Bayn Ash-Shahihayn
ditulis Al-Husin bin Mas’ud Al-Baghawi (w. 516 H), At-Tajrid li Ash-
Shahah wa As-Sunan gabungan Shahihayn, Al-Muwaththa’, dan kitab-kitab
Sunan selain Ibnu Madjah, ditulisoleh Abu Al-Hasan Razin bin Mu‟awiyah
As-Sirqisthi (w. 535 H) dan Jami’ Al-Ushul li Ahadis Ar-Rasul yang ditulis
oleh Ibnu Al-Atsir Al-Jazari (w. 606 H) gabungan 6 kitab hadis.

Perkembangan penulisan hadits pada abad intinya adalah menyusun


kembali kitab-kitab hadis terdahulu secara tematik, baik dari segi matan dan
sanadnya untuk memudahkan bagi umat Islam untuk mempelajarinya ialah
sebagai berikut:

a. Al-Mawdhu’at, yaitu menghimpun hadis-hadis yang mawdhu’ saja ke


dalam sebuah buku, seperti Al-Mawdhu’at ditulis oleh Al-Asbahani (w.
414 H), Al Mawdhu’at ditulis oleh Ibnu Al-Jauzi (w. 597 H) dan Al-
La’ali Al-Mashnu’at fi Al-Ahadits Al-Mawdhu’at oleh Jalaludin As-
Suyuthi (w. 911 H).
b. Al-Ahkam, yaitu menghimpun hadis-hadis tentang hukum saja seperti
fiqh, misalnya Al-Ahkam Al-Kubra ditulis oleh Ibnu Al-Kharath (w.
581 H), Umdah Al-Ahkam oleh Al-Maqdisi (w. 600 H) Dan Bulugh Al-
Maram oleh Al-Asqalani (w. 852 H).

16
c. Al-Athraf, artinya teknik pembukuan hadis dengan menyebutkan
permulaan hadisnya saja, misalnya Athraf Al-Kutub As-Sittah ditulis
oleh Al-Maqdish dikenal Ibnu Al-Qisrani (w. 507 H).
d. Takhrij, yaitu seorang muhaddits mengeluarkan beberapa hadis yang
ada dalam buku hadis atau pada buku lain dengan menggunakan sanad
sendiri atau ditelusuri sanad dan kualitasnya. Missal, Irwa’ Al-Ghalil fi
Takhrij Ahadits Mannar AsSabil, oleh Nashiruddin Al-Albani.
e. Zawa’id, yaitu penggabungan beberapa kitab tertentu seperti Musnad
dan Mu‟jam ke beberapa buku induk hadis. Missal, Majma’ Az-Zawa’id
wa Manba’ AlFawa’id ditulis oleh Al-Haitami (w. 807 H). Zawa’id
diartikan mengumpulkan hadis-hadis yang tidak terdapat dalam kitab-
kitab yang sebelumnya ke dalam sebuah kitab seperti Zawa’id Ibnu
Madjah dan Zawa’id As-Sunan Al-Kubra disusun oleh Al-Bushri (w.
840 H).
f. Jawami’ atau Jami’, sebuah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis
Nabi secara mutlak, seperti Al-Jami’ Al-Kabir yang dikenal dengan
sebutan Jami’ AlJawami’ dan Al-Jami’ Ash-Shaghir tulisan As-Suyuthi
(w. 911 H).

Dengan demikian, mulai abad terakhir ini sampai sekarang dapat


dikatakan tidak ada kegiatan yang berarti dari para ulama dalam bidang hadis,
kecuali hanya membaca, memahami, takhrij, dan memberikan syarah hadis
yang telah terhimpun sebelumnya.

4. Kodifikasi Hadis Secara Resmi

Kodifikasi hadis secara resmi ialah pengumpulan dan penulisan hadis


atas perintah Khalifah atau penguasa daerah untuk disebarkan kepada
msyarakat. Para ulama hadis sepakat mengatakan bahwa kodifikasi hadis mulai
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abd Aziz yang memerntahkan pada tahun
99-101 H. Berdasarkan beberapa riwayat, bahwa kekhawatiran akan hilangnya
hadis dan lenyapnya para ulama hadis merupakan faktor utama yang
menyebabkan Khalifah Umar bin Abd Aziz untuk melakukan kodifikasi hadis.

17
Faktor yang lain adalah timbulnya hadis maudhu‟ sebagai akibat meluasnya
wilayah Islam dan terjadinya perselisihan di kalangan kaum Muslimin
mendorong khalifah untuk menghimpun dan membukukan hadis. Faktor-faktor
penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu:

a. Faktor Internal
1) Pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi hadis, serta petunjuk untuk
keselamatan dalam menempuh kehidupan dunia akhirat.
2) Semangat untuk menjaga hadis, sebagai salah satu warisan Nabi yang sangat
berharga, yakni Al-Quran dan Hadis. Jika umat Islam berpegang pada
keduanya mereka tidak akan tersesat selamanya.
3) Adanya kebolehan dan izin untuk menulis hadis pada saat itu.
4) Para penghafal dan periwayatan hadis semakin berkurang karena meninggal
dunia baik disebabkan adanya peperangan maupun yang lainnya.
5) Rasa bangga dan puas ketika mampu menjaga hadis Nabi dengan menghafal
dan kemudian meriwayatkannya.

b. Faktor Eksternal

1) Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam,


sehingga banyak periwayatan hadis yang tersebar ke berbagai
daerah.
2) Kemunculan dan meluasnya pemalsuan hadis yang disebabkan oleh
perbedaan politik dan aliran.

Jadi, dari beberapa faktor tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya


penulisan hadis karena kekhawatiran hilangnya hadis dan kemurnian hadis.
Kodifikasi hadissecara resmi dilanjutkan dengan pembukuan hadis yang dilakukan
para penguasa Bani Umayyah dan para ulama.

Selanjutnya, Syihab Az-Zuhri (09-124 H) mulai melaksanakan pembukuan


hadis sekaligus dilakukan usaha penyeleksian hadis yang maqbul dan mardud
dengan metode sanad dan isnad. Kemudian pembukuan hadis dilanjutkan secara

18
lebih teliti oleh Imam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu
Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain. Dari mereka kita kenal dengan Kutubus Sittah,
yaitu Shahih AlBukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu
Majah.

19
C. KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah
dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengalaman umat dari generasi kek generasi. Ada
beberapa periode dalam sejarahperkembangan hadis, antara lain :
1. Masa rasul perkembangan larangan penulisan,karakteristik penulisan
hadis dihapal diluar kepala, model buku nya kepentingan pribadi
dalam bentuk lembaran (shahifah).
2. Khulafa’ rasyidin perkembangan periwayatan hadis,karakteristik
penulisan disertai sumpah dan saksi pada masa ini, model buku catatan
pribadi dalam bentuk lembaran (shahifah)
3. Tabi’in perkembangan penghimpunan hadis (Al-Jam’u wa At-Tadwin)
karakteristik penulisan bercampur antara hadis nabi dan fatwa sahabat
dan aqwal sahabat, model buku Mushannaf, Muwaththa,Musnad,Jami’
4. Kodifikasi perkembangan penghimpunan dan penertiban secara
sistematik (al-Jam’u wa at-tanzhim),karakteristik penulisan referensi
(muraja’ah) pada buku-buku sebelumnya tetapi lebih sistematis, model
buku Mu’Jam, Mustadrak, Zawa’id, Jami’.
Factor factor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis, yaitu kekhawatiran
hilangnnyahadis dan kemurnian hadis.

D. SARAN

Berkaitan dengan sejarah perkembangan hadis, kami menyadari bahwa


dari berbagai referensi yang ada masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
segi penulisan, sehingga terjadi kesalahpahamman dalam konsep sejarah
perkembangan hadis. Dan kami berharap dari refisian makalah ini, semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca dan barokah. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

20
Solahudin, Agus. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Press, 2010.

Wahid, Ramli Abdul. Studi Ilmu Hadis. Medan: Citapustaka Media


Perintis, 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai