Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH PERKEMBANGAN

HADITS

Disusun oleh :

MAN 1 PALEMBANG
KEMENTRIAN AGAMA PALEMBANG
TAHUN PELAJARAN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran
ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya,
Shalawat serta salam tak lupa kita junjungkan nabi besar kita NABI
MUHAMMAD SAW,yang telah menjadi utusan ALLAH SWT.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata pelajaran Al-quran & Hadist, dengan
judul : “Sejarah Perkembangan Hadits”

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari bantuan dari
anggota yang senantiasa selalu menolong, memberi saran dan juga
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Atas dukungan moral
dan materil yang diberikan untuk menyelesaikan makalah ini, Maka
kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibuk Yunaini selaku guru pelajaran Al-quran dan Hadist.


2. Ibuk Rihlaini selaku wali kelas X. Ipa. 4
3. Orang tua penulis yang banyak memberikan dukungan baik
moral maupun materi, serta:
4. Anggota kelompok yang membantu menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman, dan pengetahuan
yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan bahkan keritik yang membangun dari beberapa
pihak. Dan kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca, dan seluruh siswa.

Palembang, April 2022

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi telah banyak kemajuan-kemajuan di berbagai bidang,

pola pikir manusia, dan keilmuan. Pada saat ini telah banyak muncul disiplin ilmu

salah satunya yaitu Ulumul Hadits.

Menurut ulama hadits, mendefinisikan sunnah sebagai sesuatu yang

dihubungkan kepada Nabi SAW. Tapi, menurut sebagian ahli hadits, sunnah itu

termasuk sesuatu yang dihubungkan kepada sahabat atau tabien, baik berupa

perkataaan, perbuatan , taqrir, maupun sifat-sifatnya.

Untuk lebih memahami Ilmu Hadits hendaknya perlu pengenalan sejarah

hadits itu sendiri. Sehingga kami menyusun makalah berjudul “Sejarah

Perkembangan Hadits” yang diharapkan dapat membantu dalam mempelajari

Ilmu Hadits.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana perkembangan hadits pada masa Rasulullah, Sahabat dan

Tabiin?

2. Bagaimana perkembangan hadits pada abad I hijriah?

C. Tujuan dan manfaat penulisan

1. Untuk mengetahui perkembangan hadits pada masa Rasulullah, Sahabat

dan Tabiin.

2. Untuk mengetahui perkembangan hadits pada abad I hijriah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Priode Periwayatan Hadist Dengan Lisan

1. Masa Nabi Muhammad SAW.

Pada waktu Rasullullah saw, masih hidup, perhatian umat islam terhadap
hadist tidak sebesar sebagaimana perhatian terhadap Al-Quran. Dan kondisi nya
pun belum dianggap penting, karna yang lebih penting itu menjaga Al-Quran.
Hadist ketuka itu lebih banyak dihafal dan disampaikan dari lisan kelisa. Rasul
khawatir jika sahabat rosul dibebaskan menulis hadist, akan bercampur dengan
Al-Quran. Karena itu rosul melarang menusli hadist, dan bersabda:

Larangan tersebut untuk menghindari adanya kemungkinan sebagian sahabat


penulis wahyu memasukkan hadist kedalam lembaran-lembaran tulisan Al-Quran
karena menganggap segala yang disampaikan Rausullah SAW adalah wahyu
Allah SWT.

2. Masa Khulafa’urrasyidin

Perhatian hadist mulai terlihat pada masa khalifah utsman bin affan. Pada
masa itu, banyak dari kalangan sahabat yang meninggal dunia dan tempat tinggal
pun saling berjauhan. Kebijakan pemerintahan khalifah khalifah ali bin abu tholib
dengan nabi muhammad saw, pada dasarnya sama dengan khalifah isman bin
affwan, ummar bin khatab dan, abu bakar ash-hiddiq yaitu agar umat islam
berhati hati dalam meriwayatkan hadist. Akan tetapi masa itu berbeda dengan
masa sebelumnya. Pertentangan politik umat islam semakin panas,bahkan
menimbulkan peperangan antara ali bin abutholib dengan mua’wiyah. Keadaan
itpun berpengaruh negatif terhadap hadist karena banyak bermunculan mauudu.
3. Sistem penyampaian dan periwayatan hadist.

Syarat penerimaan dan periwayatan hadis telah ditetapkan oleh para ahli hadis
semata-mata bertujuan untuk memelihara hadis dari tindakan pemalsuan.
Penetapan syarat-syarat penerimaan dan penyampaian (periwayatan) hadis
ditetapkan oleh para ulama sesudah generasi sahabat, terutama saat
hadis dihimpunkan dalam kitab-kitab hadis. Lima cara rasul menyampaikan
hadits
 Melalui majlis taklim,yaitu disampaikan dalam majelis taklim yang
secara rutin
 Melalui sahabat tertentu untuk menyampaikan kepada sahabat lain.
 Melalui istri nabi Muhammad SAW kemudian disampaikan kepada
istri sahabat lainnya.
 Melalui pengajian umum, yaitu ceramah yang diadakan berkaitan
dengan hari penting yang dihadiri oleh semua kalangan yang tidak
terbatas.
 Melalui praktik langsung yang disaksikan oleh para sahabat.

Menurut para ulama, secara umum, terdapat perbedaan antara syarat-syarat


penerimaan dan syarat-syarat periwayatan hadis. Mereka pada umumnya
memperbolehkan penerimaan hadis dilakukan oleh orang kafir dan anak-anak,
asalkan ketika meriwayatkannyaia telah masuk Islamdan mukalaf. Sedangkan
syarat-syarat yang telah ditetapkan untuk periwayatan hadis adalah sebagai
berikut:
(1) Islam,
(2) baligh,
(3) berakal,
(4) tidak fasik,
(5) terhindar dari tingkah laku yang mengurangi danmenghilangkan
kehormatan (muru’ah)
(6) mampu menyampaikan hadis yang telah dihapalnya,
(7) jika periwayat into memiliki catatan maka catatannya ini dapat dipercaya,
dan
(8) sangat mengetahui hal-hal yang merusakmaksud hadis yang
diriwaatkannya secara makna. Kedelapan syarat itu, menurut ibnu Al-Asir Al-
Jazari, tercakup kedalam Islam,mukalaf, adil, dan dhabith. Sedangkan menurut
syuhudi Ismail, kedelapan syarat tadi tercakup didalam dua karakteristik dasar,
yakni adail dan dhabith.

B. Priode Penulisan dan Kodifikasi Hadits ( Abad ke-2 H )


Kegiatan pembukuan hadits secara resmi terjadi pada masa Khalifah Umar Bin
Abdul Aziz, salah satu khalifah banu ummayyah yang dinobatkan pada tahun 99
H dan dikenal adil dan wara’. Alasan khalifah Umar bin Abdul Aziz
menginstruksikan untuk membukukan hadits:
1. Para perawi hadits telah banyak yang meninggal.
2. Banyaknya bermunculan hadis maudu (palsu). Apabila dibiarkan akan
sulit mengetahui hadits asli dan palsu, sehingga menyesatkan agama.

Kahlifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan ulama di hijaz dan syam, yaitu
Muhammad Bin Muslim Bin Ubaidillah Bin Syihab Az-zuhri seseorang yang ahli
dalam bidang fiqih dan hadits. Az- Zuhri mengumpulkan hadits nabi Muhammad
SAW. Berkat usahanya beliau az-Zuhri dalam sejarah dikenal sebagai orang
pertama secara resmi membukukan hadits atas perintah Khalifah.

Kitab hadits pada abad ke-2 kebanyakan masih bercampur tangan antara
hadits – hadits nabi Muhammad SAW, dengan fatwa –farwa para sahabat dan
tabi’in.dan kitab tertua yang masih dapat kita temukan saat ini adalah Al-
Muwatta karya imam malik (95 – 179 H) yang disusun pada tahun 144H atas
anjuran khalifah Al-Mansur.

C. Priode Takhrijul Hadits (Abad ke-3 H)

Kegiatan Takhrijul hadits atau penyaringan hadits telah dilakukan oleh para
ulama pada abad ke-3 hijriah. Diketahui bahwa kitab hadits pada abad ke-2
banyak yang bercampur dengan fatwa para sahabat ( hadits mauquf ) dan para
tabi’in ( hadits maqtu) dan pada abad ke-3 berusaha membersihkan hadits Nabi
Muhammad SAW. Munculan ulama yang menekuni bidang hadits yaitu Musa Al-
Abbasi, Musaddad Al-Basri, As’ad Bin Musa,Nu’aim bin Hammad Al- Khaza’i
dan masih banyak lagi.

Usaha para ulama awal abad ke-3 masih belum sempurna karena belum
memisahkan hadits Nabi Muhammad SAW. Dari hadist da,if dan Hadits mau’du.
Oleh karena itu para ulama pada pertengahan abad ke-3 berusaha membuat
kriteria untuk menentukan ke sahi-an atau ketidak sahi-an suatu hadits.

Hingga akhir abad ke-3 bermunculan kitab – kitab hadits. Ada yang disebut
musnad yaitu kitab hadits yang memuat segala macam hadits, baik yang sahih
maupun da’if . Ada yang dinamakan sunan yaitu kitab hadits yang mencakup
seluruh hadits, kecuali yang sangat da’if dan mungkar

D. Priode Menghafal Hadits ( Abad ke-4 H )


Abad ke-4 adalah berlomba-lomba menghafal hadist sebanyak banyaknya dan
menyelidiki sanadnya. Pada Priode ini, muncul keahlian dalam ilmu hadits,
seperti Al- Hakim, Al- Hafiz, Al-Hujjaj. Karya para ulama masa ini, berbeda
dengan priode sebelumnya.

Ulama mutaqadimmin dalam menyusun kitabnya berusaha sendiri menemui


para sahabat atau pun tabiin yang mempunyai perbedaan hadits, kemudian
meneliti dan menghimpunnya. Sementara itu,ulama muta’akhirin hanya menukil
hadits – hadits yang ada di kitab-kitab hadits para ulama mutaqaddimin.

Beberapa kitab yang disusun pada abad ini, antara lain kitab Mujamul kabir,
Mujamul aushat, Mujamus Sagir karya imam Sulaiman Bin Ahmad Ath-Thabari (
wafat 360H ) Sunan Ad-Daruqutni Karya Imam Abdul Hasan Ali Bin Umar bin
Ahmad Ad-Daruqutni(306-385H ) kitab Sahih Ibnu Khuzaimah Karya Ibnu
Khuzaimah bin Ishaq ( Wafat Tahun 316 H )

E. Priode Pengklasifikasian Hadits

Pada abad ke-5 , Kegiatan yang dilakukan oleh para ulama hadits adalah
menyusun kitab-kitab hadits berdasarkan klasifikasi isi kandungannya. Ada pula
yang menjelaskan (syarh) dan ada pula yang meringkas (ikhtisar) kitab kitab
yang telah disusun oleh para ulama terdahulu. Pada abad ini , lahir kitab-kitab
hadits hukum, misalnya sunanul kubra Karya Abu Bakar Ahmad bin Husen Ali
Al-Baihaqi ( 385-458 H ). Mutaqal Akbar karya Majdudin Al- harani ( wafat
tahun 652 H ) dan kitab Nailul Autar, SyarhcKitab Mutaqal Akhbar Karya Ali
Asy-Syaukani ( 1172-1250 H )

Adapulah kitab-kitab kamus hadits, misalnya al- Jamius Sagir fo Ahadisil


Basyir Wa An-Nazir karya Iamam Jalaluddin As-Suyuti ( 849-911 H ). Kitab
tersebut berisikan kumpulan hadits yang terdapat dalam kitab enam ( Kutubus
Sittah ) dan Lainnya yang disusun secara alfabetis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan hadits dimulai sejak keberadaan Nabi Muhammad SAW. Beliau

meriwayatkan hadits kepada para sahabatnya, sejak saat itulah sumber hukum

kedua muncul, perkembangan hadits sejak zaman Nabi ke Zaman sahabat ke

zaman tabien dan seterusnya berkembang dengan pesat dan baik, banyak para

sahabat dan tabien yang berpindah tempat untuk menemukan/mengetahui hadits

Rasul yang telah tersebar.

Pada zaman sahabat hadits belum dilakukan secara resmi karena mereka masih

memfokuskan terhadap pelafalan, penghafalan, dan pembukuan Al-Qur’an.

Setelah pada masa tabien, hadits mulai dibukukan secara resmi dan

perkembangan dalam penulisan hadits semakin baik. Meski pada saat itu

pengumpulan hadits masih belum terdapat penyaringan antara hadits shahih, daif,

mudu’, dan sebagainya sampai pada abad kedua hijriah. Banyak para ulama yang

mempelajari hadits dan membuat kitab hadits dan pada zaman ketiga hijriah

mulailah ada penyaringan hadits yang pertma kali dilakukan oleh Imam Bukhari.

Beliau menulis hadits shahih saja dalam bukunya Al-Janius Shahih dan disusul

muridnya Muslim serta para ulama yang lain.

Pada abad keempat para ulama tetap terus berupaya menyusun dan

mengumpulkan hadits yang belum diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim

dengan melakukan Istikhraj dan Istidrak.


B. Saran

Untuk lebih cepat memahami makalah ini penulis menyarankan untuk

membaca dengan teliti dan berulang-ulang.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Sehingga kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan
tugas selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai