Anda di halaman 1dari 14

PEMBUKUAN HADIST

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas pada Mata Kuliah

Studi Hadis

Dosen Pengampu : Abd. Muqit

Oleh

PGMI.C/ 4

Robiatul Khasanah (204230268)

Saskia Rahmatania (204230032)

Nova (204230242)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

ISTINTUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nabi Muhammad merupakan Nabi dan Rasul yang terakhir yang diutus oleh Allah
swt. Dibumi ini untuk melaksanakan misi yang telah Allah berikan yaitu misi (risalah)
atau misi keislaman. Mengajak seluruh umat manusia untuk Meng-Esakan Allah, dan
menyeru untuk menyembah hanya kepada-Nya sesuai dengan yang diperintahkan Allah
swt. Selain sebagai utusan Allah swt, Rasulullah merupakan panutan untuk seluruh umat.
Beliau sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud
secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kedudukanya hadist berfungsi sebagai sumber hukum Islam yang kedua
setelah Al- Qur’an, hadis berfungsi sebagai penjelas terkait makna ataupun penunjuk
yang masih bersifat ilmiah.
Berdasarkan perkembanganya, hadist tidak secara langsung terkodifikasi dengan
sempurna sebagaimana dahulu Al- Qur’an dibukukan, banyak perselisihan serta keraguan
para sahabat dalam menulis dan membukukan hadist karena dimasa itu penulisan hadist
serta pembukuannya tidak diperbolehkan oleh Rasulullah hal ini disebabkan oleh
Rasulullah khawatir dengan diperbolehkanya penulisan hadist akan menimbulkan
terciptanya hadist-hadist palsu dikalangan umat muslim.
Dapat disimpulkan, perjalanan pembukuan hadist itu berlangsung konkrit hingga
sampai terwujudnya impian seluruh sahabat yaitu hadis mampu menjadi sebuah pedoman,
sebuah tuntunan serta memberikan gambaran dan penjelasan yang sangat tepat terhadap
permasalahan. Berdasarkan uraian diatas menjadi sebuah ketertarikan penulis untuk
mengetahui serta mengkaji lebih mendalam mengenai Pembukuan Hadist.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Penulisan Hadist?
2. Bagaimana Pengumpulan Hadist?
3. Bagaimana Pembukuan Hadist?
4. Bagaimana Metode Pembukuan ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penulisan Hadist

a. Pro dan Kontra Penulisan Hadist

Hadist Nabi saw sampai kepada kita melalui proses sejarah cukup panjang, dimulai
sejak masa Nabi saw awal abad 1H. Sampai dengan masa penyempurnaan penyusunan kitab-
kitab hadist, sekitar abad IV-V H. Dari beberapa catatan tentang hadist pada masa Nabi saw.,
ada dua hal penting yang perlu dikemukan, yaitu larangan menulis hadist dan perintah
menulis hadist. Pada awalnya, nabi saw. Melarang para sahabat untuk menulis hadist karena
dikhawatirkan akan terjadi pencampuran antara ayat-ayat Al- qur’an dan Hadist.

Larangan ini dilakukan karena Rasulullah khawatir hadist tercampur dengan Al-
qur’an saat itu masih dalam proses penurunan. Namun demikian, harus pula dipahami bahwa
larangan itu tidak bersifat umum. Larangan penulisan hadist itu terkait dengan daya lafal
masing-masing sahabat.

Adanya larangan tersebut berakibat banyak hadist yang tidak ditulis dan seandainya
Nabi tidak pernah melarang pun tidak mungkin hadist dapat ditulis. Disebabkan beberapa
alasan menurut M. Syuhadi Ismail:

1. Hadist disampaikan tidak selalu dihadapan sahabat yang pandai menulis hadist
2. Perhatian Nabi dan para sahabat lebih banyak tercurah pada al- Qur’an
3. Meskipun nabi mempunyai beberapa sekretaris tetapi mereka hanya diberi tugas
menulis wahyu yang turun dan surat-surat nabi

b. Penulisan Hadist pada masa Rasulullah dan Para Sahabat

Pada masa Rasulullah, kodifikasi hadis belum mendapatkan perhatian yang khusus
dan serius dari para sahabat. Para sahabat lebih banyak mencurahkan diri untuk menulis dan
menghafal ayat-ayat al-Qur’an, meskipun dengan sarana dan prasarana yang sangat
sederhana. Hadis pada waktu itu lebih banyak dihafal dan diamalkan. Hal inilah yang
menjadi alasan mengapa ada sebagian sahabat Nabi yang mempunyai hafalan dan
periwayatan hadis yang sangat banyak. Konsepnya sederhana, yaitu mereka menghafalkan
dan langsung mengamalkannya.
Meskipun penulisan hadis belum mendapatkan perhatian khusus dari para sahabat,
Rasulullah saw. menaruh perhatian yang cukup besar terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan.

Muhammad ‘Ajja al- Khatib dalam bukunya al-Sunnah qabl al-Tadwiin menyebutkan tentang
sikap Rasulullah terhadap ilmu pengetahuan. Sikap ini sejalan dengan wahyu pertama yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi, yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5 yang intinya adalah perintah
untuk membaca. Di antara sikap Rasulullah terhadap ilmu pengetahuan adalah seruannya
untuk mencari ilmu, seruannya untuk menyampaikan ilmu, kedudukan orang yang
mengajarkan ilmu pengetahuan (ulama), kedudukan orang yang mencari ilmu, dan wasiat
atau pesan Rasulullah saw. untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

Penulisan hadis sebenarnya sudah terjadi pada masa Rasulullah, walaupun sifatnya
masih individual. Mereka yang telah mempunyai kemampuan menulis melakukannya
sendiri-sendiri seperti yang dilakukan oleh ‘Abd Allah ibn ‘Umar. Itulah sebabnya
ditemukan kesaksian dari pernyataan Abu> Hurayrah bahwa Ibn ‘Umar telah memiliki
tulisan hadis, namun Abu> Hurayrah sendiri saat itu belum mulai menulisnya. Sebagian
sahabat mengangkat juru tulis seperti yang dilakukan oleh Abu Hurayrah yang mengangkat
Hammaam sebagai sekretaris pribadinya.

C. Penulisan Hadis pada Masa Kodifikasi

Seiring dengan program khalifah ‘Umar ibn Khattab meluaskan peta dakwah Islam,
membuat para sahabat terpencar ke berbagai wilayah. Mereka membawa hadis baik yang
dihafal maupun yang sudah ditulisnya ke tempat penugasan masing-masing. Sehingga, di
berbagai wilayah bermunculan pusat-pusat kajian Islam termasuk pusat kajian al-Qur’an dan
hadis. Pasca wafatnya ‘Umar ibn Khattab, kebijakan itu dilanjutkan oleh khalifah Uthman
ibin ‘Affaan dan ‘Ali bin Abi Thslib sehingga untuk menguasai hadis-hadis Nabi pada waktu
itu tidaklah mudah. Seseorang harus melakukan rihlah (perjalanan) ke berbagai wilayah
untuk menemui para sahabat dan kader-kadernya.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kodifikasi hadis pada masa ’Umar ibn
’Abd al-’Aziiz tersebut. Menurut Muhammad al-Zafzaf, kodifikasi hadis tersebut dilakukan
karena beberapa faktor. Pertama, para ulama hadis telah tersebar ke berbagai negeri, dikha-
watirkan hadis akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus
diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Kedua, banyak berita yang diada-
adakan oleh pelaku bid’ah (al-mubtadi’) seperti Khawarij , Rafidah, Shi’ah, dan lain-lain
yang berupa hadis-hadis palsu.

D. Penulisan Hadis pada Masa pasca Kodifikasi

Satu hal yang perlu dicatat dari upaya pembukuan hadis tahap awal adalah masih
bercampurnya antara hadis Nabi saw. dengan berbagai fatwa sahabat dan tabi’in. Hanya
catatan Ibn Hazm (Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm, gubernur kota Madinah di
masa pemerintahan ‘Umar bin Abd al-‘Aziiz) yang secara khusus menghimpun hadis Nabi
karena khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziiz menginstruksikan kepadanya untuk hanya menulis
hadis Nabi. Hanya saja, sangat disayangkan bahwa manuskrip Ibn Hazm tersebut tidak
sampai kepada generasi sekarang.

Namun demikian, pada masa ini pula lahir ulama hadis kenamaan seperti Imam
Malik, Sufyan al-Thawri, al-Auza’i, al-Shafi’i, dan lainnya. Di antara kitab-kitab hadis yang
terkenal pada abad ini adalah Muwatta’ karya Malik ibn Anas, Musnad dan Mukhtalif Hadith|
karya al-Shafi’i. Kitab-kitab ini terus menjadi bahan kajian sampai sekarang. Selanjutnya,
pada permulaan abad ke-3 H., para ulama berusaha untuk memilah atau menyisihkan antara
hadis dengan fatwa sahabat atau tabi’in. Ulama hadis berusaha untuk membukukan hadis-
hadis Nabi secara mandiri, tanpa mencampurkan fatwa sahabat dan tabi’in. Karena itulah,
ulama hadis banyak menyusun kitab-kitab musnad yang bebas dari fatwa sahabat dan tabi’in.

Meskipun demikian, upaya untuk membukukan hadis dalam sebuah kitab musnad ini
bukan tanpa kelemahan. Salah satu kelemahan yang dapat diungkap adalah belum
disisihkannya hadis-hadis yang da’if, termasuk hadis palsu yang sengaja disisipkan untuk
kepentingan-kepentingan golongan tertentu. Melihat kelemahan di atas, ulama hadis tergerak
untuk menyelamatkan hadis dengan membuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menilai
kesahihan suatu hadis. Dengan adanya kaidah dan syarat-syarat tersebut, lahir apa yang
disebut dengan ilmu dirayah hadis yang sangat banyak cabangnya, di samping juga ilmu
riwayah hadis. Di samping itu, sebagai konsekwensi dari upaya pemilahan hadis sahih, hasan,
da’if dan palsu tersebut, maka disusunlah kitab-kitab himpunan khusus hadis sahih dan kitab-
kitab al-Sunan.

Abad ke 3 H. ini lazim disebut dengan abad atau periode seleksi dan penyusunan
kaidah serta syarat periwayatan hadis yang melahirkan sejumlah karya monumental dalam
bidang hadis, seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmudzi,
Sunan al-Nasa’i, dan lainnya. Hal lain yang patut dicermati dari perkembangan studi hadis
pada abad ini adalah mulai berkembangnya ilmu kritik terhadap para perawi hadis yang
disebut ilmu Jarh wa Ta’dil. Dengan ilmu ini dapat diketahui siapa perawi yang dapat
diterima riwayatnya, dan siapa yang ditolak. Abad selanjutnya abad pemisahan antara periode
ulama mutaqaddimun dengn ulama mutaaakhirun.

2.2 pengumpulan Hadist

1. KODIFIKASI PADA MASA RASULULLAH

a. cara Rasul Menyampaikan Hadist

Umat islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari rasulullah
saw. Sebagi sumber hadist. Antara rasulullah dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang
dapat menghambat atau mempersulit pertemuannya. Allah menurunkan Al Quran dan
mengutus nabi muhammad saw. Sebagai utusannya adalah sebuah paket yang tidak dapat di
pisah pisahkan, ada apa yang disampaikannya juga merupakan wahyu

Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan diantara kedua belah pihak sangatlah
terbuka dalam banyak kesempatan . tempat yang biasa digunakan rasulullah bervariasi
seperti masjid,rumah rasulullah,pasar,ketika dalam perjalanan(safar) atau muqim (berada
dirumah rumah) Melalui tempat-tempat tersebut Rasulullah SAW. Menyampaikan hadis,
yang terkadang disampaikannya melalui sabdanya yang didengar oleh para sahabat (melalui
musyafahah), dan terkadang melalui perbuatan serta taqrirnya yang disaksikannya oleh
mereka (melalui musyahadah). Ada beberapa cara Rasulullah SAW. Menyampaikan hadis
kepada para sahabat, yaitu:

a. Pertama, melalaui para jama‟ah pada pusat pembinannya yang disebut majlis al-„ilmi.
Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri guna mengikuti
kegiatan dan ajaran yang diberikan Rasulullah SAW.
b. Kedua, dalam banyak kesempatan Rasul SAW. juga menyampaikan hadisnya melalui
para sahabat tertentu , yang kemudian disampaikan nya kepada orang lain.Hal ini
karena terkadang ketika ia mewurudkan hadist ,para sahabat yang hader hanya
beberapa orang saja , baik karena disengaja oleh Rasul SAW . sendiri atau kebetulan
para sahabat yang hader hanya beberapa orang saja , bahkn hanya 1 orang , seperti
hadist hadist yang ditulis oleh Abdullah ibn Amr ibn Al-„Ash.
c. Ketiga, cara lain yang dilakukan oleh Rasul SAW adalah melalui ceramah atau pidato
pidato terbuka, seperti wada’ dan futuh dimekah

b.perbedaan para sahabat dalam menguasai hadist

Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadist. Ada yang
memilikinya lebih banyak ,tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini dalam beberapa hal.
Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasullah SAW. Kedua,
perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan
mereka karena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasullah
SAW. Ada beberapa orang sahabat yang tercatat sebagi sahabat yang banyak menerima
hadits dari Rasulullah SAW. diantaranya:

 Para sahabat yang tergolong kelompok Al-Sabiqun Al-Awwalun (yang mula-mula


maauk islam), seperti Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali ibn
Abi Thalib.
 Ummahat Al- Mukminin (istri-istri Rasulullah SAW.), seperti Siti Aisyah dan Ummu
Salamah.
 Para sahabat yang disamping selalu dekat dengan Rasullah SAW. juga menuliskan
hadis-hadis yang diterimanya, seperti Abdullah Amr ibn Al-„Ash.

c. Menghafal dan Menulis Hadits

1) Menghafal Hadits
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan AlQur‟an dan
Hadits, sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasullah SAW. menempuh jalan yang
berbeda. Terhadap Al-Qur‟an ia secara resmi menginstruksikan kepada sahabat
supaya ditulis disamping dihafal. Sedang terhadap hadits ia hanya menyuruh
menghafalnya.
2) Menulis Hadits
Sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan
terhadap hadis dan memiliki catatan-catatannya, ialah:
 Abdullah ibn Amr Al-„Ash. Ia memiliki catatan hadis yang menurut
pengakuannya dibenarkan oleh Rasullah SAW., sehingga diberinya nama al-
sahifah al-shadiqah. Menurut suatu riwayat diceritakan, bahwa orang-orang
Quraisy mengkritik sikap Abdullah ibn Amr, karena sikapnya yang menulis
apa yang datang dari Rasullah SAW. Mereka berkata:”Engkau tuliskan apa
saja yang datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara
dalam kedaan marah”.
 Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari(78 H). Ia memiliki catatan hadis dari
Rasullah SAW. tentang manasik haji. Hadishadisnya kemudian diriwayatkan
oleh Muslim.
 Abu Hurairah Al-Dausi(59 H). Ia memiliki catatan hadis yang dikenal dengan
Al-Sahihah. Hasil karyanya ini diwariskan kepada anaknya bernama
Hammam.

2.KODIFIKASI HADIST PADA MASA SAHABAT

a. Menjaga Pesan Rasullah SAW.

Pada masa menjelang akhir kerasulannya, Rasulullah SAW. berpesan kapada para
sahabat agar berpegang teguh kepada Al-Qur‟an dan Hadis serta mengajarkannya kepada
orang lain. Pesan-pesan Rasullah SAW. sangat mendalam pengaruhnya kepada para sahabat,
sehingga segala perhatian yang tercurah sematamata untuk melaksanakan dan memelihara
pesan-pesannya. Kecintaan mereka kepada Rasulullah SAW. dibuktikan dengan
melaksanakan sgala yang dicontohkan.

b. Berhati-hati dalam Meriwayatkan dan Menerima Hadits

Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama menunjukkan perhatian dalam memelihara
hadis. Menurut Al-Dzahabi, Abu Bakar adalah sahabat yang pertama sekali menerima hadis
dengan hatihati.Diriwayatkan oleh ibn Syihab dari Qabisah ibn Zuaib, bahwa seorang nenek
bertanya kepada Abu Bakar soal bagian warisan untuk dirinya. Ketika ia menanyakan bahwa
hal itu tidak diteukan hukumnya, baik dalam Al-Qur‟an maupun Hadis. Al Mughirah
menyebutkan, bahwa Rasullah SAW. memberinya seperenam. Abu bakar kemudian meminta
supaya Al-Mughirah mengajukan saksi lebih dahulu baru kemudian hadisnya diterima

c. Periwayatan Hadis dengan Lafadz dan makna

1) Periwayatan Lafdzi

Periwayatan lafdzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya atau matannya persis
seperti yang diwurudkan Rasulullah SAW. Menurut „Ajjaj Al-Khatib, sebenarnya seluruh
sahabat menginginkan agar periwayatan itu dengan lafdzi bukan dengan maknawi. Sebagian
dari mereka secara ketat melarang meriwayatkan hadis dengan maknanya saja, hingga satu
huruf atau satu katapun tidak boleh diganti. Begitu pula tidak boleh mendahulukan susunan
kata yang disebut Rasullah SAW. dibelakang atau sebaliknya.

2) Periwayatan Maknawi

Periwayatan maknawi artinya periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama
dengan yang didengarnya dari Rasulullah SAWaksn tetapi isi atau maknanya tetap terjaga
secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. tanpa ada perubahan
sedikitpun. Ibnu Mas‟ud misalnya, ketika ia meriwayatkan hadis dengan istilahistilah terentu
yang digunakannya untuk menguatkan penukilanya, seperti dengan kata: qala Rasul SAW.
hakadza (Rasul SAW. telah bersabda begini)

3.KODIFIKASI PADA MASA TABI’IN

Tercatat beberapa kota sebagai pusat pembinaan dalam periwayatan hadis, sebagai
tempat tujuan para tabi‟in dalam mencari hadis. Kota-kota tersebut adalah Madinah Al-
Munawwarah, Makkah Al-Mukarramah, dan Mesir. Pusat pembinaan pertama adalah
Madinah, karena disinilah Rasulullah SAW. hijrah. Di sini pula Rasullah SAW. membina
masyarakat Islam yang didalamnya terdiri atas Muhajirin dan Anshar . Para tabi‟in disini
diantaranya Sa‟id ibn Al-Musyayyab ,„Urwah ibn Zubair dan Salim ibn Abdillah ibn Umar.
Diantara tabi‟in yang berada di Makkah diantaranya Atha‟ ibn Abi Rabah, Diantara tabi‟in
yang berda di Mesia diantaranya Yazid ibn Abi Habib, Abdullah ibn Abi Ja‟far dan Abdullah
ibn Sulaiman Al-Thawil.

4.KODIFIKASI PADA MASA SEKARANG

Mulai dari masa baghdad diancurkan oleh Hulagu Khan, berpindahlah kegiatan
perkembangan hadits ke Mesir dan India. Dalam masa ini banyaklah kepala-kepala
pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits seperti Al Barquq.

Disamping itu tak dapat dilupakan usaha ulama-ulama india dalam mengembangkan
kitab-kitab hadits yang berkembang dalam masyarakat umat islam dengan usaha penerbitan
yang dilakukan oleh ulama-ulama india. Merekalah yang menerbitkan kitab “ulumul hadits”
karangan Al Hakim. Pada masa akhir-akhir ini berpindah pula kegiatan itu ke daerah kerajaan
saudi arabia.

a. Jalan-jalan yang di tempuh dalam masa ini ialah :

menertibkan isi kitab kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab-kitab takhrij,
serta membuat kitab-kitab jami‟ yang umum, kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits
hukum, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam beberapa kitab, mentakhrijkan
hadits-hadits yang terkenal dalam masyarakat dan menyusun kitab Athraf.

b. Diantara kitab-kitab yang disusun dalam periode ini adalah:

1) Kitab-kitab Zawaid
Dalam periode ini bangunlah ulama mengumpulkan hadits-hadits yang tak terdapat dalam
kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu. Kitab-kitab itu mereka namai,
Kitab Zawaid. Diantara kitab Zawaid yang tekenal, ialah :

a) Kitab Zawaid Sunan Ibnu Majah

b) Kitab Ith-haful Maharah bi zawaidil Masanidil „aAsyrah

c) Kitab zawaid As Sunnil Kubra

d) Kitab Al Mathalibul Aliyah fi zawaidil Masanadi I-Tsamaniyah

2) Kitab-kitab Jawami yang umum Ulama-ulama hadits dalam periode ini mengumpulkan
pula haditshadits yang terdapat dalam bebrapa kitab, kedalam sebuah kitab yang tertentu.
Diantara kitab yang merupakan jawami yang umum, ialah :

a) Kitab Jami‟ul Masanid was Sunan Al Hadi li aqwami sanan

b) Jami‟ulJawami

3) Tokoh-tokoh hadits dalam masa ini

a) Az Zahaby

b) Al Asqalani

c) As Sayuti

2.3 PEMBUKUAN HADIST

A. pengertian Pembukuan

Pembukuan dalam bahas inggris dikenal dengan kata codification yang berarti
penyusunan menurut aturan atau system tertentu. Sedangkan dalam bahasa arab dikenal
dengan istilah Pembukuan dalam bahasa inggris dikenal dengan kata codification yang
berarti penyusunan menurut aturan atau system tertentu. Sedangkan dalam bahasa arab
dikenal dengan istilah tadwin (M‫ )التدوين‬yang bermakna (ϥ‫ديوا فى تشتت‬Ϥ‫ )ال‬artinya: mengikat
yang terpisah dan mengumpulkan yang terurai (dari tulisan-tulisan) pada suatu diwaan.
Tadwin merupakan bentuk masdar dari ‫ًأ ْنيِوْ تد ي‬Ց‫د ِو‬Ւ‫ن‬ՑՑ َ‫دون‬Ւ
َ

yang berarti menulis dan mencatat. Dan diwaan yang merupakan kumpulan kertas-
kertas atau kitab yang biasanya dipakai untuk mencatat keperluan tertentu. Jadi perbedaan
penulisan dan pembukuan hadis ialah jika penulisan maka seseorang yang menulis yang
menulis hadis pada sebuah shohifah atau lebih. Sedang Pembukuan adalah mengumpulkan
shahifah-shohifah yang sudah ditulis dan yang dihafal dalam dada, lalu menyusunnya
sehingga menjadi dalam satu buku.
B.SEJARAH PEMBUKUAN HADIS

1.Masa Penyebaran Hadis

Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa proses kodifikasi hadis dilakukan
secara bertahap tahapan tersebut dimulai dengan pengumpulan lembaran-lembaran yang
mudah tertulis dan yang dihafal di dalam dada kemudian mengumpulkan lembaran tersebut
ke dalam satu buku

Dalam sejarah periode pertama dalam pertumbuhan dan perkembangan hadis adalah
periode Rasululah saw.Periode ini berlangsung selama 23 tahun,mulai tahun 13SH/610M
sampai dengan tahun 11SH/632M.Rasulullah hidup ditengah masyarakat dan para
sahabatnya.didalam kehidupannya mereka sangat senang menjalaninya karena hidup mereka
bebas tidak ada larangan,dan larangan yang mempersulit para sahbat untuk dekat dengan
rasulullah.Pada periode ini juga disebut sebaga masa turunnya wahyu dan pembentukkan
masyarakat. Para sahabat menerima wahyu secara langsung dan tidak langsung.Penerimaan
hadis secara langsung contohnya ketika mendengarkan Rasulullah saw memberikan
khotbah,ceramah,pengajian, khotbah atau penjelasan terhadap pertanyaan. Adapun
penerimaan secara tidak langsung misalnya mendengar dari sahabat lain atau dari utusan-
utusan, baik utusan yang dikirim oleh Nabi saw ke daerah-daerah tertentu.

Selain itu, para pedagang dari berbagai kota juga sangat berperan sangat penting
dalam penyebaran hadist tersebut. Mereka berdagang sekaligus berdakwah untuk
membagikan pengetahuan yang mereka peroleh dari Nabi kepada orang-orang yang mereka
temui

Adapn faktor faktor yang mendukung percepatan penyebaran hadis dimasa Rasulullah
saw:

 Semangat dan kesungguhan Rasulullah saw dalam penyampaian dakwah dan


menyebarkan islam
 Karakter ajaran islam sebagai ajaran telah membangkitkan semangat orang di
lingkungannya
 Peranan istri Rasulullah saw yang amat besar dalam penyiaran dan
menyampaikan ke orang lain
 Semangat para sahabat untuk mencari ilmu,menghafalkannya dan
menyampaikan ke orang lain.
 Para utusan,delegasi, dan pejabat pejabat rosul
 Haji wada'

C.PEMELIHARAAN HADIS DALAM HAFALAN DAN TULISAN

Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-qur’an dan hadis,


sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasululloh SAW. Mengambil kebijaksanaan yang berbeda.
Terhadap AlQur’an, beliau secara resmi memberi instruksi kepada sahabat tertentu supaya
menulis disamping
menghafalkannya, sedangkan terhadap hadis, perintah resmi itu hanya untuk
menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain. Perintah resmi, seperti halnya Al-
Qur’an, tidak diperkenankan Rasul.Akan tetapi ada beberapa nash-nash yang bertentangan
dalam hal penulisan hadis, sebagian menunujukkan adanya larangan penulisan dan sebagian
lain membolehkan adanya penulisan.Diantara nash-nash yang mebolehkan yaitu adanya
sahabat yang menulis hadis-hadis nabi yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh
Rosululloh SAW., sehingga diberinya nama ash-shahifa as-shodiqoh.

Ash-shahifa as-shodiqoh merupakan salah satu shahifah- shahifah yang terkenal pada
masa Nabi yang ditulis oleh Abdulloh bin Amru bin Al-Ash langsung dari
Rosululloh.10Sedang nash yang tidak membolehkan antara lain riwayat Abu hurairah
Rodlyallohu Anhu, beliau berkata, “Rasululloh SAW datang kepada kami dan sedangkan
kami menulis hadis, lalu beliau

berkata, “ Apa yang sedang kalian tulis?” kami menjawab, “ Hadis-hadis yang kami
dengar dari engkau.” Beliau berkata, “Apakah kalian menghendaki kitab selain Kitabulloh?
Tidaklah sesat umat sebelum kalian melainkan kerana menulis dari kitab-kitab selain
Kitabulloh. Dan masih banyak nash-nash yang lain tentang pertentangan penulisan hadis.

Dengan adanya perbedaan nash-nash inilah para ulama berselisih pendapat dalam
penulisan

hadis dan memadukannya sebagai hukum, antara lain:

 Larangan penulisan terjadi pada awal masa perkembangan Islam,


dikhawatirkan terjadi
 percampuran dan penggabungan antara hadis dan Al-Qur’an. Ketika keadaan
sudah aman dan kondusif dan banyak penghafal Al-Qur’an, Rosululloh SAW
mengizinkan untuk menulis hadis, dan larangan sebelumnya menjadi terhapus.
 Larangan hanya khusus pada penulisan hadis bersamaan dengan Al-Qur’an
dalam satu lembar, karena dikhawatirkan terjadi kemiripan atau persamaan.
 Larangan hanya bagi orang yang diyakini mampu menghafalnya karena
dikhawatirkan akan bergantung pada tulisan, sedang diperbolehkan bagi orang
yang diyakini tidak mampu menghafalnya.

2.4 METODE PEMBUKUAN HADIST

Para penulis mempunyai beberapa metode dalam penyusunan hadis. Metode yang
digunakan oleh para ulama meliputi beberapa hal.

a. Metode Masanid Al-Masanid, jamak dari sanad, maksudnya buku-buku yang berisi
tentang kumpulan hadis setiap sahabat secara tersendiri, baik hadis sahih, hasan, atau
dhaif. Al-Masanid yang dibuat oleh para ulama hadis jumlahnya banyak. Al-Kittani
dalam kitabnya Ar-Risalah Al-Mustathrafah menyebutkan jumlahnya sebanyak 82
Musnad, kemudian berkata, “Musnad itu jumlahnya banyak selain yang telah kami
sebutkan.” Adapun musnad-musnad yang paling terkenal adalah: a) Musnad Abu
Dawud Sulaiman bin Dawud AtThayalisi (w.204 H); b) Musnad Abu Bakar
‘Abdullah bin Az-Zubair Alhumaidy (w.219 H); c) Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
(w.241 H); d) Musnad Abu Bakar ahmad bin Amru Al-Bazzar (w.292 H); dan e)
Musnad Abu Ya’la Ahmad bin Ali Al-Mutsanna Al-Mushili (w.307 H).
b. Al-Ma’ajim Al-Ma’ajim adalah jamak dari mu’jam. Menurut istilah para ahli hadis,
Al-Ma’ajim adalah buku yang berisi kumpulan hadis yang berurutan berdasarkan
nama-nama sahabat, atau guru-guru penyusun, atau negeri, sesuai dengan huruf
hijaiyah. Kitab-kitab Mu’jam yang terkenal, antara lain: a) Al-Mu’jam Al-Kabir karya
Abul Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Thabarani (w.360 H); b) Al-Mu’jam Al-Awsat
karya Abdul Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Thabarani; c) Al-Mu’jam Ash-Shaghir
karya At-Thabarani; dan d) Mu’jam Al-Buldan karya Abu Ya’la Ahmad bin’Ali Al-
Mushli (w.307H).
c. Al-Jawami’ Al-Jawami’ jamak dari jaami’. Jawami’ dalam karya hadis adalah yang
disusun dan dibukukan pengarangnya terhadap semua pembahasan agama. Dalam
Kitab ini, orang akan menemukan bab tentang iman (akidah), thaharah, ibadah,
muamalat, pernikahan, sirah, riwayat hidup, tafsir, adab, penyucian jiwa, fitnah, dan
sebagainya.
d. Pembahasan Fiqih Metode yang dipakai dalam penyusunan kitab ini adalah dengan
menyebutkan Bab-bab fiqih secara berurutan, dimulai dengan kitab thaharah,
kemudian kitab shalat, ibadah, muamalat, dan seluruh bab yang berkenaan dengan
hukum fiqih. Terkadang ada pula judul yang tidak berkaitan dengan masalah fiqih,
seperti kitab iman atau adab. Karya-karya yang terkenal dengan metode ini adalah As-
Sunan, Al-Mushannafat, dan Al-Muwaththa’at. As-Sunan yaitu kitab-kitab yang
disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqih, dan hanya memuat hadis yang marfu’ agar
dijadikan sebagai sumber bagi para fuqaha dalam mengambil kesimupulan hukum.
As-Sunan berbeda dengan Al-Jawami’. Sedangkan Al-Mushanafat merupakan jamak
dari mushannaf. Menurut istilah ahli hadis, Al-Mushanafat adalah sebuah kitab yang
disusun berdasarkan urutan bab-bab tentang fikih. Adapun AlMuwaththa’at
merupakan jamak dari muwaththa’. Menurut istilah ahli hadis, Al-Muwaththa’at
adalah sebuah kitab yang tersusun berdasarkan urutan babbab fikih dan mencakup
hadis-hadis marfu’, mauquf, dan maqthu’, sama seperti Mushanaf, meskipun namanya
berbeda
e. Kitab Sahih Kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Al-Muwaththa’ karya Imam
Malik, dan Al-Mustadrak karya Al-Hakim.
f. Karya Tematik Karya tematik dibagi dua, yaitu At-Targhib wa At-Tarhib dan buku
tentang amal. At-Tarhib wa At-Tarhib adalah kitab-kitab hadis yang berisi kumpulan
hadis tentang targhib (motivasi) terhadap perintah agama. Sedangkan yang kedua
yaitu buku tentang kezuhudan, keutamaan amal adab dan akhlak. Kitab-kitab yang
ditulis dengan metode ini, antara lain kitab AzZuhd karya Imam Ahmad bin Hanbal
(w.241H).
g. Kutubul Ahkam Kutubul Ahkam adalah buku-buku yang memuat tentang hadis-hadis
hukum fiqih saja, di antanya yang terkenal adalah Al-Ahkam karya Abdul Ghani bin
Abdul wahid Al-Maqdisi (w.600 H), Undatul Ahkam ‘an Sayyidil Anam karya Al-
Maqdisi juga, Al-Imam fi Hadis Al-Ahkam karya Muhammad bin Ali, yang dikenal
dengan ibnu Daqiq Al-‘Ied (w.702 H), Al-Imam bi Ahadits Al-Ahkam karya Ibnu
Daqiq Al-‘Ied juga, ringkasan dari kitab AlImam,Al-Muntaqa fi Al-Ahkam karya
Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani (w.652 H), dan Bulughul Maram
min Asillatil Ahkam karya Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (w.852
H).
h. Merangkaikan Al-Majami’ Al-Majami’ merupakan jamak dari majma’, yaitu setiap
kitab yang berisi kumpulan beberapa mushannaf dan disusun berdasarkan urutan
mushannaf yang telah dikumpulkan tersebut.
i. Al-Ajza’ Merupakan jamak dari juz, yaitu setiap kitab kecil yang berisi kumpulan
riwayat seorang perawi hadis, atau yang berkaitam dengan salah satu permasalahan
secara terperinci, seperti juz’u Marawahu Abu Hanifah ‘AnAsh-Shahabah karya
Ustadz Abu Ma’syar Abdul Karim bin Abdus Shamad Ath-Thabari, Juz’u Raf’al-
Yadain Fi As-Shalat karya Al-Bukhari.
j. Al-Athraf Yaitu setiap kitab yang hanya menyebutkan sebagian hadis yang dapat
menunjukan lanjutan hadis yang dimaksud, kemudian mengumpulkan seluruh
sanadnya, baik sanad satu kitab ataupun sanad dari beberapa kitab.
k. Kumpulan Hadis Masyhur Diucapkan secara lisan atau tematik mereka menjelaskan
derajat hadis tersebut dari segi dhaif atau maudhu’; atau yang tidak jelas asalnya,
meskipun sudah sedemikian masyhur. Di antara ulama, ada juga yang memperhatikan
penulisan hadis palsu secara khusus.
l. Az-Zawa’id Adalah karya yang berisi kumpulan hadis tambahan terhadap hadis yang
ada pada sebagian kitab yang lain. Karya yang terkenal dalam bidang ini, antara lain
Mishbah Az-Zujajah fi Zawa’id Ibnu Majah karya Abu Abbas Ahmad bin
Muhammad Al-Bushairi (w.84 H) (Solahudin, 2017).
m. Perkembangan pembukuan hadis meliputi beberapa hal. Pertama, musnad yaitu
menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah atau
topiknya. Kedua, al-Jami’ yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi
sembilan masalah. Ketiga, sunan yaitu teknik menghimpun hadis secara bab seperti
fiqh.

Anda mungkin juga menyukai