Sayangnya keberadaan suhuf yang asli ini telah banyak yang hilang di masa khalifah
umar bin abdul aziz, walaupun ada sebagian yang masih survive seperti shahifah hammam bin
munabbih yang memperkenalkan sumber informasinya ketika meriwayatkan hadist dengan
sebutan sanad atau isnad, yakni guru yang melalui mereka seorang kolektor hadits sampai
kepada nabi Muhammad SAW.
CARA SAHABAT MENERIMA HADIST
Para sahabat adalah pioner tongkat estafet pertama dalam penyebaran hadits-hadits
nabi, adapun hadist yang diterima oleh sahabat cepat menyebar ke masyarakat dikarenakan
para sahabat berlomba mendapatkan hadist nabi kemudian langsung menyampaikan kepada
orang lain. Ada beberapa cara para sahabat menerima hadits yaitu:
1. Secara langsung dari nabi
a. Melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dari nabi dengan menjelaskan hukumnya di
kalangan kaum muslimin melalui saksi primer.
b. Melalui kejadian dan peristiwa yang di alami sahabat lalu mereka menyaksikan tindakan
yang dilakukan Rosulullah .
2. Secara Tidak Langsung
Dalam hal ini para sahabat mendengar, melihat atau menyaksikan segala sesuatu yang
berkaitan dengan Nabi SAW.Walaupun status mereka sebagai saksi sekunder.
Periwayatan Secara Makna adalah periwayatan hadits dengan perubahan dari segi
lafal, mereka yang meriwayatkan hadits ini menyampaikan dengan Bahasa mereka sendiri.
HADITS PADA MASA THABIIN
Periwayatan hadist dari para thabiin ini tidak jauh beda dengan dilakukan oleh para
sahabat , yang membdakan adalah persoalan yang di hadapi sudah berbeda dengan para
sahabat dimana pada masa ini Al-Quran sudah di susun dalam satu mushaf, sehingga pilihan
mereka harus belajar kepada para ahli hadis yang menyebar di berbagai wilayah kekuasaan
islam. Adapun pusat pembinaan hadist dilakukan di kota-kota seperti Madinah, Makkah,
Kuffah, Syam, mesir, Maghrib dan Andalas.
PERGOLAKAN POLITIK DAN PEMALSUAN HADITS
Pergolakan ini terjadi pada masa sahabat yaitu ketika kekuasaan dipegang oleh Ali
bin Abi Thalib dengan terpecahnya umat islam menjadi beberapa kelompok, sehingga dari
pergolakan politik tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan hadis berikutnya.
Pengaruh negatifnya berupa munculnya beberapa hadits palsu (Maudhu’) , sedang pengaruh
positifnya berupa lahirnya rencana dan usaha yang mendorong diadakanya kodifikasi sebagai
upaya penyelamatan pemalsuan dan pemusnahan dampak dari pergolakan politik pada masa
itu.
: