Anda di halaman 1dari 8

BAB 3

SEJARAH PENGHIMPUNAN DAN PEMBINAAN HADIS


A. PERIODE NABI MUHAMMAD SAW (13 SH-11 H)
Nabi dalam melaksanakan tugas sucinya yaitu sebagai Rasul berdakwah,
menyampaikan dan mengajarkan risalah Islamiyah kepada umatnya. Nabi sebagai
sumber hadis menjadi figur sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala
aktivitas beliau seperti perkataan, perbuatan, dan segala keputusan beliau diingat dan
disampaikan kepada sahabat lain yang tidak menyaksikannya, karena tidak seluruh
sahabat apat hdir di majelis Nabi dan tidak seluruhnya selalu meneemani beliau.
Nabi SAW juga menjadi pusat narasumber, referensi, dan tumpuan pertanyaan
ketika mereka menghadapi suatu masalah, baik secara tidak langsung atau tidak
langsung seperti melalui istri-istri beliau dalam masalah-masalah keluarga dan
kewanitaan, karena mereka orang-orang yang paling mengetahui keadaan Rasul
dalam masalah keluarga.
Ajaj Al-Khathib menjelaskan bahwa proses terjadinya hadis bisa timbul dari
berbagai sisi, antara lain 3 sisi berikut ini.
1. Terjadi pada Nabi sendiri kemudian dijelaskan hukumnya kepada sahabat
dan kemudian para sahabat sampaikan kepada sahabat lain.
2. Terjadi pada sahabat atau kaum muslimin karena mengalami suatu
problem masalah kemudian bertanya kepada Rasulullah.
3. Segala amal perbuatan dan tindakan Nabi dalam melaksanakan syariah
Islamiyah, baik menyangkut ibadah dan akhlak yang disaksikan para
sahabat, kemudian mereka sampaikan kepada para tabiin.

Secara resmi memang Nabi melarang menulis hadis bagi umum karena
khawatir bercampur antara hadis dan Alquran. Bagaimana tidak khawatir?
Alquran dan hadis sama-sama berbahasa Arab dan sama-sama disampaikan
melalui lisan Rasul bagi hadis qauli. Jika sarana dan prasarana yang sangat
sederhana itu Alquran dan hadis ditulis di atasnya dalam bentuk satu catatan
atau satu lembar pelepah kurma, sulit untuk membedakan antara Alquran dan
hadis. Diantara hadis yang melarang penulisannya adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Janganlah engkau tulis daripadaku, barangsiapa menuis
daripadaku selain Alquran maka hapuslah. (HR. Muslim)
Hadis yang memperbolehkan penulisan sunnah juga banyak diantaranya:
Dari Abu Hurairah RA bahwa ada seorang laki-laki dari sahabat
Anshar menyaksikan hadis Rasulullah, tetapi tidak hafal, kemudian
bertanya kepada Abu Hurairah maka ia memberitakannya. Kemudian
ia mengadu kepada Rasulullah tentang hafalannya yang minim
tersebut, maka Nabi SAW bersabda: Bantulah hafalanmu dengan
tanganmu. (HR. At-Tirmidzi)
Dengan demikian, penulisan hadis tetap diperbolehkan bahkan dipeintahkan
dalam rangka memelihara sunnah sebagai sumber syariah Islamiyah sampai
sekarang dan kesimpulan iniah yang disepakati para ulama.
B. PERIODE SAHABAT (12-98 H)
Pada masa Khulafa Ar-Rasyidin, Abu Bakar pernah berkeinginan membukukan
sunnah, tetapi digagalkankarena khawatir terjadi fitnah di tangan orang-orang yang
tidak dapat dipercaya.
Begitu juga dengan Umar bin Al-Khaththab kekhawatirannya adalah
tasyabbuh/menyerupai dengan ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani yang
meninggalkan kitab Allah dan menggantinya dengan kalam mereka dan menempatkan
biografi para Nabi mereka di dalam kitab Tuhan mereka.
Penyampaian periwayatan dilakukan secara lisan dan hanya jika benar-benar
diperlukan saja. Kedua khalifah di atas menerima hadis dari orang perorang dengan
syarat disertai saksi yang menguatkan atau disertai sumpah. Oleh karena itu, pada
masa Khulafa Ar-Rasyidin disebut sebagai masa pembatasan periwayatan (taqlil ar-
riwayah).
Hukum kebolehan menulis hadis terjadi secara berangsur-angsur (at-tadarruj). Pada
saat wahyu turun, umat Islam menghabiskan waktunya untuk menghafal dan menulis
Alquran. Kemudian setelah Alquran dapat terpelihara dengan baik, mereka telah
mampu membedakannya dengan catatan sunnah, dan tidak ada kekhawatiran
meninggalkan Alquran, para ulama sepakat bolehnya penulisan dan pengodifikasian
sunnah.
Ada 6 orang di antara sahabat yang tergolong banyak meriwayatkan hadis, yaitu
sebagai berikut.
1. Abu Hurairah, sebanyak 5.374 buah hadis.
2. Abdullah bin Umar bin Al-Khaththab, sebanyak 2.635 buah hadis.
3. Anas bin Malik, sebanyak 2.286 buah hadis.
4. Aisyah Ummi Al-Mukminin, sebanyak 2.210 buah hadis.
5. Abdullah bin Abbas, sebanyak 1.1660 buah hadis.
6. Jabir bin Abdullah, sebanyak 1.540 buah hadis.
Pada masa Ali, timbul perpecahan di kalangan umat Islam akibat konflik politik
antara pendukung Ali dan Muawiyah. Umat Islam terpecah menjadi tiga golongan,
yaitu Khawarij, Syiah, dan Jumhur muslimin.
Akibat perpecahan ini mereka tidak segan-segan membuat hadis palsu (mawdhu).
Ulama di kalangan sahabat tidak tinggal diam dalam menghadapi pemalsuan hadis di
atas. Mereka berusaha menjaga kemurnian hadis dengan serius dan sungguh-sungguh,
diantaranya mengadakan perlawatan ke berbagai daerah Islam (rihlah) untuk
mengecek kebenaran hadis yang telah sampai kepada mereka, baik dari segi matan
atau sanad.
Telah banyak didapatkan catatan atau penulisan hadis sebelum pengodifikasian secara
resmi berdasarkan instruksi seorang khalifah. Di antara dokumentasi penting adalah
sebagai berikut.
1. Ash-Shahifah Ash-Shadiqah, tulisan Abdullah bin Amr bin Al-Ash (w. 65 H).
Tulisan ini berbentuk lembaran-lembaran sesuai dengan namanya Ash-Shahifah
(lembaran), memuat lebih kurang 1.000 hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad
dalam Musnad-nya dan kitab-kitab Sunan lain. Ash-Shahifah ini dokumentasi
penting, ilmiah, dan bersejarah, karena ia tulis dengan tangannya sendiri dan
mendapat izin dari Rasulullah. Oleh karena itu, dinamakan Ash-Shahifah, artinya
benar-benar diterima dari Nabi secara langsung tanpa ada perantara.
2. Ash-Shahifah Jabir bin Abd Allah Al-Anshari (w. 78 H) yang diriwayatkan oleh
sebagian sahabat. Jabir mempunyai majelis atau halaqah di Masjid Nabawi dan
mengajarkan hadis-hadisnya secara imla atau dikte.
3. Ash-Shahifah Ash-Shahihah, catatan salah seorang tabiin Hammam bin
Munabbih (w. 131 H). Hadis-hadisnya banyak diriwayatkan dari sahabat besar
Abu Hurairah, berisikan lebih kurang 138 buah hadis. Hadisnya sampai kepada
kita yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan oleh Al-
Bukhari dalam berbagai bab.
C. PERIODE TABIIN
Pada masa abad ini disebut Masa Pengodifikasian Hadis (al-jamu wa at-tadwin).
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-101 H), yang hidup pada akhir abad 1 H
menganggap perlu adanya penghimpunan dan pembukuan hadis, karena beliau
khawatir lenyapnya ajaran-ajaran Nabi setelah wafatnya para ulama, baik di kalangan
sahabat maupun tabiin. Oleh karena itu, beliau intruksikan kepada para gubernur di
seluruh wilayah negeri Islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan
membukukan hadis. Para ahli sejarah dan ulama berpendapat bahwa Ibnu Asy-Syihab
Az-Zuhri orang pertama yang mengodifikasikan hadis pada awal tahun 100 H di
bawah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Penghimpunan hadis pada abad ini masih campur dengan perkataan sahabat dan
fatwanya. Berbeda dengan penulisan pada abad sebelumnya yang masih berbentuk
lembaran-lembaran (shuhuf) atau shahifah-shahifah (lembaran-lembaran) yang hanya
diumpulkan tanpa klasifikasi ke dalam beberapa bab secara tertib pada masa ini sudah
dihimpun per bab. Materi hadisnya dihimpun dari shuhuf yang ditulis oleh para
sahabat sebelumnya dan diperoleh melalui periwyatan secara lisan, baik dari sahabat
atau tabiin.

Di antara buku-buku yang muncul pada masa ini adalah sebagai berikut.
1. Al-Muwaththa yang ditulis oleh Imam Malik.
2. Al-Mushannaf oleh Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shanani.
3. As-Sunnah ditulis oleh Abd bin Manshur.
4. Al-Mushannaf dihimpun oleh Abu Bakar bin Syaybah.
5. Musnad Asy-Syafii

Teknik pembukuan hadis


1. Al-Mushannaf
Secara bahasa diartikan sesuatu yang tersusun. Adapun dalam istilah, yaitu tkenik
pembukuan hadis yang didasarkan pada klasifikasi hukum figh dan di dalamnya
mencantumkan hadis marfu, mawquf, dan maqthu. Misalnya, Al-Mushannaf oleh
Abdul Razzaq bin Hammam Ash-Shanani.
2. Al-Muwaththa
Secara bahasa diartikan sesuatu yang dimudahkan. Adapun dalam istilah Al-
Muwaththa diartikan sama dengan Mushannaf, yaitu teknik pembukuan hadis
yang didasrkan pada klasifikasi hukum fiqh dan di dalamnya mencantumkan hadis
marfu, mawquf, dan maqthu. Misalnya, Al-Muwaththa Imam Malik (w. 179 H),
dan Al-Muwaththa Ibnu Dziib Al-Marwazi (w. 158 H).
3. Musnad
Secara bahasa artinya tempat sandaran, sedangkan dalam istilah adalah
pembukuan hadis yang didasarkan pada nama para sahabat yang meriwayatkan
hadis tesebut, seperti Musnad As-Syafii. Berarti hadis-hadis yang dihimpun Asy-
Syafii, sistematikanya disandarkan atau didasarkan pada nama para sahabat yang
meriwayatkannya.
D. PERIODE TABI TABIIN
Periode tabi tabiin, artinya periode pengikut tabiin, yaitu pada abad ke-3 H yang
disebut ulama dahulu/salaf/mutaqqaddimin. Sedangkan ulama pada abad berikutnya,
abad ke-4 H dan setelahnya disebut ulama belakangan/khalaf/mutaakhirin.
Pada periode ini lahir Buku Induk Hadis Enam (Ummahat Kutub As-Sittah) yang
dijadikan pedoman dan referensi para ulama hadis berikutnya, yaitu sbgai berikut.
1. Al-Jami Ash-Shahih li Al-Bukhari (194-256 H).
2. Al-Jami Ash-Shahih li Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyayri (204-261 H).
3. Sunan An-Nasai (215-303 H).
4. Sunan Abu Dawud (202-276 H).
5. Jami At-Tirmidzi (209-269 H).
6. Sunan Ibnu Majah Al-Qazwini (209-276 H).

Perkembangan pembukuan hadis pada periode tabi tabiin ada 3 bentuk, yaitu:
1. Musnad
Menghimpun semua hadis dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah
atau topiknya, tidak per bab seperti fiqh dan kualitas hadisnya ada yang shahih,
hasan dan dhaif. Kitab hadis yang disusun secara musnad ini misalnya, Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H) dan Musnad Ahmad bin Rahawaih (161-
238 H).
2. Al-Jami
Teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi sembilan masalah, yaitu aqaid,
hukum, perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, tarikh, sifat-sifat akhlak
(syamail), fitnah, dan sejarah (manaqib). Mislanya, Al-Jami Ash-Shahih li Al-
Bukhari, Al-Jami Ash-Shahih li Muslim, dan Jami At-Tirmidzi.
3. Sunan
Teknik penghimpunan hadis secara bab sepeti fiqh, setiap bab memuat beberapa hadis dalam
suatu topik, seperti Sunan An-Nasai, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan Abu Dawud . Di dalam
kitab ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, tetapi tidak terlal dhaif seperti hadis Munkar.

Anda mungkin juga menyukai