Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas di seluruh sentereo jagad raya
ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari peran penting para aktor di belakangnya. Para aktor
tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu hadits yang tentu
hebat karena mereka memiliki potensi diri yang baik, baik dari segi intelektual, tetapi juga
emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal ini, tentu tidak sembarang orang bisa
melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan dalam melaksanakan tugas ini atau tentu
banyak rintangan dan perjuangan, namun hal ini juga tidak menutup kemungkinan kita
bisa menjadi seperti merka. Untuk itu, kita perlu mengetahui lebih jauh bagaimana aktor-
aktor hebat tersebut. Dengan harapan kita bisa menjadikan mereka sebagai tauladan atau
motivasi bagi kita untuk menjadi orang besar dan hebat.
Mempelajari hadits merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab hadits merupakan
salah satu pegangan dalam ajaran islam. Begitu pula dalam mempelajari ilmu hadits tak
bisa dielakkan dalam mempelajari sejarah para periwayatnya untuk mengetahui kedudukan
suatu hadits. Demikian juga dalam mentakhrij suatu hadits, maka kita harus mengetahui
tentang biografi perawi hadits dan karya- karnya.
Kedudukan hadits juga akan dipengaruhi oleh siapa yang meriwayatkannya, setelah
diketahui bagaimana seorang rawi maka ini merupakan salah satu faktor penentu apakah
hadits tersebut shahih, hasan, atau dhaif.

B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tentang beberapa biografi ulama hadits

i
BAB II
BIOGRAFI ULAMA HADITS

1. Imam At- Turmudzi


Nama lengkap tirmizi ialah Abu isa muhammad bin isa bin surah adalah seorang
muhaddis yang di lahirkan di kota turmudz, sebuah kota kecil dipinggil utara sungai
amudaria, sebelah utara iran beliau di lahirkan di kota tersebut pada bulan zulhijjah tahun
200 H. ( 824 M).1
Imam bukhari dan Imam Turmudzi, keduanya sedaerah, sebab bukhara dan
turmudz itu adalah satu daerah dari daerah waraun-nahar.
Beliau mengambil Hadits dari Ulama Hadits yang ternama seperti: Qutaibah bin
sa’id, ishak bin musa, Al- bukhri dan lain- lain. orang- orang banyak belajar hadits pada
beliau dan di antara sekian banyak muridnya antara lain: Muhammad bin Ahmad bin
mahbud.
Beliau menyusun kitab sunan dan kitab ilalul Hadits. Kitab sunan ini bagus sekali,
Banyak faedahnya dan hukum- hukumnya lebih tertib. Setelah selesai kitab ini di tulis,
menurut pengakuan beliau sendiri di kemukakan kepada ulama Hijaz, Irak dan khurassan,
dan ulama tersebut meridhainya, serta menerimanya dengan baik. “ barang siapa yang
menyimpan kitab saya ini”, kata beliau, “ seolah- olah di rumahnya ada seorang nabi yang
selalu berbicara”. Pada akhirnya kitab belaiau menerangkan, bahwa semua Hadits yang
terdapat dalam kitab ini adalah ma’mul ( dapat di amalkan). Beliau wafat di Turmudz pada
akhir ra’jab tahun 279 H. (892 M).

2. Malik Bin Annas


Dia bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin
Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi, atau populer di
kalangan umat Islam sebagai Imam Malik. Beliau lahir di Madinah pada 93 H. Latar
belakang keluarganya sangat terhormat dan memiliki status sosial tinggi, baik pada masa
Islam maupun sebelumnya. Keluarga Imam Malik berasal dari Yaman. Tapi pada saat
anggota keluarganya masuk Islam, mereka memutuskan untuk pindah ke Madinah,
mendekati sumber ilmu agama pada masa itu.2
Dalam usia muda, Imam Malik telah menguasai banyak ilmu. Kecintaannya kepada
ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya diabdikan dalam dunia pendidikan. Dalam
mencari ilmu, Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam
sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya.

1 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushtalahul..,Hal.382


2 Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik : Kisah Perjalanan dan Pelajaran Hidup Sang Pengusung Kebebasan Berpikir,
Jakarta, Zaman, 2012, Hal. 36

i
Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum
berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang
manusia.

Kegigihannya dalam menuntut ilmu menjadikannya berpengatahuan luas dan


mendalam tentang berbagai bidang dalam ilmu agama, serta menjadi rujukan banyak para
pecinta ilmu lainnya. Tidak kurang empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi,
Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah
dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan
para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik
mencapai 1.300 orang.

Dalam keahlian ilmu hadis, beliau terkenal sangat ketat dalam menyeleksi sebuah
riwayat dan sangat teliti dalam memutuskan suatu perkara hukum. Terkait hal ini, Ad-
Dahlami berkata “ Malik adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadis di Madinah,
yang paling mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar Bin Khattab ra, yang paling
mengerti tentang pendapat-pendapat Abdullah bin Umar ra, Aisyah ra, dan sahabat-sahabat
lainnya. Atas dasar itulah Malik memberi Fatwa. Apabila diajukan satu masalah padanya,
dia menjelaskan dan memberi fatwa”.3
Dalam perjalanan hidupnya, Imam Malik memiliki cukup banyak karya. Magnum
opus-nya yang terkenal adalah Al Muwatta’. Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al
Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Al Mansur. Setelah
penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan
hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena
dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis
di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).

Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan.


Hampir setiap pelajar dan ulama di dunia Islam mengenal kitab ini. Ia menjadi rujukan
penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam
Malik ini dinilai memiliki banyak keistimwaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih
dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.

3 Yanuar Arifin. SPd, Hikmah, Karomah & Spiritual Tokoh-Tokoh Sufi Dunia, Yogyakarta, Araska, 2016, 71

i
Hingga hari ini, dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak
ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih
dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab
ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya
memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan
16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab Al
Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai
persoalan.

Imam Malik wafat pada sekitar usia 85 atau di tahun 179 H. Beliau tidak hanya
meninggalkan warisan buku. Dia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Suni,
yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’,
kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul
Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu
Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam
Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya
Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.

3. Ahmad Bin Mihammad Bin Hambal

Nama beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy Syaibani. Beliau
dilahirkan di Baghdad tahun 164 H. Ayah beliau meninggal saat beliau berumur 3 tahun.
Lalu beliau diasuh oleh Ibunya.
Saat masih belia, beliau menghadiri majelis qadhi Abu Yusuf. Kemudian beliau fokus
belajar hadits. Saat itu umur beliau sekitar 16 tahun. Kemudian beliau haji beberapa kali,
kemudian tinggal di Makah dua kali. Kemudian beliau safar menemui Abdurrozaq di
Yaman dan belajar darinya. Beliau telah berkelana ke negeri-negeri dan penjuru dunia.
Beliau mendengar hadits dari ulama-ulama besar saat itu. Mereka (para ulama) bangga dan
memuliakan beliau.4

4 Bidayah wa nihayah, hal 14/381-383

i
Ibnu Jauzi berkata, “Ahmad (bin Hanbal) –semoga Allah meridhoinya- mulai menuntut
ilmu dari para masyayikh di Baghdad. Lalu beliau pergi ke Kufah, Bashroh, Makah,
Madinah, Yaman, Syam dan Jazirah. Beliau menulis dari para ulama setiap negeri” 5

Imam Ahmad memiliki ilmu yang sangat luas. Berikut ini beberapa perkataan
ulama tentangnya. Ibrahim al Harbiy rahimahullah berkata, “Saya melihat Ahmad bin
Hanbal seolah-olah Allah mengumpulkan pada dirinya ilmu orang yang terdahulu dan
yang terakhir pada setiap bidang ilmu. Dia berkata sesuai yang dikehendakinya dan
menahan yang dikehendakinya”
Dahulu para salafus salih belajar ilmu dan amal secara bersamaan. Mereka belajar
sekaligus mengamalkan ilmu mereka. Dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah ‘Ilmu
tanpa amal seperti pohon tanpa buah’. Allah berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah mengajarmu. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al Baqoroh:
282). Begitu pula Imam Ahmad. Beliau dikenal dengan ilmu yang luas, amal salih dan
akhlaq yang utama.
Ibnu Jauzi menyembutkan, Abdullah bin Ahmad (bin Hanbal) berkata,
“Sesungguhnya bapakku adalah orang yang paling sabar diatas tauhid. Tidak melihatnya
seorang pun kecuali dia di masjid atau menghadiri jenazah atau mengunjungi orang yang
sakit. Beliau tidak suka berjalan di pasar”
Madzab-madzab ahlussunnah seluruhnya adalah madzab yang haq, terutama
madzab imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’I dan Ahmad. Setiap madzab
ini memiliki ciri khas. Adapun ciri khas yang membedakan madzab imam Ahmad dari
yang lainnya adalah dekatnya dengan nash (dalil) dan fatwa-fatwa para sahabat
Rasulullah.
Diantara karangan beliau:
– Al Musnad dalam hadits. Imam Ahmad berkata pada anaknya, “Hafalkanlah
karena sesungguhnya dia akan menjadi imam bagi manusia”
– At Tafsir, tediri dari sekitar 120 ribu hadits dan atsar.
– An Nasikh wa Al Mansukh
– At Tarikh
– Al Muqoddam wa Al Muawwal fil Qur’an

Beliau meninggal malam Jum’at, malam ke-12 bulan Rabi’ul Awwal 241H.
Jenazah beliau dihadiri dan disholatkan oleh manusia yang begitu banyak jumlahnya.
Dikatakan dalam sebuat riwayat yang mensholati beliau sekitar 1 juta, dalam riwayat yang
lain bahkan sampai 1.6 juta. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi balasan yang
sebaik-baiknya.

5 Manaqib Imam Ahmad hal.46

i
4. Annasa’i

Nama lengkapnya abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin
Bahr Al-Kurasani An-Nasa’i. Nama imam An-Nasa’i dinisbatkan pada sebuah daerah
bernama Nasa’ di wilayah kurasan yang disebut juga Nasawi. Kelahiran An-Nasa’i
menurut Adz-Dzahabi, “imam An-Nasa’i lahir di daerah Nasa’i pada tahun 215 hijriah.6

Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa’. Beliau berhasil
menghafal al-Qur’an di Madrasah yang ada di desa kelahirannya. Beliau juga banyak
menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya. Saat remaja,
seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan
lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu
ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.

Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah melakukan mengembara ke berbagai


wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan
merupakan hal yang aneh dikalangan para Imam Hadis. Semua imam hadis, yang
biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai
wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadis,
termasuk Imam al-Nasa’i.

Kemampuan intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa
lawatan ilmiahnya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak
bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, beliau mengalami proses
pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai sebagai proses
pematangan dan perluasan pengetahuan.

Di antara guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai
berikut;

1. Qutaibah bin Sa’id

6 Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi ulama Salaf. Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2006. Hal 577-578

i
2. Ishaq bin Ibrahim
3. Hisyam bin ‘Ammar
4. Suwaid bin Nashr

Murid-murid yang mendengarkan majlis beliau dan pelajaran hadits beliau adalah:

1. Abu al Qasim al Thabarani


2. Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
3. Hamzah bin Muhammad Al Kinani
4. Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i

Imam Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, diantaranya adalah;

1. As Sunan Ash Shughra

2. As Sunan Al Kubra

3. Al Kuna

4. Khasha`isu ‘Ali

5. ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah

Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan


tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni
mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat
yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-‘Uqbi al-Mishri.

5. Hakim Annasaburi

Nama imam al-hakim adalah Abu Abdillah Al-hakim Muhammad bin Abdullah bin
Muhammad bin Na’im bin Al-hakam Adh-dhabbi Ath-Athahmani An-Nasaiburi Al-Hafidz
yang terkenal dengan sebutan Ibnu Bayyi’. Dia lahir pada hari Senin, tanggal 3 bulan

i
Rabiul Awal tahun 321 HIjriyah. Dan julukannya Abu Abdillah sedangkan gelar
kehormatannya adalah AL-Hakim dan ia sering memakai dengan nama Ibnu Bayyi.7

Awal pendidikan ilmu agama didapatkannya dari ayah dan bapak saudaranya,
kemudian ia berguru pula kepada Abu Hatim bin Hibban pada tahun 334 H. Ia juga
disebutkan telah belajar ilmu fiqih kepada seorang ulama besar di Naisabur, yaitu Ali bin
Sahal Muhammad bin Sulaiman al-Shaluki al-Syafi'i. Setelah itu pada tahun 340 H, ia
berhijrah meninggalkan kampung halamannya menuju Irak. Di sana, ia mempelajari ilmu
hadits dari Ali bin Ali bin Abi Khurairah, seorang faqih yang terkenal. Setelah menunaikan
ibadah haji, ia kemudian bersafari mencari ilmu ke Khurasan dan negara-negara lain. Ia
bertekad untuk mencari dan mengumpulkan hadits, hingga disebutkan bahwa ia telah
mendengar hadits dari sejumlah besar para ulama, serta menurut riwayat gurunya
berjumlah sekitar 1.000 orang.

Adapun para guru Abu Abdillah Al-hakim di naisaburi sendiri jumlahnya mencapai
1000 syaikh. Sedangkan guru-guru yang diperoleh selain dari naisaburi pun kurang lebih
1000 syaikh.
Diantara guru-gurunya adalah :
a) Muhammad bin Ya’qub al-‘A’sam
b) Muhammad bin Ali Al-Muzakkir
c) Al-Daruqutni
d) Ibnu Hibban
e) Al-Hasan bin Ya’qub Al-Bukhari
f) Abu Ali Al-Naisaburi
Banyak sekali murid yang dimiliki oleh al-hakim, di antara murid-murid al-Hakim
yang pernah meriwayatkan hadis darinya adalah :
a. Abu Al-Falah bin Ubay bin al-Fawari
b. Abu al-A’la al-Wasiti
c. Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub
d. Abu Zarr al-Hirawi
e. Abu Ya’la al-Khalili

7 Nurun Najwa, al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam M. Fatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadits,
(Yogyakarta, Teras, 2003), cet 1, hal 240

i
Al Hakim meninggalkan banyak karya yang bermanfaat, yang belum pernah
dikarang sebelumnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Khalkan. Di antaranya adalah:
1. Al Arba’in
2. Al Asma` Wa Al Kuna.
3. Al Iklil fi Dalail An-Nubuwwah.
4. Amali Al ’Asyiyyat.
5. Al Amali.
6. Tarikh Naisabur.
Abu Abdillah Al Hakim wafat setelah meninggalkan karya-karya ilmiahnya kepada
kita yang sangat bernilai. As-Subki berkata dalam Thabaqat Asy-Syafi’iyyah, “Benar dia
wafat pada tahun 405 H. Namun ada yang mengatakan tahun 403 H.”

6. Al-Baihaqi

Imam Al-Baihaqi bernama lengkap Imam Al-Hafizh Al-Muttaqin Abu Bakar


Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khusrauijrdi Al-Khurasani Al-Baihaqi. Al-
Baihaqi lahir di bulan Sya’ban tahun 384 H yang bertepatan dengan bulan September
994 Masehi1. Lahir di desa Khusraujirdi, termasuk daerah Baihaq, Naisabur. 8

mam Al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Al-‘Abbasiyah. Beliau mengembara


mencari ilmu ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-
Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam Al-Baihaqi dalam menuntut ilmu. Beliau
mengatakan bahwa Imam Al-Baihaqi ketika berusia 15 tahun telah mendengar dari Abu
Al-Hasan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin Asy-Syarqi
dan beliau adalah guru yang paling dahulu bagi Imam Al-Baihaqi. Beliau luput dari
menyimak secara langsung dari Abu Nu’aim Al-Isfarayini, sahabat Abu ‘Uwanah, dan
meriwayatkan darinya secara ijazah mengenai jual beli. Beliau juga mendengar dari
Imam Al-Hakim Abu Abdillah Al-Hafizh lalu memperbanyak riwayat darinya dan lulus
darinya.9

8 Al-Madkhal ila As-Sunan Al-Kubra hal. 18 oleh Imam Al-Baihaqi

9 Siyar A’lam An-Nubala (18/164) oleh Imam Adz-Dzahabi

i
Beliau berguru kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Beliau harus
menempuh perjalanan panjang dan melelahkan untuk bisa menghadiri majelis ilmu
tersebut. Di antara guru-gurunya adalah sebagai berikut:

1. Imam Abul Hassan Muhammad bin Al-Husain Al-Alawi


2. Abu Abdillah Al-Hakim, pengarang kitab Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain
3. Abu Tahir Az-Ziyadi
4. Abu Abdur-Rahman Al-Sulami
5. Abu Bakr bin Furik

Dalam kitab Siyar A’lamin Nubala (18/169), Imam Adz-Dzahabi mengatakan


bahwa di antara perawi yang meriwayatkan dari beliau adalah:

1. Syaikhul Islam Abu Ismail Al-Anshari dengan ijazah


2. Putranya sendiri: Ismail bin Ahmad bin Al-Husain
3. Cucu beliau: Abu Al-Hasan bin Ubaidillah bin Muhammad bin Ahmad
4. Abu Zakariya Yahya bin Mandah Al-Hafidz

Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10 Jumadil
Ula 458 H (9 April 1066 M). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya yaitu Baihaq dan
dimakamkan di sana. Beliau hidup selama 74 tahun.

7. An-Nawawi

Nama beliau adalah Yahya bin Syarof bin Murriy bin Hasan bin Husain bin
Muhammad bin Jum’ah bin Hizaam An-Nawawi. Disebutkan dalam sejumlah kitab,
bahwa sebagian kakek beliau mengatakan bahwa garis keturunan mereka sampai kepada
salah seorang sahabat, yaitu Hasyim bin Hizaam radhiallahu ‘anhu. Namun beliau
membantah sendiri hal tersebut, ia berkata “ini adalah suatu kekeliruan”. Jadi tidak benar
bahwa nasab beliau sampai kepada Hasyim bin Hizaam radhiallahu ‘anhu.

Beliau lahir pada awal atau pertengahan bulan Muharram tahun 631 H (1233 M) dan
meninggal pada malam Rabu, 24 Rajab tahun 676 H (21 Desember 1277 M) pada usianya
yang ke-45 tahun.

Dikisahkan ketika berumur 7 tahun, beliau terjaga dimalam hari pada malam ke 27
Ramadhan yang merupakan salah-satu malam yang diperkirankan turunnya Lailatul Qadar.
Pada malam itu ia melihat seberkas cahaya yang menerangi rumahnya, ia pun terkaget
karena pada saat itu Imam An-Nawawi masih kanak-kanak dan belum mengerti apa
kejadian yang menimpanya, maka ia pun segera membangunkan orangtuanya dan
menceritakan tersebut. Sang ayah memahami bahwa ini adalah tanda dari

i
Allah subhanahuwa ta’ala terhadap anaknya. Mereka pub berdoa agar Allah memberkahi
anaknya. Maka sejak kejadian inilah sang ayah memberikan perhatian yang khusus kepada
Imam An-Nawawi.

Pada usianya yang ke 10, sang ayah memasukkan Imam Nawawi ke madrasah untuk
menghafal Al-Qur’an dan mempelajari ilmu fiqih kepada beberapa ulama di sana. Dan ia
sangat antusias untuk menghafal Al-Qur’an.

Pada usianya yang ke-19 tahun, sang ayah melihat lingkungan di Nawa sudah tidak
dapat lagi mencukupi kebutuhan ilmu anaknya. Maka ia memutuskan untuk membawanya
ke madrasah ar-Rawahiyyah di pojok timur Masjid Al-Jami’ al-Umawiy di Damaskus.
Ketika itu Damaskus merupakan salah satu daerah yang menjadi pusat kajian ilmu.

Beliau sangat tekun dalam menuntut ilmu. Selama 2 tahun di sana ia senantiasa belajar
siang dan malam, sampai-sampai ia tidak tidur kecuali karena ketiduran ketika belajar.
Dan waktu-waktunya ia habiskan untuk mendalami ilmu dan menghafal berbagai kitab.

Seumur hidupnya beliau menuntut ilmu dari banyak guru, diantaranya :

1. Ishaq bin Ahmad bin ’Utsman al-Maghribi Al-Maqdisi, wafat pada 650 H
2. Abdurrahman bin Nuh bin Muhammad al-Maqdisi, wafat pada tahun 654 H,
3. Sallar bin aI-Hasan al-Irbali al-Halabi ad-Dimasyqi, wafat pada tahun 670 H
4. Umar bin Bandar bin Umar at-Taflisi asy-Syafi’i, wafat pada tahun 672 H

Adapun murid-murid beliau yang melalui didikannya bermunculan para ulama besar,
di antaranya adalah Sulaiman bin Hilal al-Ja’fari, Ahmad Ibnu Farah al-Isybili,
Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah, ’Ala-uddin ’Ali Ibnu Ibrahim yang
lebih dikenal dengan Ibnul ’Aththar, ia selalu menemaninya sampai ia dikenal dengan
sebutan Mukhtashar an-Nawawi (an-Nawawi junior), Syamsuddin bin an–Naqib, dan
Syamsuddin bin Ja’wan dan masih banyak yang lainnya.10

Pada tahun 676 H. beliau kembali ke kampung halaman-nya di Nawa. Sebelumnya


mengembalikan berbagai kitab yang dipinjamnya dari sebuah badan waqaf,
dan menziarahi makam para guru beliau juga bersilaturrahim dengan para sahabat beliau
yang masih hidup.

Beliau berziarah ke makam orang tuanya, Baitul Maqdis, dan makam AI-Khalil
(Ibrahim) ‘Alaihissalam. Setelah itu barulah beliau meneruskan perjalanannya ke Nawa.
Di sanalah (Nawa) beliau lalu jatuh sakit dan akhirnya wafat pada malam Rabu tanggal 24
Rajab (tahun 676 H.).

10 Terjemah Syarah Riyadhus Shalihin oleh Dr. Musthafa Dib al-Bugha, dkk.

i
8. Ibnu Hajar al-'Asqalani
Nama sebenarnya Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al Kinani, al ‘Asqalani, asy Syafi’i, al
Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu Hajar, dan gelarnya “al Hafizh”. Adapun
penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam
wilayah Palestina, dekat Ghuzzah.
Beliau lahir di Mesir pada bulan Sya’ban 773 H, namun tanggal kelahirannya
diperselisihkan. Beliau tumbuh di sana dan termasuk anak yatim piatu, karena ibunya
wafat ketika beliau masih bayi, kemudian bapaknya menyusul wafat ketika beliau masih
kanak-kanak berumur empat tahun.11
Ketika wafat, bapaknya berwasiat kepada dua orang ‘alim untuk mengasuh Ibnu
Hajar yang masih bocah itu. Dua orang itu ialah Zakiyuddin al Kharrubi dan Syamsuddin
Ibnul Qaththan al Mishri.
Perjalanan hidup al Hafizh sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil
beliau memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam
Taman Pendidikan al Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika
genap berusia sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal
kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu
Hajib dan Milhatul I’rab.
Kepakaran al Hafizh Ibnu Hajar sangat terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23
tahun, dan terus berlanjut sampai mendekti ajalnya. Beliau mendapatkan karunia Allah
Ta’ala di dalam karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati
pada orang lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan
tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling memberikan
hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai sekarang, kita dapati
banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya beliau Rahimahullah.
Di antara karya beliau yang terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari,
Bulughul Marom min Adillatil Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut
Tahdzib, ad Durarul Kaminah, Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-
lain.

11 Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Al-Nukat ‘ala Kitab Ibn al-Shalah, (Madinah: Ihya Turats Islami, 1984), hlm. 43

i
Bahkan menurut muridnya, yaitu Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih
dari 270 kitab. Sebagian peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai
282 kitab. Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat
(kajian).
Ibnu Hajar Rahimahullah menjadi salah satu ulama kebanggaan umat, salah satu
tokoh dari kalangan ulama, salah satu pemimpin ilmu. Allah Ta’ala memberikan manfaat
dengan ilmu yang beliau miliki, sehingga lahirlah murid-murid besar dan disusunnya
kitab-kitab.
Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya
dipenuhi dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih, menurut sangkaan kami, dan kami
tidak memuji di hadapan Allah terhadap seorangpun. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-
Shugra. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, memaafkan dan
mengampuninya dengan karunia dan kemurahanNya.

9. As-Sayuthi

Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Abi Bakar bin Muhammad bin
Saabiquddien bin al-Fakhr Utsman bin Nashiruddien Muhammad bin Saifuddin Khadhari
bin Najmuddien Abi ash-Shalaah Ayub ibn Nashiruddien Muhammad bin asy-Syaich
Hammamuddien al-Hamman al-Khadlari al-Asyuuthi. Lahir bakda Maghrib, hari Ahad
malam, bulan Rajab tahun 849 Hijriyah, yakni enam tahun sebelum bapaknya wafat.

Bapaknya wafat saat ia (Imam Suyuthi) baru berumur lima tahun tujuh bulan.
Tetapi Allah telah memeliharanya dengan taufiq dari-Nya dan mengasuhnya dengan
asuhan-Nya. Ini terbukti dengan telah ditakdirkan Allah Ta’ala untuknya al-‘Allamah
Kamaaluddien bin Humam al-Hanafi pengarang Fathul Qadir untuk menjadi guru
asuhnya. Hingga hafal Alqur’an dalam umur delapan tahun, kemudian menghafal kitab al-
’Umdah lalu Minhajul Fiqhi dan Ushul, serta Alfiyah Ibnu Malik. Dan mulai menyibukkan
diri dengan ilmu pada tahun 864 H, yakni ketika berumur 15 tahun.

Menimba ilmu Fikih dari Syaikh Sirajuddin al-Balqini. Bahkan mulazamah kepada
beliau hingga wafatnya. Kemudian mulazamah kepada anak beliau, dan menyimak banyak

i
pelajaran darinya seperti al-Haawi ash-Shaghir, al-Minhaaj, syarah al-Minhaaj dan ar-
Raudhah. Belajar Faraidl dari syaikh Sihaabuddien Asy-Syaarmasaahi, dan mulazamah
kepada asy-Syari al-Manaawi Abaaz Kuriya Yahya bin Muhammad, kakak dari Abdurrauf
pensyarah al-Jami’ ash-Shaghir.

Kemudian menimba ilmu bahasa Arab dan ilmu hadis kepada Taqiyuddien asy-
Syamini al-Hanafi (872 H).

Lalu mulazamah kepada syekh Muhyiddien Muhammad bin Sulaiman ar-Rumi al-
Hanafi selama 14 tahun. Dari beliau ia menimba ilmu tafsir, ilmu ushul, ilmu bahasa Arab
dan ilmu ma’ani. Juga berguru kepada Jalaaluddien al-Mahilli (864 H) dan ‘Izzul Kinaani
Ahmad bin Ibrahim al-Hanbali. Dan membaca Shahih Muslim, asy-Syifa, Alfiyah Ibnu
Malik dan penjelasaannya pada Syamsu as-Sairaami.

Imam Suyuthi tidak mau meninggalkan satu cabang ilmu pun kecuali ia berusaha
untuk mempelajarinya, seperti ilmu hitung dan ilmu faraidl dari Majid bin as-Sibaa’ dan
Abudl Aziz al-Waqaai, serta ilmu kedokteran kepada Muhammad bin Ibrahim ad-Diwwani
ar-Ruumi. Hal ini sesuai dan didukung oleh keadaan waktu itu di mana dia dapat menimba
ilmu dari banyak syaikh. Ia tidak pernah merasa cukup dengan ilmu yang telah
dimilikinya, baik ilmu bahasa maupun ilmu dien, demikian pula ia tidak merasa cukup
dengan para ulama yang telah ia temui.

Bahkan ia bepergian jauh sekedar untuk mencari ilmu dan riwayat hadis, hingga ke
negeri Maghribi (Tanjung Harapan, sebelah ujuh barat pulau Afrika), ke Yaman, India,
Syam Mahallah (di Mesir Barat), Diimath (sebuah kota di tepi sungai Nil, Mesir), dan
Fayyum (Mesir) serta negeri-negeri Islam lainnya. Telah menunaikan ibadah Hajji dan
telah minum air Zamzam dengan harapan supaya dapat seperti Syaich al-Balqini dalam
menguasi ilmu Fiqih serta dapat seperti Ibnu Hajar dalam menguasai ilmu hadis.

Sesuai dengan banyaknya syekh dan jauhnya perjalanannya dalam menimba ilmu,
hal itu didukung pula oleh kemampuannya untuk semaksimal mungkin dalam
memanfaatkan perpustakaan Madrasah Mahmudiyah. Berkata al-Maqrizi, bahwa di dalam
perpustakaan ini terdapat segala jenis kitab-kitab Islam, dan madrasah ini merupakan

i
sebaik-baik madrasah yang ada, yang dinisbatkan kepada Mahmud bin al-Astadaar, yang
berdirinya pada tahun 897 H.12

Adapun kitab-kitab yang disusun oleh imam Suyuthi rahimahullah antara lain
sebagai berikut:

1. Al-Itqaan fi ‘Uluumil Qur’an

2. Ad-Durrul Mantsuur fit Tafsiril Ma’tsuur

3. Tarjumaan al-Qur’an fit Tafsir

4. Israaru at-Tanziil atau dinamakan pula dengan Qathful Azhaar fi Kasyfil Asraar

5. Lubaab an-Nuqul fi Asbaabi an-Nuzuul

6. Mifhamaat al-Aqraan fi Mubhamaat al-Qur’an

Imam as-Suyuthi rahimahullah wafat pada hari Jum’at, malam tanggal 19 Jumadal
Ula tahun 911 H. Sebelumnya beliau menderita sakit selama tujuh hari dan akhirnya wafat
dalam umur 61 tahun. Dikuburkan di pemakaman Qaushuun atau Qaisun di Kairo.

12 Kitab adriib ar-Raawi Fi Syarh Taqriib an-Nawawy karya as-Suyuthy

i
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Terlepas dari kebesaran dan kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui
kitabnya, tetap muncul pelbagai pandangan kontroversial antara yang memuji dan
mengkritik karya tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz al-‘Alim al-Idrisi, yang
menyatakan bahwa al-Tirmidzi adalah seorang dari para Imam yang memberikan tuntunan
kepada mereka dalam ilmu hadis, mengarang al-Jami’, Tarikh, ‘Ilal, sebagai seorang
penulis yang ‘alim yang meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan.

Karena pentingnya ilmu Hadits maka sebagai umat islam kita seharusnya lebih
memahami secara akan ilmu hadits tersebut serta mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, kita harus tetap menjaga kemurnian dari isi hadits tersebut, karena
bagaimanapun hadits merupakan pedoman setelah al Qur’an.

B. Saran

Demikian makalah yang di buat penulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya bagi penulis.Apabila ada kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan
kepada penulis. Dan apabila terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan
memakluminya, karena sesungguhnya penulis adalah hamba Allah yang tak luput dari
salah khilaf, Alfa dan lupa.

i
DAFTAR PUSTAKA

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushtalahul Hadits, 1974 (Bandung: PT Alma ‘arif).

Kitab adriib ar-Raawi Fi Syarh Taqriib an-Nawawy karya as-Suyuthy

Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Al-Nukat ‘ala Kitab Ibn al-Shalah, (Madinah: Ihya Turats Islami,
1984)

Terjemah Syarah Riyadhus Shalihin oleh Dr. Musthafa Dib al-Bugha, dkk.

Siyar A’lam An-Nubala (18/164) oleh Imam Adz-Dzahabi

Al-Madkhal ila As-Sunan Al-Kubra oleh Imam Al-Baihaqi

Nurun Najwa, al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam M. Fatih Suryadilaga


(ed), Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta, Teras, 2003)

Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi ulama Salaf. Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2006.

Bidayah wa nihayah

Manaqib Imam Ahmad

Tariq Suwaidan, Biografi Imam Malik : Kisah Perjalanan dan Pelajaran Hidup Sang
Pengusung Kebebasan Berpikir, Jakarta, Zaman, 2012.

Yanuar Arifin. SPd, Hikmah, Karomah & Spiritual Tokoh-Tokoh Sufi Dunia, Yogyakarta,
Araska, 2016

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah swt. karena atas berkat,hidayah,dan
karunianya sehingga Proposal Skripsi dengan Judul “Strategi Komunikasi Radio Dalka
FM dalam Kualitas Penyiar Radio” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas akhir. Dalam penulisan proposal ini penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada Dosen Pembimbing, kepada pihak-pihak yang memberikan motivasi
dalam upaya penyelesaian proposal ini. Namun demikian,dalam penyusunan proposal ini
penulis menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan dalam proposal ini masih terdapat
kekurangan-kekuranganya, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran bagi
pihak-pihak yang mempelajari proposal ini demi keberhasilan yang lebih baik lagi untuk
waktu yang akan datang. Karena penulis menyadari bahwa segala kekurangan itu
datangnya dari kita sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan jika
terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penulis
berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi semua khususnya penulis. Aamiin.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Meulaboh, 29 Oktober 2019


Penyusun

Anda mungkin juga menyukai