Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TIPOLOGI TAFSIR INDONESIA

Mata Kuliah Kajian Tafsir Indonesia


Dosen Pengampu : A.M Ismatulloh, S. Th, I, M. SI

Disusun Oleh :
Muhammad firdaus nur (214110501074)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROFESOR KIAI HAJI SAIFUDDIN
ZUHRI
PURWOKERTO
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Al-qur’an merupakan kitab yang akan selalu relevan sepanjang zaman, baik
pada masa dahulu, sekarang dan akan datang. Sebagai pegangan dalam mengarungi
kehidupan khususnya bagi umat Islam, Al-Qur’an dikaji secara intensif sejak dari
turunnya sampai sekarang (kontemporer). Namun, karena mengingat zaman yang
terus berkembang dan berubah dari zaman satu dengan zaman yang lainnya, banyak
para ulama dan tokoh-tokoh dalam membaca teks Al-Qur’an ini menyesuaikan
dengan kondisi. Upaya pengungkapan makna dalam Al-Qur’an ini sejatinya telah
dilakukan dari masa klasik sampai sekarang ke masa kontemporer
Namun, dalam diskursus pemikiran Islam kontemporer, wacana
hermeneutika sebagai salah satu jawaban atas permasalahan metodologi Islam seakan
menjadi sesuatu yang niscaya. Banyak para tokoh-tokoh yang menyinggung
pentingnya metode ini. Mereka mengatakan jika hanya menggunakan pemahaman
metodologi konvensional dalam ajaran Islam agaknya kurang relevan digunakan pada
masa sekarang.
Disisi lain, tidak dapat dielakkan bahwa muncul dan berkembangnya
hermeneutik Al-Qur’an ini juga berpengaruh terhadap tradisi penafsiran Al-Qur’an di
Indonesia. Beberapa tokoh menawarkan ide dasar dalam hermeneutik seperti Fazlur
Rohman, Nasr Hamid Abu Zayd, Hassan Hanafi, Amin Al-Khulli dan Aisyah
Abdurrhaman dan masih banyak lagi tokoh lainnya, ini cukup memberikan warna
baru dalam studi penafsiran di Indonesia. Di Indonesia sendiri pendekatan
kontekstual menjadi langkah baru yang mulai dibangun dalam tradisi karya tafsir
(Zuhdi, 2011).
Sehingga muncullah ide dasar hermeneutika Al-Qur’an kontemporer ini
dengan apa yang disebut tipologi pemikiran tafsir. Yang mana ini nantinya akan
dbagi menjadi beberapa kelompok, yang selengkapnya akan kami bahas dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tipologi Tafsir Indonesia


Berbicara tentang tipe pemahaman para ulama dan para tokoh terhadap
bacaan teks Al-Qur’an, ini sangatlah banyak dan beragam. Namun jika dilihat dari
segi tipologi pembacaan pada masa kontemporer ini para sarjana-sarjana Muslim
membagi menjadi tiga tipe jika ditinjau dari segi subyektifitas dan obyektifitas,
yakni: pandangan quasi-obyektifis tradisionalis, pandangan subyektivis dan
pandangan quasi obyektifis-modernis. (Syamsuddin, 2007)
1. Pandangan Quasi-Obyektifis Tradisionalis
Definisi dari quasi-obyektifis tradisionalis yaitu suatu pandangan
bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an itu wajib dipahami, ditafsirkan dan
diaplikasikan pada masa kini atau situasi dimana Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad dan disampaikan kepada generasi muslim awal
(masyarakat mekah dan Madinah pada saat itu). Akan tetapi dalam
menafsirkan al-qur’an tentu saja kita tidak lepas dari keilmuan para ulama’
salaf yang memang mempunyai keahlian di bidang penafsiran sehingga kita
mengenal ilmu asbabunnuzul, ilmu asbabunnuqul, munasabatul ayat dan
tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat, sehingga kita mengetahui
makna asli dari ayat-ayat Al-Qur’an (Muliadi, 2011).
Sahiron mencontohkan yang mengikuti pandangan seperti ini yaitu
kelompok Ikhwanum Muslimin di Mesir dan beberapa kaum salafi yang
berada di beberapa negara Islam. Memang benar kelompok ini ketika
menafsirkan al-qur’an metode yang digunakan dibantu dengan berbagai
perangkat metodis ilmu tafsir yang telah kaya seperti ilmu asbab al-nuzul,
nasikh dan mansukh, munasabah, muhkam dan mutasyabih dan lain
sebagainya, namun mereka mengabaikan kontekstualisasi ayat, sehingga hasil
dari penafsiran kelompok ini terkesan tekstual, dikarenakan ilmu-ilmu bantu
kontemporer lainnya diabaikan. Dengan metode yang sudah ada mereka
berharap makna obyektif dibalik ayat yang ditafsirkan bisa terlihat dengan
baik. Oleh karena itu, ciri utama yang mudah dipahami dari model penafsiran
kelompok ini adalah penafsiran yang tekstualis (literal). Selain itu juga
tipologi quasi-obyektifis tradisionalis dikembangkan lagi menjadi dua bagian
yaitu obyektifis tradisionalis dan obyektifis revitalis :
a) Tipologi Obyektifis Tradisionalis
Pengertian dari obyektifis tradisionalis adalah suatu pandangan
bahwa pemahaman Al-Qur’an harus sesuai dan sama dengan bunyi teksnya.
Ciri yang paling penting dari tipologi ini yaitu suatu penafsiran yang tekstual
dan hanya fokus pada wilayah kebahasaan semata dan kurang dalam
memperhatikan pesan moral dibalik ayat yang telah ditafsirkannya, sehingga
hasil dari penafsiran tipologi ini hanya memperdebatkan wilayah gramatikal
kebahasaan semata, jadinya tidak heran jika produk penafsirannya tidak bisa
berkembang dan tidak bisa memecahkan masalah pada saat ini. Contohnya
yaitu Tafsir Jalalain. Di Indonesia pun sekitar tahun 2000-an masih banyak
sekali karya tafsir dengan tipologi seperti ini yang bermunculan, diantaranya
adalah Tafsir Ibadah, Tafsir Ayat Ahkam, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, Tafsir Al-
Qur’an Juz 30 dan masih banyak lagi.
Model dari tipologi obyektifis tradisionalis penafsiran juga memiliki
kelebihan karena cukup lengkap dan jelas dalam mengungkap tentang
kebahasaan, namun disisi lain model tipologi penafsiran seperti ini memiliki
kelemahan yaitu makna universal dibalik ayatnya terabaikan. Produk
penafsirannya tidak bisa diharapkan bisa menjawab masalah kekinian yang
sedang berkembang karena produk penafsiran seperti ini tidak memperhatikan
kontekstualitas ayat yang ditasirkan tetapi yang diperhatikan hanya wilayah
tekstualitasnya saja, bagaimana bisa menjawab jika hanya sibuk
memperdebatkan wilayah yang seharusnya sudah selesai diperdebatkan
padahal ada wilayah lain yang jelas-jelas perlu untuk dikemukakan yaitu
makna universal ayat tersebut, karena dengan melihat makna universal dari
sebuah ayat akan menemukan makna sejati yang sebenarnya terkandung
dibalik suatu ayat. Dengan seperti ini akan ditemukan sebuah penafsiran yang
bisa menjawab sebuah masalah pada masa ini hal tersebut masih
mencerminkan bahwa penafsiran tersebut belum bisa menyentuh wilayah-
wilayah yang seharusnya membutuhkan penyelesaian. Tipologi penafsiran
seperti ini seharusnya sudah berubah, supaya karya-karya tafsir tidak hanya
sebatas pajangan atau koleksi kitab tafsir saja tanpa bisa memberikan solusi
dan kemaslahatan bagi umat manusia. (Zuhdi, 2011)
b) Tipologi Obyektifis Revivalis
Pengertian dari tipologi obyektifis revivalis yaitu suatu pemahaman
terhadap Al-Qur’an yang murni, yang kembali kepada karakter ideologis yang
statis, historis, sangat ekslusif dan tekstualis. Al-Qur’an pada era sekarang
harus dipahami sesuai dengan zaman dimana Al-Qur’an tersebut diturunkan
tanpa memperdulikan konteksnya di era sekarang. Secara keseluruhan tipologi
ini menganut paham salafisme radikal yaitu berorientasi pada penciptaan
kembali masyarakat salaf yang dimaksud dari menciptakan masyarakat salaf
yaitu bagaimana menciptakan kembali generasi Nabi Muhammad dan para
sahabat di era sekarang ini, bagi mereka Islam pada masa kaum salaf inilah
yang merupakan Islam paling sempurna, asli dan bersih dari berbagai
campuran (bid’ah) yang dipandang mengotori Islam. (Rahmat, 2005)
Adapun contoh karya tafsir pada tipologi obyektifis revivalis yaitu
Tafsir al-Wa’ie karya tafsir ini merupakan produk dari kalangan Hizbut Tafsir
Indonesia dan ciri dari tafsir tipologi obyektifis ini selain produknya tafsirnya
yang tekstual juga penafsirannya terlihat seperti ideologis dank eras dalam
penafsirannya terutama ketika memahami ayat-ayat yang mengenai tentang
hukum dan jihad. Kelompok ini sangat mendukung dalam penegakkan
syari’at Islam dan juga terhadap jihad dalam pengertian tekstual. Jadi tidak
heran jika yang terjadi justru sebaliknya, sebuah masalah baru ketika jihad
imaknai secara tekstual. (Syamsuddin, 2007)
2. Pandangan Subyektivis
Pandangan yang menganut aliran subyektivis memberitahukan
bahwa setiap penafsiran sepenuhnya itu merupakan subyektivitas penafsir dan
karena itu kebenaran interpretative bersifat relatif (Syamsuddin, 2007).
Kelompok ini ber-argumen dengan pandangannya bahwa setiap generasi umat
manusia, khususnya umat Islam mempunyai hak untuk menafsirkan kembali
al-Qur’an sesuai dengan perkembangan zaman. Menurut kelompok ini pada
era zaman sekarang Al-Qur’an bisa ditafsirkan menggunakan ilmu-ilmu bantu
yang berkembang pada zaman sekarang tanpa harus melibatkan metode
konfensional yang menganut pandangan subyektifis yaitu Muhammad Shahur.
Dalam menafsirkan Al-Qur’an Shahur tidak lagi tertarik dalam menelaah
makna asal dari sebuah ayat atau kumpulan ayat-ayat. Sedangkan menurut
mufassir modern seharusnya menafsirkan Al-Qur’an itu sesuai dengan
perkembangan ilmu modern baik ilmu eksakta ataupun non-eksakta, biasanya
sih umat Islam yang menganut pandangan Shahur itu mendapatkan julukan
“kaum liberal”, mengapa demikian karena pandangan subyektifis ini sudah
tidak membutuhkan perangkat metodologi ulum Al-Qur’an yang sudah ada
contohnya asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh, dan lain sebagainya. Menurut
pandangan ini Al-Qur’an cukupditafsirkan menggunakan perkembangan ilmu-
ilmu modern dan kontemporer seperti sosiologi, antropologi, matematik,
psikologi dan ilmu-ilmu humaniora lainnya.
Sedangkan di Indonesia belum ada yang berani melakukan
penafsiran menggunakan tipologi subyektifis ini. Belum ditemukan karya
tafsir dengan tipologi subyektivitas untuk wilayah Indonesia hal tersebut salah
satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu masih banyak para
mufassir yang belum berani melangkah kepada sebuah penafsiran yang telah
dilakukan oleh Shahur. Selain itu juga mereka masih berhati-hati dengan
perkembangan metode kontemporer yang ada seperti hermeneutika, jadi wajar
saja jika metode yang mereka gunakan masih menggunakan metode yang
sudah mapan dalam ulum ‘Al-Qur’an karena buat mereka metode tafsir yang
ada di dalam ulum’ Al-Qur’an sudah cukup dan tidak perlu lagi menggunakan
metode yang baru seperti hermeneutika.
3. Pandangan Quasi-Obyektifis Modernis
Pandangan ini berbeda dengan pandangan-pandangan tradisionalis
dan subyektifis, definisi dari quasi-obyektifis modernis merupakan suatu
pemahaman terhadap Al-Qur’an dengan memakai metode konfensional yang
sudah ada contohnya seperti asbab al-nuzul, nasikh mansukh dan lain
sebagainya namun tidak mengabaikan perangkat metode baru modern-
kontemporer. Tetapi menurut Sahiron pandangan ini mempunyai kesamaan
dengan quasi-obyektifis tradisionalis dalam hal bahwa mufassir di masa
sekarang tetap mempunyai kewajiban untuk menggali makna asal dengan
menggunakan perangkat metodis ilmu tafsir, dan perangkat-perangkat metodis
lainnya seperti informasi tentang konteks sejarah makro dunia Arab saat
penurunan wahyu, teori-teori ilmu bahasa, sastra modern dan hermeneutika.
(Syamsuddin, 2007)
BAB III
KESIMPULAN

Tipe penafsiran Al-Qur’an yang digalakkan oleh para pemikir muslim


khususnya masa kontemporer saat ini sangat beragam. Hal ini terjadi karena
pandangan mereka tentang hakikat Al-Qur’an, disisi lain juga karena disebabkan
keahlian dari mufassir. Namun yang terpenting adalah mencari makna sekaligus
signifikansi teks dengan hermeneutika yang seimbang adalah poinnya
Namun dapat ditarik kesimpulan pada makalah ini adalah, tipologi tafsir
merupakan cara pandang pemikiran mufassir dalam menafsirkan Al-Qur'an. Tafsir di
Indonesia menurut Sahiron Syamsuddin terbagi menjadi tiga tipologi, yaitu tipologi
quasi-objektif tradisionalis, subjektif, dan quasi-objektif modernis. Quasi-objektif
tradisionalis adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa Al-Qur'an itu harus
dipahami, ditafsirkan dan diaplikasikan sebagaimana pada saat Al-Qur'an diturunkan.
Quasi-objektif tradisionalis terbagi menjadi dua, yaitu objektif tradisionalis dan
objektif revivalis. Tipologi subjektif adalah bentuk penafsiran yang keseluruhannya
merupakan subjektifitas penafsir itu sendiri. Quasi objektif modernis adalah
pemahaman terhadap Al-Qur'an berdasarkan metode yang telah ada (asbab al nuzul,
naskh mansukh, muhkam, mutasyabih, dll.)
DAFTAR PUSTAKA

Muliadi, Erlan. (2011). “Tipologi Penafsiran Kontemporer Terhadap Al-Qur’an”.


Diakses dari https://www.erlanmuliadi.blogspot.com.
Rahmat, M., I., (2005). Arus Baru Islam Radikal : Transmisi Revivalisme Islam
Timur Tengah Ke Indonesia, Jakarta : Erlangga.
Syamsuddin, Sahiron, (2006). Hermeneutika.
Syauqi, Rif’at, (2002). Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh, Jakarta : Paramadina.
Zuhdi, Nurdin, M. (2011). Tipologi Tafsir Al-Qur’an Mazhab Indonesia, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai