Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmānirrahīm.

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kita masih diberi nikmat sehat serta mampu menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahcurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya semoga mendapatkan
naungan syafa’at dari beliau di Yaumil Akhir nanti. Āmīn.

Terima kasih kepada Bapak Didi Junaedi, MA. selaku dosen pengampu mata kuliah
Tafsir Ayat Perlindungan Perempuan dan Anak yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada kami, sehingga kami dapat menyusun makalah dengan baik sesuai dengan tema yang
sudah ditentukan. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada segenap teman-teman yang
telah memberi dukungan dan semangat agar ketika pembelajaran mencapai harapan yang baik.

Mata kuliah ini merupakan salah satu mata kuliah baru di semester VI, sehingga segala
wawasan baru pun terasa di dalamnya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur di
semester ini. Semoga dapat bermanfaat untuk kami khususnya dan untuk pembaca pada
umumnya. Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan di berbagai tempat. Oleh karena
itu, adanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan untuk
kedepannya.

Cirebon, 9 April 2019


PenyusunDAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................................................2

PENDAHULUAN...........................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN..............................................................................................................................2

BAB III............................................................................................................................................2

PENUTUP.......................................................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, keilmuan di bidang penafsiran Alquran
mengalami perkembangan yang pesat juga. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak
dijumpai karya-karya tafsir dari ulama-ulama kontemporer dan modern yang corak
penafsirannya beragam. Karya yang ditulis oleh mufassir bukanlah sebagai karya yang
digunakan sekali pakai, melainkan untuk digunakan secara kontinue dan relevan dengan
keadaan zaman.
Dari sekian banyak model atau jenis tafsir, tafsir tematik menjadi tafsir yang
populer dan banyak diminati oleh mufassir modern. Dengan metode yang secara khusus
membahas satu tema atau pokok bahasan tertentu, menjadikan tafsir tematik sebagai
salah satu upaya menyingkap jawaban atas fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.
Beberapa diantaranya dapat kita jumpai dalam karya Prof. M. Quraish Shihab; seperti
Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah; Perempuan, Malaikat dalam Alquran dan sebagainya.
Kini, yang sedang menjadi topik pembicaraan hangat ialah mengenai gender dan
upaya menjunjung kesetaraan gender. Fenomena ini tentu saja menyentuh pemikiran para
cendekiawan dan mufassir yang kemudian terciptalah tafsir gender. Tafsir ini kemudian
banyak membahas terkait hubungan kesalingan antara laki-laki dan perempuan, baik di
lingkungan keluarga, rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat. Dalam makalah
ini akan dibahas lebih lanjut mengenai tafsir gender, Qira’ah Mubadalah dan keterkaitan
antarkeduanya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal di atas, rumusan masalah yang hendak dikaji dalam makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Apa tafsir gender itu?
2. Apa Qira’ah Mubadalah itu?
3. Bagaimanakah metode interpretasi resiprokal tersebut?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang telah disusun, tujuan yang hendak dicapai dalam
pembahasan ini adalah.
1. Untuk mengetahui seluk beluk mengenai tafsir gender
2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan Qira’ah Mubadalah.
3. Untuk mengetahui metode interpretasi resiprokal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tafsir Gender
1) Pengertian Tafsir Gender
Tafsir secara harfiah memiliki makna menjelaskan, menerangkan, menyingkap
atau menampakkan.1 Sedang menurut istilah, tafsir merupakan ilmu yang
menjelaskan makna yang terkandung dalam Alquran. Kemudian, mengenai gender
seringkali masyarakat salah kaprah. Gender sering disamakan dengan jenis kelamin
(sex). Padahal, gender bukanlah jenis kelamin meskipun tentu berkaitan dengan jenis
kelamin. Namun, gender lebih terkait kepada peran laki-laki dan perempuan dalam
kehidupan bermasyarakat . Gender secara istilah merupakan konsep kultural yang
digunakan untuk membedakan peran, perilaku dan karakteristik emosional yang
berkembang dalam masyarakat antara laki-laki dan perempuan.2
Dari dua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tafsir gender merupakan
upaya menyibak makna dalam Alquran yang terkait dengan peran sosial laki-laki dan
perempuan di masyarakat. Dalam pengertian yang lebih khusus lagi, tafsir gender
berusaha menjelaskan makna Alquran yang jika dinilai terdapat bias gender yang
secara langsung maupun tidak berdampak kepada perempuan.3
Karena tafsir gender berusaha mengangkat keadilan perempuan, seringkali juga
disebut sebagai tafsir feminis. Hal ini bukan berarti yang menafsirkan Alquran
dilakukan kalangan perempuan saja seperti Amina Wadud, namun terdapat juga laki-
laki yang memiliki pandangan feminis pun ikut menafsirkan seperti Husein
Muhamad, Faqih Abdul Qadir, M. Quraih Shihab, dan sebagainya. Adanya
paradigma feminis ini berusaha untuk memperjuangkan kesetaraan kaum perempuan
dan pembebasan dari pembatasan peran perempuan di masyarakat.4
1 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, (Yogyakarta, FkBA, 2001), hal. 353

2 Marzuki, Kajian Awal Tentang Teori-teori Gender, Jurnal Civics Vol. 4 No. 02 (Desember 2007), hal. 68

3 Adian Husaini & Rahmatul Husni, Problematika Tafsir Feminis: Studi Kritis Konsep Kesetaraan Gender, Al-Tahrir
Vol. 15 No. 02 (November 2015), hal. 370

4 Eni Zulaiha, Tafsir Feminis: Sejarah, Paradigma dan Standar Validitas Tafsir Feminis, Al-Bayan: Jurnal Studi Alquran
dan Tafsir Vol. 1 No. 1 (Juni 2016), hal. 19
2) Metode Tafsir Gender
Tafsir gender yang tergolong sebagai tafsir di era kontemporer ini
menggunakan model penafsiran modern-kontekstualis, dimana mufassir lebih
menekankan kepada kontekstual teks dalam memahami ayat Alquran, sehingga
cenderung bersifat adaptif (dapat menyesuaikan dengan kondisi zaman) dan
fleksibel.5 Seringkali corak yang terkandung dalam tafsir gender adalah corak tafsir
kontemporer dimana dalma melakukan penafsiran disesuaikan dengan kondisi yang
terjadi pada masa ini.6
3) Tujuan penyusunan Tafsir Gender
Dalam membangun dan menyusun sesuatu, tidak mungkin tidak memiliki tujuan.
Kaitannya dengan tafsir gender, para mufassir kontemporer memiliki maksud dan
tujuan yaitu diantaranya sebagai berikut.
a. Hendak mengembalikan fungsi utama Alquran sebagai petunjuk. Hal ini
berarti bahwa suatu petunjuk tentu akan berkaitan erat dengan keadaan sosial-
budaya di masyarakat. Sehingga penafsiran Alquran tidak stagnan hanya terpaku
kepada konteks pada masa awal penurunan, melainkan adaptif dengan masa-
masa berikutnya yang.
b. Hendak mengembangkan cara penafsiran Alquran yang semula hanya
terfokus kepada teks yang oleh kebanyakan mufassir klasik peafsirannya seakan
bias gender, kini fokus penafsirannya terhadap konteks yang melingkupi teks.
c. Hendak merubah pandangan penafsiran dari yang bias gender menjadi
terang menjunjung kesetaraan terhadap perempuan.7

B. Pengertian Muba>dalah
Dalam bahasa arab, Muba>dalah berasal dari kata “ba-da-la”, yang berarti
mengganti, mengubah, dan menukar. Akar kata ini digunakan sebanyak 44 kali didalam
Al-Qur’an dengan berbagai bentuknya. Kata muba>dalah ini merupakan bentuk
kesalingan (mufa>’alah) dan kerja sama antar dua pihak (musya>rakah) untuk
makna tersebut, yang memiliki arti saling mengganti, saling mengubah, atau saling
menukar satu sama lain. Dalam kamus klasik, seperti Lisan Al-A’rab karya Ibnu Manzhur

5 Atik Wartini, Tafsir Feminis M. Quraish Shihab: Telaah Ayat-ayat Gender dalam Tafsir Al-Mishbah, Palastren Vol. 6
No. 02 (Desember 2013), hal.484

6 Eni Zulaiha, Tafsir Feminis: Sejarah, Paradigma dan Standar Validitas Tafsir Feminis, ..... hal. 23

7 Eni Zulaiha, Tafsir Feminis: Sejarah, Paradigma dan Standar Validitas Tafsir Feminis, ..... hal. 24-25
(w. 711/1311), maupun kamus modern, seperti Al-Mu’jam Al-Wasith, mengartikan kata
muba>dalah dengan tukar menukar yang bersifat timbal balik antara dua pihak.
Menurut Faqihuddi Abdul Kodir dalam bukunya Qira>’ah Muba>dalah, istilah
muba>dalah akan dikembangkan untuk sebuah perspektif dan pemahaman dalam
relasi tertentu antara dua pihak, yang mengandung nilai dan semangat kemitraan, kerja
sama, kesalingan, timbal balik, dan prinsip resiprokal.8
Pembahasan muba>dalah disini lebih mengacu pada relasi laki-laki dan
perempuan dalam ruang domestik maupun publik, yang tentunya didasari oleh kemitraan
dan kerja sama didalamnya. Prinsip daripada muba>dalah ini tidak hanya ditujukan
untuk mereka yang berpasangan melainkan juga untuk mereka yang memiliki relasi
dengan orang lain, seperti relasi orang tua dan anak, antar anggota keluarga, antar
anggota komunitas dsb. Istilah muba>dalah juga digunakan untuk sebuah metode
interpretasi terhadap teks-teks sumber Islam yang meniscayakan laki-laki dan perempuan
sebagai subjek yang setara, yang keduanya disapa oleh teks dan harus tercakup dalam
makna yang terkandung di dalam teks tersebut.9
Contoh ayat-ayat yang menggunakan redaksi umum, yang menginspirasikan
kesalingan dan kerja sama dalam relasi antara manusia.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Hujuraat: 49 : 13 yang artinya:
“Wahai manusia, kami telah menciptakan kalian semua dari laki-laki dan perempuan, lalu
kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling mengenal
satu sama lain. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling
bertakwa. Sesungguhnya Allah itu Maha Tahu dan Maha Mengerti.” (QS. Al-Hujuraat: 49
: 13).
Dalam ayat ini, terdapat kata “ta’a>rafu”, sebuah bentuk kata kesalingan
(mufa>’alah) dan kerja sama (musya>rakah) dari kata ‘arafa, yang berarti saling
mengenal satu sama lain. Artinya, satu pihak mengenal pihak lain, dan begitu juga
sebaliknya.
Adapun ayat lain yang secara eksplisit mengajarkan prinsip kesalingan antara
laki-laki dan perempuan adalah QS. Ali ‘Imran: 3 : 195. Allah swt berfirman, yang
artinya: “Dan Tuhan mereka menjawab kegelisahan mereka, Aku sama sekali tidak akan
menyia-nyiakan setiap amal perbuatan kalian, baik laki-laki maupun perempuan, satu

8 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 59

9 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah, 59-60


sama lain adalah sama. Maka mereka yang berhijrah, dipaksa keluar dari rumah-rumah
mereka dan disiksa karena memilih jalanku, juga mereka yang berperang dan dibunuh
karena jalanku, aka Aku hapuskan dosa-dosa mereka dan Aku masukkan mereka ke surga
yang penuh dengan sungai mengalir, sebagai balasan dari Allah. Dan Allah memiliki
sebaik-baik balasan.” (QS. Ali ‘Imran: 3 : 195).
Al-Qurthubi (w. 671/1273) menyatakan dalam tafsirnya, Al-Ja>mi’li Ahka>m
Al-Qur’an, dengan frasa “ba’dhukum min ba’dh”, bahwa ayat ini tidak hanya
mengajarkan prinsip kesalingan, tetapi juga kesederajatan antara laki-laki dan perempuan
di mata agama, hokum, atutran, dan kebijakan. Jadi ayat ini menegaskan perspektif
kesalingan dan erja sama antara laki-laki dan perempuan dengan sangat eksplisit, tegas,
dan jelas.10
Selain soal relasi kemitraan dan kerja sama, muba>dalah juga berarti
bagaimana sebuah teks sudah secara eksplisit menyebutkan laki-laki dan perempuan. Jika
biasanya teks-teks hanya menyebutkan laki-laki, atau hanya menggunakan redaksi umum
yang bisa berlaku untuk keduanya, ternyata ada beberapa ayat yang secara tegas
menyebutkan perempuan dan laki-laki dengan memasukkan kata “untsa” (perempuan)
disamping “dzakar” (laki-laki), dan dengan memasukkan kata bentuk perempuan (ta’
marbu>thah) di samping kata bentuk laki-laki (tanpa ta’ marbu>thah). Contoh
dalam QS. An- Nisa>’: 4 : 124, yang artinya:
“Dan barangsiapa mengerjakan kebaikan, baik laki-laki atau perempuan, dan dia
beriman, maka mereka semua akan masuk surge dan tidak akan dianiaya sedikit pun.”
(QS. An- Nisa>’: 4 : 124).
1) Basis Muba>dalah
Sebelum berbicara tentang ayat-ayat dan teks-teks hadits yang telah disebutkan,
gagasan dan konsep mub>adalah sudah memiliki akar yang kuat pada ajaran yang
paling fundamental dalam islam. Yaitu, ajaran tauhid “keimanan akan keesaan Allah
Swt”. Memproklamasikan ketauhidan berarti menyatakan dua hal, yaitu pengakuan
akan keesaan Allah Swt, dan pernyataan atas kesetaraan manusia di hadapannya.
Tiada tuhan selain Allah Swt, berarti tidak ada perantara antara hamba dengan
tuhannya, dan bahwa sesama manusia tidak boleh yang satu menjadi tuhan terhadap
yang lainnya.11
10 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah, 65

11 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah , 95- 96


Amina Wadud menegaskan bahwa tauhid merupakan basis teologis bagi
kesetaraan laik-laki dan perempuan. Kesetaran inilah yang menjadi basis relasi
resiprokal antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya, system patriarki yang
menjadikan laki-laki sebagai superior dan perempuan berada di bawahnya adalah
tindakan menyekutukan Tuhan (syirik) dan kesombongan (istikbar) yang
bertentangan dengan konsep tauhid. Sebenarnya bukanlah soal laki-laki, tetapi lebih
merupakan pemusatan eksistensi, berpikir, mengetahui, dan bertindak pada satu poros
semata dan menafikan yang lain. Dengan demikian perubahan prespektif dari tauhid
adalah dari patriarki ke resiprositi, dominasi ke persekutuan, hegemoni ke
kesalingam dan dari kompetisi ke kerja sama.12
2) Konsep gagasan dan Konsep Muba>dalah
Ada dua hal yang melatar belakangi prespektif dan metode muba>dalah yaitu
social dan bahasa. Faktor sosial terkait cara pandang masyarakat yang lebih banyak
menggunakan pengalaman laki-laki dalam memaknai agama. Sedangkan faktor
bahasa adalah struktur bahasa Arab, sebagai teks-teks sumber Islam, yang
membedakan laki-laki dan perempuan, baik dalam kata benda, kata kerja, bahkan kata
ganti dalam bentuk tunggal maupun jamak.13
Pertama, faktor sosial. Di kalangan masyarakat tafsir keagamaan mainstream
lebih banyak disuarakan dengan cara pandang laki-laki, perempuan hanya menjadi
pelengkap semata. Seringnya pertanyaan mengenai sesuatu dianggap baik atau tidak,
adil atau tidak, merusak atau tidak, menggoda atau tidak, menutup aurat atau tidak,
lebih spesifiknya lagi misalnya, memukul istri itu mendidik atau tidak, cerai di tangan
suami itu manfaat atau tidak, poligami itu maslahat atau tidak, adalah diajukan
kepada laki-laki dan dijawab juga oleh laki-laki.
Kedua, faktor bahasa. Al-Qur’an menggunakan bahasa arab sebagai medianya,
yaitu bahasa yang membedakan laki-laki dan perempuan dalam setiap bentuk kata
dan kalimat. Baik kata benda, kata kerja, kata ganti. Baik dalam bentuk tunggal
maupun jamak. Baik dalam bentuk kata masa lalu, masa sekarang atau masa yang
akan datang. Redaksi perempuan harus dibedakan dari redaksi laki-laki. Sekalipun
kata itu tidak berjenis kelamin.

12 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah , 96

13 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah, 104-114


Kenyataannya dalam Al-Qur’an, hamper seluruh redaksi ayat-ayatnya
menggunakan bentuk dan redaksi laki-laki, yang diajak berdialog oleh Al-Qur’an
yaitu laki-laki (dalam struktur bahasanya). Perintah, ajaran, kisah-kisah, shalat, hijrah
dll, sebagian besarny diungkapkan dalam redaksi laki-laki. Dalam penjelasan ulama
klasik, redaksi Al-Qur’an dengan bentuk laki-laki seperti ini dianggap sebagai redaksi
yang mencakup juga perempuan. Pendekatan pemahaman ini kemudian disebut
sebagai kaidah taghlib atau pencakupan perempuan ke redaksi laki-laki. Ibnu Al-
Qayyim Al-Jauziyah (w. 751/1349) berkata “telah ditetapkan dalam kaidah syariah
bahwa hukum-hukum yang diungkapkan dalam redaksi laki-laki, jika itu mutlak
tanpa menyebut perempuan, maka redaksi itu mencakup sekaligus laki-laki dan
perempuan”.

C. Metode Interpretasi Resiprokal


Membaca ulang teori-teori interpretasi teks, baik dalam tafsir maupun ushul fiqh,
adalah niscaya untuk memastikan perempuan menjadi subjek pembaca atas teks dan
menerima manfaat yang sama dengan laki-laki dari misi dasar yang terkandung dalam
teks. Karena Islam mewujud dalam teks-teks nya, maka makna-makna yang lahir dari
teks tersebut harus dipastikan untuk kebaikan laki-laki dan perempuan. Untuk itu perlu
dipastikan bahwa keduanya menjadi subjek bagi teks-teks sumber keislaman. Untuk
itulah, metode interpretasi resiprokal (Qira’ah muba>dalah) diketengahkan dalam
membaca ulang teks-teks rujukan. Menurut Faqihudin Abdul Kodir, teori dan metode
interpretasi yang ada dalam berbagai disiplin ilmu keislaman tidak secara khusus
mempresentasikan kesadaran pentingnya menempatkan perempuan sebagai subjek kerja
daripada interpretasi.14
Metode interpretasi muba>dalah juga terinspirasi dari tradisi interpretasi
klasik men genai pemikiran logika hokum (ta’lil al-ahkam) dalam ushul fiqh, yang
kentara dalam pembahasan metode qiyas, mafhum muwafaqah, mahfum mukhalafah,
mashlahah, istihsan, dan maqasid al-syari’ah. Pembahasan metode-metode ini
menekankan bahwa teks memiliki makna dan tujuan yang bisa dicerna oleh akal pikiran

14 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah, 123


manusia (ma’qul ma’na). Sebab, teks tentang suatu hokum akan menjadi sia-sia jika tidak
mengandung alasan logika, atau tujuan dari hukum tersebut.15

BAB III

15 Faqihuddin Abdul Kodir, Qira>’ah Muba>dalah, 158


PENUTUP

A. Kesimpulan

Muba>dalah berasal dari kata “ba-da-la”, yang berarti mengganti, mengubah,


dan menukar. Akar kata ini digunakan sebanyak 44 kali didalam Al-Qur’an dengan
berbagai bentuknya. Kata muba>dalah ini merupakan bentuk kesalingan
(mufa>’alah) dan kerja sama antar dua pihak (musya>rakah) untuk makna
tersebut, yang memiliki arti saling mengganti, saling mengubah, atau saling menukar satu
sama lain.
Pembahasan muba>dalah disini lebih mengacu pada relasi laki-laki dan
perempuan dalam ruang domestik maupun publik, yang tentunya didasari oleh kemitraan
dan kerja sama didalamnya. Prinsip daripada muba>dalah ini tidak hanya ditujukan
untuk mereka yang berpasangan melainkan juga untuk mereka yang memiliki relasi
dengan orang lain. Konsep mub>adalah sudah memiliki akar yang kuat pada ajaran
yang paling fundamental dalam islam. Yaitu, ajaran tauhid “keimanan akan keesaan Allah
Swt”. Memproklamasikan ketauhidan berarti menyatakan dua hal, yaitu pengakuan akan
keesaan Allah Swt, dan pernyataan atas kesetaraan manusia di hadapannya.
Ada dua hal yang melatar belakangi prespektif dan metode muba>dalah yaitu
social dan bahasa. metode interpretasi resiprokal (Qira’ah muba>dalah)
diketengahkan dalam membaca ulang teks-teks rujukan. Menurut Faqihudin Abdul Kodir,
teori dan metode interpretasi yang ada dalam berbagai disiplin ilmu keislaman tidak
secara khusus mempresentasikan kesadaran pentingnya menempatkan perempuan sebagai
subjek kerja daripada interpretasi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kodir Faqihuddin, Qira>’ah Muba>dalah, Yogyakarta: IRCiSoD, 2019.

Adnan Amal Taufk, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta, FkBA, 2001.

Marzuki, Kajian Awal Tentang Teori-teori Gender, Jurnal Civics Vol. 4 No. 02
Desember 2007.

Husaini Adian & Rahmatul Husni, Problematika Tafsir Feminis: Studi Kritis Konsep
Kesetaraan Gender, Al- Tahrir Vol. 15 No. 02 November 2015.

Zulaiha Eni, Tafsir Feminis: Sejarah, Paradigma dan Standar Validitas Tafsir Feminis,
Al-Bayan: Jurnal Studi Alquran dan Tafsir Vol. 1 No. 1 Juni 2016.

Wartini Atik, Tafsir Feminis M. Quraish Shihab: Telaah Ayat-ayat Gender dalam Tafsir
Al-Mishbah, Palastren Vol. 6 No. 02 Desember 2013.

Anda mungkin juga menyukai