Buku karya DR. KH. Faqihudin Abdul Qadir, MA tersebut sarat dengan
pemaparan ilmiah yang sangat gamblang. Hal ini tentu mencerminkan kualitas
keilmuan mumpuni dibidangnya dan jam terbang kajian keislaman yang
dilakoninya. Gamblangnya pemaparan ditandai dengan kuatnya referensi yang
terkuak dalam penjelasan disetiap tema yang diangkat dalam pembahasan setiap
bab dalam buku tersebut. Saya bersyukur dan bangga menjadi bisa menjadi murid/
mahasiswa beliau. Kedalaman ilmu kyai faqih sering saya rasakan pada saat
mengikuti perkuliahan dan saya merasakan fantasi akademik yang luar biasa
bersama beliau. Kami sekelas terasa diajak menyelam disamudra ilmu yang begitu
luas dan luar biasa dalamnya. Meskipun pada akhirnya saya merasa keteteran
mengikuti daya talar dan penjelasan beliau dalam mengurai tafsiran-tafsiran atas
teks al-Qur’an dan hadits yang beliau sampaikan. Sehingga perlu konsentrasi
penuh dalam menyimak setiap penjelasannya.
1
Tokoh islam perempuan dalam komentarnya tentang buku ini, yakni “
Memandang perbedaan (termasuk laki-laki dan perempuan) tidak selalu sebagai
yang berlawanan atau vis a vis adalah salah satu cara metodologi mubadalah
memaknai teks dan realitas. Perbedaan dapat dipersatukan dengan kesalingan dan
mencari titik temu, daripada membentangkan jarak dengan perlawanan. Bagi
pegiat sosial, buku ini sangat membantu untuk mempertahankan dan
menyampaikan nalar kritis dan konstruktif dengan cara elegan dan
mendamaikan.” Menurut saya pernyataan ini adalah sebuah pengakuan yang
mendalam atas kualitas individu kang faqih dan buku yang beliau tulis yakni
qiraah mubadalah ini.
Senada dengan hal tersebut diatas , pakar ilmu Al- Qur’an Dr. Nur Rofiah,
Bil. Uzm., menyampaikan pesan dalam komentarnya, yakni: “ Qira’ah
Mubadalah telah membantu mengatasi ketatnya aturan gender dalam bahasa arab
yang membuat teks-teks keislaman sangat maskulin menjadi seimbang. Cara baca
ini telah memungkinkan lahirnya narasi Islam yang menempatkan laki-laki dan
perempuan setara sebagai manusia. Ini adalah capaian sangat penting mengingat
ketimpangan relasi gender dapat diperbaiki menjadi seimbang. Karenanya laki-
laki dan perempuan sama-sama berhak memperoleh kemaslahatan dan terhindar
dari kemafsadatan.” Pernyataan tersebut menurut penulis bukan tanpa alasan,
disamping karena kuatnya eksplorasi pemaparan keilmuan yang dituangkan dalam
buku tersebut oleh penulis (kyai Faqih), juga mungkin karena beliau, Dr. Nur
Rofiah sendiri merasa menemukan nilai akademik yang baru dalam buku tersebut,
baik secara metodologi maupun rincian kajiannya. Dan beliau sendiri adalah pakar
2
dalam kajian ilmu Al-Qur’an yang kompetensinya diakui kalangan akademik dan
pengkaji Al- Qur’an.
3
Pada bab II membahas tentang gagasan dan konsep Mubadalah: Makna
dan Landasan. Sebagai dasar pijakan gagasan dan konsep mubadalah Diawali
dengan mencantumkan terjemahan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW., yang
berbicara tentang kesetaraan gender dalam Islam. Terjemahan hadits tersebut
adalah sebagai berikut: “Saling berpesan diantara kalian agar selalu berbuat baik
kepada perempuan. Karena mereka seringkali dianggap tawanan (seseorang yang
tidak diperhitungkan oleh kalian). Padahal, sesungguhnya kalian tidak memiliki
hak sama sekali atas mereka, kecuali dengan hal tersebut (berbuat baik).
Nah, dalam konteks pendekatan mubadalah bahwa teks hadits ini sedang
mengingatkan kondisi faktual dimasyarakat, bukan sedang menetapkan kondisi
normatif tentang perempuan sebagai tawanan para laki-laki. Kondisi faktual ini
penting disebutkan sebagai konteks dimana pesan Nabi Muhammad Saw.
disampaikan diawal kalimat dan ditegaskan lagi diakhir kalimat. Pesan normatif
dari Nabi Muhammad Saw. yang dimaksud adalah tentang pentingnya memihak
pada perempuan, memberi perlindungan, dan melakukan kebaikan. Nabi meminta
kita untuk saling berwasiat secara terus-menerus untuk memastikan para
perempuan kebaikan karena konteks sosial masih sering merendahkan mereka.
Dengan demikian, bentuk pemihakan nabi terhadap kaum perempuan menjadi
sangat nyata dan menjadi sangat relevan dalam konteks kesetaraan gender antara
laki-laki ndan perempuan.
4
Dalam semangat pemihakan inilah, gagasan dan konsep mubadalah
ditawarkan untuk menegaskan kemanusiaan perempuan dan pentingnya relasi
kerjasama, bukan hegemoni, antara laki-laki dan perempuan. Secara perspektif
mubadalah merupakan norma yang fundamental dalam Islam, yang dibawa dan
ditegaskan al-Qur’an sejak awal. Sebagai penyempurnanya adalah penanaman
terminologi, penegasan sumber-sumber, dan penggunaannya secara aplikatif pada
kondisi sosial saat ini, baik dalam kontek memahami teks maupun dalam
hubungan sosial sehari-hari.
Sejalan dengan asumsi tersebut seperti yang tercantum dalam QS. Al-
Hujuraat [49]: 13, yang artinya:”Wahai manusia, Kami telah ciptakan kalian
semua dari laki-laki dan perempuan, lalu Kami jadukan kalian bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa, agar kalian saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya
yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah
itu Maha tahu dan Maha Mengerti.”
Senada dengan ayat diatas bahwa ajaran Islam diturunkan ke bumi ini
bernilai universal. Manfaatnya diperuntukkan bukan hanya umat Islam, tetapi juga
untuk kemaslahatan umat manusia. Pesannya harus menyeluruh dan bernilai
rahmatan lil ‘aalamiin. Pesan ajarannya membawa kedamaian dan membawa
angin sejuk kasih sayang antar umat manusia. Konsep kesalingan dalam konteks
mubadalah mengarahkan manusia untuk saling menguatkan satu sama lain dalam
lintas suku dan sektoral, bahkan agama agar saling menghormati satu sama lain.
5
KESIMPULAN
Kajian keislaman dalam buku Qira’ah Mubadalah adalah fokus pada isu-
isu gender yang ada dalam teks-teks al-Qur’an dan hadits dengan perspektif
mubadalah atau kesalingan sebagai kekuatan metodologinya. Buku ini
mencerahkan dan penting dimiliki, khususnya untuk pegiat kajian gender dan para
pemula yang berniat menyelami ilmu-ilm keislaman.
SARAN