Anda di halaman 1dari 9

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Adalah Dr. Jeffrey Lang ,seorang intelektual Muslim Amerika dalam


karyanya Even Angels Ask: A Journey to Islam in America 1bertutur bahwa dengan
harapan dapat memperdalam wawasan keislamannya, ia tinggal beberapa lama di
Saudi Arabia untuk mengenal secara lebih dekat dan intens komunitas Muslim
yang hidup di sekitar bayt Allah, tempat Islam dilahirkan. Namun akhirnya, dia
kembali ke Amerika dengan rasa kecewa karena “menyadari” bahwa pemikiran
2
Islam yang tumbuh berkembang di Amerika baginya lebih terasa cocok dan
menantang ketimbang pemahaman Islam yang berkembang di Saudi Arabia yang
lebih ditujukan pada masa lalu. Di Arab Saudi, Islam berhenti hanya sebagai
kekuatan untuk perkembangan kepribadian, dan kenyataan itu tulis Lang membuat
iman saya kehilangan daya hidupnya. Menanggapi deskripsi Lang, Jalaluddin
Rakhmat, dalam kata pengantar edisi Indonesia buku tersebut menyatakan bahwa
Lang ingin meninggalkan watak keAmerika-annya untuk menjadi Muslim, tetapi
dia gagal.

Namun dengan begitu, ia berhasil menemukan pencerahan baru yaitu no


escape from being an America 3Menjadi Muslim tidak berarti mesti menjadi Arab.
Menjadi Muslim tidak berarti harus meninggalkan dan menanggalkan semua latar
belakang budaya lokal, mengingat Islam tidak pernah datang pada suatu vakum
kultural. Berislam sebagai respon manusia Muslim terhadap sabda Tuhan, dengan
demikian dapat berlokus pada karakter budaya setempat, sehingga memunculkan
mosaik corak Islam yang dinamis dan heterogen seperti Islam Arab, Islam India,

1
Buku diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Judul Bahkan Malaikatpun Bertanya:
Membangun Sikap Islam Yang Kritis. (Jakarta: Serambi, 2001).
2
Buku otoritatif yang mensurvey karakteristik dan model wawasan keislaman yang berkembang
di Amerika – khususnya amerika serikat antara lain karya Jane Smith, Islam di Amerika. Ter.
Watung Budiman. (Jakarta: Obor, 2003).
3
Komaruddin Hidayat, Wahyu Di Langit Wahyu di Bumi: Doktrin dan Peradaban Islam di
Panggung Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2003), hlm., 7. Lihat juga idem, “Ketika Agama
Menyejarah”, al-Jami’ah Journal of Islamic Studies. Vol. 40, No. 1, January-June 2002, hlm., 98-
105.

1
Islam Indonesia dan corak Islam yang lain dengan eksistensi dan hak hidup yang
sama.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian pribumisasi al – qur’an
2. Peranan al – qur’an dalam wawasan indonesia
3. Contoh konkrit tentang maksud pribumisasi al – qur’an

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian pribumisasi al-qur’an
2. Memahami peranan al – qur’an dalam wawasan negara
3. Mengetahui contoh dalam pribumisasi al – qur’an4

4
Tugas uts smt 2 STAINU Kotabumi 2020/2021

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pribumisasi Al – Qur’an

Al-Qur’an memiliki beberapa hak atas umat yang memedomaninya. Ia berhak


untuk diperlakukan dengan baik dan benar; dihafal, dibaca, didengar, direnungkan,
dihayati dan diamalkan. Ia berhak untuk digali rahasia-rahasianya, diselami
keindahan hikmahnya, dan ditampakkan keunggulan-keunggulannya. Ia punya hak
untuk diikuti, diamalkan, dijadikan pedoman dan disebarkan. Hak-hak al-Qur’an
berarti kewajiban bagi mereka yang memedomaninya, yakni umat Islam 5. Namun
kenyataannya, umat Islam dewasa ini belum dapat sepenuhnya menunaikan
kewajiban mereka terhadap Kitab Sucinya, terutama di ranah penggalian makna
dan pengamalan. Poin inilah yang akan dikembangkan dalam pembahasan ini
dengan menjadikan Indonesia atau keindonesiaan sebagai pendekatan dalam
melakukan penggalian makna termaksud. Pembahasan ini akan coba menilik
kemungkinan penggalian makna-makna al-Qur’an lalu menerapkannya dalam
konteks keindonesiaan dengan mempertimbangkan kemandirian serta keunikan
Indonesia sebagai negeri berpenduduk Muslim terbesar yang jelas-jelas menjadikan
al-Qur’an sebagai Kitab Suci.

Dengan ungkapan yang lebih ringkas, pengertian ini akan coba


mengimplementasikan beberapa isi kandungan al-Qur’an dalam konteks kekinian
dan kedisinian. Pada gilirannya, kata “kekinian” meniscayakan revitalisasi sedang
“kedisinian” mengharuskan pribumisasi.6 Oleh karna itu pengertian sederhana
tentang pribumisasi al – qur’an adalah “ pemahan / penggalian makna al qur’an
dalam wawasan keindonesiaan” yang dalam hal ini menjadikan makna al – qur’an
yang tafsirnya di sesuaikan dengan ke adaan atau kebiasaan di indonesia dalam
segala aspek kehidupan masyrakat.

5
2Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1985)
6
1M. Nur Kholis Setiawan, Pribumisasi Al-Qur'an: Tafsir Berwawasan Keindonesiaan,
(Yogyakarta: Kaukaba, cet. Ke-1, 2012)

3
B. Peranan Al Qur’an Dalam Wawasan Ke Indonesiaan

Semenjak diturunkannya, Al quran memang sudah memainkan peran


komunikatif (ḥiwār) dengan realitas. Celah kominikatif ini kemudian menjadi lahan
penelitian Alquran yang banyak menggunakan ilmu sosial-humaniora. Dalam
tradisi klasik, dialektika Alquran ini dijadikan sub bahasan dalam ulum’ Alquran,
dalam beragam teori asbāb an-nuzūl. Bahkan, beberapa pemikir studi Qur’an sudah
membuat teori tersendiri mengenai dialektika Alquran, seperti: dirāsah mā fi al-
Qur’ān dan dirāsah mā ḥawla alQur’ān yang dicetuskan oleh Amin al-Khuli7.
Dekade berikutnya, kajian mengenai dialektika Alquran mulai berkembang.
Dialektika Alquran dikaji dengan menggunakan beragam pendekatan, mulai dari
pendekatan ilmu komunikasi, hingga ilmu kebudayaan (antropologi).8

Fakta bahwa Alquran diturunkan dalam realitas yang hidup,membuat kajian


sejarah sosial mengenai masyarakat tempat ia diturunkan menjadi salah satu bagian
penting. Namun, tidak kalah penting pula adalah mengkaji dialektika tafsir
didalamnya. Jika kajian dialektika Alquran membantu dalam memahami secara
cermat apa yang terjadi dimasyarakat Arab ketika itu dan respon Alquran
terhadapnya. Maka, kajian dialektika tafsir Alquran akan memperlihatkan
kontestasi wajah Alquran yang lebih hidup dengan realitas mufassirnya. Dengan
menganalisis beragam elemenelemen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya
ketika tafsir itu dikarang. Kajian dialektika sendiri –baik Alquran maupun tafsir-
dapat menghidupkan dan mereview kembali pengabadian fenomena yang terekam
dalam teks Alquran.

Dialektika sendiri merupakan sebuah proses yang hidup, sebagaimana tafsir


Alquran yang selalu berdialektika dan bertransformasi dengan kehidupan dan
konteks para mufassirnya. Syahrur memandang dialektika tafsir Alquran ini terjadi
karena ada space yang perlu diperhatikan, dimana teks Al quran telah selesai,
sedangkan realitas masayarakat terus mengalami transformasi (an-naṣṣ
mutanāhiyah wa al-wāqi‘ gairu mutanāhiyah). Dalam pandangan semiotika sosial,

7
Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial (Yogyakarta: eLSAQ Press,
2005)
8
Amin Al-Khulli dan Nasr Hamid Abu Zaid Metode Tafsir Sastra, ter. Khairon Nahdiyyin,
(Yogyakarta: Adab Press, 2004), hlm. 64.

4
teks tidak akan terlepas dari konteks situasinya. Dengan demikian, dialektika
Alquran pula tidak terpisah dengan dua sisi tersebut. Teori dialektika selalu
memainkan dengan apik tiga konteks situasi,:

(1) Medan wacana, yakni halhal yang sedang terjadi dan yang sedang berlangsung.

(2) Pelibat wacana, yakni orang-orang yang terlibat, sifat, kedudukan, serta peran,

(3) Sarana wacana, yakni bagian yang sedang diperankan oleh bahasa dalam situasi
itu.

Peranan al qur’an dalam wawasan ke indonesiaan sejatinya sebagai bahan


landasan dalam setiap aspek hukum ataupun hubungan sosialisasi, baik dalam segi
politik, Pesfektif Sosiologi Pengetahuan, dengan melihat mayoritas penduduk di
indonesia beraga islam tentu sangat terkaitkan dalam menggunakan al qur’an
sebagai pedoman ber negara.9

9
Rakhmat, Jalaluddin,Islam Aktual, Refleksi Sosial Seorang Cendekiwan Muslim, Bandung: Mizan,
cet. XIV, 2003.

5
C. Contoh Konkrit Tentang Maksud Pribumisasi Al – Qur’an

Sub ini coba menunjuk satu term dalam al-Qur’an lalu menelusuri
pengertiannya kemudian mengelaborasinya dalam konteks kekinian dan
keindonesiaan. Term termaksud adalah gani mah. Term ini identik dengan perang.
Sementara kini dan di sini tidak (belum) ada perang yang darinya wacana gani mah
dapat mengemuka. Secara etimologi gani mah berarti “apa yang diperoleh
seseorang atau sekelompok orang lewat usaha.”] Sedangkan secara terminologi ia
berarti “apa yang diperoleh kaum Muslimin dari harta kaum musyrikin dengan
mengerahkan kuda dan unta (perang).” 10
Dalam al-Qur’an, kata-kata yang
terbentuk dari kata dasar ‫ غنم‬terulang sebanyak sembilan kali, yaitu dalam Surah
an-Nisâ`/4: 94, al-An’âm/6: 146, al-Anfal/8: 41, 69, Thaha/20: 18, al-Anbiyâ`/21:
78, dan al-Fath}48: 15, 19, 20. Tentu saja tidak semuanya berhubungan dengan
ganimah yang berarti harta rampasan perang.

Dalam Surah an-Nisa/4: 94 disebut ُ‫ َمغَانِم‬dan berarti harta yang banyak. Dalam
Surah al-An‘am/6: 146, Thaha/20: 18 dan al-Anbiya/21: 78 disebut ُ‫غنَم‬
َ dan berarti
11
kambing. Untuk masa sekarang, masalah ganimah secara umum bukan lagi
merupakan realitas keislaman yang kita hadapi. Kita sekarang tidak lagi
menghadapi masalah ini. Kita tidak berada dalam pemerintahan, kepemimpinan dan
umat Islam yang sedang berperang di jalan Allah lalu mendapatkan banyak
gani>mah yang harus didistribusikan sedemikian rupa. Zaman telah berputar dan
kembali ke fase di mana Islam menghadapi masalah kemanusiaan untuk pertama
kalinya.

Manusia kini telah kembali ke zaman jahiliah sebagaimana asal mereka dulu
Islam pun kini telah kembali ke fase awal di mana ia harus menyeru manusia untuk
masuk ke dalamnya; menyeru mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menyeru mereka untuk bersatu di bawah
kepemimpinan Islam guna membangun kembali agama ini dalam kehidupan
manusia; serta menyeru mereka supaya loyal secara total terhadap komunitas dan

10
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia (Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2003)
11
Bakar Atjeh, Sedjarah Al-Qur’an (Djakarta: Sinar Pudjangga, 1952)

6
kepemimpinan Islam tersebut. Inilah persoalan nyata yang dihadapi Islam sekarang.
Tidak ada persoalan lain. Tidak ada persoalan gani>mah sebab tidak ada perang
sekarang Manhaj Islam adalah manhaj yang realistis (wa>qi’i>).

Ia tidak mengurusi persoalan yang tidak benar-benar ada (terjadi). Ia tidak


mengurusi masalah ini (pembagian gani>mah) yang dari segi kenyataan tidak ada
wujudnya Yang kini dituntut dari para mujtahid adalah berijtihad untuk
mengistinbath hukum guna memecahkan berbagai persoalan yang nyata. Hanya
ijtihad semacam itu yang bernilai karena memiliki momentum dan realistasnya
yang nyata. Oleh karena itu, berkenaan dengan ayat ini kami tidak akan masuk ke
wilayah fikih yang mendetil yang terkait khusus dengan masalah anfa dan ganimah,
sampai tiba waktunya di mana masyarakat Islam menghadapi keadaan perang
secara nyata yang darinya masalah ganimah memerlukan pemecahan hukum.12

12
Maharsi, Islam di Tanah Selaparan, dalam Sugeng Sugiono dkk (ed.) Menguak Sisi-sisi
Khazanah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Penerbit Adab Press, Juni 2008)

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua konsep yang diintrodusir al-Qur’an harus diyakini kebenarannya dan


kemampuan bertahannya dari masa ke masa. Hanya saja, di lain pihak, realitas yang
ada kini tidak selalu sama karakter dan muatan sosialnya dengan realitas awal yang
di dalamnya atau tentangnya konsep-konsep tersebut turun. Revitalisasi makna
lewat kontekstualisasi dan pribumisasi dapat menjembatani rentang antara dua
realitas itu. Lagi-lagi, pendekatan tekstual-legal-formal harus “dikorbankan” demi
tergali dan terjunjungnya maslahat lewat pendekatan kontekstual-ideal-moral.

Wallahu a’lam bi al-sawwab

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Banna, Jama>l, Nah}w al-Fiqhil Jadi>d 1, Cairo: Da>rul Fikr al-Isla>mi,


1999, (terjemahan Hasibullah Satrawi dan Zuhairi Misrawi, Manifesto Fiqih Baru
1, Memahami Diskursus al-Qur’an, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008).

Al-Bara>wi, Ra>syid, al-Qas}as}ul-Qur’a>ni; Tafsir Ijtima>‘i, Cairo: Da>r al-


Nahd}ah al-’Arabiyah, cet. I, 1978. Chirzin, Muhammad, Buku Pintar Asbabun
Nuzul, Mengerti Peristiwa dan Pesan Moral di Balik Ayat-ayat Suci al-Qur’an,
Jakarta: Zaman, cet. I, 2011.

Digital Islamic Project, Encyclopedia of Shia [terj. Antologi Islam, Sebuah Risalah
Tematis dari Keluarga Nabi, oleh Rofik Suhud dkk.), Jakarta: Penerbit al-Huda,
cet. I, 2005.

Al-Gaza>li>, Muh}ammad, al-Mah{a>wir al-Khamsah lil Qur’a>nil Karim,


Cairo: Da>r al-S{ahwah lin Nasyr wat Tauzi’, cet. I, 1989.

Anda mungkin juga menyukai