Anda di halaman 1dari 14

Konsep Pendidikan Akhlak Analisis K.H.

Bisri Mustofa dalam Tafsir Al-Ibriz

Oleh:

Fadliyah (19010883)

Latifah Ulfi Nurjanah (19010891)

Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

Abstrak: Pendidikan akhlaq merupakan landasan awal untuk membentuk dan


menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berkualitas. Selain itu, dapat juga
menambah kembangkan sikap manusia agar menjadi lebih sempurna. Sehingha
berdampak positif bagi kehidupan dan selalu terbuka bagi kebaikan dan tertutup dari
segala bentuk keburukan. Lebih lanjut dengan adanya nilai-nilai pendidikan akhlaq
tentunya akan berdampak positif juga pada berbagai aspek dan unsur kehidupan.
Pendidikan akhlaq disebut juga dengan proses internalisasi nilai-nilai akhlaq kedalam
diri. Agar tertanam kuat dalam pola pikir, ucapan, perbuatan, serta interaksinya kepada
Tuhan, manusia, dan alam. Selain itu nilai-nilai akhlaq dapat juga membentuk visi
Trancendental-spiritual, visi sosiologis dan visi ekologis. Sehingga nilai-nilai tersebut
bisa melekat dalam diri sehingga membentuk budaya perilaku dan karakter. Berangkat
dari latar pemikiran yang telah kami uraikan di atas, maka makalah ini diarahkan untuk
mengkaji dan mengkonstruk pemikiran Bisri Mustofa dengan fokus kajian pada nilai-
nilai pendidikan akhlaq yang terkandung dalam Tafsir Al-Ibriz karya Bisri Mustofa.
Adapun faktor yang melatar belakangi kami memilih tafsir Bisri Mustofa karena beliau
merupakan orang asli Indonesia. Sehingga tafsir yang dibuat oleh beliau tentu akan
sangat interaktif dengan realita sosial yang ada di Indonesia yang hal tersebut akan
dapat sangat membantu kami falam upaya memberikan manfaat terhadap dunia

1
pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan Islam, serta akan mampu menjawab
berbagai problem yang ada dalam dunia pendidikan dewasa ini.

A. Latar Belakang

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad


dengan berbahasa Arab, sebagai petunjuk bagi manusia, menjadi penjelas bagi segala
sesuatu yang mengetahui dan yang bersedia mendengarkan. Sebagai firman Allah, al-
Qur'an adalah media yang dijadikan alat komunikasi Allah dengan manusia. Perintah,
larangan, kabar gembira, kebar buruk, petunjuk Allah hanya dapat diketahui oleh
manusia melalui firman-Nya. Inilah yang menjadikan al-Qur'an sebagai petunjuk
penting dalam agama Islam. Harus diingat, bahwa pemeluk agama Islam bukan hanya
pada lokalitas tertentu yang mempunyai bahasa dan setting historis sama. Meskipun
begitu, ketika al-Qur'an mendeklarasikan sebagai petunjuk dan rahmat seluruh alam,
terutama bagi mereka yang bertaqwa (hudâ li al-mutaqîn), al-Qur'an turun dengan
bahasa lokal di tempat ia diturunkan (bi lisan qawmihim), yakni komunitas masyarakan
Arab. Pasca Nabi Muhammad meninggal dunia, al-Qur'an sudah tidak akan turun lagi
dan telah selesai dibukukan, namun kandungan maknanya dipercaya tidak akan penah
habis (shâlih li kull zamân wa al-makân), konsekuensinya disusunlah kitab-kitab tafsir
sebagai “kepanjangan tangan” dari firman Allah yang sudah resmi dibukukan itu.

Bagi orang beragama Islam, utusan Allah boleh saja mati, firman Allah boleh
saja terhenti, namun kandungan maknanya tidak boleh ikut-ikutan selesai. Bagaikan
pelita, ia harus selalu memancarkan cahaya. Kandungan makna firman Allah itulah
yang dieksplorasi seluas-luasnya oleh kitab-kitab tafsir. Kerja menafsirkan ayat al-
Qur'an membutuhkan usaha kreatif akal untuk menyingkap (al-kashf), menerangkan (al-
idhah), dan menjelaskan (al-ibanah) makna yang tersembunyi di balik untaian kosakata
Arab sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah sebatas kemampuan manusia. 1
Penafsir, siapapun dia, selalu bertolak dari teks firman Allah, seraya mencurahkan
kemampuannya untuk menggali kedalaman maknanya. Artinya penafsir selalu
1
Muhammad Abd al-Azhim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur'an, Vol. 2 (Bairut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), hlm. 265.

2
berangkat dengan keyakinan bahwa teks al-Qur'an itu penting, tidak bisa bicara sendiri
dan perlu diartikulasikan, sehingga ia berani bersusah payah untuk menggali sampai
dapat mengeluarkan interpretasi dari teks tersebut. Adapun isi penafsiran, apakah
bersumber pada makna teks, proses dialogis antara akal penafsir dan teks, atau malah
ekspresi penafsir sendiri adalah soal nomer dua, sebab menafsirkan artinya adalah
memaksa nalar untuk bekerja dengan bertolak dari teks. Oleh karena itu, warna-warni
penafsiran sepenuhnya di bawah otoritas penafsir sendiri. Tidak akan ada jaminan,
garansi, atau servis gratis dari Allah. Warna-warni penafsiran al-Qur'an ini dipastikan
akan terus mengalam perkembangan dengan mengandaikan adanya prinsip-prinsip
metodologis yang digunakan setiap penafsir dalam memahami teks al-Qur'an, sebab
karya tafsir yang notabene hasil olah pikir penafsir ketika berinteraksi dengan teks al-
Qur'an tidak pernah bisa dilepaskan dari tujuan, kepentingan, tingkat kecerdasan,
disiplin ilmu yang ditekuni, pengalaman, penemuan-penemuan ilmiah dan situasi sosial-
politik di mana sang penafsir hidup. Ini artinya, produk penafsiran merupakan
representasi semangat zaman di mana seorang penafsir menyejarah, tak terkecuali
literatur tafsir produksi KH. Bisri Musthofa (1915-1977 M) yang diberi judul al-Ibriz li
Ma'rifat Tafsir al-Qur'an al-Aziz.2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan


yang akan dibahas. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran K.H. Bisri Mustofa mengenai konsep pendidikan Akhlaq


dalam tafsir Al-Ibriz?.

2. Bagaimana implementasi metode penafsiran K.H. Bisri Mustofa pada konsep


pendidikan akhlaq?

C. Tujuan Penelitian

2
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 77.

3
Berdasarkan pada pokok permasalaahan diatas, tujuan dilakukannya penelitian
ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pendapat KH. Bisri Mustofa mengenai Konsep


Pendidikan Akhlaq dalam tafsir Al-Ibriz.

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang bisa di ambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dapat menjadi pijakan atau pertimbangan dalam mempelajari dan membenahi


pendidikan islam, terutama yang terkait dengan problematika pendidikan islam yang
bersifat mendasar dan aktual, serta sebagai sebuah tawaran solusi bagi maraknya
problem pendidikan sekarang dengan menggunakan konsep pendidikan akhlak KH Bisri
Mustofa.

E. Kajian Pustaka

Dalam melakukan kajian pustaka, peneliti memetakan bentuk-bentuk penelitian


terlebih dahulu, yakni:

Konsep Pendidikan Akhlak Analisis K.H Bisri Mustofa dalam Tafsir Al Ibriz
dan pengaruhnya bagi pembaca. Pemetaan tersebut kemudian peneliti menemukan
beberapa literatur dari peneliti-peneliti sebelumnya yang pembahasannya ada kaitannya
dengan penelitian ini.

Diantaranya literatur-literatur tersebut adalah:

Pertama, “skripsi” Hasyim Ashari dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif

Imam Al Ghazali” penelitian ini mengkaji bahwa imam Al-Ghazali mengatakan bahwa
akhlak ialah suatu hakikat atau bentuk dari sesuatu jiwa yang benar-benar telah meresap
dan dari situlah timbulnya berbagai sebagai perbuatan dengan cara spontan dan mudah,
tanpa dibuat-buat dan tanpa membutuhkan pemikiran atau angan-angan menurutnya
nya, "bahwasannya karakter atau akhlak itu tidak bisa begitu saja ada dalam diri

4
manusia, tetapi harus selalu dibiasakan dan dijaga agar menjadi sebuah sikap baik
dalam diri manusia itu sendiri".

Kedua, “skripsi” Vera Dessy Fara Dina dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN
AKHLAK DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi
Atas Pemikiran Hamka dan Syed Muhammad Naquib Al Attas) dalam penelitiannya
bahwasannya Al-Attas dan HAMKA memberikan analisis bahwa yang menjadi
penyebab kebanyakan peserta didik atau pelajar melakukan hal-hal yang kurang sesuai
dengan agama Islam bersumber pada kurangnya pembinaan pendidikan akhlak terhadap
peserta didik baik yang bersifat personal maupun lembaga. untuk mengetahui dan
memahami gagasan pendidikan fundamental dari seorang tokoh: HAMKA dan Syed
M.Naquib Al-Attas yakni tentang pendidikan akhlak yang dijadikan sebagai konsep
dalam pembangunan sumber daya manusia.

Ketiga, “Jurnal” Sri Wahyuningsih, 2021 yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN


AKHLAK DALAM AL QUR’AN”, jurnal ini meneliti tentang konsep pendidikan
akhlak dalam Al-Qur’an Akhlak merupakan cermin kepribadian seseorang, sehingga
baik buruknyaseseorang dapat dilihat dari kepribadiannya. Al-Qur’an adalah sumber
pokok dalam berperilaku dan menjadi acuan kehidupan, karena di dalamnya memuat
berbagai aturan kehidupan di mulai dari hal yang urgent sampai kepada hal yang
sederhana sekalipun. Jika al-Qur’an telah melekat dalam kehidupan setiap insan, maka
ketenangan dan ketentraman bathin akan mudah ditemukan dalam realita kehidupan,
peneliti mengambil ayat dalam (QS. Luqman (31) : 17-18). Berdasarkan ayat di atas,
lukman menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat serta mengerjakan amar ma’ruf
nahi munkar, yang pada dasarnya lukman memberikan kebiasaan untuk selalu tunduk
dan patuh terhadap perintah-Nya, yang pada akhirnya menjauhkan dari prilaku sombong
lagi membanggakan diri. Sehingga pendidikan akhlak mulia harus diteladani agar
menjadi manusia yang hidup sesuai dengan tuntutan syari'at Islam.

F. Biografi KH. Bisri Mustofa

5
Bisri mustofa lahir di kampung Sawahan, Rembang, Jawa Tengah pada tahun
1915 atau bertepatan pada tahun 1334 H. Awalnya namanya adalah Mashadi, tetapi
namanya diganti dengan Bisri mustofa setelah beliau menunaikan haji pada tahun 1923.
Beliau merupakan putra dari H. Zainal Mustofa dan Chodijah. Mashadi adalah anak
pertama dari keempat bersaudara, yaitu Mashadi, Salamah (Aminah), Misbah dan
Ma’sum. Beliau merupakan orang yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Ayah
Mashadi yaitu H. Zaenal Mustofa adalah anak dari padjojo atau H. Yahya, sebelum naik
haji H. Zaenal Mustofa bernama Djaja Ratiban, yang kemudian terkenal dengan sebutan
Djojo Mustopo. Beliau ini adalah seorang pedagang kaya dan bukan seorang kiai dan
alim ulama.3 Akan tetapi beliau merupakan orang yang mencintai para kyai dan alim
ulama, disamping itu beliau juga memiliki kepribadian yang dangat dermawan. Dari
keluarga ibu (chodijah) Mashadi masih mempunyai darah makassar, karena chadijah
merupakan anak dari pasangan Aminah dan E. Zajjadi. E. Zajjadi adalah kelahiran
Makassar dari ayah bernama E. Sjamsuddin dan Ibu Datuk Djajah Pada tahun 1923
Misbah kecil diajak untuk ikut bapknya, sekeluarga bersama-sama menunaikan ibadah
haji.

Rombongan sekeluarga itu adalah H. Zainal Mustofa, Khodijah, Mashadi (8


tahun), Salamah (5 tahun 6 bulan), Misbah (3 tahun 6 bulan), Ma’sum (1 tahun).
kepergian ketanah suci itu dengan menggunakan kapal haji milik Chasan-Imazi
Bombay, dan naik dari pelabuhan Rembang. Dalam menunaikan ibadah haji tersebut, H.
Zaenal Mustofa sering sakit-sakitan. Sampai Wuquf di Arafah, menginap di Mina,
Thawaf dan juga Sa’i juga dalam keadaan sakit. Setelah selesai ibadah haji, dari Jeddah
berangkat ke Indonesia, san ayah H. Zainal Mustofa dalam keadaan sakit keras. Saat
kapal akan berangkat, wafatlah H. Zainal Mustofa dalam usia 63 tahun. 4 Sepulang naik
Haji beliau mengganti namanya dengan Bisri yang selanjutnya ia dikenal dengan
sebutan Bisri Mustofa. Pada 17 Rajab 1354 H/Juni 1935, beliau menikahi Ma’rufah
3
Saifulloh Ma’sum, Karisma Ulama: kehidupan ringkas 26 tokoh NU, (Bandung: Mizan, 1998),
Hlm 319.
4
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufassir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer,
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013), Hlm. 168.

6
binti K.H Cholil dari pernikahan ini beliau dikaruniai 8 anak, yaitu Cholil (lahir 1941),
Mustofa (lahir 1943), Adieb (lahir 1950, Faridah (lahir 1952), Najihah (lahir 1955),
Labib (lahir 1956), Nihayah dan Atikah (lahir 1964). Pada sekitar tahun 1967, Beliau
menikah lagi dengan wanita asal Tegal bernama Umi Atiyah. Dari pernikahan istri
kedua dikaruniai seorang putra bernama Maimun. Bisri Mustofa meninggal di
Semarang pada 16 Februari 1977 akibat serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan
gangguan paru-paru.5

G. Riwayat Pendidikan KH. Bisri Mustofa

H. Zuhdi atau yang biasa dikenal kakak tiri Bisri Mustofa, mendaftarkan Bisri
ke sekolah HIS (Hollands Inlands School) di Rembang. Pada waktu itu Rembang
terdapat tiga macam jenis sekolah, yaitu:

1. Eropese School; dimana muridnya terdiri dari anak-anak priayi tinggi, seperti anak-
anak bupati, asisten residen dll.

2. HIS (Hollands Inlands School), dimana muridnya terdiri dari anak- anak pegawai
negeri yang penghasilannya tetap. Uang sekolahnya sekitar Rp 3 sampai Rp 7.

3. Sekolah Jawa (Sekolah Ongko 2); dimana muridnya terdiri dari anak-anak kampong,
anak pedagang, anak tukang. Uang sekolahnya sekitar Rp.0,1 sampai Rp 1,25.

Bisri diterima di HIS, sebab ia diakui sebagai keluarga Raden Sudjono, mantra guru
HIS yang bertempat tinggal di sawahan juga dan menjadi tetangga dari keluarga kh.
Bisri. Mendengar kh. Bisri akan diterima di HIS, KH Cholil langsung menyuruhnya
untuk pindah ke sekolah Ongko 2 karena kebenciannya kepada belanda yang memang
HIS itu adalah sekolah milik Belanda. Setelah lulus dari sekolah Ongko 2, kh. Bisri ke
kasingan untuk mondok di KH Cholil. Disana ia menekuni ilmu agama, seperti alfiyah,
fathul mu'in, dll. Di usianya yang kedua puluh, Bisri Musthofa dinikahkan oleh gurunya
yang bernama Kiai Cholil dari Kasingan (tetangga desa Pesawahan) dengan seorang

5
Ahmad Zaenal Hadi, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2019) Hlm. 9

7
gadis bernama Ma'rufah (saat itu usianya 10 tahun), yang tidak lain adalah puteri Kiai
Cholil sendiri. Dari perkawinannya inilah, KH. Bisri Musthofa dianugerahi delapan
anak, yaitu Cholil, Musthofa, Adieb, Faridah, Najihah, Labib, Nihayah dan Atikah.
Cholil (KH. Cholil Bisri). Setahun setelah dinikahkan oleh Kiai Cholil dengan putrinya
yang bernama Marfu'ah itu, KH. Bisri Musthofa berangkat lagi ke Mekah untuk
menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga dari
Rembang. Namun, seusai haji, KH. Bisri Musthofa tidak pulang ke tanah air, melainkan
memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana.

Di Mekah, pendidikan yang dijalani KH. Bisri Musthofa bersifat non-formal.


Beliau belajar dari satu guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-
guru beliau terdapat ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekah.
Secara keseluruhan, guru-guru beliau di Mekah adalah: (1) Syeikh Baqir, asal
Yogyakarta. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Lubbil Ushul, „Umdatul
Abrar, Tafsir al-Kasysyaf; (2) Syeikh Umar Hamdan al-Maghriby. Kepada beliau, KH.
Bisri Musthofa belajar kitab hadits Shahih Bukhari dan Muslim; (3) Syeikh Ali Maliki.
Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab al-Asybah wa al-Nadha‟ir dan al-
Aqwaal al-Sunnan al-Sittah; (4) Sayid Amin. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa
belajar kitab Ibnu 'Aqil; (5) Syeikh Hassan Massath. Kepada beliau, KH. Bisri Musthofa
belajar kitab Minhaj Dzawin Nadhar; (6) Sayid Alwi. Kepada beliau, KH. Bisri
Musthofa belajar tafsir al-Qur'an al-Jalalain; (7) KH. Abdullah Muhaimin. Kepada
beliau, KH. Bisri Musthofa belajar kitab Jam'ul Jawami'. Dua tahun lebih KH. Bisri
Musthofa menuntut ilmu di Mekah. KH. Bisri Musthofa pulang ke Kasingan tepatnya
pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 2
Rabiul Sani 1358H, mertuanya (Kiai Kholil) meninggal dunia. Sejak itulah KH. Bisri
Mustofa menggantikan posisi guru dan mertuanya itu sebagai pemimpin pesantren. dan
Musthofa (KH. Musthofa Bisri) merupakan dua putera KH. Bisri Musthofa yang saat ini
paling dikenal masyarakat sebagai penerus kepemimpinan pesantren yang dimilikinya.
KH. Bisri Musthofa wafat pada tanggal 16 Februari 1977.6
6
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 232.

8
H. Karya-Karya KH. Bisri Mustofa

Karya-karya Mbah Bisri pada umumnya erat kaitannya dengan problem


keagamaan yang meliputi: Ilmu Tafsir dan Tafsir, Ilmu Hadis dan hadis, Ilmu Nahwu,
Ilmu Sharaf, Syariah atau fiqih, Akhlak dan masih banyak lain. Dalam menuliskan
karya-karyanya Mbah Bisri tidak hanya menggunakan Arab Pegon, namun juga
mengunakan bahasa Latin dan juga bahasa Arab. Sepanjang perjalanannya, Mbah Bisri
menghasil kurang lebih 176 karya. Kitab al-Ibriz adalah karya yang sangat monumental
yang pernah beliau buat. Tidak kalah menarik karya-karyanya yang lain antara lain:

1. Al-Iktsar/ilmu tafsir
2. Terjemah kitab Bulugh al-Maram
3. Terjemah Hadis Arba’in an-Nawawi
4. Buku Islam dan Salat
5. Buku Islam dan Tauhid
6. Akidah Ahlu as-Sunnah Wal Jama’ah
7. Al-Baiquniyah/ ilmu hadis
8. Terjemahan Syarah Alfiyah Ibnu Malik
9. Terjemahan Syarah al-Jurumiyah
10. Terjemahan Syarah ‘Imriti
11. Terjemahan Sullamu al-Mua’awanah
12. Safinah ash-Shalah
13. Terjemah Kitab Faraidu al-Bahiyah
14. Muniyatul az-Zaman
15. Atoifu al-Irsyad
16. Al-Nabras
17. Manasik Haji
18. Kasykul,
19. Al-Mjahaddah wa ar-Riyadhah
20. Risalah al-Ijtihadi wa at-Taqlidu.
21. Al-Khabibah

9
22. Al-Qawa’idu al-Fiqhiyah
23. Al-Aqidah al-Awam, dan masih banyak yang lain.

Karya-karya Mbah Bisri pada umumya di kelompokkan kedalam dua sasaran.


Pertama, bagi kalangan santri, yang meliputi ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mantiq, dan
ilmu balaghah. Kedua, untuk masyarakat pada umumnya dimana mereka giat mengikuti
pengajian di surau atau langgar.7

I. Latar Belakang penulisn tafsir Al-Ibriz

Di dalam Muqaddimah tafsirnya, Bisri Mustofa mengatakan bahwa Al-Quran


diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai mukjizat, petunjuk dan penerang bagi
umat manusia. Untuk mengetahui maknanya, Al-Quran telah banyak diterjemahkan
oleh para ahli terjemah dalam berbagai bahasa, sehingga umat Islam dapat mengetahui
makna Al-Quran. Berkaitan dengan hal ini, beliau mengatakan dalam muqaddimah
tafsirnya. “Kangge nambah khidmah lan usaha ingkang sahe lan mulya punika
dumateng ngersanipun para mitra muslimin ingkang mangertos tembung daerah Jawi,
kawula segahaken tarjamah tafsir Al-Quran al-‘Aziz mawi cara ingkang persaja, enteng
serta gampil pahamanipun”. Dari ungkapan tersebut, dapat difahami bahwa Bisri
Mustofa membuat Tafsir Al-Quran al-‘Aziz ini dengan cara yang bersahaja, ringan, dan
mudah difahami untuk menambah khidmah dan usaha yang baik untuk umat Islam yang
memahami bahasa Jawa.8

Karakteristik Tafsir Al-Ibriz.

Metode penafsiran yang digunakan dalam Tafsir Al-Ibriz adalah menggunakan


metode analitis (tahlili) yang memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata.
Diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat yang disertai dengan membahas
munasabah (korelasi) ayat-ayat. Mengenai sistematika penulisan Tafsir Al-Ibriz secara
tegas dapat dijumpai dalam muqadimah kitab. Secara garis besar, Tafsir Al-Ibriz ditulis
7
Ibid, hlm. 73-74.
8
Afif, al-Ibriz Menyajikan Tafsir Dengan Bahasa Mudah, al-Burhan Vol. 17 No. 1 Tahun 2017,
hlm. 7.

10
dalam makna gandul di bagian dalam dan bagian luar yang dibatasi dengan garis.
Dijelasakan mengenai tafsirannya yang diberi nomor sesuai dengan nomor ayat. Pada
ayat-ayat tertentu, terkadang penafsir memberikan catatan tambahan selain
penafsirannya sendiri, dalam bentuk faedah, kisah, tanbih, muhimmah, dan sebagainya.
Tanbih juga kadang berisi keterangan bahwa ayat tertentu telah dihapus (mansukh)
dengan ayat yang lain. Sistematika Tafsir Al-Ibriz mengikuti urutan ayat-ayatnya atau
biasa disebut mushafi. yaitu berpedoman pada susunan ayat dan surat dalam mushaf.
Dimulai dari surat Al-Fatihah sampai surat al-Nas. Setelah satu ayat ditafsirkan selesai,
diikuti ayat-ayat berikutnya sampai selesai.9

J. Konsep Pendidikan akhlaq dalam tafsir Al-Ibriz

Tafsir yang ditulis oleh K.H Bisri Mustofa tidak secara spesifik membahas
tentang pendidikan akhlak. Adapun ayat-ayat yang dimaksud dan menjadi fokus kajian
dalam penelitian adalah: Q.S Al-Imran ayat 159-160, Al-Anam ayat 151, Al-A’raf ayat
199, Al-Isra’ ayat 23-24, Al-Anbiya’ ayat 107 dan sebagainya. Berdasarkan hasil
interpretasi terhadap ayat-ayat tersebut, secara umum mengklasifikasikan penafsiran
Bisri Mustofa terkait dengn nilai-nilai pendidikan akhlak dalam tafsir Al-Ibriz ke dalam
5 poin pembahasan yaitu nilai-nilai pendidikan terhadap Allah SWT, terhadap orang
tua, diri sendiri, terhadap sesama, terhadap lingkungan. Nilai-nilai pendidikan akhlak
merupakan landasan awal untuk membentuk dan menciptakan kehidupan yang lebih
baik dan berkualitas. Selain itu, dapat juga menumbuh kembangkan sikap manusia agar
menjadi lebih sempurna, sehingga berdampak positif bagi kehidupan dan selalu terbuka
bagi kebaikan dan tertutup dari segala bentuk keburukan.

Lebih lanjut, dengan adanya nilai-nilai pendidikan akhlak tentunya akan


berdampak positif juga pada berbagai aspek dan unsur kehidupan, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abuddin Nata. Bahwa, pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai
proses internalisasi nilai-nilai akhlak ke dalam diri. Agar tertanam kuat dalam pola

9
https://ibtimes.id/tafsir-al-ibriz.

11
pikir, ucapan, perbuatan, serta interaksinya kepada Tuhan, manusia dan alam. Selain itu,
nilai-nilai akhlak dapat pula membentuk visi trancendental-spiritual, visi sosiologis dan
visi ekologis. Sehingga, nilai-nilai tersebut dapat melekat dalam diri sehingga
membentuk budaya perilaku dan karakter.10 Nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap
Allah SWT. yang di dalamnya mengandung nilai tauhid, nilai larangan berbuat syirik,
serta nilai tawakal. Kemudian, nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap orangtua, di
dalamnya mengandung nilai berbakti kepada kedua orangtua, nilai menghormati kedua
orangtua, serta nilai mentaati perintah kedua orangtua. Kemudian, nilai-nilai pendidikan
akhlak terhadap diri sendiri, di dalamnya mengandung nilai syukur, nilai sabar, nilai
menuntut ilmu, serta nilai menjaga kesucian diri. Kemudian, nilai-nilai pendidikan
akhlak terhadap sesama, di dalamnya mengandung nilai larangan berbuat sombong,
nilai berbuat baik, dan nilai saling menghormati. Kemudian, nilai-nilai pendidikan
akhlak terhadap lingkungan, di dalamnya mengandung nilai larangan merusak
lingkungan, dan nilai melestarikan lingkungan. Akhlak terhadap Allah SWT dalam
bentuk ketaatan beribadah. Berikutnya akhlak terhadap sesama makhluk berupa berbuat
baik, menyayangi sesama dan saling menjaga. Selanjutnya akhlak terhadap diri sendiri
berupa jujur, berani, adil, sabar, taat, bijaksana dan amar ma'ruf nahi munkar. Dan
yangterakhir terkait akhlak tercela, yang berupa tamak atau serakah dan mengikuti hawa
nafsu.11

K. Kesimpulan

Metode penafsiran yang digunakan dalam Tafsir Al-Ibriz adalah menggunakan


metode analitis (tahlili) yang memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata.
Diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat yang disertai dengan membahas

Firman Sidia, Konsep Pendidikan akhlak dalam Tafsir Al-Ibriz Bisri Mustofa Serta
10

Relevansinya dengan Pendidikan Islam di Indonesia, Journal of Islamic education policy, Vol. 3, No. 2,
2018, hlm. 141.

Firman Sidik, PENDIDIKAN AKHLAK (Studi Atas Pemikiran Hamka Dalam Tafsir Al-
11

Azhar dan Bisri Mustofa Dalam Tafsir Al-Ibriz), Tesis, UIN Sunan Kalijaga.

12
munasabah (korelasi) ayat-ayat. Mengenai sistematika penulisan Tafsir Al-Ibriz secara
tegas dapat dijumpai dalam muqadimah kitab. Secara garis besar, Tafsir Al-Ibriz ditulis
dalam makna gandul di bagian dalam dan bagian luar yang dibatasi dengan garis.
Berdasarkan hasil interpretasi terhadap ayat-ayat tersebut, secara umum
mengklasifikasikan penafsiran Bisri Mustofa terkait dengan nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam tafsir Al-Ibriz ke dalam 5 poin pembahasan yaitu nilai-nilai pendidikan
terhadap Allah SWT, terhadap orang tua, diri sendiri, terhadap sesama, terhadap
lingkungan. Nilai-nilai pendidikan akhlak merupakan landasan awal untuk membentuk
dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berkualitas. Selain itu, dapat juga
menumbuh kembangkan sikap manusia agar menjadi lebih sempurna, sehingga
berdampak positif bagi kehidupan dan selalu terbuka bagi kebaikan dan tertutup dari
segala bentuk keburukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-adzim, Muhammad, al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur'an, Vol. 2


(Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th).

Shihab, M, Quraish, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994).

Ma'sum, Saifulloh, Karisma Ulama: kehidupan ringkas 26 tokoh NU, (Bandung: Mizan,
1998).

13
Ghofur, Saiful, Amin, Mozaik Mufassir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer,
(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013).

Hadi, Zaenal, Ahmad, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa,
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2019).

Natta, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: PT.


Raja Grafindo Persada, 2005).

Afif, al-Ibriz Menyajikan Tafsir Dengan Bahasa Mudah, al-Burhan Vol. 17 No. 1 Tahun
2017

Sidia, Firman, Konsep Pendidikan akhlak dalam Tafsir Al-Ibriz Bisri Mustofa Serta
Relevansinya dengan Pendidikan Islam di Indonesia, Journal of Islamic
education policy, Vol. 3, No. 2, 2018.

Sidiq, Firman, PENDIDIKAN AKHLAK (Studi Atas Pemikiran Hamka Dalam Tafsir
Al-Azhar dan Bisri Mustofa Dalam Tafsir Al-Ibriz), Tesis, UIN Sunan Kalijaga.

14

Anda mungkin juga menyukai