Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

“MEMAHAMI DALIL TENTANG TASAWUF”

Untuk memenuhi mata kuliah pengantar akhlak tasawuf

Dosen Pengampu :
Abdul Karim Lubis, M.A.

Disusun oleh :

Soimam (12105046)

Melli Nurholifah (12105031)

KELAS II B

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh

Bissmillahirrahmanirrahim.

Kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmatnya sehinga makalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Penyusunan makalah ini tidak
bisa diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari banyak pihak.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Abdul Karim Lubis,M.A. yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.Ada banyak hal yang bisa kami pelajari melalui
penelitian dalam makalah ini.

Makalah berjudul “Memahami Dalil Tentang Tasawuf” disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengantar Akhlak Tasawuf. Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan ntuk
menambah wawasan serta pengetahuan tentang mata kuliah yang saat ini sedang dipelajari.
Akan tetapi, penulis sadar bahwa pasti masih ada kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Akhir kata, semoga makalah
ini bisa bermanfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.

Pontianak, 15 Maret 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tasawuf merupakan salah satu cabang ilmu keislaman yang lebih menekankan
pada dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Tasawuf adalah ilmu yang mulia
karena berkaitan dengan ma`rifah kepada Allah Ta`ala dan mahabbah kepada-Nya.
Dan tasawuf adalah ilmu yang paling utama secara mutlak. Lahirnya tasawuf
bersamaan dengan timbulnya agama Islam itu sendiri, maka dari itu ilmu tasawuf
tidak lepas dari pengaruh Al-Qur`an dan hadits. Inti untuk mencapai tasawuf adalah
beriman kepada Allah, menyerahkan diri kepada-Nya, mengamalkan amalan yang
sholeh dan menjauhi serta meninggalkan semua larangan-larangan Allah.
Kajian Tasawuf merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kajian Islam di
Indonesia. Sejak masuknya Islam di Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai
kehidupan keagamaan masyarakat, bahkan hingga saat ini nuansa tasawuf masih
kelihatan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengamalan keagamaan sebagian
kaum muslimin Indonesia, terbukti dengan semakin meraknya kajian Islam dan juga
melalui gerakan Tarekat Muktabarah yang masih berpengaruh dimasyarakat. Oleh
sebab itu, bukanlah suatu hal yang mengherankan, jika hingga sekarang, warna dan
nuansa tasawuf masih tetap merupakan warna yang dominan di dalam corak Islam
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar-dasar Ilmu Tasawuf dalam Al-qur’an Dan Hadist


Berkaitan dengan masalah itu, Al-Qur’an menjadi sumber dan dasar dari
tasawuf serta amalannya, paling tidak tampak dari empat segi. Pertama, Al-Qur’an
penuh dengan gambaran kehidupan tasawuf dan merangsang untuk hidup secara sufi.
Kedua, Al-Qur’an merupakan sumber dari konsep-konsep yang berkembang dalam
dunia tasawuf. Ketiga, Al-Qur’an banyak sekali berbicara dengan hati dan perasaan.
Disini Al-Qur’an banyak membentuk, mempengaruhi, atau mengubah manusia
dengan bahasa hati, bahasa sufi, agar menjadi manusia yang berkepribadian sufi yang
menyatu dalam dirinya secara harmonis perasaan dekat, takut, dan cinta pada Tuhan
yang tergetar hatinya saat mendengar ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, Al-
Qur’an menjadi sumber yang sebenarnya dari metode tarekat. Keempat, Al-Qur’an
sering menggambarkan Tuhan dengan gambaran yang hanya dapat didekati secara
tepat melalui tasawuf. Bila gambaran itu didekati atau diterangkan dengan ilmu kalam
atau filsafat akan tampak sebagai pemerkosa bahasa dan artinya menjadi dangkal.
Pada hakikatnya, seorang ahli tasawuf Islami itu akan tunduk pada agamanya,
melaksanakan ibadat-ibadat yang diperintahkan, iman itu diyakininya dalam hati,
menghadap selalu pada Allah memikirkan selalu sifat dan tanda-tanda kekuasaan
Allah. Imam Sahal Tusturi seorang ahli tasawuf telah mengemukakan tentang prinsip
tasawuf, yaitu: “Prinsip kami ada enam macam”:
1) Berpedoman kepada kitab Allah (Al-Qur’an).
2) Mengikuti Sunnah Rasulullah (Hadits).
3) Makan makanan yang halal.
4) Tidak menyakiti manusia (termasuk binatang).
5) Menjauhkan diri dari dosa.
6) Melaksanakan ketetapan hukum (yaitu segala peraturan agama Islam)

Pandangan Imam Sya’rani tentang tasawuf:

a) Jalan pada Allah harus dimengerti dulu ilmu syari’at.


b) Diketahuinya ilmu tersebut baik yang khusus maupun yang umum.
c) Memiliki keahlian dalam bidang Bahasa Arab.
d) Setiap ahli tasawuf haruslah sebagai seorang ahli fiqh.
e) Jika ada seorang wali yang menyalahi pandangan Rasulullah maka dia tidak
boleh diikuti.
Tasawuf telah mengajak kepada akhlak yang utama yang dianjurkan dalam
Islam. Akhlak yang mulia itu dijadikan sebagai landasannya, menyucikan jiwanya
dengan cara berhias diri dengan keutamaan akhlaknya yaitu berupa ‘tawadhu’(yaitu
rendah diri atau rendah hati), meninggalkan diri dari akhlak yang tercela, memberikan
kemudahan dan lemah lembut, kemuliaan dirinya diikuti dengan sifat qana’ah
(merelakan diri), menjauhkan diri dari perkara yang berat, perdebatan maupun
kemarahan. Lambangnya adalah Al-Qur’an.
Hidup sufi menurut Al-Qur’an bersifat seimbang dan harmonis, hidup untuk
akhirat tidak melupakan dunia tapi tidak tenggelam di dalamnya. Firman Allah dalam
Q.S Al-Jumu’ah ayat 10 yang artinya:
”Bila telah selesai shalat dikerjakan, maka bertebaranlah di mukabumi dan
berbisnislah mencari anugerah Allah.”
Q.S An-Nisa’ ayat 103 artinya :
“Bila kamu telah selesai melaksanakan shalat, maka dzikirlah kamu kepada Allah
dengan berdiri dan duduk.”
Ini jelas atas keseimbangan dalam hidup yang ditetapkan Al-Qur’an yang
harus menjadi gaya hidup setiap muslim. Disatu pihak Al-Qur’an mendorong kasab,
usaha mencari kehidupan duniawi dan membenarkan menikmati keindahan duniawi
secara wajar, di pihak lain Al-Qur’an menekankan bahwa apa yang ada pada Allah
baik pahala maupun keridhoan-Nya jauh lebih berharga dari dunia. Firman Allah
dalam Q.S Al-Muluk ayat 15 yang artinya:
“Dialah yang menjadikan bumi mudah, maka kerjakanlah dipojok-pojoknya dan
makanlah apa-apa dari rizki-Nya dan kepadaNyalah kembali.”
Q.S Al-Baqarah ayat 168 artinya:
“Wahai manusia, makanlah dari apa-apa yang telah Allah rizkikan kepadamu yang
halal dan baik, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan. Karena,
sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata untukmu.”
Kaum sufi berusaha untuk senantiasa taqarrub (dekat) kepada Allah, hal ini
sebetulnya di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukan bahwa manusia
dekat sekali dengan Tuhan, diantaranya dalam Q.S Al-Baqarah ayat 186 yang artinya:
“jika hambaku bertanya kepadamu tentang diriku, maka aku dekat dan mengabulkan
seruan yang memanggil jika aku dipanggil.”
Tuhan disini mengatakan bahwa ia dekat pada manusia dan mengabulkan
permintaan yang meminta. Oleh kaum sufi do’a disini diartikan berseru, yaitu Tuhan
mengabulkan seruan orang yang ingin dekat kepada-Nya.

Q.S Al-Baqarah ayat 115 yang artinya:

“Timur dan Barat adalah kepunyaan Tuhan, kemana saja kamu berpaling disitu ada
wajah tuhan.”

Kemana saja manusia berpaling, demikain ayat ini, manusia akan berjumpa
dengan Tuhan. Demikianlah dekatnya manusia kepada Tuhan. Ayat berikut dengan
lebih tegas mengatakan betapa dekatnya manusia kepada tuhan.

Bukan ayat-ayat Al-qur’an saja tetapi hadits juga ada yang mengabarkan
dekatnya hubungan dan tuhan.

“Orang yang mengetahui dirinya, itu lah orang yang mengetahui Tuhan”

Hadits ini jugad mengandung arti bahwa manusia dengan Tuhan adalah satu.
Untuk Tuhan orang tak perlu pergi jauh-jauh. Cukup ia masuk ke dalam dirinya dan
mencoba mengetahui dirinya. Dengan kenal dengan dirinya sendiri ia akan kenal
dengan Tuhan.

“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal,
maka kuciptakanlah makhluk dan melalui aku mereka kenal pada-ku.”

Hadits ini mengatakan bahwa Tuhan ingin dikenal dan untuk dikenal itu
Tuhan menciptakan makhluk. Ini mengandung arti bahwa Tuhan dengan makhluk
adalah satu, karena melalui makhluk Tuhan dikenal.

Jadi terlepas dari kemungkinan adanya atau tidak adanya pengaruh dari luar,
ayat-ayat serta Hadits–hadits seperti tersebut di atas dapat membawa kepada
timbulnya aliran sufi dalam Islam, yaitu kalau yang dimaksud dengan sufisme ialah
ajaran-ajaran tentang berada sedekat mungkin dengan Tuhan.

Amaliah Tasawuf yang dipandang paling penting adalah dzikir. Al-Qur’an


juga menempatkan dzikir dan orang-orang yang suka dzikir setiap saat dan setiap
keadaan dalam kedudukan istimewa yang mempunyai pengetahuan dan kesadaran
mendalam (Ulil Albab) adalah orang yang senantiasa dzikir kepada Allah sambil
berdiri, duduk dan sambil berbaring disamping merenungi penciptaan langit dan
bumi.

Anda mungkin juga menyukai