Anda di halaman 1dari 11

Tasawuf Akhlaqi Al-Ghazali

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen pengampu: Nurul Yaqin

Oleh:

Thaifur Rahman
20208302021
Nur Ali Said Zakariya Al-Ansori
20208301021

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN PRENDUAN

SUMENEP

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam hati atau jiwa manusia ada potensi-potensi atau kekuatan-


kekuatan. Ada fitrah yang cenderung pada kebaikan. Ada nafsu yang
cenderung pada keburukan. Tidak disangka jika manusia adalah ciptaan
paling sempurna karena bisa memiliki semuanya. Kebaikan hanya dimiliki
Malaikat dan keburukan dimiliki Setan.

Manusia cenderung selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya. Jika manusia


telah dikendalikan oleh hawa nafsunya maka dia telah mempertuhankan
nafsunya tersebut. Dengan penguasaan nafsu itu di dalam diri seseorang
maka berbagai penyakit pun timbul seperti sombong, membanggakan diri,
buruk sangka, maksiat, dan lain sebagainya. Penyakit-pemyakit yang telah
disebutkan tidak mencerminkan makaarima al-akhlaq. Padahal diutusnya
Nabi Muhammad SAW ke muka bumi ini salah satunya adalah untuk
menyempurnakan akhlaq karena waktu kaum jahiliah sangat miskin
dengan akhlaq.

Maka dengan metode-metode tertentu yang dirumuskan, tasawuf akhlaqi


berkonsentrasi pada upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang
tercela (mazmumah) sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji
(mahmudah) di dalam hati dan jiwa manusia.

B. Rumusan Masalah

Dari deretan pernyataan yang ada pada latar belakang di atas dapat ditarik
sebuah pertanyaan di bawah ini:

1. Apa yang dimaksud dengan Akhlak?


2. Apa perngertian dari Tasawuf Akhlaqi?

2
3. Siapa saja tokoh-tokoh sufi Tasawuf Akhlaqi?
4. Apa saja ajaran-ajaran yang ada dalam Tasawuf Akhlaqi?

C. Tujuan Penulisan

Untuk lebih memahami dan menjawab masalah-masalah di dalam


pembuatan makalah tentang Tasawuf Akhlaqi secara mendalam, maka
kami terlebih dahulu akan menjelaskan tentang pengertian akhlak,
kemudian pengertian dari Tasawuf Akhlaqi, selanjutnya memaparkan
tokoh-tokoh sufi dalam Tasauwf Akhlaqi, dan terakhir kami akan
menerangkan ajaran-ajaran yang ada dalam tasawuf akhlaqi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

3
Sebelum melangkah lebih jauh tentang apa itu tasawuf akhlaqi, bagaimana
ajarannya serta apa definisi yang sekiranya mudah dicerna. Namun kali
ini, pemakalah tidak fokus pada definisi akhlak itu sendiri karena
pemakalah rasa definisi yang ada di google jauh lebih hebat.

Kata dan makna: akhlak, karakter, etika, moral, dan norma sering
disamakan. Sepintas keempat terminologi ini memiliki makna atau
pengertian yang sama. Namun jika dikaji secara lebih mendalam maka kita
akan menemukan kebenarannya. Keempat terminologi ini berbicara baik
dan buruk, benar dan salah, atau yang seharusnya dilakukan dan yang
seharusnya ditinggalkan.1

Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang bermakna adat
kebiasaan, perangai, tabi'at, watak, adab, atau sopan santun dan agama.2

B. Pengertian Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf Akhlaqi adalah tasawuf yang konsentrasinya lebih menitik


beratkan pada sikap dan prilaku serta budi pekerti ajaran tasawuf itu
sendiri. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh ulama-ulama salaf
melalui metode-metode tertentu yang telah digariskan. Tasawuf bentuk ini
berupaya untuk lebih memfokuskan kepada sebuah aturan akhlak dan etika
yang berakhlak mulia serta menjauhi dan menghindarkan diri dari
perbuatan tercela dalam diri para sufi atau dengan kata lain tasawuf
akhlaqi adalah sebuah konsep ajaran sufisme yang berwawasam moral
praktis dengan berdasarkan pada Al-Qur'an dan sunnah Nabi Muhammad
SAW yang dijalankan dengan penuh konsisten seraya memperhatikan
batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan yang mengikutinya.3

C. Tokoh-tokoh Tasawuf Akhlaqi

1
Nurul Wathoni, Menyelami Kesucian Diri (NTB: Forum Pemuda Aswaja, 2020)
2
Lihat Yoke Suryadarma dan Ahmad Hifdzil, Pendidikan Akhlak Menurut Imam Al-Ghazali, Jurnal
At-Ta'dib Vol. 10 no. 2 2015, 262-380.
3
Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia (Bandung:
Mizan, 2001).

4
Meski sebenarnya makalah ini lebih cenderung pada pemikiran Imam Al-
Ghazali, paling tidak kita bisa tahu siapa saja pemeran dalam memainkan
tasawuf akhlaqi kala itu. Berikut nama-namanya:

a. Hasan Al-Bashri (21 – 110 H), yang nama lengkapnya Abu Sa’id Al-
Hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang amat masyhur di kalangan
tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H. (632 M.) dan wafat
pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M). Ia
dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khathtab wafat. Ia
dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan
peperangan Badr dan 300 sahabat lainnya.
b. Al-Muhasibi (165-243 H), nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Al-
Harits bin Asad Al-Bashri Al-Baghdadi Al-Muhasibi. Tokoh sufi ini
lebih dikenal dengan sebutan Al-Muhasibi. Ia dilahirkan di Bashrah,
Irak, tahun 165 H/781 M. dan meninggal di negara yang sama pada
tahun 243 H/857 M. Ia adalah sufi dan ulama besar yang menguasai
beberapa bidang ilmu seperti tasawuf, hadits, dan fiqh. Ia merupakan
figur sufi yang dikenal senantiasa menjaga dan mawas diri terhadap
perbuatan dosa. Ia juga sering kali mengintropeksi diri menurut amal
yang dilakukannya. Ia merupakan guru bagi kebanyakan ulama
Baghdad. Orang yang paling banyak menimba ilmu darinya dan
dipandang sebagai muridnya paling dekat dengannya adalah Al-Junaid
Al-Baghdadi (w. 298 H.) yang kemudian menjadi seorang sufi dan
ulama besar Baghdad.
c. Al-Ghazali (450 – 505 H), nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi
Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali atau Abu
Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di
kampung Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450

5
H./1058 M, tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih kekuasaan
di Baghdad.4

D. Ajaran Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf Akhlaki adalah tasawuf yang berorientasi pada perbaikan akhlak,


mencari hakikat kebenaran yang mewujudkan manusia yang dapat
ma’rifah kepada Allah, dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan. Tasawuf Akhlaki, biasa disebut juga dengan istilah tasawuf
sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Tasawuf Akhlaki ini dikembangkan oleh ‘Ulama Salaf As-
Salih.5

Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang untuk


mendekatkan kepada tuhannya, Ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Imam Al-Ghazali membagi maqamat dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Taubat (At-Taubah)

Taubat berasal dari bahasa Arab tâba- yatûbu- taubatan, yang mempunyai
arti menyesal atas perbuatan dosa.6 Menurut imam Al-Ghazali tobat berarti
penyesalan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud:

‫الندم توبة‬

Artinya: Tobat adalah penyesalan.7

Lebih lanjut, Al-Ghazali berpendapat bahwa tobat merupakan permulaan


jalan bagi orang-orang yang hendak mendekatkan diri kepada Allah dan
kunci kelurusan bagi tegaknya orang-orang yang cenderung kepada hal-hal

4
Diambil dari makalah Nunung N. Dkk di IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang berjudul Tasawuf
Akhlaqi pada tahun 2013.
5
Yusra, Makalah Akhlak Tasawuf, http://uusmobile.blogspot.com, Diakses pada tanggal 29
September 2021 pukul 06.25 WIB.
6
Akhmad Sya’bi, Kamus Al-Qolam, Surabaya: Halim, 1997, h. 26.
7
Abdul Karim Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, Mesir: Darul Khair, T.th., h. 91.

6
yang syubhat. Sebagaimana ungkapan beliau dalam kitabnya Ihya’
Ulumuddin yang diterjemahkan oleh Ismail Yakub:

“Sesungguhnya nabi Adam a.s. telah mengetuk gigi penyesalan


(menyatakan penyesalannya). Ia sangat menyesal atas apa yang telah
diperbuatnya dahulu dan telah berlalu itu. Maka siapa yang mengambilnya
menjadi ikutan pada dosa, tanpa taubat, niscaya dengan yang demikian,
telah tergilincir tapak kakinya. Akan tetapi, menjurus kepada semata-mata
kebajikan, adalah sifat para malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah
(Al-Muqarrabin). Dan menjurus kepada kejahatan, tanpa kembali kepada
kebaikan adalah sifat setan-setan. Dan kembali kepada kebajikan sesudah
jatuh dalam kejahatan, adalah perlu (penting) bagi para anak Adam.”8

2. Sabar (Al-Shabr)

Al-Ghazali membagi sabar menjadi dua yaitu sabar yang berkaitan dengan
fisik dan sabar yang terpuji dan sempurna. Menurutnya yang dimaksud
sabar yang berkaitan dengan fisik adalah ketabahan dan ketegaran
memikul beban dengan badan. Contoh kesabaran yang seperti ini adalah
melakukan pekerjaan yang berat berupa ibadah , menahan penyakit, atau
ketabahan menahan pukulan.9 Sedang sabar yang terpuji dan sempurna
ialah kemampuan jiwa untuk menahan diri dalam berbagai keinginan
tabiat atau hawa nafsu.10

3. Kefakiran (Al-Faqr)

Al-Ghazali mengartikan kefakiran sebagai ketidakmampuan seseorang


atau sesuatu mendapatkan apa yang dibutuhkan. Maka dalam arti ini,
seluruh wujud selain Allah adalah fakir. Karena sejatinya segala sesuatu
yang jauh dari kata sempurna (Makhluk-Nya) itu membutuhkan yang lain
yang Maha Sempurna (Allah).
8
Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Penerj., Ismail Yakub, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 1998, h.
929.
9
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2006, h. 198.
10
Ibid.

7
4. Zuhud (Az-Zuhd)

Zuhud menurut Ghazali adalah suatu sikap atau keadaan jiwa yang tidak
adanya perbedaan antara kemiskinan dan kekayaan. Al-Ghazali menyebut
tiga tanda seseorang memiliki sifat zuhud yaitu:

1) Tidak bergembira dengan yang ada dan tidak bersedih dengan sesuatu
yang tidak ada.
2) Sama saja baginya orang yang mencela dan memujinya. Hal itu tidak
akan mempengaruhi dalam beribadah.
3) Hendaknya ia bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh
lezatnya ketaatan dan cinta Allah.11

5. Tawakal (Al-Tawakkal)

Tawakal dalam hal ini adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah
SWT. Al-Ghazali membagi tawakal kedalam tiga tingkatan sebagaimana
dikutip Mulyadhi Kartanegara dalam bukunya “Menyelami Lubuk
Tasawuf”:

“…(1) Keadaan menyangkut hak Allah dan keyakinannya kepada jaminan


dan perhatian-Nya adalah seperti keyakinannya kepada wakil. (2) yang
lebih kuat, yaitu keadaannya bersama Allah adalah seperti keadaan anak
kecil bersama ibunya, di mana ia tidak mengenal yang lainnya, dan tidak
bersandar kecuali kepadanya. (3) keadaan tawakal yang paling tinggi,
yaitu hendaknya ia berada di hadapan Allah dalam semua gerak dan
diamnya, seperti mayat yang ada di tangan orang yang memandikannya.”12

6. Cinta Ilahi (Mahabbah)

Dalam maqamat ini, Al-Ghazali mengatakan bahwa seorang yang


mencintai sesuatu tanpa didasari cinta kepada Allah adalah kebodohan dan
kurangnya mengenal Allah.

11
Ibid., hl. 199
12
Ibid., hal. 200

8
Dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat 2, Allah berfirman:

Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah


Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al-Anfal 8:2).13

7. Rida (ar-Ridha)

Al-Ghazali menyebut sifat rida maqam terakhir. Rida menurutnya sangat


erat hubungannya dengan cinta. Kalau cinta kepada Allah sudah tertanam
pada diri seseorang, maka cinta tersebut akan menimbulkan sifat rida atau
senang atas semua perbuatan Tuhan.14 Tentang rida, terdapat dalam Al-
Quran salah satunya surah Al-Maidah ayat 119:

Artinya: Allah ridha terhadap- Nya15 Itulah keberuntungan yang paling


besar.(Q.S. Al-Maidah/5:119).16

13
Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir Al-quran, Bandung: Fa. Sumatra, 1978, h. 107.
14
Ibid., hal. 102
15
Maksudnya: Allah meridhai segala perbuatan-perbuatan mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap nikmat yang telah dicurahkan Allah kepada mereka.
16
Departemen Agama RI, Al-Quran dan…, h. 170.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Demikian yang dapat pemakalah tulis mengenai makalah yang
berjudul Tasawuf Akhlaqi Al-Ghazali. Dapat ditarik kesimpulan bahwa.
1. Biografi Al-Ghazali, Imam al-Ghazali yang mempunyai nama lengkap
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
Al-Ghazali yang lahir di kota Thusi pada abad ke 5 H. salah satu
karyanya yang terkenal adalah Ihya’ ‘Ulumuddin.
2. Ajaran Tasawuf Akhlaki Al-Ghazali, ajarannya mengenai Aklak
Tasawuf diantaranya: tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal,
mahabbah, dan rida.

10
Daftar Pustaka

Karim, Abdul Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, Mesir: Darul Khair,


T.th...

Sya’bi, Akhmad, Kamus Al-Qolam, Surabaya: Halim, 1997

Wathoni, Nurul, Menyelami Kesucian Diri (NTB: Forum Pemuda Aswaja,


2020)

Yoke Suryadarma dan Ahmad Hifdzil, Pendidikan Akhlak Menurut Imam


Al-Ghazali, Jurnal At-Ta'dib Vol. 10 no. 2 2015

Shihab, Alwi, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini
di Indonesia (Bandung: Mizan, 2001).

Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Penerj., Ismail Yakub, Singapura: Pustaka


Nasional PTE LTD, 1998,

Kartanegara, Mulyadhi, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga,


2006.

Surin, Bachtiar, Terjemah dan Tafsir Al-quran, Bandung: Fa. Sumatra,


1978.

11

Anda mungkin juga menyukai