Anda di halaman 1dari 6

Akhlak Tasawuf

14 Okt 2009

AKHLAK TASAWUF

BAB I

PENDAHULUAN

Akhlak tasawuf memiliki peranan penting bagi perjalanan hidup manusia, dimana akhlak
tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga kini
makin dirasakan dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat di dunia dan akhirat.
Tidak berlebihan jika misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan
akhlak mulia, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau antara
lain adalah akhlaknya yang mulia. Perhatian tentang pentingnya akhlak tasawuf muncul kembali
disaat manusia di zaman modern yang dihadapkan pada berbagai masalah. Praktek menyimpang
dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan yang merugikan orang
kian tumbuh di wilayah yang tak berakhlak dan bertasawuf.

Kepada umat manussia khususnya yang beriman kepada Allah SWT. diminta agar akhlak dan
keluhuran budi Nabi Muhammad SAW. Dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang.
Ajaran tasawuf merupakan salah satu dasar pemikiran yang sering menjadi sasaran kritik yang
sangat tajam. Salah satu kritik yang datang dari orang-orang sufi yang sudah meninggalkan
ibadah rutin dan ungkapan-ungkapan mereka banyak menyesatkan orang-orang awam.

Tidak heran jika kemudian timbul tuduhan kafir kepada mereka. Kajian tasawuf sangat
dibutuhkan untuk merespon dan memprediksi masa depan tasawuf. Maka dari itu, dalam
makalah ini akan dibahas tentang pengertian akhlak, pengertian tasawuf, dasar-dasar tasawuf
dalam al-Qur’an dan hadis. Kajian ini setidaknya memberikan pandangan objektif terhadap
tasawuf. Jika berbicara tentang pengertian tasawuf akan ditemukan banyak sekali pengertian
yang berbeda-beda dikaalangan para ulama. Secara singkat bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu
yang mwempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan
kesucian dengan ma’rifat menuju keabadian, serta berpegang teguh pada janji Allah dan
mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan diri dan mencapai keridlaan-Nya.

BAB II

PENGERTIAN DAN DASAR-DASAR AKHLAK TASAWUF

A. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan akhlak yaitu pendekatan linguistik
(kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Dari segi bahasa, akhlak berasal dari
bahasa Arab yaitu isim masdar dari akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan yang berarti al-Sajiyah
(perangai), al-Thabi’ah (kelakuan), al-Maru’ah (peradaban yang baik) dan al-Din (agama).[1]

Untuk menjelaskan akhlak dari segi istilah kita dapat merujuk pada berqbagai pendapat para
pakar di bidang ini. Ibn Maskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar
bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak itu
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukaan perbuatan tanpa
pemikiran dan pertimbangan.[2]

Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1059-1111 M) yang selanjutnya dikenal sebagai Hujjatul
Islam, karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap
menyesatkan dengan agak lebih luas dari Ibn Maskawaih mengatakan akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]

Selanjutnya dalam kitab Dairatul Ma’arif, secara singkat akhlak diartikan:

‫هي صفات االنسانية االدابية‬

“Sifat-sifat manusia yang terdidik”[4]

Definisi akhlak secara substansial tampak saling melengkapi dan darinya kita dapat melihat lima
ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu:

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang
sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak merupakan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini
tidak berarti bahwa pada saat melakukan perbuatan yang bersangkutan dalam keadaan tidak
sadar atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan ia tetap sehat pikirannya
dan dalam keadaan sadar.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri seseorang yang
mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-
main atau sandiwara.

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat perbuatan akhlak khususnya akhlak yang baik yang
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin mendapat pujian.

Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri yaitu
ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan. Jika definisi tentang akhlak tersebut kita
perhatikan secara seksama, akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah
membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudiann menetapkan apakah perbuatan
tersebut merupakan perbuatan yang baik atau buruk.
Pokok-pokok masalah dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia, perbuatan
tersebut selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Objek ilmu akhlak adalah
membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.

Tujuan-tujuan kita mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya menynbabkan kita


menetapkan sebagian yang baik dan sebagian sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik,
sedangkan perbuatn zalim termasuk buruk. Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan
perbaikan akhlak itu adalah membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu sehingga hati
menjadi bersih dan suci.[5]

B. Pengertian Tasawuf

Dari segi bahasa terdapt sejumlah kata atau istilah yagn dihubung-hubungkan para ahli untuk
menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan
tasawuf, yaitu: al-Shuffah (orang yang tinggal di serambi masjid nabi) , shaf (barisan), sufi (suci),
sophos (bahasa yunani: hikmat), dan suf (kain wol).[6]

Dari segi linguistik dapat dipahami bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memeliharendapat para ahli sangat begantung pada sudut pantilah atau pi isa kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli sangat bergantung pada sudut
pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan
para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang bertuhan.
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia
dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.[7]

Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang
bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.

C. Pengertian Akhlak Tasawuf

Akhlak tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga
saat ini semakin dirasakan dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan
akhirat.

Hubungan ilmu akhlak dan tasawuf seperti yang diuraikan oleh Harun Nasution, ketika
mempelajari tasawuf ternyata bahwa al-Qur’an dan hadis mementingkan akhlak. Sebagaimana
diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah sangat menonjol karena bertasawuf pada
hakikatnya melakukan serangkaian ibadah, seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Ibadah yang
dilakukan dalam bertasawuf itu erat kaitannya dengan akhlak. Dalam hubungan ini Harun
Nasution mengatakan bahwa ibadah dalam Islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan
akhlak. Ibadah dalam al-Qur’an dikaitkan dengan takwa yang berarti melaksanakan perintah
tuhan dan menjauhi larangannya.

D. Dasar Tasawuf dalam Al-Qur’an dan Hadis

Tasawuf dalam Islam mempunyai dasar yang mendalam, banyak ayat al-Qur’an yang
menganjurkan agar mawas diri dari godaan yang berupa kesenangan atau fitnah dunia.

Dalam al-Qur’an dan hadis telah diterangkan mengenai cinta Allah kepada hamba-hambanya dan
cinta hambanya kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
165:

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Dalam al-Qur’an Allah pun memerintahkan manusia agar senantiasa bertobat, membersihkan
diri, dan memohon ampunan kepadanya sehingga memperoleh cahaya-Nya. Dalam al-Qur’an
:surat al-Tahrim ayat 8

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat
yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya
Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Al-Qur’an pun mengingatkan manusia agar tidak diperbudak kehidupan duniawi dan kemewahan
harta benda yang menggiurkan sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Fathir ayat 5:

“Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan
dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu,
memperdayakan kamu tentang Allah”.

Sedangkan landasan hadisnya tentang kehidupan rohaniah manusia atau tasawuf sangatlah
banyak, berikut ini matan hadis yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf:

‫من عرف نفسه فقد عرف ربه‬

“Barang siapa yang mengenal dirinya sendiri berarti ia mengenal tuhannya”

Tidak ada golongan lain yang memberi perhatian dalam menafsirkan, membahas dengan teliti
dan terinci, serta membagi segi-segi utamanya maqam ini selain para sufi. Merekalah yang
paling mahir dan mengetahui akan penyakit jiwa, sifat-sifatnya dan kekurangan yang ada pada
manusia, mereka ini ahli dalam ilmu pendidikan yang dinamakan suluk.

Tetapi tasawuf tidak berhenti hingga disini saja, dalam peranannya di masa permulaan, yaitu
adanya kemauan dalam melaksanakan akhlak yang luhur dan hakikatnya dalam ibadah yang
murni semata untuk Allah SWT.

Tasawuf bersumber dari dua unsur tasawuf yaitu unsur Islam dan unsur luar Islam yaitu dari
Nasrani, Yunani, Hindu, Budha, dan Persia.[8] Dari Islam sendiri tasawuf ini mendapat perhatian
yang sangat besar dari sumbar ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadis serta praktek kehidupan
para sahabat dan tabi’in.

BAB III

PENUTUP

Islam sebagai agama telah memancarkan berbagai fenomena, tidak hanya fenomena teologis dan
ibadah, tetapi juga fenomena pemikiran dan keduniaan seperti politik dan sosial. Sejalan dengan
munculnya berbagai kemajuan, maka dari itu kepada umat manusia khususnya yangberiman
kepada Allah agar berakhlak seperti Nabi Muhammad SAW.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa akhlak tasawuf memiliki peranan penting dalam
perjalanan hidup manusia dimana akhlak tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual
muslim dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. Ihya Ulum al-Din. Jilid III. Beirut: Dar al-Fikr.

Anwar, Rosihon, dan Mukhtar Solihin. 2004. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Maskawaih, Ibn, 1934. Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-Araq. Mesir: Al-Mathba’ah Mishriyah.

Mutharri, Muthada. 1995. Falsafah Akhlak. Bandung: Pustaka Hidayah.

Nasution, Harun. 1983. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

http//lurus.multiply.com/reviews/item/2.

Anda mungkin juga menyukai