Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Menelaah Dari 4 Jurnal Yang Membahas


Tentang Ilmu Akhlak
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah
ILMU AKHLAK

Dosen Pengampu
Dr. H. ATENG KUSNANDAR ADISAPUTRA, SH,. MM
Disusun oleh:
Aldi Farras 1239230134

PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
A. AKHLAK TERHADAP ALLAH DAN RASULULLAH SAW

I. LATAR BELAKANG

Ajaran Islam yang bersifat universl harus bisa diaktualisasikan dalam kehidupan
individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara secara maksimal. Aktualisasi tersebut
tentu terkait dengan pelaksanaan hak dan krwajibannya seseorang kepada Tuhan,
rasulNya, manusia dan lingkungannya. Khusus aktualisasi akhlak ( hak dan kewajiban )
seorang hamba kepada Tuhannya terlihat dari pengetahuan, sikap, prilaku dan gaya
hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah SWT, Hal itu bisa dibuktikan
dengan berbagai perbuatan amal shaleh, ketaqwaan, ketaatan dan ibadah kepada Allah
SWT secara ikhlas. Untuk itulah dalam menata kehidupan, diperlukan norma dan nilai,
diperlukan standard an ukuran untuk menentukan secara obyektif apakah perbuatan dan
tindakan yang dipilih itu baik atau tidak, benar atau salah, sehingga yang dilihat bukan
hanya kepentingan diri sendiri, melainkan juga kepentingan orang lain, kepentingan
bersama, kepentingan umat anusia secara keseluruhan. Dan untuk itulah setiap individu
dituntut memiliki komitmen moral, yaitu spiritual pada norma kebajikan dan kebaikan.

II. LANDASAN TEORI

Kata “khalaq“, artinya telah berbuat, menciptakan, atau mengambil keputusan


untuk bertindak. Secara termonologis, akhlak adalah tindakan yang tercermin pada akhlak
Allah SWT., yang salah satunya dinyatakan sebagai pencipta manusia dari segumpal darah;
Allah SWT. Sebagai sumber pengetahuan yang melahirkan kecerdasan manusia,
pembebasan dari kebodohan, serta peletak dasar yang paling utama dalam pendidikan.
Selanjutnya, istilah akhlak sudah sangat akrab di tengah kehidupan kita, mungkin hamper
semua orang mengetahui arti kata “akhlak“ karena perkataan akhlak selalu dikaitkan
dengan tingkah laku manusia. Akan tetapi, agar lebih jelas dan meyakinkan, kata “akhlak”
masih perlu untuk diartikan secara bahasa maupun istilah. Dengan demikian, pemahaman
terhadap kata “ akhlak” tidak sebatas kebiasaan praktis yang setiap hari kita dengar, tetapi
sekaligus dipahami secara filosofis, terutama makna subtansialnya. Kata “akhlak” berasal
dari bahasa Arab, yaitu Jama’ dari kata “khuluqun” yang secara linguistik diartikan dengan
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata karma, sopan santun, adab, dan
tindakan. Kata “ akhlak “ juga berasal dari kata “khlaqa“ atau “khalqun“, artinya kejadian,
serta erat hubungannya dengan “Khaliq“, artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan,
sebagaimana terdapat kata “al-Khaliq“, artinya pencipta atau dan “makhluq“, artinya yang
diciptakan. Dengan demikian, secara terminnologis, pengertian akhlak adalah tindakan
yang berhubungan dengan tiga unsur yang sangat penting, yaitu sebagai berikut: 1.
Kognitif, yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya. 2. Afektif,
yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian
sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan. 3. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan
pemahaman rasional kedalam bentuk perbuatan yang konkret.1 Konsep akhlak dalam Al-
Qur’an, salah satunya dapat diambil dari pemahaman terhadap surat Al-Alaq ayat 1-5 yang
secara tekstual menyatakan perbuatan Allah SWT dalam menciptakan manusia sekaligus
membebaskan manusia dari kebodohan (‘allamal insana malam ya’lam). Menurut Ibn
Miskawaih (w. 421 H/1030 M), yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka
mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang medorongnya
untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara
Imam Al-Ghazali (1015-1111 M), yang dikenal sebagai hujjatul Islam (pembela Islam)
karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap
menyesatkan. Lebih luas, Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gamblang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.2 Sedangkan, menurut Barmawi
Umari, bahwa pertama, ilmu akhlak berfungsi untuk mengetahui batas antara baik dan
buruk, dapat pula menempatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan sesuatu
pada proporsi yang sebenarnya. Kedua, berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufiq dan
hidayah, sedemikian sehingga kita akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Dalam setiap
ajaran agama, terutama agama Islam, terdapat tokoh –tokoh penting bersejarah yang
akhlaknya berdampak baik atau buruk pada kehidupan manusia. Di antaranya adalah
akhlaknya orang-orang yang dicatat dalam kitab suci AlQur’an, yaitu sebagai berikut : 1.
Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. adalah moyangnya Monotheisme, yang membawa dan
menyebarkan ajaran tauhid kepada umat manusia.Ia adalah orang berani menanggung
resiko dalam menghadapi kezaliman. Ia pernah menghancurkan patung-patung yang
menjadi Tuhan Raja Namruz dan para pengikutnya, sehingga ia dibakar hidup-hidup.
Resiko perjuangan ditanggung sendiri oleh Nabi Ibrahim sehingga menjadi kemusyrikan
merupakan simbol penting dalam ajaran tauhid. Oleh karena itu, umat Islam seharusnya
pantang untung berlaku syirik kepada allah SWT.

III. METODELOGI

Untuk metodologi yang saya gunakan yaitu metode kualitatif, karena untuk
pencarian bahanmaterinya melalui jurnal.

IV. KESIMPULAN

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Kepemimpinan Allah SWT dan Rasul-Nya adalah kepemimpinan yang mutlak diikuti
dan dipatuhi. Sedangkan, kepemmpinan orang-orang yang beriman adalah
kepemimpinan yang nisbi (relatif). Kepatuhan kepadanya tergantung paling kurang dua
faktor, yaitu:
a. Faktor kualitas dan integritas pemimpin itu sendiri.
b. Faktor arah dan corak kepemimpinannya. Kemana umat yang dipimpinnya mau
dibawa, apakah untuk menegakkan agama Allah atau tidak. Perbedaan kepatuhan ini
telah diisyaratkan oleh Allah SWT.
2. Perintah taat kepada Rasul disebutkan secara eksplisit seperti perintah taat kepada
Allah, sementara perintah taat kepada ulil amri hanya diikutkan kepada perintah
sebelumnya. Artinya, kepatuhan kepada ulil amri terkait dengan kepatuhan ulil amri itu
sendiri, kepada Allah dan Rasul-Nya. Ulil amri yang disebutkan dalam surat Al-Maidah
ayat 55 dijelaskan bahwa orang yang beriman itu ialah orang-orang yang mendirikan
shalat, berpuasa pada bulan ramadhan, membayar zakat, dan selalu tunduk kepada Allah
SWT.
3. Orang-orang yang selalu ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah
dan Rasul-Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim
yang kaffah (total), baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlak maupun mu’amalat.
Aqidahnya benar (bertauhid secara murni dengan segala konsekuensinya, bebas dari
segala bentuk kemusyrikan), ibadahnya tertib dan sesuai tuntunan Nabi, akhlaknya
terpuji (shiddiq, amanah, adil, istiqamah dan sifat-sifat mulia lainnya) dan muamalatnya
(dalam seluruh aspek kehidupan) tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

B. PEMBINAAN AKHLAK MULIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

I. LATAR BELAKANG

Fungsi kehadiran manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah Allah dan sebagai
hamba Allah. Untuk melaksanakan kedua fungsi ini manusia harus membekali dirinya
secara cukup, terutama bekal ilmu. Dengan bekal inilah manusia dapat memerankan
dirinya dalam rangka membangun hubungan dengan Tuhannya (Khaliq) maupun dengan
sesamanya (makhluq). Cara yang bisa ditempuh adalah melaksanakan seluruh perintah
Allah dan menjauhkan diri dari seluruh larangan-Nya. Inilah konsep takwa dalam Islam
yang dijabarkan dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yakni aqidah, syariah, dan akhlak.
Ketiga kerangka ajaran ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan tidak bisa
dipisahkan. Aqidah menjadi fondasi yang menjadi tumpuan berdirinya bangunan syariah
dalam mencapai tujuan akhir akhlak. Karena itu, penerapan akhlak mulia dalam
berhubungan antar sesama manusia tidak bisa dilepaskan dari kerangka aqidah dan
syariah. Ketika orang melakukan hubungan dengan sesamanya, baik dengan dirinya
sendiri, dengan keluarganya, maupun dengan masyarakatnya tetap harus didasari oleh
aqidah dan syariah yang benar, sehingga tercapai akhlak mulia yang sebenarnya.
II. LANDASAN TEORI

Islam yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. memiliki ajaran yang
paling lengkap di antara agama-agama yang pernah diturunkan oleh Allah Swt. kepada
umat manusia. Kelengkapan Islam ini dapat dilihat dari sumber utamanya, al-Quran, yang
isinya mencakup keseluruhan isi wahyu yang pernah diturunkan kepada para Nabi. Isi al-
Quran mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia, mulai dari masalah aqidah,
syariah, dan akhlak, hingga masalah-masalah yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Semua umat Islam harus mendasari keislamannya dengan pengetahuan agama (Islam)
yang memadai, minimal sebagai bekal untuk menjalankan fungsinya di muka bumi ini,
baik sebagai khalifatullah (QS. al-Baqarah (2): 30) maupun sebagai ‘abdullah (QS. al-
Dzariyat (51): 56). Sebagai khalifah Allah, manusia harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan mengenai masalah keduniaan, sehingga dapat memfungsikannya secara
maksimal. Sedang sebagai hamba Allah, manusia harus memiliki bekal ilmu agama untuk
dapat mengabdikan dirinya kepada Allah dengan benar. Jika seorang Muslim dapat
membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup, baik pengetahuan umum maupun
pengetahuan agama, dan sekaligus dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,
maka ia akan menjadi seorang Muslim yang kaffah/utuh (QS. al-Baqarah (2): 208). Untuk
memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara mendasar, maka setiap Muslim harus
memahami dan mengamalkan dasar-dasar Islam. Dasar-dasar inilah yang kemudian oleh
sebagian ulama disebut kerangka dasar ajaran Islam. Kerangka dasar ajaran Islam sangat
terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Kerangka ini meliputi tiga konsep kajian pokok,
yaitu aqidah, syariah, dan akhlak. Kalau dikembalikan pada konsep dasarnya, tiga
kerangka dasar Islam ini berasal dari tiga konsep dasar Islam, yaitu iman, islam, dan ihsan
(HR. Muslim). Konsep Akhlak Mulia dalam Islam Akhlak merupakan salah satu dari tiga
kerangka dasar ajaran Islam yang memiliki kedudukan yang sangat penting, di samping
dua kerangka dasar lainnya. Akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses
penerapan aqidah dan syariah. Ibarat bangunan, akhlak mulia merupakan kesempurnaan
dari bangunan tersebut setelah fondasi dan bangunannya dibangun dengan baik. Tidak
mungkin akhlak mulia ini akan terwujud pada diri seseorang jika ia tidak memiliki aqidah
dan syariah yang baik. Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu sabdanya mengisyaratkan
bahwa kehadirannya di muka bumi ini membawa misi pokok untuk menyempurnakan
akhlak manusia yang mulia. Misi Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang
agung yang ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama,
yakni kurang lebih 23 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan aqidah
masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk menerapkan syariah
setelah aqidahnya mantap. Dengan kedua sarana inilah (aqidah dan syariah), Nabi dapat
merealisasikan akhlak mulia di kalangan umat Islam pada waktu itu. Kata akhlak yang
berasal dari bahasa Arab akhlaq (yang berarti tabiat, perangai, dan kebiasaan) banyak
ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah Saw. bersabda,
“Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR.
Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari akhlaq yaitu
khuluq. Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (QS. al-Qalam (68): 4). Khuluq adalah ibarat dari kelakuan manusia yang
membedakan baik dan buruk, lalu disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktikkan
dalam perbuatan, sedang yang buruk dibenci dan dihilangkan (Ainain, 1985: 186).

Ruang Lingkup Akhlak Mulia dalam Islam Secara umum


akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq al-mahmudah/al-
karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al-qabihah). Akhlak mulia harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela harus dijauhi jangan
sampai dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak
Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak
terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi
beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk
hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda
mati. Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk
berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga kemauan dengan meluruskan
ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash (112): 1–4; QS. al-Dzariyat (51): 56),
menaati perintah Allah atau bertakwa (QS. Ali „Imran (3): 132), ikhlas dalam semua amal
(QS. al-Bayyinah (98): 5), cinta kepada Allah (QS. al-Baqarah (2): 165), takut kepada Allah
(QS. Fathir (35): 28), berdoa dan penuh harapan (raja‟) kepada Allah Swt. (QS. al-Zumar
(39): 53), berdzikir (QS. al-Ra‟d (13): 28), bertawakal setelah memiliki kemauan dan
ketetapan hati (QS. Ali „Imran (3): 159, QS. Hud (11): 123), bersyukur (QS. al-Baqarah (2):
152 dan QS. Ibrahim (14): 7), bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan (QS. al-Nur
(24): 31 dan QS. al-Tahrim (66): 8), rido atas semua ketetapan Allah (QS. al-Bayyinah (98):
8), dan berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali „Imran (3): 154). Akhlak
terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab
Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada
Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya (QS. al-Taubah (9): 24), taat
kepadanya (QS. al-Nisa‟ (4): 59), serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS.
al-Ahzab (33): 56). Namun demikian akhlak terhadap Rasulullah Saw. ini juga sangat
terkait dengan Akhlak terhadap Allah Swt., sebab apa pun yang bersumber dari Allah (al-
Quran) dan Rasulullah (sunnah) harus dijadikan dasar dalam bersikap dan berpreilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya seorang Muslim harus berakhlak mulia terhadap sesama manusia, baik
terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap orang lain di tengah-tengah
masyarakat. Ketiga akhlak ini sangat penting artinya bagi kita, karena sikap dan perilaku
terkait dengan hubungan antar sesama ini yang tampak di permukaan yang sering dinilai
oleh masyarakat pada umumnya. Ketiga bentuk akhlak ini akan dibicarakan secara rinci
pada uraian selanjutnya. Yang tidak boleh ditinggalkan dalam pembinaan akhak mulia
adalah akhlak terhadap lingkungan. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati.
Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk
menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi
ciptaan-Nya. Dalam al-Quran Surat al-An‟am (6): 38 dijelaskan bahwa binatang melata
dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya
(Shihab, 1996: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan
agar tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai
dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan (QS. al-Hasyr (59): 5).

Pembinaan Akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas Hablun minannas


adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai umat beragama, setiap orang
harus menjalin hubungan baik antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan
Tuhannya. Dalam kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu. Terkadang
ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, tetapi ia
bermasalah dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada orang
yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan
hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak benar. Yang seharusnya
dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin dua bentuk hubungan itu dengan baik,
sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya. Pada prinsipnya ada tiga bahasan pokok
terkait dengan pembinaan akhlak mulia dalam berhubungan antar sesama manusia ini.
Bahasan pertama terkait dengan akhlak manusia terhadap diri sendiri. Akhlak ini
bertujuan untuk membekali manusia dalam bereksistensi diri di hadapan orang lain dan
terutama di hadapan Allah Swt. Bahasan kedua terkait dengan akhlak manusia dalam
kehidupan keluarganya. Akhlak ini bertujuan membekali manusia dalam hidup di tengah-
tengah keluarga dalam posisinya masing-masing. Dan bahasan ketiga terkait dengan
akhlak manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak ini membekali manusia
bagaiman bisa berkiprah di tengah-tengah masyarakatnya dengan baik dan tetap
berpegang pada nilai-nilai akhlak yang sudah digariskan oleh ajaran Islam.

III. METODELOGI

Untuk metodologi yang saya gunakan yaitu metode kualitatif, karena untuk
pencarian bahanmaterinya melalui jurnal

IV. KESIMPULAN

Beberapa bentuk akhlak mulia dan tatacaranya yang dapat dilakukan dalam
rangka pembinaan akhlak antar sesama manusia. Tentu saja uraian ini tidak mencakup
keseluruhan bagian-bagian dari keseluruhan masalahnya. Untuk lebih lanjut silahkan
diikuti uraian-uraian yang lebih luas di literatur lain. Yang terpenting ditegaskan di sini
adalah pembinaan akhlak mulia bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi bukan sesuatu yang
tidak mungkin. Artinya sesulit apapun pembinaan akhlak mulia ini bisa dilakukan, Ketika
ada komitmen (niat) yang kuat untuk melakukannya dan didukung oleh usaha keras serta
selalu bertawakkal dan mengharap rido dari Allah Swt. bukan tidak mungkin akhlak mulia
ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sikap dan perilaku sehari-hari

C. KONTRIBUSI AKHLAK DALAM KONSEPTUALISASI ISLAM

I. LATAR BELAKANG

Dalam ajaran Islam akhlak menempati posisi yang sangat vital karena ia
menyangkut hubungan horizontal dan vertikal. Demikian halnya dalam pendidikan Islam
akhlak menjadi pilar di atas pilar lainnya. Penetapan akhlak sangat penting dalam
penetapan tujuan pendidikan, peraktik mengajar, metode, sarana prasarana, nilai-nilai
yang ditanamkan dan seluruh pelaksanaannya. Metode dalam tulisan ini bersipat library
research dikumpulkan dari data-data yang ada. Adapun hasil dari tulisan ini menunjukkan
bahwa akhlak sangat berkontribusi dalam konseptualisasi pendidikan dasar Islam yakni
sebagai berikut; pertama, membantu merumuskan tujuan pendidikan. Kedua, membantu
dalam merumuskan ciri-ciri dan kandungan kurikulum. Ketiga, membantu merumuskan
ciriciri guru profesional. Keempat, membantu merumuskan kode etik dan tata tertib
sekolah. Kelima, menjadikan kegiatan belajar mengajar yang menghasilkan siswa
mempunyai akhlak mulia. Keenam, menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih,
tertib, aman, damai, nyaman, suasana belajar yang kondusif. Terealisasinya konsep
tersebut dapat diawali dengan pengajaran seterusnya dilanjutkan dengan pendidikan
pembiasaan, keteladanan, pengamalan, dibarengi contoh, serta penjelasan, pembinaan
hingga akhirnya menjadi karakter.

II. LANDASAN TEORI

Posisi akhlak terhadap pendidkan Islam sangat penting dan menjadi pilar di atas
semuanya. Tema ini sangat penting terhadap penetapan tujuan pendidikan, peraktik
mengajar, metode, sarana prasarana, nilai-nilai yang ditanamkan dan seluruh
pelaksanaannya. Karna bisa kita bayangkan ketika akhlak dan nilai-nilai islam tidak
terdapat dalam diri seseorang maka kesemuan pilar-pilar pendidikan yang disebutkan di
atas tidak akan dapat terealisasikan dengan baik. Sebagai contoh ketika seorang kepala
sekolah tidak ada akhlak terhadap Allah dan dirinya dia akan melakukan korupsi terhadap
sarana prasarna. Begitujuga dengan seorang guru ketika dalam dirinya tidak tertanam
nilai-nilai akhlak Islam maka yang ada dalam dirinya hanya sekedar menyampaikan
kewajibannya dengan mengajar saja tanpa memikirkan muridnya paham atau tidak.
Begitujuga korupsi akan selalu meraja lela dalam negeri ini tanpa adanya penanaman
nilai-nilai akhlak keislaman sekalipun pada dasarnya di Indonesia sudah mempelajari
agama mulai dari sejak TK hingga tingkat Universitas. Tentu jika kita berbicara tentang
benang merah pendidikan Islam sangatlah mudah karena, nuansa akhlak merupakan
sumber nilai, dan internalisasi nilai-nilai merupakan salah satu tugas pokok pendidikan
Islam. Dan yang menyebabkan terjadinya seperti contoh di atas karena, pendidikan
internalisasi seperti metode keteladanan, pembiasaan amal, tuntunan, metode targhib
wa tarhib dan cara-cara yang berorientasi pada pembentukan sikap kurang mendapat
porsi. Implikasi pandangan Islam tentang akhlak mewajibkan pendidikan Islam agar
membangun akhlak islamiah pada peserta didik, baik yang menyangkut hubungan dengan
Allah maupun dengan manusia dan sesama makhluk15 . Adapun pengimplikasian akhlak
dalam pendidikan dapat dimulai dari: 1. Pengajaran: artinya memberikan pengajaran
secara konsep yang membahas tentang mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang
benar dan mana yang salah menurut ukuran agama, hingga mereka mampu membedakan
diantaranya. 2. Pembiasaan: setelah memberikan pengajaran pembinaan selanjutnya
dengan cara pembiasaan. Membiasakan hal-hal kebaikan dari sejak usia dini yang
dilakukan secara kontinyu. Dengan pembiasaan hal-hal kebaikan seperti menebar kasih
sayang terhadap sesama, suka menolong teman dalam hal kebaikan, dermawan akan
mendarah daging dan menjadi sebuah karakter ketika nantinya dewasa. 3. Keteladanan:
tercapainya pembinaan akhlak yang baik dapat ditempuh melalui keteladanan. Alangkah
baiknya ketika seorang guru memberikan pengajaran dengan memberikan langsung
keteladanan. Seumpama ketika guru mengajarkan sopan santun gur tersebut dalam
keseharian menunjukkan sopan santun terhadap muridnya. Jika guru menyuruh
mengerjakan sesuatu guru ikut terlibat dalam pekerjaan tersebut. Sebagaimana yang
telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. 4. Paksaan : dalam hal ini paksaan yang
bentuknya dalam hal kebaikan tanpa menyakiti secara fisik. Paksaan ini bertujuan untuk
membiasakan peserta didik dalam melakukan hal-hal kebaikan yang nantinya setelah
terbiasa merasa tidak dipaksa lagi. Sama halnya ketika seseorang dipaksa untuk membaca
yang pada gilirannya nanti terbiasa membiasa membaca tanpa harus dipaksa lagi. 5.
Hadiah dan hukuman: agar akhlak mahmudah dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari peserta didik yang mengamalkan akhlak baik diberikan hadiah. Baik itu hadiah
berupa materi maupun ungkapan kalimat yang menyenngkan hatinya dan memotivasi
peserta didik lain untuk melakukan akhlak yang baik. Begitupun sebaliknya jika peserta
didik yang melakukan akhlak mazmumah dengan memberikan hukuman yang sifatnya
mengubah perilaku tercela kepada prilaku terpuji.

Kontribusi Akhlak dan Moral terhadap Pendidikan Dasar Islam (SD/MI)


Pendidikan dasar Islam (SD/MI) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang
harus mendapatkan penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak dan moral. Sebagai
pendidikan awal dan dasar ini menjadi sangat penting. Peserta didik yang ada dalam
jenjang ini merupakan masa keemasan bagi anak. Masa ini adalah masa yang sangat
potensial dalam mengembangkan potensi dirinya. Oleh karena itu masa pendidikan dasar
inilah mulai ditanamkan akhlakakhlak yang baik sehingga nantinya akan berkembang
secara optimal ketika meranjak dewasa. Sehubungan dengan itu akhlak dan moralitas
memiliki kontribusi yang sangat penting terhadap pendidikan dasar Islam. untuk lebih
jelasnya, kontrubusi akhlak terhadap pendidikan dasar Islam (SD/MI) dipaparkan
sebagaimana berikut ini17 : 1. Merumuskan tujuan pendidikan: artinya, pemahaman
tentang akhlak membantu merumuskan tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia
agar memiliki akhlak mulia atau keperibadian yang utama yang ditandai oleh adanya
integritas keperibadian yang utuh, satunya hati, ucapan dan perbuatan, memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat dan bangsanya, melaksanakan segala
perintah Allah SWT, terbentuknya manusia yang baik, manusia yang berakhlak mulia,
manusia yang sempurna, serta manusia yang berkepribadian muslim. Demikian halnya
dalam tujuan pendidikan dasar Islam harus mengandung unsur akhlak mahmudah.
Sehingga semua lini terintegrasi dengan baik. Stakeholder dalam pendidikan dasar Islam
harus berakhlak mulia sehingga tujuan pendidikan dasar Islam berjalan dengan baik. 2.
Merumuskan ciri-ciri dan kandungan kurikulum: salah satu penentu jalannya sebuah
pendidikan tidak terlepas dari kurikulum. Ciri-ciri dan isi kurikulum dalam pendidikan,
khsusunya pendidikan dasar Islam harus menonjolkan pendidikan akhlak dan moral.
Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang
menyeluruh, bersikap seimbang antara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikulum
yang akan digunakan, menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan
oleh peserta didik, dan disesuaikan dengan minat dan bakat anak peserta didik. 3.
Membantu dalam merumuskan ciri-ciri guru profesional: salah satu penentu seorang guru
profesional dapat dilihat dari akhlaknya. Jika akhlak seorang guru baik bisa dipastikan
dalam menjalankan tugasnyapun dia akan profesional. Sebagai calon guru profesional
dalam pendidikan dasar Islam akhlak dan moralitas sangat menentukan dalam
membentuk ciri-ciri guru profesional. Guru pendidikan dasar Islam selain memiliki
kompetensi akademik, pedagogik dan sosial, juga harus memiliki kompetensi
keperibadian. Yaitu peribadi yang beriman, bertakwa, ikhlas, sabar, zuhud, pemaaf,
penyayang, mencintai dan melindungi, satu kata dan perbuatan, adil demokratis,
manusiawi, rendah hati, senantiasa menambah ilmu dan pengalaman dan murah senyum.
Akhlak-akhlak seperti itulah yang seharusnya tercermin dalam pribadi seorang guru
pendidikan dasar Islam. 4. Membantu merumuskan kode etik dan tata tertib Pendidikan
dasar Islam: pemahaman terhadap akhlak dan moralitas dapat membantu dalam
merumuskan kode etik dan tata tertib sekolah, khususnya yang berkenaan dengan akhlak
para peserta didik. Kode etik dan tata tertib yang diterapkan melalui akhlak akan
menjadikan seorang guru terasa dihormati sehingga suasana pembelajaran akan berjalan
kondusif, semangat dalam menyampaikan materi juga akan berjalan dengan baik.
Selanjutnya dalam proses pembelajaran suasana kelas akan tertib dan tenang, hubungan
sesama akan terasa akrab, suasana akademik akan terasa kental, lingkungan belajar akan
nyaman, aman dan damai, serta perestasi belajar para siswa akan meningkat. 5.
Melahirkan manusia yang memiliki akhlak mulia dan karakter utama: sesuai tujuan akhir
yang ingin dicapai dalam pendidikan dasar Islam begitujuga dalam pendidikan akhlak
menjadikan peserta didik sosok yang memiliki akhlak mulia dan mempunyai karakter
utama. Dengan adanya akhlak dan moralitas dalam pendidikan dasar Islam tentunya akan
melahirkan peserta didik yang berkrpibadian akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga nanti ketika dewasa anak akan memiliki jiwa yang selalu menebar kasih sayang
dan menagamalkan akhlak mulia. 6. Membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang
kondusif: pemahaman terhadap akhlak dan moralitas akan membantu mewujudkan
lingkungan pendidikan dasar Islam yang bersih, tertib, aman, damai, nyaman, yang
mendukung terciptanya suasana belajar yang kondusif. Ketika konseptual tentnag akhlak
dan moralitas diterapkan tentu akan menghasilkan pembelajaran yang bersih dan peserta
didik belajar dengan nyaman dan terhindar dari penyakit. Dalam konsep akhalk dan
moralitas pengajaran tentang cinta kebersihan, bersih jasmani dan rohani merupakan
ajaran yang termuat dalam pendidikan akhlak dan moralitas. Lingkungan yang kondusif
dalam pendidikan dasar Islam akan menjadikan peserta didik terhindar dari berbagai
penyakit, dan terbiasa menyukai kebersihan dalam hidupnya.

III. METODELOGI
Untuk metodologi yang saya gunakan yaitu metode kualitatif, karena untuk
pencarian bahanmaterinya melalui jurnal

IV. KESIMPULAN
Pengertian Akhlak sangat luas tidak hanya sekedar baik, buruk, etika dan moral.
Akhlak menyangkut hubungan vertikal dan horizontal. Akhlak bersumber dari wahyu
sedangkan yang lainnya berasal dari pemikiran manusia. Akhlak terbagi: akhlak kepada
Allah, Rasul, diri sendiri, keluarga, lingkungan, alam dan negara.Yang menjadi dasar-dasar
akhlak adalah berupa al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Serta akal dan nurani
manusia serta pandangan umum masyarakat. Implikasi pandangan Islam tentang akhlak
mewajibkan pendidikan Islam agar membangun akhlak Islamiah pada peserta didik, baik
yang menyangkut hubungan dengan Allah maupun dengan manusia dan sesama makhluk.
Di awali dengan pengajaran dilanjutkan dengan cara pendidikan melalui pembiasaan,
keteladanan, pengamalan, dibarengi contoh, serta penjelasan. Terus dibina demikian
hingga akhirnya menjadi kebiasaan dan karakter.Kontribusi akhlak terhadap pendidikan
dasar Islam ialah:pemahaman tentang akhlak membantu merumuskan tujuan pendidikan,
membantu dalam merumuskan ciri-ciri dan kandungan kurikulum, membantu dalam
merumuskan ciri-ciri guru profesional, membantu merumuskan kode etik dan tata tertib
sekolah, membantu kegiatan belajar mengajar, membantu menciptakan lingkungan
pendidikan yang kondusif.
I. LATAR BELAKANG
Akhlak merupakan sifat yang tumuh did alam diri manusia. Sifat tersebut menyatu
dalam dirinya, sehingga menjadi perilaku kehidupan sehari-hari. Dari akhlak tersebut,
diharapkan manusia mampu mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari ke
dalam bentuk akhlak terhadap Allah Swt, akhlak terhadap Rasulullah Saw, akhlak
terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap masyarakat, dan akhlak
terhadap lingkungan.

II. LANDASAN TEORI


Pengertian Akhlak Terpuji (Mahmudah) Secara etimologi, akhlak mahmudah
adalah akhlak terpuji. Mahmudah merupakan bentuk dari kata hamida, yang berarti
dipuji. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji disebut pula dengan akhlak al-karimah
(akhlak mulia), atau al-akhlak al-munjiyat (akhlak yang menyelamatkan pelakunya)
(Samsul Munir Amin: 2016, 180). Sedangkan pengertian akhlak terpuji atau mahmudah
secara terminologi akan penulis jelaskan berdasarkan pendapat beberapa ulama seperti
yang diungkap oleh Samsul Munir Amin (2016: 180-181), antara lain:
1. Menurut Al-Ghazali, akhlak terpuji (mahmudah) merupakan sumber ketaatan dan
kedekatan kepada Allah Swt., sehingga mempelajari dan mengamalkannya
merupakan kewajiban individual setiap muslim.
2. Menurut Ibnul Qayyim, pangkal akhlak terpuji adalah ketundukan dan keinginan yang
tinggi. Sifat-sifat terpuji, menurutnya berpangkal dari kedua hal tersebut. Ia
memberikan gambaran tentang bumi yang tunduk pada ketentuan Allah Swt. Ketika
air turun menimpanya, bumi merespons dengan kesuburan dan menumbuhkan
tanaman-tanaman yang indah. Demikian pula manusia, tatkala diliputi rasa
ketundukan kepada Allah Swt., kemudian turun taufik dari Allah Swt., ia akan
meresponnya dengan sifat-sifat terpuji.
3. Menurut Abu Dawud As-Sijitsani, akhlak terpuji adalah perbuatanperbuatan yang
disenangi, sedangkan akhlak tercela adalah perbuatan-perbuatan yang harus
dihindari. Jadi, yang dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah perilaku manusia
yang baik dan disenangi menurut individu maupun sosial, serta sesuai dengan
ajaran yang bersumber dari Tuhan. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat-sifat
mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak
madzmumah, dilahirkan oleh sifat-sifat madzmumah. Oleh karena itu, sikap dan
tingkah laku yang lahiradalah cermin dari sifat atau kelakuan batin dari seseorang
(Samsul Munir Amin: 2016, 180-181). Macam-Macam Akhlak Terpuji (Mahmudah)
Akhlak Terhadap Allah Swt.
1. Mentauhidkan Allah Swt Tauhid adalah mengesakan Allah, mengakui bahwa tidak ada
Tuhan selain Alah. Dasar agama Islam adalah iman kepada Allah Yang Maha Esa,
demikian yang disebut dengan tauhid. Tauhid dapat berupa pengakuan bahwa
Allah Swt. satu-satunya yang memiliki sifat rububiyah dan uluhiyah, serta
kesempurnaan nama dan sifat. Tauhid dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: a.
Tauhid rububiyah, yaitu meyakini bahwa Allah adalah satusatunya Tuhan yang
menciptakan alamini, yang memilikinya, yang mengatur perjalanannya, yang
menghidupkan, dan yang mematikan. Dialah yang menurunkan rezeki kepada
makhluk, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan menimpakan mudharat. Dzat
yang mengabulkan doa dan permintaan hambaNya, yang berkuasa melaksanakan
apa yang dikehendaki-Nya, yang memberi dan mencegah. Di tangan-Nya terletak
segala kebaikan dan segala urusan. b. Tauhid Uluhiyah, yaitu mengimani Allah
sebagai satu-satunya Al-Ma’bud (yang disembah). Tauhid uluhiyah disebut juga
dengan tauhid iradah (kehendak) dan tauhid qasdhi (tujuan). c. Tauhid asma dan
sifat, yaitu menerangkan nama-nama dan sifatsifat yang Dia tetapkan bagi Dzat-
Nya, dan yang ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Sebaliknya, tauhid ini meniadakan
nama-nama dan sifat-sifat yang ditiadakan Allah dari Dzat-Nya, dan yang ditiadakan
oleh Rasulullah Saw.
2. Taubat Taubat adalah sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukannya dan
berusaha menjauhinya, serta menggantinya dengan perbuatan baik. Jika seseorang
yang bersalah melakukan tobat dan berkomitmen untuk tidak melakukan
perbuatan salah lagi, Allah akan mengampuni kesalahan tersebut.
3. Husnuzhan (Berbaik Sangka) Husnuzhan artinya berbaik sangka. Lawan katanya
su’uzhan adalah yang artinya berburuk sangka. Husnuzhan terhadap keputusan
Allah Swt. merupakan salah satu akhlak terpuji. Di antara ciri akhlak terpuji ini
adalah ketaatan yang sungguh-sungguh kepada-Nya. Karena sesungguhnya apa
yang ditentukan oleh Allah kepada seorang hamba adalah jalan yang terbaik
baginya. Allah itu tergantung kepada prasangka hambanya.
4. Dzikrullah Secara etimologi dzikir berakar dari kata dzakara yang artinya mengingat,
memerhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti, dan
ingatan (Samsul Munir Amin: 2015, 188). Dzikrullah adalah ibadah yang ringan dan
mudah untuk dilakukan. Di dalamnya tersimpan hikmah dan pahala yang besar,
berlipat ganda. Dzikir bahkan lebih utama nilai kebajikannya dibandingkan jihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwa. Selain itu, dzikir juga merupakan ibadah yang
sangat disukai Allah.
5. Tawakal Secara etimologi tawakal atau tawakkul dari kata wakala yang
artinya,menyerah kepada -Nya (Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji: 2006, 191). Secara
terminologi tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah
berbuat semaksimal mungkinuntuk mendapatkan sesuatu yang diharapkannya.
Oleh karena itu, syarat utama bagi seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu yang
diharapkannya, ialah harus berusha sekuat tenaga, kemudian menyerahkan
ketentuannya kepada Allah. Dengan cara demikian, manusia dapat meraih
kesuksesan dalam hidupnya (Mahjudin: 1996, 12-13).
6. Tadharru (Merendahkan Diri kepada Allah) Tadharru adalah merendahkan diri kepada
Allah Swt. Beribadah atau memohon kepada Allah hendaklah dengan cara
merendahkan diri kepadaNya, dengan sepenuh hati mengucapkan tasbih, takbir,
tahmid, tahlil, dan memuji asma Allah. Samsul Munir Amin menjelaskan bahwa
orang yang tadharru hatinya bergetar apabila mendengar ayat-ayat Al-Quran
dibacakan, imannya bertambah, dan bertawakal. Mereka juga menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Apabila melaksanakan salat, ia
akan khusyuk.

III. METODELOGI
Untuk metodologi yang saya gunakan yaitu metode kualitatif, karena untuk pencarian
bahanmaterinya melalui jurnal

IV. KESIMPULAN
Sebagai bagian akhir dari makalah ini dapat penulis simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan akhlak mahmudah adalah perilaku manusia yang baik dan
disenangi menurut individu maupun sosial, serta sesuai dengan ajaran yang
bersumber dari Tuhan. Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah
yang terpendam dalam jiwa manusia, demikian pula akhlak madzmumah,
dilahirkan oleh sifat-sifat madzmumah. Macam-macam akhlak terpuji di antaranya
akhlak terhadap Allah Swt. yakni dengan cara menauhidkan Allah, bertobat kepada-
Nya, berhusnuzhan, bertawakal, dan bertadharu kepada-Nya. Akhlak terhadap
Rasulullah Saw. yakni dengan cara mencintainya, mengikuti dan menaati segala
tuntunannya, mengucapkan salawat dan salam kepadanya. Akhlak terhadap diri
sendiri yakni dengan cara senantiasa bersikap sabar, bersyukur, amanat, jujur dalam
segala hal, dan menanamkan sifat malu dalam diri. Kemudian, akhlak terhadap
keluarga yakni dengan cara berbakti kepada kedua orangtua, bersikap baik kepada
saudara, membina dan mendidik keluarga dengan nilai-nilai Islam, dan memelihara
keturunan agar senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam. Akhlak terhadap
masyarakat yakni di antaranya dengan cara berbuat baik kepada tetangga, saling
tolong-menolong dalam kebaikan dan hak, bersikap tawadhu dan tidak sombong,
hormat kepada teman dan sahabat, serta menjaga hubungan silaturahim dengan
kerabat. Dan akhlak terhadap lingkungan yakni dengan cara menjaga kelestarian
alam agar manusia dapat mengambil.

Anda mungkin juga menyukai