Anda di halaman 1dari 13

Etika terhadap allah dan nabi

Allah menurunkan Islam sebagai agama yang Rahmatan Lil'alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam, tidak
terkecuali semua makhluk yang ada di bumi. Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah dan manusia
sebagai hamba yang wajib untuk melakukan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Oleh
karena itu, diperlukan suatu etika yang wajib manusia lakukan sebagai seorang hamba kepada Tuhan-
Nya. Untuk melakukan perintah dan menjauhi larangan Allah, maka diturunkannya syariat Islam yang
berisi aturan dan hukum Islam yang mengatur kehidupan manusia di bumi dengan perantara Malaikat
Jibril lalu disampaikan kepada nabi dan rasul. Nantinya, rasul akan menyampaikan ajaran atau syariat
Islam tersebut kepada umat. Sebagai seorang muslim, pastinya mempercayai bahwa Rasulullah
Muhammad adalah seorang nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak
manusia di bumi, bahkan Rasulullah adalah role model yang sebaiknya harus ditiru baik tingkah laku,
perkataan, dan etika terhadap Allah dan terhadap makhluk di bumi. Apalagi perjuangan Rasulullah dalam
memperjuangkan dakwah islam sangatlah besar, maka dari itu tidak sepatutnya etika seorang muslim
sebagai umatnya tidak beretika baik terhadap Rasulullah. Jadi, baik etika terhadap Allah dan Rasulullah
sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari apalagi di zaman yang sudah marak
penyimpangan terhadap syariat Islam. Penjelasan tentang etika terhadap Allah dan Rasulullah ini
menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan studi literatur terhadap jurnal ataupun ulasan yang
membahas terkait etika terhadap Allah dan Rasulullah dan tidak lupa juga mengacu pada Al Qur'an dan
hadist.

Kata kunci : Allah, Rasulullah, etika, dan akhlak.

BAB 1 . PENDAHULUAN

Konsep ketuhanan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dianggap penting oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam konteks ini kita sebagai umat islam
meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam. Allah SWT sebagai Tuhan yang diyakini umat
Islam tentunya memiliki nama-nama yang merepresentasikan sifat ketuhanan , contohnya seperti Maha
Esa, Maha Mengetahui ,Maha Berkuasa dll. Menurut kaum Mu’tazilah, Allah maha mengetahui, Maha
Berkuasa, dll, bukan sifat melainkan dengan zat-Nya.

Dalam meyakini bahwa Allah merupakan Tuhan, dalam kata lain bahwa tiada Tuhan selain Allah, maka
kita harus memahami konsep tauhid. Tauhid merupakan mengesakan Allah semata dalam beribadah dan
tidak menyekutukannya (Wahidin, 2017). Macam-macam tauhid ada tauhid rububiyah, tauhid mulkiyah,
dan tauhid uluhiyah. Tauhid rububiyah yaitu menyatakan bahwa tidak ada tuhan penguasa seluruh alam
kecuali Allah yang menciptakan mereka dan memberinya rizki (Muhammad, 2015). Kemudian tauhid
mulkiyah yang berarti bahwa hanya Allah satu-satunya raja alam termasuk raja manusia. Kemudian,
tauhid uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dan hanya Allah-lah yang wajib disembah
karena ialah satu-satunya Tuhan manusia. Dalam konsep tauhid tadi tidak lepas dengan sifat keesaan
Allah sehingga kita harus memaknai kalimat 'laa ilaaha illallah' sebagai bentuk representasi dari keesaan
Allah. Makna 'laa ilaaha illallah' adalah tidak ada yang disembah di langit dan di bumi kecuali Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya (Karim, 2017). Kalimat 'laa ilahaa illallah' bukan hanya berarti “tidak
ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang disangka sebagian orang karena orang kafir quraisy yang
diutus kepada mereka, Rasullullah SAW mengakui bahwa sang pencipta adalah Allah, akan tetapi mereka
mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata dan tidak ada yang menyekutukannya
(Karyono, 2020).
Allah sebagai tuhan umat muslim menciptakan nabi dan rasul sebagai pedoman hidup bagi umat muslim
karena keistimewaan yang dimiliki dapat memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap
perkembangan islam di tiap lintas generasi bahkan sampai saat ini. Pengertian nabi itu sendiri adalah
seorang manusia pilihan, laki-laki, diberi wahyu, diberi mukjizat, maksum, pantang menyerah, memiliki
sifat kemuliaan, dan diberi tugas untuk menyampaikan nubuwahnya, tetapi nabi tidak memiliki umat
khusus, adapun rasul mempunyai umat khusus. Nabi dan rasul memiliki sifat-sifat yang mencerminkan
nilai-nilai kebaikan seperti sidik yang berarti jujur, amanah yang berarti dapat dipercaya dan kredibel,
tabligh yaitu menyampaikan atau transparan, dan fathonah yang artinya cerdas, visioner.

2.1 Jenis Penulisan

BAB 2 . METODOLOGI

Dalam penyusunan terkait artikel "Etika Terhadap Allah dan Rasulullah" digunakannya metode kualitatif
atau bisa disebut sebagai studi literatur. Metode ini merupakan salah satu metode penyusunan suatu
artikel, karya ilmiah, penelitian, ataupun skripsi yang dilakukan dengan pencarian referensi melalui
jurnal-jurnal publikasi ataupun buku yang terpercaya dan kredibel. Meskipun menggunakan studi literatur
atau pencarian sumber referensi melalui jurnal atau buku, kalimat yang dituangkan pastinya tidak akan
sama dengan jurnal atau buku yang dijadikan referensi atau acuan. Hal ini benar-benar harus dihindari
agar artikel, karya ilmiah, penelitian, atau skripsi yang disusun terhindar dari plagiarisme.

2.2 Objek Penulisan

Artikel ini membahas mengenai cara kami (sebagai manusia) beretika terhadap Allah SWT dan
Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Terutama mengenai peran penting akhlak manusia sebagai
pedoman kita untuk beretika kepada-Nya dan Rasulullah.

2.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam artikel ini merupakan sumber data sekunder. Artinya, sumber yang
kami dapatkan berasal dari pustaka yang menunjang seperti textbook, jurnal, data lembaga penelitian,
maupun data instansi terkait yang relevan. Selain data-data tersebut, sumber yang kami gunakan juga
merujuk pada sumber hukum Islam, yakni al-Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh kami adalah studi literal (studi kepustakaan). Studi ini
dilakukan dengan cara pengumpulan data-data sekunder yang berhubungan dengan topik artikel ini, yaitu
mengenai etika dan akhlak terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW.

2.5 Analisis Data

Analisis atau pembahasan data dilakukan ketika semua data-data sekunder telah terkumpul. Analisis dapat
dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, menelaah, dan membandingkan berbagai sumber literasi
juga menginterpretasi hasil analisis. Langkah akhir dalam tahap analisis ini adalah menarik kesimpulan
dari jawaban yang didapatkan dari hasil pembahasan.

BAB 3 . PEMBAHASAAN
3.1 Pengertian Akhlak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Akhlak memiliki arti budi pekerti ; kelakuan. Dalam agama
Islam, Akhlak atau nama lainnya adalah 'Khuluq' dalam bahasa Arab, berarti suatu tingkah laku, tabiat,
perangai kebiasaan (‘adat al iradah) atau sebagainya.

Menurut Dr. Iman Abdul Mu’min secara bahasa, Akhlak mengacu terhadap 3 makna yaitu tabi’at, ‘adat,
dan as-sajiyyah. Tabi’at berarti sifat kokoh yang ada pada manusia yang tidak disengaja untuk meraihnya.
‘Adat berarti sifat kokoh manusia yang diusahakan dengan berlatih dan terencana. Terakhir as-sajiyyah ,
adalah cakupan yang lebih luas dari kedua makna yang sebelumnya. Menurut Ibnu Miskawaih, ia
memberikan pengertian terhadap 'khuluq' sebagai keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. Selain itu, menurut Imam
Syafi’i mengartikan akhlak sebagai suatu perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat
memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

3.2 Urgensi Akhlak

Akhlak adalah suatu hal yang penting atau urgen dalam agama Islam, dimana ia digunakan sebagai
parameter keluhuran seseorang dalam kehidupan. Kedudukan Urgensi Akhlak ini dapat dilihat dari surah-
surah Al-Quran beserta hadis- hadis yang ada. Salah satu hadis yang ada adalah hadis riwayat Bukhari
yang berisi ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Hadist ini adalah
mengenai Rasulullah SAW yang memposisikan penyempurnaan akhlak yang terpuji sebagai tujuan utama
atau misi utama dalam penyampaian Islam. Maka sebagai umat Islam kita wajib melakukan akhlak yang
mulia untuk menunjukkan ketakwaan kita terhadap Allah SWT.

3.3 Sumber Ilmu Akhlak

Akhlak adalah suatu hal yang perlu dipelajari dan tentu saja diterapkan. Sumber ilmu Akhlak ini dapat
ditemukan melalui Al-Quran, sunnah, dan juga hadist. hal ini dijelaskan dalam surah Al-Ankabut ayat 45,
yang artinya adalah sebagai berikut:

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Quran) dan

dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan

munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari

ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Maka dari surah tersebut dapat disimpulkan bahwa patokan utama dalam mencari ilmu

akhlak adalah Al-Quran. Al-Quran berisi segala larangan dan perintah Allah yang memandu

kita menuju akhlak baik atau akhlak islami. Menurut Aminuddin sumber ilmu Akhlak ada pada

Al-Quran dan Sunnah, yang dilihat dari ukuran baik dan buruknya, tidak dilihat berdasarkan
apa yang dipandang masyarakat sebagai baik dan buruk namun semata-mata dari ilmu yang

hadir dalam wahyu Al-Quran.

3.4 Pembagian Akhlak

Akhlak itu sendiri dapat dibagi berdasarkan proses pembentukannya dan jenis perbuatannya. Akhlak
berdasarkan proses pembentukannya ini dibagi menjadi 2 yaitu akhlak bawaan (mawhubah) dan akhlak
perolehan (muktasabah).

Akhlak bawaan adalah suatu akhlak yang secara tabiat (secara alami) dimiliki oleh individu tersebut,
sebagai pemberian dari Allah SWT, sedangkan

Akhlak yang didapatnya melewati suatu usaha yang telah dibiasakan. Perbedaan dari keduanya

melakukannya, atau yang membutuhkan waktu untuk terus mengingat dan jika tidak dilakukan

akhlak perolehan merupakan

berada pada bagaimana akhlak tersebut melekat pada individu. Ada yang tanpa sadar akan

maka akan mudah terlupakan. Hal ini dapat dilihat melewati suatu hadis yang berisi

“Sesungguhnya Allah membagi akhlak kalian sebagaimana Dia membagi rezeki.” (HR. Ahmad

dan Al Baihaqi)

Akhlak berdasarkan jenis perbuatan yang dilakukan, akhlak dibagi menjadi 2 yaitu

akhlak al karimah (terpuji) dan akhlak al mazmumah ( tercela). Ulil Amri Syafri mengutip

suatu pendapat dari Nashiruddin Abdullah, yang mengatakan bahwa akhlak al karimah

merupakan akhlak baik yang sesuai dengan syariat islam, dan lahir dari sifat-sifat yang baik

juga. Sementara akhlak al mazmumah adalah akhlak buruk yang tidak sesuai dengan syariat

Islam, serta lahir dari sikap, perbuatan, dan perkataan yang mungkar.

3.5 Proses Pembinaan Akhlak

Imam al-Mawardi dalam ’Adab al-Dunya wa-al-Din mengilustrasikan, “... meskipun merubah karakter itu
sulit, namun melalui pelatihan secara bertahap, apa yang tadinya dianggap susah akan menjadi mudah dan
apa yang melelahkan akan menjadi menyenangkan.”
ِ ِ ‫ٕا ن َّ َ م ا ُ ب ِ ع ث ْ ُ ت ِ أل ُ ت َ ِ ّ م َ م َص ا ِ ل َ ح ا ْ أل َ ْ خ َ ال ق‬

salah satu misi dakwah Nabi SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah

Di antara

SAW bersabda:

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.”

(HR. Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai shahih oleh

Al-Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad.)

Dalam hadits di atas, Nabi SAW mengatakan 'menyempurnakan akhlak' dan bukan

mengajarkan akhlak dari nol setelah sebelumnya tidak tahu sama sekali. Hal ini dikarenakan

dulu masyarakat musyrik jahiliyah telah memiliki sebagian bentuk akhlak yang luhur sebelum

diutusnya Nabi SAW di antaranya adalah menepati janji; memuliakan tamu; dan suka memberi

makan orang yang membutuhkan. Sehingga akhlak-akhlak yang baik itu dipertahankan,

sedangkan akhlak mereka yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, itulah yang menjadi sasaran

perbaikan.
Adapula 6 proses membina akhlak yakni:

1. Mujahadat al-nafs

“Mujahid adalah orang yang melawan dirinya dalam rangka mentaati Allah,

dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang.” (HR.

Ahmad)

Ibnu Mandhur dalam Al-Lisan berkata tentang makna Al-Mujahadah, yakni:

“Penyapihan jiwa dari syahwat; menjauhkan qalbu dari angan-angan yang

rusak dan syahwat.”

An-Nafs dalam kata bahasa Arab maknanya: ruh, jiwa, hakikat.

Mujahadatu An-Nafs: “Memerangi jiwa yang menyuruh kepada kejelekan;

yakni dengan membawanya kepada apa-apa yang ditetapkan syariat.”


Al-Munawi berkata: “Dikatakan (Al-Mujahadah) adalah: ‘Membawa jiwa

kepada kesulitan fisik dan menyelisihi hawa nafsu.’” Dikatakan pula: “(Al-

Mujahadah) adalah: ‘Melakukan ketaatan terhadap perintah Dia Yang harus

ditaati (yakni Allah Azza wa Jalla)”

2. Muhasabah

Muhasabah diri adalah bentuk mashdar atau bentuk dasar dari kata "hasaba-

yuhasibu" yang kata dasarnya "hasaba-yahsibu" atau "yahsubu" yang berarti

menghitung.

3. Bersahabat dengan orang baik.

4. Meneladani orang saleh.

5. Saling menasehati.

6. Zikir dan ibadah.


3.6 Makna Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah merupakan pondasi dalam berakhlak terhadap siapapun. Jika seseorang tidak
memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap
siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki Akhlak al Karimah terhadap Allah, maka ini
merupakan gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Titik tolak Akhlak kepada
Allah SWT adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT dalam beribadah
kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an.
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan 4. dan tidak ada

seorangpun yang setara dengan Dia." [QS. al-Ikhlash [112] :1-4–

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa
dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada
Allah SWT (sebagai Al Khalik). Umat Islam diwajibkan berakhlak baik kepada Allah SWT dengan
bertaqwa kepada-Nya, Allah SWT yang telah menjadikan umat Islam dengan sebutan sebagai umat
terbaik (Khoiru Ummah). Bentuk akhlak kepada Allah adalah sebagai berikut,

 ●  Kembali kepada Allah (taubat)

“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-
murninya. Mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan- kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai- sungai pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanannya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami,
sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Tahrim [66]: 8)

 ●  Takut dan mengharapkan Allah (Khawf wa Raja’)


“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka (sendiri) mencari jalan kepada Tuhan) (masing-
masing berharap) siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka juga
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya, azab Tuhanmu itu adalah
yang (harus) ditakuti. Nabi Isa a.s., para malaikat, dan Uzair yang mereka sembah selama ini
sebenarnya menyeru dan mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT." (QS. Al-
Isra’[17]: 57)
 ●  Sabar terhadap segala ujian (Shabr)

“Setelah kamu ditimpa kesedihan, kemudian Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa)
kantuk yang meliputi segolongan dari kamu,129) sedangkan segolongan lagi130) telah
mencemaskan diri mereka sendiri. Mereka berprasangka yang tidak benar terhadap Allah seperti
sangkaan jahiliah.131) Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan
ini?” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka
menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata,
“Seandainya ada sesuatu yang dapat kami perbuat dalam urusan ini, niscaya kami tidak akan
dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Seandainya kamu ada di
rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke
tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji yang ada dalam dadamu dan
untuk membersihkan yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui segala isi hati.129) Yakni
orang-orang Islam yang kuat keyakinannya.- ><-130) Yakni orang-orang Islam yang masih ragu-
ragu.-><-131) Yang dimaksud dengan sangkaan jahiliah adalah menganggap bahwa apabila Nabi
Muhammad saw. itu benar-benar utusan Allah Swt., tentu tidak akan terkalahkan atau terbunuh
dalam peperangan." (QS. Ali ‘Imran [3]: 154)

 ●  Memurnikan ibadah hanya untuk Allah (Ikhlas)

"Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya
lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)." (QS.
al-Bayyinah [98]: 5)

 ●  Bergantung kepada Allah (tawakal)

“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari
sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau
telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang bertawakal." (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

 ●  Mencintai Allah (mahabbah)

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." "Katakanlah:
"Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jikakamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir."" (QS. Ali ‘Imran [3]: 31-32)

3.7 Makna Akhlak terhadap Nabi

Adapun diantara akhlak kita kepada Rasulullah yaitu salah satunya ridho dalam beriman kepada
rasul , ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan sebagaimana
hadist Nabi SAW: “Aku ridho kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan
Muhammad sebagai nabi dan rasul”. Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa kita
beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada umat manusia. Kita mengakui
kerasulannya dan menerima segala ajaran yang disampaikannya. Banyak cara yang dilakukan
dalam berakhlak kepada Rasulullah SAW, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW


Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi

orang-orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada
Rasul, bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam derajat
yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah:

"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama- sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang benar, orang-orang yang mati
syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS. An-Nisa' 4:69)
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasulullah, Allah SWT akan mencintai kita
yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah manakala kita melakukan kesalahan,
Allah berfirman:

"Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu
dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali 'Imron 3:31)

Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan mentaatinya, maka
ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt. Dengan demikian, ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-
pisahkan, sesuai firman Allah, yaitu:

"Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. " (QS. An-Nisa'
4:80)

2. Mencintai dan memuliakan Rasulullah


Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul

adalah mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah SWT. Penegasan bahwa urutan
kecintaan kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah :

"Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluarga, harta kekayaan


yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari)
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah 9:24)

3. Mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah


Sholawat adalah sebagai tanda ucapan terima kasih dalam perjuangannya.

Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata 'ash shalah' yang berarti do’a, istighfar, dan rahmah.
Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada
Nabi, Firman Allah SWT, Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan sebagai berikut:

"Orang yang kikir ialah orang yang menyebut namaku didekatnya, tetapinia tidak bersholawat
kepadaku." (H.R Ahmad ).

"Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat kepadanya sepuluh kali
sholawat." (H.R Ahmad).

"Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat, ialah orang yang paling
banyak bersholawat kepadaku." (H.R Turmudzi).

4. Mencontoh akhlak Rasulullah


Jika Rasulullah bersikap kasih sayang, keras dalam mempertahankan prinsip, dan

seterusnya maka manusia juga harus demikian. Allah berfirman:


"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya." (QS al-Fath 29).

5. Melanjutkan Misi Rasulullah


Misi Rasulullah adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas

yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasulullah telah wafat dan Allah
tidak akan mengutus lagi seorang rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus
dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari
Rasulullah SAW. Keharusan kita melanjutkan misi Rasulullah ini ditegaskan oleh sabda
Rasulullah SAW: “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani
Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia
mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu
Umar).

6. Menghormati Pewaris Rasul


Berakhlak baik kepada Rasulullah juga berarti harus menghormati para pewarisnya,

yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam, yakni yang
takut kepada Allah SWT dengan sebab ilmu yang dimilikinya. Sesuai dengan firman Allah:

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.


Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS. Fathir 35:28).

Kedudukan ulama sebagai pewaris nabi dinyatakan oleh sabda Rasulullah SAW: “Dan
sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang dinar atau
dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmu kepada mereka, maka barangsiapa yang
telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi).

Karena ulama disebut pewaris Nabi, maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak hanya
memahami tentang seluk beluk agama Islam, tetapi juga memiliki sikap dan kepribadian
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi.

7. Menghidupkan Sunnah Rasul


Kepada umatnya, Rasulullah SAW mewariskan Al-Qur’an dan sunnah, karena

itu kaum muslimin yang berakhlak baik kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-
Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak sesat, beliau bersabda: ”Aku tinggalkan kepadamu dua
pusaka, kamu tidak akan tersesat selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab
Allah dan sunnahku” (HR. Hakim).---- Dengan demikian, menghidupkan sunnah rasul menjadi
sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah SAW.

BAB 4 . KESIMPULAN

Kita sebagai umat Islam meyakini Allah SWT sebagai Tuhan kita dan Tuhan semesta alam. Allah
merupakan zat yang Maha Esa, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan berdiri sendiri.
Dalam meyakini bahwa Allah merupakan tuhan, dalam kata lain bahwa tiada tuhan selain Allah, maka
kita harus memahami konsep tauhid, yaitu mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak
menyekutukannya, dimana tauhid sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Mulkiyah,
dan Tauhid Uluhiyah. Tauhid Rububiyah yaitu pernyataan bahwa tiada Tuhan penguasa seluruh alam
kecuali Allah yang menciptakan seluruh alam dan memberinya rezeki. Kemudian Tauhid Mulkiyah
memiliki arti bahwa hanya Allah satu-satunya raja alam semesta. Sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah
tauhid ibadah. Allah sebagai Tuhan umat Islam menciptakan nabi dan rasul yang memiliki keistimewaan
yang berpengaruh kepada perkembangan Islam, sebagai khalifah dan pedoman hidup bagi umat Islam
hingga masa kini. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam harus memiliki etika yang sesuai terhadap Allah
dan Rasulullah.

Dalam ajaran Islam, ada yang disebut dengan istilah akhlak, atau bahasa lainnya “khuluq”, yang memiliki
arti suatu tingkah laku, tabiat, perangai kebiasaan, atau sebagainya. Akhlak merupakan sesuatu yang
urgen dalam agama Islam karena akhlak digunakan sebagai parameter keluhuran seseorang dalam
kehidupan.

Ilmu mengenai akhlak dapat ditemukan dari Al-Quran dan hadits, dimana Al-Quran mencakup segalanya
mengenai larangan dan perintah Allah yang akan membawa kita ke jalan yang benar. Akhlak dibagi
menjadi akhlak berdasarkan proses pembentukannya dan jenis perbuatannya. Berdasarkan proses
pembuatannya, akhlak dibagi menjadi akhlak bawaan, yang berarti suatu akhlak yang secara alami sudah
dimiliki oleh seorang individu, dan akhlak perolehan dimana akhlak yang dimilikinya didapatkan melalui
suatu kebiasaan. Sedangkan berdasarkan jenis perbuatannya, akhlak dibagi menjadi akhlak terpuji dan
akhlak tercela, dimana akhlak terpuji lahir dari sifat-sifat yang baik dan sesuai dengan syariat Islam,
sedangkan akhlak tercela lahir dari sifat munkar dan tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pembinaan akhlak dapat dilakukan dalam proses latihan bertahap, kita sebagai umat Islam harus berupaya
untuk menyempurnakan akhlak kita sesuai dengan ajaran Allah dan rasul-Nya, adapun cara untuk
membina akhlak adalah dengan

mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW., mencintai dan memuliakan Rasulullah, mengucapkan sholawat
dan salam kepada Rasulullah, mencontoh ak

Anda mungkin juga menyukai