Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

PENDIDIKAN AGAMA
HARDIANTO, S.Pd., M.Pd.I

KERANGKA DASAR AGAMA ISLAM

OLEH
KELOMPOK
INGKA
FATUR RAHMAN

BAB I. PENDAHULUAN
Pendahuluan Islam merupakan agama samawi yang memiliki ajaran yang sangat sempurna. Semua
masalah diatur dalam Islam, sehingga tidak ada satu pun masalah yang tidak ada ketentuannya dalam Islam.
Kesempurnaan Islam ini ditunjang oleh ketiga sumber ajarannya, yakni al-Quran dan Sunnah sebagai
sumber ajaran pokoknya serta ijtihad sebagai sumber penegkapnya. Untuk memahami ajaran Islam secara
keseluruhan memang dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tidak banyak umat Islam yang mengetahui
ajaran Islam secara menyeluruh, bahkan masih banyak umat Islam yang hanya menganut Islam secara
formal saja dan sama sekali tidak mengetahui ajaran Islam. Untuk mendasari pemahaman Islam yang lebih
luas, perlu dipahami dulu dasar-dasar Islam atau yang sering disebut kerangka dasar ajaran Islam. Dengan
memahami kerangka dasar ini, seseorang dapat memahami gambaran ajaran Islam secara keseluruhan.
Masalah inilah yang akan diuraikan di bawah ini secara singkat. Dengan uraian singkat ini diharapkan para
pembaca, khususnya mahasiswa, memiliki pemahaman dasar tentang ajaran Islam.

A. Latar Belakang

Dasar ajaran Islam yang terdiri dari aqidah, syari‟ah, dan akhlak sering sekali dilupakan
keterkaitannya. Contohnya: seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan syari‟ah. Tetapi shalat itu
dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang di sekitarnya, berarti dia tidak melaksanakan aqidah.
Karena shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT, maka shalat itu tidak bermanfaat bagi dirinya
sendiri ataupun orang lain. Alhasil, dia tidak mendapatkan manfaat pada akhlaknya. Itulah yang menjadikan
suatu perbuatan yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah menjadi suatu kesia-siaan karena
tidak dilakukan semata-mata karena Allah. Dengan penyusunan makalah ini, penulis berharap dapat
menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari:
1. Aqidah, Syariah, dan Akhlaq
2. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan
3. Agama Islam dan Ilmu-Ilmu Keislaman
4. Tasawuf, Filsafat, dan Pembaharuan

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penyusunan materi “Kerangka Dasar Ajaran Islam”, yaitu :


a. Menjelaskan dan menegaskan kembali mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari:
Aqidah, Syari‟ah, dan Akhlak yang kian terlupakan;
b. Menjelaskan mengenai ruang lingkup Aqidah, Syari‟ah, dan Akhlak dalam ajaran Islam dan
kedudukannya dalam ajaran Islam

BAB II. PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN KERANGKA DASAR AGAMA ISLAM

Kerangka dasar berarti garis besar atau rancangan yang sifatnya mendasar. Dengan demikian,kerangka
dasar ajaran Islam maksudnya adalah garis besar atau rancangan ajaran Islam yang sifatnya mendasar, atau
yang didasari semua nilai dan konsep yang ada dalam ajaran Islam.
Kerangka dasar ajaran Islam sangan terkait erat dengan tujuan ajaran Islam. Secara umum tujuan
pengajaran Islam atau Pendidikan Agama Islam, khususnya di perguruan tinggi adalah untuk membina
mahasiswa agar mampu memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga dapat
menjadi insane Muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT., dan berakhlak mulia. tiga kerangka
dasar Islam diatas berasal dari tiga konsep dasar Islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ketiga konsep dasar
Islam ini didasarkan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Umar Ibn Khaththab. Hadis ini
menceritakan dialog antara Malaikat Jibril dengan Nabi saw. Jibril bertanya kepada Nabi tentang ketiga
konsep tersebut, pertamatama tentang konsep iman yang dijawab oleh Nabi dengan rukun iman yang enam,
yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulnya, Hari Akhir, dan Qadla dan Qadar-
Nya. Jibril lalu bertanya tentang islam yang dijawab dengan rukun Islam yang lima, bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu. Kemudian Jibril bertanya
tentang konsep ihsan yang dijawab dengan rukun ihsan, yaitu menyembah (beribadah) kepada Allah seolah-
olah melihat-Nya, dan jika tidak bisa melihat Allah, harus diyakini bahwa Dia selalu melihatnya.
Berdasarkan hadis di atas, dapat dipahami bahwa rukun atau kerangka dasar ajaran Islam itu ada tiga,
yaitu iman, islam, dan ihsan. Dari tiga konsep dasar ini para ulama mengembangkannya menjadi tiga konsep
kajian. Konsep iman melahirkan konsep kajian aqidah; konsep islam melahirkan konsep kajian syariah; dan
konsep ihsan melahirkan konsep kajian akhlak.

1. Aqidah, Syariah, dan Akhlaq


 Pengertian Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran Islam berisikan
tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani oleh setiap muslim. Karena agama Islam
bersumber kepada kepercayaan dan keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem
kepercayaaan yang mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh
kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena itu, aqidah merupakan
ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama dan utama.
Aqidah dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun iman meliputi : iman
kepada Allah swt, para malaikat, kitab – kitab, para Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar. Allah berfirman
dalam QS.An-Nisa’, ayat 136 :
‫ٰۤل‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ٰا ِم ُنْو ا ِباِهّٰلل َو َر ُسْو ِلٖه َو اْلِكٰت ِب اَّلِذ ْي َنَّز َل َع ٰل ى َر ُسْو ِلٖه َو اْلِكٰت ِب اَّلِذ ْٓي َاْنَز َل ِم ْن َقْبُلۗ َو َم ْن َّيْكُفْر ِباِهّٰلل َو َم ِٕىَك ِتٖه َو ُكُتِبٖه‬
‫َو ُرُس ِلٖه َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِر َفَقْد َض َّل َض ٰل اًل ۢ َبِع ْيًدا‬
Yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang
siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (Q.S.An Nisa : 136)

Berdasarkan 6 pondasi tersebut, maka keterikatan setiap muslim yang semestinya ada pada jiwa setiap
muslim adalah :
a. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir, mengandung syariat yang menyempurnakan
syariat-syariat yang diturunkan Allah sebelumnya
b. Meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi Allah. Islam datang dengan
membawa kebenaran yang menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia selaras dengan fitrahnya
c. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang universal serta berlaku untuk semua manusia dalam
segala lapisan masyarakat dan sesuai dengan tuntutan budaya manusia
 Syari’ah
Komponen Islam yang kedua adalah syari’ah yang berisi peraturan dan perundang- undangan yang
mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari’at adalah sistem nilai yang merupakan inti
ajaran Islam. Syari’ah aatau sistem nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah
disebut Syaari atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam secara umum meliputi 2 bidang : Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara
vertikal dengan Allah (ibadah mahdah / khusus). Disebut ibadah mahdah karena sifatnya yang khas dan
sudah ditentukan secara pasti oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Allah. Dalam konteks ini,
syari’at berisikan ketentuan tentang tata cara peribadatan manusia kepada Allah, seperti kewajiban shalat,
puasa, zakat, haji. Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk
lainnya ( mu’amalah ). Mu’amalah meliputi ketentuan perundang- undangan yang mengatur segala aktivitas
hidup manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan alam sekitarnya. Adanya sistem mu’amalah ini
membuktikan bahwa Islam tidak meninggalkan urusan dunia, bahkan tidak pula melakukan pemisahan
terhadap persoalan dunia maupuu akhirat. Bagi Islam, ibadah yang diwajibkan Allah atas hambanya bukan
sekedar bersifat formal belaka, melainkan disuruhnya agar semua aktivitas hidup dijalankan manusia
hendaknya bernilai ibadah. Ajaran ini sesuai dengan ajaran Islam tentang tujuan diciptakannya manusia
supaya beribadah. Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat, ayat 56 :

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِاْل ْنَس ِااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن‬


Yang artinya : “Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepada- Ku“
Hubungan horizontal ini disebut pula dengan ibadah gairu mahdah / umum karena sifatnya umum, di
mana Allah atau Rasul-Nya tidak memerinci macam dan jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan prinsip
dasarnya saja.
 Akhlaq
Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang perilaku atau sopan
santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas perilaku manusia, tetapi yang berbeda di
antaranya adalah obyek materia. Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi hukum yaitu : wajib, sunah,
mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi nilai / etika, yaitu
perbuatan baik ataupun buruk. Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki
spektrum yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta terhadap Allah SWT.
 Keterkaitan antara Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq
Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. ketiga unsur
tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar keyakinan, menggambarkan
sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syari’ah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang
menggambarkan fungsi agama. Sdangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan
yuang hendak dicapai agama. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut seyogyanya terintegrasi dalam diri
seorang muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon. Akarnya
adalah aqidah, sementar batang, dahan, dan daunnya adalah syari’ah, sedangkan buahnya adalah aqidah.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya untuk
melaksanakan syari’ah yang hanya ditujukan kepada Allah sehingga tergambar akhlaq yang terpuji.

2. Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan


 Iman
Pengertian Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Selain itu menurut istilah pengertian iman
adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dengan tindakan (perbuatan).
Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-
benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaannya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan
lisan, serta dibuktikan dngan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, ketika seseorang dapat di katakan sebagai seorang mukmin (orang yang beriman) yang sempurna
apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Dan apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang
keberadaan Allah, kemudian di ikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Beriman
kepada Allah adalah suatu kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Karena Allah memerintahkan
agar umat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam QS. An Nisa, ayat 136 :
‫ٰۤل‬
‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا ٰا ِم ُنْو ا ِباِهّٰلل َو َر ُسْو ِلٖه َو اْلِكٰت ِب اَّلِذ ْي َنَّز َل َع ٰل ى َر ُسْو ِلٖه َو اْلِكٰت ِب اَّلِذ ْٓي َاْنَز َل ِم ْن َقْبُلۗ َو َم ْن َّيْكُفْر ِباِهّٰلل َو َم ِٕىَك ِتٖه َو ُكُتِبٖه‬
‫َو ُرُس ِلٖه َو اْلَيْو ِم اٰاْل ِخ ِر َفَقْد َض َّل َض ٰل اًل ۢ َبِع ْيًدا‬
Yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RosulNya
(Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RosulNya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rosul-
rosulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S.An Nisa : 136)
 Islam
Pengertian Islam secara etimologi atau secara bahasa berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun
menurut syariat (terminologi), apabila di mutlakan berada pada dua pengertian yaitu:
1. Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian islam mencakup
seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga seluruh masalah aqidah, ibadah,
perkataan dan perbuatan.
2. Apabila kata islam di sebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang di maksud islam adalah
perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga diri dan hartanya, baik dia meyakini
islam atau tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
 Ihsan
Kata Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang artinya kebaikan atau berbuat
baik. Dan pelakunya disebut muhsin. Sedangkan menurut istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan
oleh seseorang dengan niat hati beribadah kepada Allah swt. Ihsan atau kebaikan tertinggi adalah seperti
yang di sabdakan Rasulullah Saw. “Ihsan hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt seolah-olah kamu
melihatnya, dan jika kamu tidak dapat melihatnya, sesungguhnya dia melihat kamu.” (HR. Bukhari).
Para ulama menggolongkan ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
 Ihsan kepada Allah
 Kepada diri sendiri
 Sesama manusia
 Bagi sesama mahluk
Al-Ghazali memberikan pendapat bahwa orang yang mau berhubungan langsung dengan Allah maka
harus terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. Untuk mengenal Allah swt maka
sebelumnya perlu mengenal diri sendiri, karena pada diri sendri setiap manusia ada unsur ketuhanan.
Sedangkan cara untuk mengenal diri adalah dengan mengetahui proses kejadian manusia itu sendiri.
 Kaitan Iman, Islam dan Ihsan
Barang siapa yang telah bersifat islam, maka ia dinamakan muslim, dan siapa yang bersifat iman, maka
ia dinamai orang mukmin. Dan sungguh islam dan iman itu tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian,
apabila seorang islam tetapi tidak iman, maka ia tidak mendapat faedah di akhirat, walaupun dilahirkan
islam. Karena inilah yang disebut dengan kafir zindiq dan akan berada di dalam siksa neraka selama-
lamanya.
Begitu juga sebaliknya, jika seorang beriman tetapi tidak islam, maka ia tidak selamat dari siksa neraka
yang amat dahsyat, mereka itu bukanlah mu’min muslim asli tetapi mu’min muslim tabai, yang beriman dan
berislam karena mengikuti kedua orang tuanya atau nenek moyangnya.
Antara iman, islam dan ihsan, ketiganya tidak bisa dipisahkan oleh manusia di dunia ini, kalau
diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya
berkaitan erat. Segitiga ini tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia yang
bertakwa harus bisa meraih dan menyambungkan antara iman, islam dan ihsan.

3. Agama Islam dan Ilmu-Ilmu Keislaman


 Agama Islam
Islam berakar kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk, patuh, dan selamat. Islam
berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada Allah SWT. Orang yang beragama Islam berarti ia
pasrah dan tunduk patuh terhadap ajaran-ajaran Islam. Seorang muslim berarti juga harus mampu
menyelamatkan diri sendiri, juga menyelamatkan orang lain. Tidak cukup selamat tetapi juga
menyelamatkan.
Sedangkan jika dilihat dari asal katanya, Islam berasal dari kata assalmu, aslama, istaslama, saliim, dan
salaam. Masing-masing kata tersebut memiliki arti sebagai berikut:
 Assalmu artinya damai, perdamaian. Maksudnya, Islam adalah agama yang damai dan setiap muslim
hendaknya menjaga perdamaian.
 Aslama artinya taat, berserah diri. Maksudnya seorang muslim hendaknya berserah diri pada Allah
dan mengikuti ajaran Islam dengan taat.
 Istaslama artinya berserah diri.
 Saliim artinya bersih dan suci. Maksud dari kata ini merupakan gambaran dari hati seorang muslim
yang bersih, suci, jauh dari sifat syirik atau menyekutukan Allah.
 Salaam artinya selamat, keselamatan. Islam adalah agama yang penuh keselamatan. Jika seorang
muslim menjalankan ajaran Islam dengan baik, maka Allah akan menyelamatkannya baik di dunia
maupun akhirat.
Secara istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk umat manusia agar
dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
 Ilmu-Ilmu Keislaman
Ilmu Islam adalah bangunan keilmuan biasa, karena ia disusun dan dirumuskan oleh ilmuan agama,
ulama, fuqaha, mutakallimin, mutasawwifin, mufassirin, muhadditsin, dan cerdik pandai pada era yang lalu
untuk menjawab tantangan kemanusiaan dan keagamaan saat itu, seperti halnya ilmu-ilmu yang lain.
Ilmu Islam memiliki empat sumber yang jika digali secara ilmiah, semuanya akan melahirkan ilmu
Islam, yaitu:
1. Al-Qur’an dan Sunnah
Al-Qur’an dan sunnah merupakan sumber ilmu-ilmu Islam yang di dalamnya ditemukan unsur-unsur
yang dapat dikembangkan untuk membentuk keberagamaan, konsep, bahkan teori yang dapat difungsikan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi umat. Mengingat sifatnya sebagai unsure
esensial, maka di dalam al-Qur’an dan sunnah beberapa ilmu sosial maupun ilmu alam hanya ditemukan
unsur-unsur dasar baik dalam bentuk konsep besar atau teori besar (grand concept or grand theory).
Memposisikan al-Qur’an dan sunnah sebagai grand concept or grand theory mengandung arti bahwa
keduanya berkedudukan sebagai sumber ajaran, baik sebagai sumber teologis maupun etis. Sebagai sumber,
al-Qur’an dan sunnah berisi konsep dasar yang melalui suatu proses sangat potensial bagi pengembangan
dan pemberdayaan ilmu-ilmu Islam.
Al-Qur’an sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai cara
berfikir atau metode memperoleh ilmu yang dinamakan paradigma al-Qur’an. Paradigma al-Qur’an untuk
perumusan teori adalah pandangan untuk munjadikan postulat normatif agama (al-Qur’an dan as-Sunnah)
menjadi teori untuk mendapatkan ilmu. Seperti diketahui, ilmu didapatkan melalui konstruksi pengalaman
sehari-hari secara terorganisir dan sistematik. Oleh sebab itu, norma agama sebagai pengalaman manusia
juga logis dapat dikonstruksikan menjadi metode memperoleh ilmu. Pengembangan eksperimen-eksperimen
ilmu pengetahuan yang berdasar pada paradigma al-Qur’an jelas akan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan umat manusia. Kegiatan itu mungkin akan menjadi tambahan baru bagi munculnya ilmu-
ilmu alternative. Jelaslah bahwa premis-premis normative al-Qur’an dapat dirumuskan menjadi teori-teori
empiris dan rasional. Sebab proses semacam ini pula yang ditempuh dalam perkembangan ilmu-ilmu
modern yang kita kenal sekarang ini. Berangkat dari ide-ide normatif, perumusan ilmu-ilmu dibentuk
sampai kepada tingkat empiris.
2. Alam Semesta (Afaq)
Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit, bumi, lautan dan sebagainya,
agar manusia mendapat manfaat ganda, yakni: 1) Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan, dengan ini
manusia akan lebih beriman dan mempunyai pedoman hidup dalam menjalankan segala aktifitasnya, 2)
Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan me-makmurkan bumi di mana dia hidup. Tuhan telah
memilih manusia sebagai khalifah di bumi dengan dibekali indra, akal, hati dan pedoman wahyu (al-Qur’an)
dan penjelasannya (as-Sunnah). Manusia dengan indra dan akalnya dapat memperhatikan fenomena alam
yang dapat diteliti dan diobservasi, sehingga didapati bermacam-macam informasi ilmu. Manusia dengan
akal dan hatinya juga dapat mengkaji rahasia-rahasia al-Qur’an yang telah banyak menyinggung berbagai
ilmu yang akan hadir di masa yang akan datang demi kemakmuran manusia. Al-Qur’an mengisyaratkan
ilmu-ilmu kealaman yang kini telah bermunculan dan berkembang, antara lain:
 Kosmologi, al-Qur’an mengisyaratkan antara lain tentang proses dasar pembentukan alam semesta
dan komposisi planet dan jagad raya (QS.Fushshilat, (41):11-12), orbit matahari dan bulan (QS. Al-
Anbiya’, (21):33 dan QS. Yasin, (36):40), isyarat manusia dapat menembus langit (QS. Al-Rahman,
(55):33).
 Astronomi, ayat al-Qur’an yang meyinggung antara lain tentang: langit dan bumi tak bertiang (QS.
Al-Ra’d, (13):2-3, QS. Al-Nazi’at, (79):28), keteraturan dan keseimbangan (QS. Ibrahim, (14):33,
QS. Al-Rahman, (55):5), gerakan benda-benda samawi yang ada dalam garis edarnya (QS. Yasin,
(36):38-40, QS. Yunus, (10):5-6).
 Fisika, al-Qur’an menyinggung tentang sifat cahaya bulan dan matahari (QS. Al-Furqan, (25):61,
QS. Yunus, (10):5-6), fungsi cahaya dalam berbagai medan (QS. Al-Hadid, (57):13, QS. Al-Tahrim,
(66):8, QS. Al-Taubah, (9):32), tenaga panas atau kalor (QS. Al-Kahfi, (18):96, QS. Al-Ra’ad,
(13):17, QS. Al-Rahman, (55): 35), tenaga listrik (QS. Al-Baqarah, (2):19-20), QS. Al-Ra’d, (13):12-
13).
 Matematika, al-Qur’an menyinggung tentang pengetahuan angka-angka (QS. Al-Kahfi, (18):11-12,
QS. Al-Kahfi, (18): 9), perkalian dan perhitungan bilangan (QS. Maryam, (19): 84, QS Maryam,
(19): 94-95).
 Geografi, al-Qur’an menyinggung tentang fungsi gunung yang mengokohkan gerakan bumi dan
mempertahankan dalam posisi mantap (QS. Al-Naml, (27): 61, QS. Al-Nahl, (16): 15), kegunaan
hutan dan tumbuhan (QS. Al-Naml, (27): 60, QS. Al-Nahl, (16): 10), pergantian musim (QS. Yunus,
(10): 5–6), air tawar dan asin menjadi satu dan tetap berpisah di lautan lepas (QS. Al-Furqan, (25):
53).
 Zoologi, al-Qur’an menyinggung tentang proses pembiakan binatang (QS. Al-Najm, (53): 45-46,
QS. Al-Zukhruf, (43): 12, QS. Al-An’am, (6): 142-144), masyarakat binatang (QS. Al-An’am, (6):
38), perilaku binatang lebah, laba-laba, semut dan burung (QS. Al-Nahl, (16): 68-69, QS. Al-
Ankabut, (29): 41, QS. Al-Naml, (27): 18) (Baiquni, 1996: 29-40).
Tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah
mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkan kepada masyarakat, tetapi juga
diukur dengan terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu. Al-Qur’an telah menciptakan
iklim tersebut dengan menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran muslim yang amat sentral, yang
menengahi antara iman dan amal. Para ulama dalam hal ini, sering mengemukakan perintah Allah SWT,
langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk berpikir, merenung, menalar dan sebagainya. Pada
masa sekarang kita temukan banyak orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat-ayat al-Qur’an dalam
sorotan pengetahuan ilmiah modern. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mu’jizat dalam lapangan
keilmuan, untuk menyakinkan orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan al-Qur’an, serta
untuk menjadikan kaum muslim bangga memiliki kitab agung seperti itu (Ghulsyani, 1986: 137-138).
Namun perlu dipahami, bahwa pengembangan ilmu-ilmu kealaman tidak mungkin dilakukan hanya dengan
mengkaji teks al-Qur’an maupun Hadits dengan metode “ijtihad”, tetapi harus dilakukan dengan cara
observasi, riset dan eksperimen secra terus menerus terhadap obyek-obyek tertentu, sehingga ditemukan apa
yang disebut hukum alam (law of nature).
3. Diri Manusia (Anfus)
Manusia ditakdirkan dan disetting oleh Allah agar mampu menemukan pengetahuan. Berbagai perangkat
kasar dan perangkat lunak telah Allah siapkan untuk tujuan itu. Dalam Islam, akal merupakan kunci
penugasan manusia sebagai khalifah di muka bumi, tanpa akal, manusia tidak dapat dibebani dengan
hukum-hukum syariat. Dari diri manusia (anfus) sebagai alam mikro, akan melahirkan berbagai ilmu sosial
maupun humaniora setelah dilakukan penelitian, observasi dan ekperimen baik dari aspek fisik, psikis
maupun sosiologis, seperti; ilmu kedokteran, ilmu kesehatan, ilmu kebidanan, ilmu ekonomi, ilmu hayat,
psikologi, sosiologi, sejarah, dan lain sebagainya. Al-Qur’an telah menginformasikan bahwa, di antara
tanda-tanda kebesaran Allah SWT, yang akan ditampakkan kepada manusia adalah konstruksi alam semesta
(afaq) dan diri manusia itu sendiri (anfus). Firman Allah dalam QS. Fusshilat ayat 53 :
‫َس ُنِر ْيِهْم ٰا ٰي ِتَنا ِفى اٰاْل َفاِق َو ِفْٓي َاْنُفِس ِهْم َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُهْم َاَّنُه اْلَح ُّۗق َاَو َلْم َيْك ِف ِبَر ِّبَك َاَّنٗه َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِهْيٌد‬
Yang artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fusshilat, :
53)
4. Sejarah (Qashash)
Sejarah sebagai sumber ilmu pengetahuan mengungkapkan peristiwa masa silam, baik peristiwa politik,
sosial, maupun ekonomi pada suatu negara, bangsa, benua, atau dunia. Peristiwa atau kejadiam masa silam
tersebut merupakan catatan yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam lingkup yang luas.
Sejarah dalam sisi luarnya tidak lebih dari rekaman peristiwa atau kejadian masa lampau pada riil individu
dan masyarakat, baik dalam aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, agama dan sebagainya. Sedangkan dari
sisi dalamnya, sejarah merupakan suatu penalaran kritis dan cermat untuk mencari kebanaran dengan suatu
penjelasan yang cerdas tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu. Suatu pengetahuan yang
mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi. Sejarah mengandung arti
penafsiran dari peristiwa-peristiwa setelah menguji berbagai fakta dan menyelidiki kronologi fakta tersebut.
Seperti pada kritik tentang hadis, dalam pengelompokan tingkatan hadis dan metodologi pengutipannya dari
kitab-kitab hadis dikembangkan untuk memeriksa kebenaran dan keaslian hadits. Hal tersebut (tatacara)
sama dalam penelitian dan penilaian fakta-fakta secara objektif dan sistematis yang diterapkan dalam studi
sejarah.
Ada dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisis sejarah. Pertama,
kegunaan dari konsep periodesasi. Kedua, rekontruksi proses genesis, perubahan dan perkembangan.
Dengan cara demikian, manusia dapat dipahami secara kesejarahan. Melalui analisis sejarah pula diketahui
bahwa seorang tokohdalam berbuat atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginan-keinginan dan
tekanan-tekanan yang bukan muncul dari drinya sendiri. Kita dapat melihat bagaimana tindakan-
tindakannya dipengaruhi, tidak cuma oleh dorongan internal yang berupa ide, keyakinan, konsepsi-konsepsi
awal yang tertanam dalam dirinya, tetapi juga dalam keadaan eksternal.

4. Tasawuf, Filsafat, dan Pembaharuan


 Tasawuf
Tasawuf berasal dari istilah Arab, shafa - tashawwafa – yatashawwafu, yang berarti jernih, bersih, atau
suci. Sifat-sifat ini dilekatkan pada mereka sebagai hasil dari latihan spiritual yang amat dalam (tasawuf),
dengan menjauhi berbagai nafsu duniawi dan sifat-sifat kotor.
secara istilah, Syaikh Ibnu Ajibah menjelaskan tasawuf sebagai ilmu yang dapat membawa seseorang
untuk dekat dengan Tuhannya melalui penyucian rohani dan melengkapinya dengan amal-amal shaleh.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa komponen tasawuf ada tiga, yang pertama ilmu, kedua amal, dan
yang terakhir adalah karunia Allah.
Tasawuf juga dijelaskan Al-Junaidi sebagai kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan hati, menjauhi
hawa nafsu, mendekatkan diri kepada hal yang dicintai Allah, mendekatkan diri dengan ilmu, menyebarkan
nasihat, mengamalkan sunnah Rasul, dan memegang erat janji dan firman Allah.
 Filsafat
Filsafat merupakan sebuah studi yang membahas segala fenomena yang ada dalam kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan skeptis dengan mendalami sebab-sebab terdala, lalu dijabarkan secara
teoritis dan mendasar.filsafat dibagi menjadi dua yaitu, secara etimologis dan terminologis.
Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu
philosophia yang terdiri dari kata philien yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan.
Jadi bisa kita artikan bahwa filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan atau love of wisdom dalam arti yang
sedalam-dalamnya.
Adapun secara terminologis terdapat beberapa pengertian dari filsafat itu sendiri yang akan dijabarkan
sebagai berikut:
1. Upaya spekulatif (rasional) untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang
realitas secara keseluruhan
2. Upaya untuk melukiskan realitas akhir dan dasar secara nyata
3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuannya seperti sumbernya, hakikatnya,
keabsahannya serta nilainya.
4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang ilmu pengetahuan
5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk
mengatakan apa yang kita lihat.
Filsafat itu sendiri dibagi menjadi lima cabang yaitu etika, estetika, metafisika, epistemology dan logika
 Etika
Istilah etika berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani 'etos' dan 'etikos'. Etos berarti sifat, watak,
kebiasaan, tempat biasa. Etikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang
baik.Etika sering kali dinamakan filsafat moral karena cabang filsafat ini membahas baik dan
buruknya tingkah laku manusia. Jadi menurut cabang filsafat ini manusia dipandang dari segi
perilakunya. Dapat kita katakan juga bahwa etika merupakan ilmu yang membahas tentang
kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat. Pada
hakikatnya, nilai tindakan manusia terikat pada tempat dan waktu, selain itu dapat kita ketahui juga
bahwa bakik dan buruknya manusia ditentukan oleh sudut pandang masyarakat.

 Estetika
Adalah cabang filsafat yang membahas tentang seni nilai dan keindahan. Istilah estetika berasal dari
bahasa Yunani aisthesis yang berarti pencerapan indrawi, pemahaman intelektual atau pengamatan
spiritual. Adapun istilah art (seni) berasal dari bahasa latin ars yang berarti seni, keterampilan, ilmu
dan kecakapan. Etika dan estetika termasuk dalam cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang
hakikat nilai
 Metafisika
 Salah satu cabang filsafat yang lain adalah metafisika yang berasal dari bahasa Yunani meta phisyka
(sesudah fisika). Kata metafisika ini juga memiliki berbagai arti, diantaranya dapat berarti upaya
untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau realitas sebagai suatu keseluruhan. Namun dapat juga
kita lihat secara umum bahwa didalam metafisika terdapat suatu pembahasan filsafat yang
komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang ada..
 Epistimologi
Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani, yakni epitesme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti kata, pikiran, dan ilmu. Jadinya dapat kita artikan bahwa epistemologi merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan. Contohnya dalam filsafat ilmu yaitu
mempelajari tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan bagaimana cara mendapatkannya.
 Logika
Logika adalah suatu jenis pengetahuan rasional atau ilmu pengetahuan yang mempelajari kecakapan
atau berpikir lurus, tepat dan teratur. Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana objek materialnya
adalah berpikir (khususnya penalaran atau proses penalaran) dan objek formal logika adalah berpikir
atau penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang
merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah di ketahui yang nanti akan diturunkan
kesimpulan. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir. Logika berpikir
dipandang dari sudut ketepatannya.
 Pembaharuan
Pembaruan Islam adalah proses pemurnian dimana konsep pertama atau konsep asalnya difahami dan
ditafsirkan sehingga menjadi lebih jelas bagi masyarakat pada masanya dan lebih penting lagi penjelasan itu
tidak bertentangan dengan aslinya. Pembaruan Islam mempunyai rujukan yang jelas, yaitu Al-Quran dan
As-Sunnah, sementara pembaruan lain akan terus berproses mencari dan tidak memiliki rujukan yang
mutlak dan pasti. Ada beberapa metologi yang ditempuh oleh Ibu Taimiyah yaitu:
 Ibnu Taimiyah tidaklah menggunakan nalar sebagai sumber yang mutlak dalam menentukan hukum.
 Ibnu Taimiyah tidaklah berpihak hanya pada satu pendapat saja, bagi Ibnu Taimiyah tidak
seorangpun memiliki kedudukan kecuali baginya bersumber dari Al-Qur'an, As-Sunnah dan Atsar
para Ulama Salaf yang mengikuti Nabi SAW.
 Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa Syariah itu bersumber dari Al-Quran, Nabi Muhammad lah
yang menjelaskan dan mempraktekkannya kepada umat terlebih kepada para sahabat pada masa Nabi
SAW.
 Ibnu Taimiyah tidaklah orang yang fanatik terhadap pemikirannya saja, Ibnu Taimiyah selalu
melepas dirinya dari segala apa yang mengikatnya, kecuali yang sesuai dengan Al-Qur'an, As-
Sunnah dan Atsar Salaf.

Pemikiran Ibnu Abdul Wahab


Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Beliau kemudian
menghancurkan beberapa maqam yang dipandangnya berbahaya bagi ke-Tauhidan. Hal ini menurutnya
adalah untuk mencegah agar Maqam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam
setempat. Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah maupun di
luar Uyainah. Ketika pemerintah Al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab
mendakwahkan pendapat dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan
peringatan dan ancaman kepada pemerintah 'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir
Uyainah. Kemudian di capailah suatu keputusan bahwa Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah
Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.

Pemikiran Jamaludin Al-Afghani


Dalam bidang politik Jamaludin dikenal sebagai pelopor Pan Islamisme yang mengajarkan bahwa
semua umat Islam harus bersatu di bawah pimpinan seorang Khalifah, untuk membebaskan mereka dari
penjajahan barat.
Jamaludin hanya sedikit mempersoalkan masalah agama, beliau lebih berkecimpung dalam lapangan
politik. Jalan yang ditempuhnya di bidang:
1. Perbaikan jiwa dan cara berfikir.
2. Perbaikan pemerintah atau Negara.
Adapun usaha yang telah dilakukannya dalam melawan penjajah, antara lain:
1. Membangun kembali jiwa Islam yang terkandung dalam ajaran Al-Quran.
2. Menghilangkan sifat kesukuan atau golongan.
3. Mengikis Taqlid dan fanatisme.
4. Melaksanakan Ijtihad dalam memahami Al-Quran
Jamaludin menyebutkan, qadha dan qadar mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang terjadi
menurut sebab musabab (kausalitas). Jamaludin menolak terhadap Aliran Naturalisme dan Materalisme
karena sesuai dengan jalan pikirannya. Kedudukan dan pikirannya ditandai oleh tiga macam kedaan yaitu:
1. Kenikmatan jiwa atau rohani
2. Perasaan agama yang mendalam
3. Moral yang tinggi
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerangka dasar ajaran Islam merupakan dasar-dasar pokok ajaran Islam yang membekali setiap
orang untuk bisa mempelajari Islam yang lebih luas dan mendalam. Memahami dan mengamalkan kerangka
dasar ajaran Islam merupakan keniscayaan bagi setiap Muslim yang menginginkan untuk menjadi seorang
Muslim yang kaffah. Karena itu, tidak dimungkinkan bagi seorang Muslim memilih sebagiannya dan
meninggalkan sebagiannya yang lain.
Sebagai generasi muda Islam yang masih memiliki waktu yang panjang, hendaknya para mahasiswa
Muslim menyadari hal tersebut, sehingga termotivasi untuk mendalami ajaran Islam yang utuh dan bisa
mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan benar. Dengan bekal ajaran Islam yang cukup,
diharapkan aktivitas yang dilakukan, terutama aktivitas ibadah, menjadi berkualitas dan dapat
dipertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt.
Untuk menghasilkan akhlak atau karakter mulia – yang merupakan citacita setiap Muslim, juga salah
satu tujuan pendidikan nasional Indonesia – dalam konsep Islam harus dimulai dari membangun fondasi
yang kuat, yakni mendasari dengan akidah atau iman yang kokoh. Dengan iman yang kokoh pasti akan
tumbuh semangat yang tinggi untuk melaksanakan seluruh aturan Allah baik yang ada dalam al-Quran
maupun Sunnah, baik yang terkait dengan ibadah maupun muamalah, dengan baik dan penuh keikhlasan
semata-mata karena Allah, tanpa ada tendensi lainnya. Jika semua aturan Allah ditaati dan dilaksanakan
pastilah akan terwujud akhlak atau karakter mulia pada diri seseorang. Karena itu, pemahaman yang benar
akan konsep dasar Islam menjadi sangat penting untuk membangun komitmen moral untuk melaksanakan
seluruh ajaran Islam.

B. Kritik dan Saran


Dari makalah yang dapat kami paparkan materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini
Demikianlah makalah ini kami buat, kami sadar dalam makalah ini masih banyak kesalahan dalam
penulisan maupun dalam penyampaiannya. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan guna memperbaiki makalah kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai