Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam agama Islam.
Setiap aspek ajaran Islam selalu berorientasi pada pembinaan dan pembentukan
akhlak. Ibadah yang disyariatkan Islam bukanlah suatu jenis ritual yang kering
dan hanya mengaitkan manusia kepada satu wujud transendental serta
membebaninya dengan serangkaian ritus agama yang hampa makna. Tetapi, hal
itu merupakan suatu bentuk “exercise” (latihan) untuk mengkondisikan manusia
agar hidup dalam suasana penuh keluhuran budi (akhlak) dalam kondisi
apapun.
Misi utama Rasulullah di muka bumi adalah untuk menyempurnakan
akhlak, tepat sekali jawaban Aisyah r.a. atas pertanyaan mengenai akhlak
Rasulullah, yaitu: “Akhlak Nabi Muhammad saw. adalah Alquran”. Jawaban yang
ringkas dan sarat makna ini menunjukkan Alquran telah menyatu dalam diri
Nabi dan menjadi paradigma dalam totalitas perilaku kesehariannya, sehingga
Allah memposisikan Nabi tidak hanya sebagai pembawa risalah langit, tetapi
sekaligus sebagai “uswatun hasanah”1
Realitas sosial sebelum “bi’tsah” Nabi telah melahirkan nilai-nilai moral
yang sudah berakar dan tertancap kuat di tengah-tengah masyarakat Arab.
Kehadiran misi Nabi tidak serta merta mengeliminirnya, bahkan dalam batas-
batas tertentu, Nabi mengakomodasi dan menjadikannya sebagai bagian integral
ajaran Islam.
Substansi misi suci Nabi terkait erat dengan semangat “rabbaniyah dan
insaniyah” yaitu pola hubungan antara dimensi vertikal (hablum min Allah) dan
dimensi horizontal (hablum min An-Naas). Jika pola hubungan ini cukup kuat
dan sejati, maka akan memancar pelbagai bentuk relasi pergaulan manusia yang
berbudi luhur. Dari semangat rabbaniyyah dan insaniyyah ini. Nabi membangun

1 ?
Ahmad Amin,Kitab Al Akhlak,Dar Al Kutub,Al Misyriyah,Cairo,tt.hal.15.

1
masyarakat madani yang bercirikan kuat dan berorientasi kepada nilai-nilai
luhur (akhlaq al-karimah). Oleh karena itu, suatu tatanan masyarakat yang sehat
dan berkualitas akan terwujud bila akhlak menjadi mainstream dan
terefleksikan dalam perilaku keseharian.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian akhlak ?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak dalam taharah?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak dalam shalat?
4. Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak dalam puasa ?
5. Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak dalam zakat?
6. Bagaimanakah prinsip-prinsip akhlak dalam haji?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian akhlak
2. Prinsip-prinsip akhlak dalam taharah
3. Prinsip-prinsip akhlak dalam shalat
4. Prinsip-prinsip akhlak dalam puasa
5. Prinsip-prinsip akhlak dalam zakat
6. Prinsip-prinsip akhlak dalam haji

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak
Perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Arab ‫اخال ق‬
bentuk jamak dari kata ‫ خلق‬yang secara etimologis berarti budi pekerti, watak,
perangai, tingkah laku atau tabi’at. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang dapat menimbulkan perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan
menurut Abdul Karim Zaidan, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang
tertanam dalam jiwa, dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat
menilai perbuatan baik dan buruk, untuk kemudian memilih melakukan ataupun
meninggalkannya. Menurut Ahmad Amin, akhlak adalah membiasakan
kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu apabila dibiasakan terhadap sesuatu
akan dapat membentuk akhlak. 2
Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak ialah perilaku jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan
(sebelumnya). Islam mempunyai dua sumber pokokyaitu Al-Quran dan As-
Sunnah yang menjadi pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan
akhirat. Kedua sumber inilah juga yang menjadi sumber akhlak Islamiyyah.
Prinsip-prinsip dan kaedah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada
wahyu yang bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya.
Apabila melihat pembahasan bidang akhlak Islamiyyah sebagai satu ilmu
berdasarkan kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah dirumuskan
definisinya sebagai satu ilmu yang membahaskan tatanilai, hukum-hukum dan
prinsip-prinsip tertentu untuk mengenalpasti sifat-sifat keutamaan agar dihayati
dan diamalkan serta mengenalpasti sifat-sifat tercela untuk dijauhi guna
mencapai keridhaan Allah.3
2 ?
Ulil Amri Syafri,MA.,Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada,2014 ), cet.II, hal. 74-75.
3 ?
Zuhairini dkk., Metodik khusus Pendidikan Agama, (Surabaya:Usaha Bersama, 1983)
hal.27.

3
Akhlak juga dapat dirumuskan sebagai satu sifat atau sikap kepribadian
yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia dalam usaha membentuk
kehidupan yang sempurna berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
oleh Allah. Dengan kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan
dzahir dan batin manusia baik secara individu, kumpulan dan masyarakat dalam
interaksi hidup antara manusia dengan Allah, manusia sesama manusia,
manusia dengan hewan, malaikat, jin dan juga dengan alam sekitar.

B. Prinsip Akhlak dalam Taharah


Secara khusus etika dan akhlak berthaharah adalah melaksanakan
syarat-syarat fiqh dalam bersuci dengan baik dan sesuai dengan ketentuan
agama. Akhlak tersebut dipakai agar seorang muslim agar layak untuk
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Akhlak dalam thaharah perlu untuk di
aplikasikan oleh seorang muslim, ini karena seorang muslim yang baik akan
mematuhi segala aturan Allah SWT yang ada dalam al-Quran dan Hadits. Garis
besarnya adalah meniru akhlak Rasulullah Saw dalam berperilaku dalam segala
aspek kehidupan, khususnya dalam bersuci. Tentunya dengan melaksanakan
Sunnah Nabi Saw, seorang muslim dapat berharap mendapat keridhaan dari
Allah SWT.
Berikut diantaranya akhlak-etika dalam thaharah yang menjadi urgensi
bagi kelancaran ibadah umat muslim:
1. Istinja’
Beristinja’ secara bahasa adalah menghilangkan yang mengganggu.
Ulama fiqih mendefinisikan istinja’ sebagai perbuatan mensucikan diri dari
benda najis yang keluar dari dua lubang (dubur dan qubul).
Ada beberapa adab beristinja menurut ajaran Nabi Muhammad Saw,
antara lain:
a. Ketika masuk dalam tempat buang hajat membaca doa “Allahumma inni
a’udzubika minal khubutsi wal khobaits” dan apabila keluar mengucapkan
“Ghufrâ naka”;

4
b. Menjauhkan diri dari pandangan orang atau istitar (memakai tabir agar
tidak terlihat orang);
c. Hendaklah menjauhi tempat ramai atau tempat orang-orang bernaung;
d. Tidak membuat hajat di tempat air menggenang yang digunakan untuk
mandi dan bersuci;
e. Untuk wanita dimakruhkan buang hajat di kamar mandi umum dimana laki-
laki dan perempuan tidak dipisah (Bercampur);
f. Disunnahkan duduk dan tidak menghadap kiblat ataupun
membelakanginya;
g. Disunahkan mencari tempat yang lunak (atau lebih rendah) agar tidak
menciprati pakaian;
h. Menghindari lubang-lubang tempat tinggal binatang;
i. Tidak sambil memperlihatkan aurat dan berbicara dengan orang lain;
j. Menggunakan tangan kiri ketika membersihkannya;
k. Tidak menyebut-nyebut nama atau membawa tulisan Allah SWT;
l) Istibra’ (menghabiskan sisa-sisa kotoran); dan
m. Diusahakan mengusap pakaian dengan air yang terciprati air kencing ketika
buang hajat;
2. Benda-Benda Najis
Najis secara bahasa adalah kotoran, dan kotoran adalah segala sesuatu
yang dianggap menjijikan, meskipun tidak semua yang menjijikan dapat disebut
najis. Maka parameter kotoran dianggap najis atau tidak adalah apa-apa yang
disebutkan di dalam al-Qur’an dan as-sunnah. Dari sinilah muncul qaidah ushul
fiqih: bahwa segala sesuatu pada aslinya suci, kecuali ada dalil yang memberikan
kepastian mengenai kenajisannya. Ada tujuh najis yang penting:
1. Khamar dan cairan apapun yang memabukkan. (Al-Maidah: 90) setiap yang
memabukkan itu khamar, dan setiap khamar itu haram.
2. Anjing dan Babi.
3. Bangkai, yaitu tiap-tiap binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i.
kecuali bangkai-bangkai yang telah dihukumi najis, yaitu bangkai manusia,

5
karena Allah memuliakan manusia (Al-Isra: 70), Sesungguhnya orang Islam
itu tidak najis. bangkai ikan dan belalang dihalalkan. Dihalalakan dua
bangkai dan dua macam darah, yaitu darah hati serta anak limpa.
4. Darah yang mengalir termasuk nanah karena kotor (Al-An’am: 145).
5. Kencing dan tahi manusia maupun binatang.
6. Setiap bagian tubuh yang terlepas dari binatang yang masih bidup. Apa-apa
yang terpotong dari seekor binatang adalah bangkai, kecuali rambut dan
bulu binatang yang halal dimakan dagingnya adalah suci (An-Nahl: 80).
7. Susus hewan yang haram dimakan dagingnya, seperti keledai karena hukum
susunya sama dengan dagingnya, sedang dagingnya itu najis.
Tingkatan-tingkatan najis, adalah sebagai berikut:
a. Najis Mughaladlah (berat)
Najis mughaladah adalah najis berat yang cara membersihkannya adalah
dengan cara diusap dengan tanah, kemudian dicuci dengan air sebanyak tujuh
kali. Najis ini adalah binatang anjing dan babi. Contoh yang diberikan Nabi
adalah liur anjing sebagaimana hadis berikut:“Apabila anjing minum dalam
bejana milik salah seorang diantara kamu, bersihkanlah dengan tanah,
kemudian cucilah dengan air sebanyak tujuh kali.”
b. Najis Mutawasithah (pertengahan)
Najis mutawasithah adalah najis sedang yang cara membersihkannya
cukup dicuci dengan air tiga kali atau lebih sampai hilang bau, warna, dan
bentuk najisnya. Contoh benda-benda najis yang masuk kategori ini adalah:
Darah haid dan nifas, wadi dan madzi, tinja, air seni, bangkai, babi, dan muntah.
c. Najis Mukhafafah (ringan)
Najis mukhafafah adalah najis yang paling ringan. Contohnya adalah air
kencing bayi laki-laki yang belum diberi makan kecuali air susu ibunya. Cara
membersihkannya cukup dengan cara diperciki air saja.
d. Najis yang Dimaafkan.
Najis ini contohnya, percikan kencing yang sangat sedikit dan tidak
terlihat oleh mata telanjang kepala manusia, sedikit nanah, darah, darah kutu,
dan tahi lalat dan najisnya selagi itu tidak perbuatan yang disengaja oleh dirinya.

6
Darah dan nanah dari luka, sekalipun banayk dengan syarat: berasal dari orang
itu sendiri, bukan atas perbuatan yang di sengaja,najis itu tidak terlampaui dari
tempatnya yang biasa, tahi yang mengenai susu ketika diperah, asalkan sedikit
dan tidak merubah susu itu. Tahi ikan dalam air apabila tidak sampai
merubahnya, dan tahi burung-burung ditempat yang seriung mereka datangi
seperti masjidil Haram di Mekkah dan Madinah. Karena tahi burung tersebut
menyebar dimana-mana sehingga sulit dihindarkan, darah yang mengenai
tukang jagal, asalkan sedikit. Sedikit darah yang menempel di daging, debu yang
menerpa di jalanan, bangaki hewan yang darahnya tidak mengalir, sepeti lalat,
lebah, semut, dengan syarat binatang itu tercebur sendiri dan tidak merubah
sifat air yang diceburinya. (Bukhari).4

C. Prinsip Akhlak dalam Sholat


Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana
bangunan ibadah yang lain juga memiliki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya
memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara
umum shalat juga memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan
kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung
kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa
dan secara gradual akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya.
Shalat merupakan media komunikasi antara sang Khlalik dan seorang
hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa
mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat bisa menjadi
media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang hamba. Dalam
psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti mencurahkan segala
apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif. Maka, shalat bisa
menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram
hatinya.5

4 ?
Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, ( Bandung : Gema Risalah Pers,
1991 ) hlm.90.
5 ?
Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal.63-64.

7
Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung
semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku
baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak
mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut kepada mushalli untuk
meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-ankabut: 45)6
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Kami hanyalah menerima shalat
dari orang yang menjalankannya dengan tawadhu’ semata-mata untuk
mengagungkanKu, tidak memperlama atas hambaKu, tidak selalu melakukan
maksiat kepadaKu di malam hari, memotong siang hari dalam mendzikiri Aku,
mengasihi orang miskin, ibnu sabil dan janda-janda dan menyayangi orang yang
kena musibah.” (HR.Bukhari).7
Ayat di atas begitu eksplisit menjelaskan adanya keterkaitan antara
shalat dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Pengaruh shalat
memang tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menggeneralisasi dan
menghukumi kepribadian semua orang. Tetapi, paling tidak dalam ayat ini Allah
menjelaskan sikap seorang manusia dari sudut pandang karakter dan watak/
tabiat yang dibawanya. Shalat itu membersihkan jiwa, menyucikannya,
mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah Swt di dunia dan
taqarrub dengan-Nya di akhirat.
Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual,
mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang
terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada temuan yang mendalam atau keinginan
untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat.

6 ?
Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya… hal. 102
7 ?
Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, … 71

8
D. Prinsip Akhlak dalam Puasa
Ibadah puasa ini tidak dipandang hanya sebatas larangan makan dan
minum dalam rentang waktu tertentu, tapi merupakan tahapan larangan bagi
jiwa manusia mengendalikan syahwatnya yang cenderung negatif. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya: “Bukanlah puasa itu hanya sekedar tidak makan
dan minum. Akan tetapi puasa itu adalah meninggalkan ucapan yang sia-sia dan
kata-kata yang jorok. Jika seseorang mencacimu atau berbuat jahil kepadamu
katakan saja,”Aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah)

E. Prinsip Akhlak dalam Zakat


Mengeluarkan zakat dapat menghilangkan penyakit pelit dan
mengembangkan semangat solidaritas. Zakat merupakan bentuk penanaman
perasaan kasih dan saying. Fungsi zakat adalah penguat hubungan antar orang-
orang yang saling mengenal, serta penyatuan lintas strata masyarakat.
Tujuan zakat tercantum dalam Al-Qur’an Al Kariim :
       
          
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu
mereka membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar dalgi
Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 103)8
F. Prinsip Akhlak dalam Haji
Ini adalah klimaks dari pelaksanaan rukun islam lainnya. Bagaimana
totalitas kita berserah diri utk ibadah kepada Allah SWT. Haji adalah jihad harta
jihad fisik. Sebagian orang mengira bepergian ke tanah suci ibarat wisata dan
jauh dari pesan moral dan nilai luhur dari berbagai ritual ghaib didalamnya. Ini
adalah salah besar.Allah SWT berfirman :
          
           
        
 
8 ?
Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya… hal. 201

9
Artinya: “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa
yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepadaKu hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah:197)9

Haji merupakan latihan disiplin akhlak yang cukup berat. Di sana, kita
harus benar-benar berusaha berakhlak baik. Di sana kita tidak boleh bersuara
keras, tidak boleh mencela seseorang, bahkan kita harus berusaha sekuat-
kuatnya memperbaiki akhlak. Kita akan tinggal di sana sekitar 20 hari, dan itu
benar-benar adalah sebuah pendisiplinan.

9 ?
Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya… hal. 50

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah uraian diatas, maka ibadah itu tidaklah semata dilakukan dalam
satu dimensi saja, baik eksoterisnya saja maupun esoterisnya saja.
Kedua_duanya harus seiring dan sejalan. Bila semata berdimensi eksoterisnya,
maka ibada itu tidak memiliki makna dan tidak memperoleh hakikat tujuan
ibadah itu sendiri. Namun jika mengamalkan ibadah semata esoterisnya, juga
dianggap tidak sah sebab ibadah itu harus secara lahiriah praktek perbuatannya
dilakukan sesuai dengan petunjuk dan tuntunan syari’at.
Jadi ibadah dengan akhlak, satu dengan yang lainnya menyatu dan
seharusnya demikian antara yang satu dengan yang lainnya tidak
terpisahkan.dalam melakukan ibadah mengandung implikasi akhlaq (sikap
perbuatan). Demikian halnya berakhlaq al karimah merupakan efek atau akibat
melakukan ibadah yang teratur, baik dan benar.

B. Saran
Selayaknya pencetus karya adalah mengharapkan karya tersebut dapat
menjadi manfaat bagi orang lain dan dirinya sendiri, seperti itu pula harapan
yang ada ketika penyusunan makalah sederhana ini. Adapun bentuk kekurangan
dan kesalahan tentu tidak akan terlepas karena merupakan sisi kemanusiaan
yang mendasar dari kejiwaan manusia, sehingga dengan bersikap bijak adalah
mengharapkan motivasi yang membangun dalam bentuk kritik dan saran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

Ahmad Amin,Kitab Al Akhlak,Dar Al Kutub,Al Misyriyah,Cairo,tt.

Departemen Agama RI, Al Quran Dan Terjemahnya, Bandung: Gema Risalah Pers,
1991.

Ulil Amri Syafri,MA.,Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, Jakarta: Rajagrafindo


Persada,2014.

Zuhairini dkk., Metodik khusus Pendidikan Agama, Surabaya:Usaha Bersama, 1983.

Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

12
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, Makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas perkuliahan. Adapun judul pembahasan makalah ini
adalah “Menganalisa Tentang Akhlak dalam Ibadah (thaharah, Shalat,
Zakat, Puasa, dan Haji) dan Tujuan Pratis Ibadah”. Dengan membuat tugas
ini kami berharap untuk mampu memahami tentang salah satu sumber hukum
dalam islam hadits.
Kami sadar, sebagai seorang penuntut ilmu yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi manfaat
tersendiri bagi teman-teman sekalian.

Blangpidie, April 2018


Penulis

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1


A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3


A. Pengertian Akhlak .................................................................................... 3
B. Prinsip Akhlak dalam Taharah............................................................. 4
C. Prinsip Akhlak dalam Sholat................................................................. 6
D. Prinsip Akhlak dalam Puasa.................................................................. 8
E. Prinsip Akhlak dalam Zakat.................................................................. 8
F. Prinsip Akhlak dalam Haji...................................................................... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 10


A. Kesimpulan................................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 11

ii
MENGANALISA TENTANG AKHLAK DALAM IBADAH
(THAHARAH, SHALAT, ZAKAT, PUASA, DAN HAJI)
DAN TUJUAN PRATIS IBADAH

DI
S
U
S
U
N
OLEH

NAMA : AISYAH
FINA AUDINA
UNIT : III (TIGA)
SEMESTER : II (DUA)
JURUSAN : MPI
MK : ILMU AKHLAK

FAJAR, S.Pd.I, M.Ag


DOSEN PEMBIMBING

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMADIYAH ACEH BARAT DAYA
1439 H / 2018 M

Anda mungkin juga menyukai