JAKARTA
Pendahuluan
Islam adalah agama samawi yang terakhir yang menyempurnakan agama-agama
sebelumnya. Kesempurnaan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan
menjadi pedoman untuk semua aktivitas manusia. Aturan–aturan tersebut yang pasti
berupa prinsip-prinsip dalam berkehidupan. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya dikenal
sebagaik akhlak. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga
setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Hal ini juga sebagai misi diutusnya
Rasulullah SAW, yaitu sebagai penyempurna akhlak.
Islam mengatur tolok ukur berakhlak adalah berdasarkan ketentuan Allah dan
Rasul-Nya. Oleh karena itu, apa yang dipandang baik oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti
baik dalam esensinya. Begitu pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kepalsuan
sebagai kelakuan baik, karena kepalsuan esensinya pasti buruk. SWT memiliki sifat yang
terpuji, seperti dalam al-Quran surat Thaha (20): 8 menjelaskan: “(Dialah) Allah, tiada
Tuhan selain Dia, Dia mempunyai sifat-sifat yang terpuji (al-Asmȃˋ al-Husnȃ).”
Demikian juga Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad meriwayatkan
Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw., beliau menjawab: “Akhlak Nabi
Saw. adalah al-Quran.” Dengan begitu kita sebagai umat manusia harus meneladani sifat-
sifat Rasulullah dengan cara menjadikan sifat beliau sebagai pedoman bagi kita dalam
berbagai aspek kehidupan. Selain itu, sebagai penguatan diri dalam menegakkan agama
dan mendakwahkan agama kepada sesama manusia.
A. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kata khuluq dan jamaknya akhlak yang berarti budi pekerti,
etika dan moral. Secara etimologis, akhlak berarti character, disposition, dan moral
constitution (Muhaimin & Mujib, 2005). Selain itu, akhlak berarti perangai (al-sajiyah);
kelakuan, tabi’at, watak dasar (al-thabi’ah); kebiasaan, kelaziman (al-‘adat); peradaban
yang baik (al-muruah). Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia memiliki citra lahiriah
yang disebut dengan khalq, dan Citra batiniah yang disebut khuluq. Khalq merupakan
Citra fisik manusia, sedang khuluq merupakan citra psikis manusia. Berdasarkan kategori
ini maka khuluq secara etimologi memiliki arti gambaran atau kondisi kejiwaan
seseorang tanpa melibatkan unsur lahirnya.
Term khuluq juga berhubungan erat dengan Khalik dan makhluk. Pengertian
etimologi tersebut berimplikasi bahwa akhlak mempunyai kaitan dengan Tuhan pencipta
yang menciptakan perangai manusia, luar dan dalam, sehingga tuntutan akhlak harus
sesuai dengan sang Khalik. Akhlak juga harus ada persesuaian dengan makhluk yang
mengisyaratkan adanya sumber akhlak dari ketetapan manusia bersama atau berdasarkan
‘urf (tradisi). Artinya, dalam kehidupan manusia harus berakhlak yang mulia baik
menurut ukuran Allah maupun ukuran manusia.
Sedangkan secara terminologi, para ulama’ mendefinisikan akhlak, di antaranya
adalah:
1. Menurut Ibnu Miskawaih, Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong
manusia untuk berbuat, tanpa memikirkan lebih lama (spontan) tentang perbuatan
itu. Pembawaan fitrah sejak lahir yang menyebabkan jiwa yang mendorong untuk
melakukan semua perbuatan yang secara spontan itu. Selain pembawaan fitrah sejak
lahir, perbuatan-perbuatan spontan itu juga dapat diperoleh dengan jalan latihan-
latihan yaitu dengan membiasakan diri setiap waktu, hingga menjadi sifat kejiwaan
yang dapat melahirkan perbuatan yang baik atau tidak.
2. Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab yang ditulisnya Ihya Ulum al-Din
mendefinisikan bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
3. Menurut Abu bakar Jabir Al-Jaziry, Akhlak merupakan bentuk kejiwaan yang
tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji
dan tercela dengan disengaja.
4. Menurut Muhammad Bin’Ilan Ash-Shadieqy, akhlak adalah suatu pembawaan dalam
diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan mudah (tanpa
dorongan dari orang lain).
5. Menurut Al-Qurtuby, akhlak merupakan suatu perbuatan yang bersumber dari adab
kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari
kejadiannya.
Definisi yang dikemukakan di atas menggambarkan bahwa akhlak secara
substansial adalah sifat hati (kondisi hati) bisa baik bisa buruk yang tercermin dalam
perilaku. Jika sifat hatinya baik maka yang muncul adalah akhlak yang baik (akhlakul
mahmudah) dan jika sifat hatinya busuk maka yang keluar dari perilakunya adalah akhlak
yang buruk (akhlak mazmumah). Selain itu, Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
akhlak memiliki ciri sebagai berikut (Muhaimin & Mujib, 2005):
a. akhlak sebagai ekspresi sifat dasar seorang yang konstan dan tetap
b. akhlak perlu dibiasakan seseorang sehingga ekspresi akhlak disebut tersebut
dilakukan berulang-ulang Sehingga dalam pelaksanaan itu tanpa disertai
pertimbangan pikiran terlebih dahulu
c. apa yang diekspresikan dari akhlak merupakan keyakinan seseorang dalam
menempuh keinginan sesuatu sehingga pelaksanaannya tidak ragu-ragu.
Akhlak juga dipahami sebagai etika. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos,
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sehingga dalam hal ini etika berkaitan dengan
nilai-nilai, aturan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik dan segala kebiasaan hidup
yang dianut oleh seseorang. Bahkan, etika itupun diajarkan dari satu orang ke orang lain
serta diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain. Secara tegas, etika didefinisikan
sebagai studi yang lebih sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik dan buruk, benar dan
salah. Serta prinsip-prinsip umum yang membenarkan sesorang untuk
mengaplikasikannya.
Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan yang menggambarkan nilai-nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, serta
pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia,
tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku yang
ditentukan oleh berbagai norma dengan tujuan melahirkan kebahagiaan, keutamaan, dan
kehidupan ideal. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu: (1) ilmu tentang
apa yang baik dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar baik dan buruk dalam akhlak adalah Al-qur'an dan sunah Rasul.
Sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh
suatu masyarakat. Jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu adalah baik, maka
baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat
lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan selamanya (Rustam
& Haris, 2018).
B. Sumber Akhlak
Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber akhlak atau moral dalam
Islam. Keduanya menjelaskan kriteria baik buruknya suatu perbuatan. Al-Qur`an adalah
firman Allah SWT yang diyakini oleh bahwa ajaran kebenaran di dalamnya tidak akan
dapat ditandingi oleh pikiran manusia. Sedangkan Sunnah adalah pedoman kedua
sesudah al-Qur`an. Sunnah Rasulullah meliputi perkataan dan segala perilakunya yang
patut diteladani. Bahkan, penggunaan kata akhlak muncul bersamaan dengan munculnya
Islam (Muhaimin & Mujib, 2005).
Nabi Muhammad saw diutus ke dunia untuk memperbaiki perilaku umatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yaitu: َ ُ
َ ْ َ َ ُ ْ َّ
)والبيهق
ي ِإن َما ُب ِعثت ألت ِّم َم َمك ِار َم األخالق (رواه أحمد والحاكم
Berbeda dengan teori etika yang memandang bahwa akal dan nalurilah yang
menjadi dasar menentukan baik buruknya akhlak. Akal dan naluri manusia adalah
anugerah dari Allah SWT. Akal pikiran manusia terbatas sehingga pengetahuan manusia
pun tidak akan mampu memecahkan seluruh maslaah yang ada. Islam mengajarkan
bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan arahan al-Qur`an
dan hadis. Tindakan dan pekerjaan manusia selalu didorong oleh suatu motivasi tertentu.
Islam meyakini bahwa pendorong yang paling kuat untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik adalah akidah dan iman.
C. Prinsip-prinsip Akhlak
Prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam akhlak adalah sebagai berikut
(Muhaimin & Mujib, 2005) :
1. Akhlak yang baik dan benar harus didasarkan atas Al-Quran atau as-Sunnah, bukan
dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang sudah tampak tersesat.
2. Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada Allah, kepada sesama manusia, dan
kepada Allah.
3. Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan akidah dan syariah, karena ketiga unsur
di atas merupakan bagian integral dari syariah Allah SWT.
4. Akhlak dilakukan semata-mata karena Allah, walaupun objek akhlak adalah pada
makhluk. Sedang akhlak kepada Allah harus lebih diutama-kan daripada akhlak
kepada makhluk.
5. Akhlak dilakukan menurut proporsinya, misalnya seorang anak harus lebih hormat
kepada orang tuanya daripada kepada orang lain.
D. Macam-macam Akhlak
Para ahli membagi akhlak menjadi dua macam:
1. Akhlak mahmudah atau akhlak yang terpuji. Contoh akhlak terpuji di dalam al-Quran
adalah surat Ali-imran (3): 159, yang artinya: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. Sedangkan contoh akhlak mulia di dalam hadits riwayat
Muslim yang diterima dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Hak seorang Muslim atas seorang Muslim ada enam perkara: apabila engkau bertemu
dia hendaklah engkau beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu, hendaklah
engkau memenuhinya, apabila ia meminta nasihat, hendaklah engkau menasihatinya,
apabila ia bersin kemudian ia berkata “alhamdulillah” hendaklah engkau doakan dia,
jika ia sakit hendaklah engkau mengunjunginya, dan apabila ia meninggal dunia
hendaklah engkau mengikuti janazahnya.”
2. Akhlak madzmumah atau akhlak yang tercela. Contoh akhlak tercela didalam Al-
Quran adalah surat al-Hujurȃt (49): 12, Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka
itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Sedangkan, contoh akhlak tercela ini di dalam hadits Bukhari dan Muslim, Rasulullah
Saw. telah bersabda: “Ada empat perkara, barangsiapa yang memiliki semuanya itu
dalam dirinya, maka ia adalah seorang munafik, sedang barangsiapa yang memiliki
salah satu dari sifat-sifat itu di dalam dirinya, maka ia memiliki salah satu sifat
kemunafikan, sehingga ia meninggalkan sifat tadi. Empat perkara itu adalah jika
berbicara dusta, jika berjanji menyalahi, apabila menjanjikan sesuatu cidera, dan jika
bermusuhan berlaku curang.” Termasuk juga akhlak yang tercela adalah ghibah, yang
didalam hadits Muslim, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa ghibah adalah jika
engkau menyebutkan perihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukai olehnya.
Hal-hal yang menyebabkan ghibah di antaranya: ingin melenyapkan kemarahan,
dorongan kemegahan diri, kedengkian, penghinaan, dan lain-lain.
2. Instink (naluri)
Naluri merupakan tabi’at yang dibawa manusia sejak lahir. Bahas arab menyebutnya
garizah atau fitrah dan dalam Bahasa Inggris disebut dengan instinct. Perilaku
manusia muncul dari kehendak yang digerakkan oleh nalurinya. Oleh karena itu, islam
membimbing agar naluri tidak dirusak dengan menganiaya diri sendiri, melainkan
perlu disalurkan secara wajar sesuai tuntunan agama. Naluri yang terdapat pada setiap
orang dapat berbeda-beda. Sehingga menimbulkan motivasi dan kesanggupan berbuat
yang berbeda pula pada setiap orang. Contoh naluri adalah seperti naluri ingin
menikah, naluri ingin berjuang dan lain sebagainya.
3. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perilaku yang selalu diulang sehingga menjadi mudah dilakukan.
Apalagi, jika perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan penuh
kegemaran, maka akan menjadi kebiasaan. Contohnya adalah merokok, bangun tengah
malam mengerjakan shalat tahajjud dan lain sebagainya. Kebiasaan memiliki kekuatan
tertentu karena bagi orang yang sudah menerima suatu perilaku menjadi kebiasaan
atau adat dalam dirinya, maka perilaku itu sukar ditinggalkan, karena melekat dalam
pribadinya. Sehingga apabila akan diubah, biasanya akan menimbulkan reaksi yang
cukup keras dari dalam pribadi itu sendiri.
4. Keturunan
Manusia mendapatkan warisan fisik dan mental, mulai dari sifat-sifat umum, sampai
kepada sifat-sifat khusus. Adapun yang diturunkan itu bukanlah sifat yang dimiliki
yang telah tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat atau pendidikan,
melainkan sifat-sifat bawaan (persediaan) sejak lahir. Sifat sifat tersebut secara garis
besar ada dua macam, yaitu sifat-sifat jasmaniah dan ruhaniah.
5. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup, seperti tumbuh-
tumbuhan, keadaan tanah, udara dan lingkungan pergaulan manusia. Terkait hal ini,
lingkungan dibagi menjadi dua bagian, yaitu lingkungan alam yang bersifat kebendaan
dan lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah.
6. Tekad kuat
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah tekad kuat. Hal itulah
yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat
mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat menurut pandangan orang lain karena
digerakkan oleh kehendak atau tekad yang kuat. Hal ini yang mendasari munculnya
niat yang baik atau buruk, sehingga tergeraklah perilaku tersebut. Tekad kuat ini pula,
biasanya sering menjadi faktor keberhasilan orang-orang sukses dalam hidupnya.
7. Suara batin
Suara batin menjadi kekuatan yang sewaktu-waktu dapat memberikan peringatan jika
perilaku manusia melampaui batas atau buruk. Suara batin dalam Bahasa arab disebut
dhamir dan dalam Bahasa inggris disebut consience. Jika seseorang melampaui batas
atau melakukan keburukan, biasanya batin merasa tidak senang atau menyesal. Begitu
pula sebaliknya, jika seseorang tersebut melakukan kebaikan (kewajiban) dari
panggilan suara hatinya, maka merasa gembira dan ada kepuasan batin.
Suara batin itu tidak selalu benar, terkadang salah dalam memberikan isyarat sehingga
memerintahkan melakukan kesalahan. Karena batin itu mengikuti apa yang diyakini
manusia. Sehingga suara batin manusia berbeda-beda menurut kepercayaan dan
akidahnya. Oleh karena itu, suara batin juga harus dididik dan dituntun ke arah yang
baik.
8. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini adalah segala tuntunan dan pengajaran yang diterima seorang
dalam membina kepribadian. Pendidikan itu mempunyai pengaruh yang besar
terhadap akhlak. Pendidikan memiliki kontribusi terhadap kepribadian manusia
sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya. Adapun
pendidikan tersebut meliputi pendidikan formal di sekolah, pendidikan non formal di
luar sekolah dan pendidikan di rumah yang dilakukan oleh pihak orang tua. Begitu
pula, pendidikan yang didapat secara tidak langsung dari orang-orang di pergaulan.
Selain itu, sebagai umat beliau kita juga harus mengikuti sunnahnya, mengucapkan
salam dan shalawat kepadanya.
Muhaimin, & Mujib, A. (2005). Kawasan dan Wawasan Studi Islam (1st
ed.). Jakarta Putra Grafika.
Rustam, R., & Haris, Z. (2018). Buku Ajar Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi (1st ed.). Deepublish.
ya’qub, H. (1991). Etika Islam (V). CV. Diponegoro.