Anda di halaman 1dari 12

BAB 9

AKHLAK DAN MODERNISASI

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

JAKARTA
Pendahuluan
Islam adalah agama samawi yang terakhir yang menyempurnakan agama-agama
sebelumnya. Kesempurnaan Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dan
menjadi pedoman untuk semua aktivitas manusia. Aturan–aturan tersebut yang pasti
berupa prinsip-prinsip dalam berkehidupan. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya dikenal
sebagaik akhlak. Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga
setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Hal ini juga sebagai misi diutusnya
Rasulullah SAW, yaitu sebagai penyempurna akhlak.
Islam mengatur tolok ukur berakhlak adalah berdasarkan ketentuan Allah dan
Rasul-Nya. Oleh karena itu, apa yang dipandang baik oleh Allah dan Rasul-Nya, pasti
baik dalam esensinya. Begitu pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kepalsuan
sebagai kelakuan baik, karena kepalsuan esensinya pasti buruk. SWT memiliki sifat yang
terpuji, seperti dalam al-Quran surat Thaha (20): 8 menjelaskan: “(Dialah) Allah, tiada
Tuhan selain Dia, Dia mempunyai sifat-sifat yang terpuji (al-Asmȃˋ al-Husnȃ).”
Demikian juga Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad meriwayatkan
Aisyah ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw., beliau menjawab: “Akhlak Nabi
Saw. adalah al-Quran.” Dengan begitu kita sebagai umat manusia harus meneladani sifat-
sifat Rasulullah dengan cara menjadikan sifat beliau sebagai pedoman bagi kita dalam
berbagai aspek kehidupan. Selain itu, sebagai penguatan diri dalam menegakkan agama
dan mendakwahkan agama kepada sesama manusia.

A. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kata khuluq dan jamaknya akhlak yang berarti budi pekerti,
etika dan moral. Secara etimologis, akhlak berarti character, disposition, dan moral
constitution (Muhaimin & Mujib, 2005). Selain itu, akhlak berarti perangai (al-sajiyah);
kelakuan, tabi’at, watak dasar (al-thabi’ah); kebiasaan, kelaziman (al-‘adat); peradaban
yang baik (al-muruah). Al-Ghazali berpendapat bahwa manusia memiliki citra lahiriah
yang disebut dengan khalq, dan Citra batiniah yang disebut khuluq. Khalq merupakan
Citra fisik manusia, sedang khuluq merupakan citra psikis manusia. Berdasarkan kategori
ini maka khuluq secara etimologi memiliki arti gambaran atau kondisi kejiwaan
seseorang tanpa melibatkan unsur lahirnya.
Term khuluq juga berhubungan erat dengan Khalik dan makhluk. Pengertian
etimologi tersebut berimplikasi bahwa akhlak mempunyai kaitan dengan Tuhan pencipta
yang menciptakan perangai manusia, luar dan dalam, sehingga tuntutan akhlak harus
sesuai dengan sang Khalik. Akhlak juga harus ada persesuaian dengan makhluk yang
mengisyaratkan adanya sumber akhlak dari ketetapan manusia bersama atau berdasarkan
‘urf (tradisi). Artinya, dalam kehidupan manusia harus berakhlak yang mulia baik
menurut ukuran Allah maupun ukuran manusia.
Sedangkan secara terminologi, para ulama’ mendefinisikan akhlak, di antaranya
adalah:
1. Menurut Ibnu Miskawaih, Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong
manusia untuk berbuat, tanpa memikirkan lebih lama (spontan) tentang perbuatan
itu. Pembawaan fitrah sejak lahir yang menyebabkan jiwa yang mendorong untuk
melakukan semua perbuatan yang secara spontan itu. Selain pembawaan fitrah sejak
lahir, perbuatan-perbuatan spontan itu juga dapat diperoleh dengan jalan latihan-
latihan yaitu dengan membiasakan diri setiap waktu, hingga menjadi sifat kejiwaan
yang dapat melahirkan perbuatan yang baik atau tidak.
2. Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab yang ditulisnya Ihya Ulum al-Din
mendefinisikan bahwa akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
3. Menurut Abu bakar Jabir Al-Jaziry, Akhlak merupakan bentuk kejiwaan yang
tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji
dan tercela dengan disengaja.
4. Menurut Muhammad Bin’Ilan Ash-Shadieqy, akhlak adalah suatu pembawaan dalam
diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan mudah (tanpa
dorongan dari orang lain).
5. Menurut Al-Qurtuby, akhlak merupakan suatu perbuatan yang bersumber dari adab
kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari
kejadiannya.
Definisi yang dikemukakan di atas menggambarkan bahwa akhlak secara
substansial adalah sifat hati (kondisi hati) bisa baik bisa buruk yang tercermin dalam
perilaku. Jika sifat hatinya baik maka yang muncul adalah akhlak yang baik (akhlakul
mahmudah) dan jika sifat hatinya busuk maka yang keluar dari perilakunya adalah akhlak
yang buruk (akhlak mazmumah). Selain itu, Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
akhlak memiliki ciri sebagai berikut (Muhaimin & Mujib, 2005):
a. akhlak sebagai ekspresi sifat dasar seorang yang konstan dan tetap
b. akhlak perlu dibiasakan seseorang sehingga ekspresi akhlak disebut tersebut
dilakukan berulang-ulang Sehingga dalam pelaksanaan itu tanpa disertai
pertimbangan pikiran terlebih dahulu
c. apa yang diekspresikan dari akhlak merupakan keyakinan seseorang dalam
menempuh keinginan sesuatu sehingga pelaksanaannya tidak ragu-ragu.

Akhlak juga dipahami sebagai etika. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos,
yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sehingga dalam hal ini etika berkaitan dengan
nilai-nilai, aturan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik dan segala kebiasaan hidup
yang dianut oleh seseorang. Bahkan, etika itupun diajarkan dari satu orang ke orang lain
serta diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain. Secara tegas, etika didefinisikan
sebagai studi yang lebih sistematis tentang tabiat konsep nilai, baik dan buruk, benar dan
salah. Serta prinsip-prinsip umum yang membenarkan sesorang untuk
mengaplikasikannya.
Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan yang menggambarkan nilai-nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, serta
pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia,
tetapi mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku yang
ditentukan oleh berbagai norma dengan tujuan melahirkan kebahagiaan, keutamaan, dan
kehidupan ideal. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu: (1) ilmu tentang
apa yang baik dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar baik dan buruk dalam akhlak adalah Al-qur'an dan sunah Rasul.
Sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh
suatu masyarakat. Jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu adalah baik, maka
baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat
lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan selamanya (Rustam
& Haris, 2018).

B. Sumber Akhlak
Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber akhlak atau moral dalam
Islam. Keduanya menjelaskan kriteria baik buruknya suatu perbuatan. Al-Qur`an adalah
firman Allah SWT yang diyakini oleh bahwa ajaran kebenaran di dalamnya tidak akan
dapat ditandingi oleh pikiran manusia. Sedangkan Sunnah adalah pedoman kedua
sesudah al-Qur`an. Sunnah Rasulullah meliputi perkataan dan segala perilakunya yang
patut diteladani. Bahkan, penggunaan kata akhlak muncul bersamaan dengan munculnya
Islam (Muhaimin & Mujib, 2005).
Nabi Muhammad saw diutus ke dunia untuk memperbaiki perilaku umatnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yaitu: َ ُ
َ ْ َ َ ُ ْ َّ
)‫والبيهق‬
‫ي‬ ‫ِإن َما ُب ِعثت ألت ِّم َم َمك ِار َم األخالق (رواه أحمد والحاكم‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.” (HR. Ahmad,


Hakim dan Baihaqi)

Allah telah memberikan persaksian-Nya akan hal ini dengan berfirman:


ُ ُ َ َ َ َّ
‫وإنك ل َعَل خل ٍق َع ِظ ْي ٍم‬

“Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam: 4)

Berbeda dengan teori etika yang memandang bahwa akal dan nalurilah yang
menjadi dasar menentukan baik buruknya akhlak. Akal dan naluri manusia adalah
anugerah dari Allah SWT. Akal pikiran manusia terbatas sehingga pengetahuan manusia
pun tidak akan mampu memecahkan seluruh maslaah yang ada. Islam mengajarkan
bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk mengikuti petunjuk dan arahan al-Qur`an
dan hadis. Tindakan dan pekerjaan manusia selalu didorong oleh suatu motivasi tertentu.
Islam meyakini bahwa pendorong yang paling kuat untuk melakukan suatu perbuatan
yang baik adalah akidah dan iman.

C. Prinsip-prinsip Akhlak
Prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam akhlak adalah sebagai berikut
(Muhaimin & Mujib, 2005) :
1. Akhlak yang baik dan benar harus didasarkan atas Al-Quran atau as-Sunnah, bukan
dari tradisi atau aliran-aliran tertentu yang sudah tampak tersesat.
2. Adanya keseimbangan antara berakhlak kepada Allah, kepada sesama manusia, dan
kepada Allah.
3. Pelaksanaan akhlak harus bersamaan dengan akidah dan syariah, karena ketiga unsur
di atas merupakan bagian integral dari syariah Allah SWT.
4. Akhlak dilakukan semata-mata karena Allah, walaupun objek akhlak adalah pada
makhluk. Sedang akhlak kepada Allah harus lebih diutama-kan daripada akhlak
kepada makhluk.
5. Akhlak dilakukan menurut proporsinya, misalnya seorang anak harus lebih hormat
kepada orang tuanya daripada kepada orang lain.

D. Macam-macam Akhlak
Para ahli membagi akhlak menjadi dua macam:
1. Akhlak mahmudah atau akhlak yang terpuji. Contoh akhlak terpuji di dalam al-Quran
adalah surat Ali-imran (3): 159, yang artinya: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah
kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya. Sedangkan contoh akhlak mulia di dalam hadits riwayat
Muslim yang diterima dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
“Hak seorang Muslim atas seorang Muslim ada enam perkara: apabila engkau bertemu
dia hendaklah engkau beri salam kepadanya, apabila ia mengundangmu, hendaklah
engkau memenuhinya, apabila ia meminta nasihat, hendaklah engkau menasihatinya,
apabila ia bersin kemudian ia berkata “alhamdulillah” hendaklah engkau doakan dia,
jika ia sakit hendaklah engkau mengunjunginya, dan apabila ia meninggal dunia
hendaklah engkau mengikuti janazahnya.”
2. Akhlak madzmumah atau akhlak yang tercela. Contoh akhlak tercela didalam Al-
Quran adalah surat al-Hujurȃt (49): 12, Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka
itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Sedangkan, contoh akhlak tercela ini di dalam hadits Bukhari dan Muslim, Rasulullah
Saw. telah bersabda: “Ada empat perkara, barangsiapa yang memiliki semuanya itu
dalam dirinya, maka ia adalah seorang munafik, sedang barangsiapa yang memiliki
salah satu dari sifat-sifat itu di dalam dirinya, maka ia memiliki salah satu sifat
kemunafikan, sehingga ia meninggalkan sifat tadi. Empat perkara itu adalah jika
berbicara dusta, jika berjanji menyalahi, apabila menjanjikan sesuatu cidera, dan jika
bermusuhan berlaku curang.” Termasuk juga akhlak yang tercela adalah ghibah, yang
didalam hadits Muslim, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa ghibah adalah jika
engkau menyebutkan perihal saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukai olehnya.
Hal-hal yang menyebabkan ghibah di antaranya: ingin melenyapkan kemarahan,
dorongan kemegahan diri, kedengkian, penghinaan, dan lain-lain.

E. Faktor-faktor pembentuk akhlak (ya’qub, 1991)


1. Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang istimewa dibanding makhluk Allah yang lainnya.
Bukan hanya berbeda dengan makhluk lainnya, tetapi juga antara manusia itu sendiri
memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat dalam berbagai hal, baik fisik
maupun mental, bakat, rizki, ilmu pengetahuan, kedudukan (derajat) dan sebagainya.
Hal ini terdapat dalam firman Allah SWT dalam surat al-An’am ayat 165:
َ َّ ُ َ ُ ُ ِّ َ ََ َْ َ َ َ ُْ ََ َ
ْ ‫األ ْرض َو َر َف َع َب ْع َض ُك ْم َف ْو َق َب‬ َّ َ ُ َ
‫ات ل َي ْبل َوك ْم ِ يف َما آتاك ْم ۗ ِإن َ َّربك‬
ٍ ‫ض درج‬ ٍ ‫ع‬ ِ ‫ف‬ ‫ئ‬
ِ ‫َل‬ ‫خ‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ع‬‫ج‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ِ ‫ال‬ ‫وهو‬
ٌ َّ ٌ ُ َ َ ُ َّ َ َ ْ ُ َ
﴾١٦٥﴿ ‎‫اب و ِإنه لغفور ر ِحيم‬ ِ ‫َسي ع ال ِعق‬ ِ
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu
tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Instink (naluri)
Naluri merupakan tabi’at yang dibawa manusia sejak lahir. Bahas arab menyebutnya
garizah atau fitrah dan dalam Bahasa Inggris disebut dengan instinct. Perilaku
manusia muncul dari kehendak yang digerakkan oleh nalurinya. Oleh karena itu, islam
membimbing agar naluri tidak dirusak dengan menganiaya diri sendiri, melainkan
perlu disalurkan secara wajar sesuai tuntunan agama. Naluri yang terdapat pada setiap
orang dapat berbeda-beda. Sehingga menimbulkan motivasi dan kesanggupan berbuat
yang berbeda pula pada setiap orang. Contoh naluri adalah seperti naluri ingin
menikah, naluri ingin berjuang dan lain sebagainya.
3. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perilaku yang selalu diulang sehingga menjadi mudah dilakukan.
Apalagi, jika perilaku tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan penuh
kegemaran, maka akan menjadi kebiasaan. Contohnya adalah merokok, bangun tengah
malam mengerjakan shalat tahajjud dan lain sebagainya. Kebiasaan memiliki kekuatan
tertentu karena bagi orang yang sudah menerima suatu perilaku menjadi kebiasaan
atau adat dalam dirinya, maka perilaku itu sukar ditinggalkan, karena melekat dalam
pribadinya. Sehingga apabila akan diubah, biasanya akan menimbulkan reaksi yang
cukup keras dari dalam pribadi itu sendiri.
4. Keturunan
Manusia mendapatkan warisan fisik dan mental, mulai dari sifat-sifat umum, sampai
kepada sifat-sifat khusus. Adapun yang diturunkan itu bukanlah sifat yang dimiliki
yang telah tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat atau pendidikan,
melainkan sifat-sifat bawaan (persediaan) sejak lahir. Sifat sifat tersebut secara garis
besar ada dua macam, yaitu sifat-sifat jasmaniah dan ruhaniah.
5. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup, seperti tumbuh-
tumbuhan, keadaan tanah, udara dan lingkungan pergaulan manusia. Terkait hal ini,
lingkungan dibagi menjadi dua bagian, yaitu lingkungan alam yang bersifat kebendaan
dan lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah.
6. Tekad kuat
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah tekad kuat. Hal itulah
yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat
mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat menurut pandangan orang lain karena
digerakkan oleh kehendak atau tekad yang kuat. Hal ini yang mendasari munculnya
niat yang baik atau buruk, sehingga tergeraklah perilaku tersebut. Tekad kuat ini pula,
biasanya sering menjadi faktor keberhasilan orang-orang sukses dalam hidupnya.
7. Suara batin
Suara batin menjadi kekuatan yang sewaktu-waktu dapat memberikan peringatan jika
perilaku manusia melampaui batas atau buruk. Suara batin dalam Bahasa arab disebut
dhamir dan dalam Bahasa inggris disebut consience. Jika seseorang melampaui batas
atau melakukan keburukan, biasanya batin merasa tidak senang atau menyesal. Begitu
pula sebaliknya, jika seseorang tersebut melakukan kebaikan (kewajiban) dari
panggilan suara hatinya, maka merasa gembira dan ada kepuasan batin.
Suara batin itu tidak selalu benar, terkadang salah dalam memberikan isyarat sehingga
memerintahkan melakukan kesalahan. Karena batin itu mengikuti apa yang diyakini
manusia. Sehingga suara batin manusia berbeda-beda menurut kepercayaan dan
akidahnya. Oleh karena itu, suara batin juga harus dididik dan dituntun ke arah yang
baik.
8. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini adalah segala tuntunan dan pengajaran yang diterima seorang
dalam membina kepribadian. Pendidikan itu mempunyai pengaruh yang besar
terhadap akhlak. Pendidikan memiliki kontribusi terhadap kepribadian manusia
sehingga tingkah lakunya sesuai dengan pendidikan yang telah diterimanya. Adapun
pendidikan tersebut meliputi pendidikan formal di sekolah, pendidikan non formal di
luar sekolah dan pendidikan di rumah yang dilakukan oleh pihak orang tua. Begitu
pula, pendidikan yang didapat secara tidak langsung dari orang-orang di pergaulan.

F. Karakteristik akhlak Islam


1. Argumentatif
Ajaran Islam bersifat argumentatif, tidak bersifat doktriner. Penilaian dan alasan
yang mudah dipahami. Dengan demikian Al-Quran dalam menjelaskan setiap
persoalan senantiasa diiringi dengan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang
dapat diterima dengan akal pikiran yang sehat (rasional religius).
2. Universal dan Komprehensif
Ajaran Islam menjadi panduan bagi seluruh aspek kehidupan dan dapat diberlakukan
bagi seluruh umat manusia. menyeluruh meliputi semua zaman, kehidupan, dan
eksistensi manusia. Ia mengatur mulai urusan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga
urusan negara. Islam juga mengatur masalah sosial, budaya, ekonomi, politik,
hukum, keamanan, pendidikan, bahkan masalah lingkungan.
3. Sesuai dengan fitrah manusia
Islam adalah agama fitrah karena sesuai dengan kebutuhan manusia dan tabiatnya.
Islam menganjurkan umatnya utuk kesenangan duniawi juga, tidak hanya
kesenangan akhirat saja.
4. Keseimbangan
Islam senantiasa menggabungkan sesuatu dengan penuh keseimbangan (tanpa sikap
berlebihan dan kekurangan). Hal tersebut dapat dilihat dari anjuran agama dalam hal
mencapai urusan dunia dan akhirat. Islam menjadikan dunia sebagai sarana untuk
mencapai akhirat. Oleh karena itu, dunia dna akhirat harus dijalani secara seimbang.
G. Penerapan Akhlak
1. Akhlak terhadap Allah
a. Taat kepada Allah. yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya
sesuai dengan perintah-Nya. Seorang muslim beribadah untuk membuktikan
ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Berakhlak kepada Allah
dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan. antara lain melalui
ibadah seperti salat.
b. Berzikir kepada Allah. yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi.
baik diucapkan dengan mulut maupun dalam hati Berzikir kepada Allah
melahirkan ketenangan dan ketentraman hati.
c. Berdoa kepada Allah. yaitu memohon apa saja kepada Allah. Doa merupakan inti
ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidak mampuan
manusia, sekaligus pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala
sesuatu. Kekuatan doa dalam ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu
menembus
d. Tawakal kepada Allah, berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan tetap
berikhtiar dan menerima segala hasil yang terbaik bagi dirinya, tidak kecewa atau
putus asa.
e. Tawaddu’ kepada Allah, yaitu rendah hati di hadapan Allah.
f. Ikhlas kepada Allah, yaitu melaksanakan segala kewajiban terhadap Allah SWT
dengan tulus dan tidak boleh dilakukan selain kepadaNYA.
g. Husnuzhan kepada Allah, yaitu sikap manusia berbaik sangka kepada Allah.
Hendaknya kita selalu yakin bahwa Allah akan memberikan rahmatnya kepada
kita.
h. Syukur kepada Allah, yaitu sikap berterimakasih atas pemberian nikmat Allah
yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan
dan perbuatan.
i. Taubat dan istighfar kepada Allah, yaitu sikap manusia untuk segera ingat kepada
Allah, menyesali perbuatan, memohon ampun dan bertaubat. Hal ini karena
setiap manusia tidak luput dari salah dan dosa.

2. Akhlak kepada Rasulullah saw


Akhlak kepada Rasulullah saw di antaranya adalah menerima ajaran yang
dibawanya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr ayat 7:
َ ْ ُ َ َ َّ َّ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ ُ ُ َّ ُ ُ َ َ َ
َ َّ ‫انت ُهوا ۗ َو َّات ُقوا‬
﴾٧﴿ ‎‫اب‬
ِ ‫ق‬‫ع‬ِ ‫ال‬ ‫يد‬ ‫د‬
ِ ‫ش‬ ‫اّلل‬ ‫ن‬‫إ‬ِ ۗ ‫اّلل‬ ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه ف‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya.

Selain itu, sebagai umat beliau kita juga harus mengikuti sunnahnya, mengucapkan
salam dan shalawat kepadanya.

3. Akhlak kepada orangtua


Akhlak kepada orangtua adalah berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan
perbuatan. Islam menyebutnya dengan birrul walidain. Begitu pula orang tua dalam
membina keturunan yang shaleh, maka pihak orang tua harus melaksanakan segala tugas
dan tanggung jawab moral terhadap anak atau keturunannya. Ayat al-qur`an yang
menerangkan tentang akhlak kepada orang tua terdapat pada surat Luqman ayat 14:
َ َ َ ُ ْ َ ُُ ْ ٰ َ َ ً ْ َ ُ ُّ ُ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َّ َ َ
‫َل َوه ٍن َو ِف َصاله ِ يف َع َام ْ ِي أ ِن اشك ْر ِ يل َو ِل َو ِالد ْيك ِإ ي َّل‬ ‫ووصينا ِاْلنسان ِبو ِالدي ِه حملته أمه وهنا ع‬
ْ
﴾١٤﴿ ‎‫ال َم ِص ُي‬
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

4. Akhlak kepada suami istri


Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang di antara anggota
keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komunikasi. Komunikasi dalam keluarga
diungkapkan dalam bentuk perhatian baik melalui kata-kata, isyarat-isyarat maupun
perilaku. Akhlak kepada keluarga seperti akhlak suami kepada istri, yaitu menggauli istri
dengan sopan, memberikan nafkah lahir dan batin serta menyimpan rahasia istri.
Sedangkan akhlak isteri kepada suami adalah patuh kepada suami, melayani suami,
mengurus harta suami, berterima kasih atas pemberian suami, tinggal bersama dan tidak
keluar rumah tanpa izin serta menyimpan rahasia suami.

5. Akhlak kepada tetangga


Tetangga adalah keluarga-keluarga yang tinggal berdekatan dengan kita.
Tetangga adalah orang yang paling dekat setelah anggota keluarga kita sendiri. Tetangga
adalah orang yang mengetahui suka duka kita dan lebih cepat memberikan pertolongan
pertama jika terjadi kesulitan di bandingkan keluarga atau orang yang tinggan berjauhan
dengan kita. Oleh karena itu, kerukunan dalam bertetannga harus sangat diperhatikan
dengan saling berakhlak yang baik.

6. Akhlak dalam lingkungan pendidikan


Akhlak terdapat dalam setiap lingkungan pergaulan hidup manusia, seperti
lingkungan perguruan, pendidikan dan pengajaran. Di mana terdapat hubungan antara
guru dan murid, maka terdapat pula prinsip-prinsip kesopanan yang perlu dilaksanakan
oleh semua pihak. Adapun akhlak guru dalam mengajar di antaranya adalah niat ikhlas,
kasih sayang, bijaksana dalam mengajar, memilih waktu yang tepat dan memberi
teladan. Sedangkan akhlak murid dalam belajar di antaranya adalah niat, memiliki
kemauan keras, tekun, patuh dan hormat kepada guru.

7. Akhlak dalam berbisnis


Seseorang yang berbisnis bertujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Akan tetapi, dalam pandangan etika Islam, bukan sekedar mencari keuntungan saja,
melainkan juga keberkahan. Keberkahan usaha adalah kemantapan dari usaha itu dengan
memperoleh keuntungan yang wajar dan diridhai oleh Allah SWT. Untuk memperoleh
keberkahan dalam berbisnis atau jual beli, Islam mengajarkan prinsip-prinsip akhlak
yaitu jujur dalam takaran dan kondisi barang, menjual barang yang halal, menjual barang
yang jelas kualitasnya, tidak mudah mengucapkan sumpah, bermurah hati, tidak
menyaingi kawan, mencatat hutang piutang, tidak melakukan riba dan membayar zakat.

8. Akhlak dalam kepemimpinan


Kepemimpinan ummat adalah amanah yang tidak dapat lepas dari prinsip-prinsip
akhlak. Terdapat hak dan kewajiban moral yang timbal balik antara yang dipimpin
dengan pemimpinnya. Faktor akhlak menentukan pembinaan kepemimpinan ummat.
Adapun akhlak yang harus dimiliki oleh pemimpin di antaranya adalah amanah, adil,
melayani dan melindungi rakyat, bertanggung jawab, mendidik rakyat, dan melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan akhlak yang harus dimiliki rakyat adalah patuh,
memberi nasihat jika ada kesalahan atau penyimpangan.

9. Akhlak kepada lingkungan hidup


Jika dikaji konsep ihsan (berbuat baik) dalam Islam, maka moralitass yan
dikehendaki bukan hanya terbatas pada bangsa manusia saja. Tetapi juga, kepada semua
makhluk yang ada di sekeliling kita. Berakhlak kepada makhluk hidup adalah menjalin
dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitarnya. Memakmurkan
alam adalah mengelola sumber daya sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan
manusia tanpa merugikan alam itu sendiri.

H. Menghadapi Tantangan Modernisasi


Masyarakat modern dikenal memiliki jiwa kemanusian dan nilai peradaban yang
tinggi dalam pergaulan hidup bermasyarakat. salah satu ciri masyarakat modern ialah
memberi apresiasi atas peran individu atau kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga masyarakat modern lebih mampu menyesuaikan diri dan mengikuti
perkembangan zaman serta bersifat terbuka. Setiap masyarakat mengalami modernisasi
yang berbeda. Bisa tergantung lokasi dan pembauran dengan budaya asing serta
bergantung pada tingkat kemajuan IPTEK.
Beberapa perubahan yang kita rasakan saat ini dapat disimpulkan bahwa
kehidupan modern ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
masyarakat cenderung individual, materialis, dan menurunnya minat terhadap agama.
Bahkan, belakangan ini orang menunjuk tumbuhnya sains, teknik dan ekonomi
kapitalistis sebagai ciri masyarakat modern. Perkembangan ini memang memberikan
kemudahan (positif) bagi umat manusia dalam berbagai hal. Namun di sisi yang lain,
kehadirannya memberikan dampak (negatif) pula bagi kehidupan manusia. Sehingga,
kehidupan masyarakat modern serba instan, tetapi krisis spiritualitas (nilai-nilai agama).
Problematika yang dihadapi masyarakat modern dalam masalah akhlak adalah
modernisasi yang semakin maju dan terpengaruh ke dalam sendi-sendi kehidupan.
Budaya modern yang melanda kehidupan masyarakat juga terpengaruh kehidupan para
pelajar, sehingga para pelajar ikut terpengaruh budaya modern yang merusak akhlak.
Masyarakat modern meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu
mengangkat derajat kehidupan baik dari segi ekonomi, sosial budaya dan politik.
Padahal, dalam kenyataannya tidak semua persoalan-persoalan kehidupan masyarakat
dapat diselesaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang
diharapkan.
Ilmu pengetahun dan teknologi memang harus terus dikembangkan mengingat
kebutuhan saat ini. Dampak positif atau pun negatif bergantung kepada bagai mana cara
orang mengelolanya. Sebagaimana penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
Islam. Peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membantu kegiatan di bidang
dakwah, pengkajian Islam, media komunikasi Islam, dan aktifitas social kemasyarakatan
lainnya.
Agar peranan ilmu pengetahuan dan teknologi itu bisa berdampak positif itu
adalah kembali kepada sikap mental dan kepribadian umat itu sendiri.Yang kini menjadi
persoalan adalah penggunaan teknologi masih lebih banyak dikendalikan dan dikuasai
oleh orang-orang yang moralitasnya kurang dapat dipertanggung jawabkan. Adapun
dampak negatif dari kemajuan teknologi pada masyarakat modern bisa kita lihat
(rasakan) dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, maraknya kasus kekerasan, pelecehan
seksual, hedonisme, masyarakat konsumtif, mengedepankan gaya hidup, dan lain
sebagainya.
Dengan demikian, manusia mengalami degradasi moral yang dapat menjatuhkan
harkat dan martabatnya. Masyarakat kehilangan identitas diri. Mereka merasa bingung
karena proses modernisasi yang disalahgunakan dapat menimbulkan ketidakberesan di
segala bidang aspek kehidupan manusia, seperti aspek hukum, moral, norma, etika dan
tata kehidupan lainnya.
Masyarakat harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi
sebagai dampak dari modernisasi. Perubahan-perubahan yang sifatnya positif, harus
diterima dengan tangan terbuka. Sementara perubahan sosial budaya yang merugikan
nilai-nilai budaya masyarakat dan bangsa harus diantisipasi. Upaya menghadapi
perubahan yang negatif bisa dilakukan dengan pengembangan pendidikan akhlak atau
agama. Hal tersebut dapat menuntun masyarakat untuk menunjukkan eksistensinya
sebagai masyarakat yang mempunyai budaya dan nilai-nilai agama yang dapat dijadikan
panduan bagi masyarakat untuk berperilaku.
Perbaikan akhlak melalui internalisasi nilai-nilai akhlak adalah solusi yang harus
dilakukan. Implementasi penanaman nilai religius yang diharapkan mampu membentuk
kepribadian islami. Pendidikan adalah proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan.
Sehingga dalam proses ini akan sangat strategis dalam menanamkan nilai moral atau
akhlak dalam rangka membentuk pribadi yang baik.
Daftar pustaka

Muhaimin, & Mujib, A. (2005). Kawasan dan Wawasan Studi Islam (1st
ed.). Jakarta Putra Grafika.
Rustam, R., & Haris, Z. (2018). Buku Ajar Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi (1st ed.). Deepublish.
ya’qub, H. (1991). Etika Islam (V). CV. Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai