Anda di halaman 1dari 12

Essay Kelompok 7

Nama Kelompok:
1.Intan Anis Fitria (21035010021)
2.Isnaina Safarela (21035010022)
3.Efristka Anggraeny (21035010023)

Memahami dan menghayati konsep etika, moral, dan akhlak dalam Islam serta
menunjukkannya dalam kehidupan nyata bermasyarakat dan bernegara
A. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlaq berasal dari bahasa Arab, yakni jama’ dari “khuluqun” yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, tata krama, sopan santun, adab, dan tindakan. Kata
akhlak juga berasal dari kata khalaqa atau khalaqun artinya kejadian, serta erat hubungan
dengan “Khaliq” yang artinya menciptakan, tindakan, atau perbuatan, sebagaimana terdapat
kata al-khaliq yang artinya pencipta dan makhluq yang artinya diciptakan.
Secara linguistis, kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af’ala yuf’ilu if’alan yang berarti alsajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak
dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din
(agama). Kata akhlaq juga isim masdar dari kata akhlaqa, yaitu ikhlak. Berkenaan dengan ini,
timbul pendapat bahwa secara linguistis, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair
mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata. Dalam pengertian umum, akhlak dapat
dipadankan dengan etika atau nilai moral.
Ahmad Amin dalam bukunya al-akhlaq, mendefinisikan akhlak dengan kebiasaan
seseorang. Atau kecenderungan hati atas suatu perbuatan dan telah berulang kali dilakukan
sehingga mudah mengerjakannya tanpa lebih dahulu banyak pertimbangan. Semua definisi
akhlak secara subtansi tampak saling melengkapi, dengan lima ciri akhlak, yaitu sebagai
berikut :
1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga
telah menjadi kepribadiannya.
2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak
berarti bahwa saat melakukan perbuatan, orang yang bersangkutan dalam keadaan
tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila
3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya,
tanpa paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main
atau karena bersandiwara, perbuatan yang dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah,
bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan pujian.
Secara terminologis, pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga
unsur yang sangat penting berikut :
1. Kognitif sebagai pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya;
2. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai
kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan;
3. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang
konkret.
Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan bahwa akhlak itu
abstrak, tidak dapat diukur diberi nilai oleh indrawi manusia. Untuk itu memberi penilaian
baik atau buruknya akhlak seseorang dilihat dari perbuatan-perbuatan yang sudah menjadi
kebiasaannya, dan inilah yang disebut dengan perbuatan akhlak.
2. Sumber dan Kedudukan Akhlak
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam agama Islam. Pentingnya kedudukan
akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qouliyah (sunnah dalam bentuk perkataan)
Rasulullah seperti yang telah diuraikan Yunahar Ilyas yaitu :
a. Rasulullah Saw., menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia sebagai misi
dalam sejarah penyampaian Islam di muka bumi ini. Seperti yang yang terdapat dalam
hadist yaitu :

ُ ُ ‫إِنَّ َما بُ ِع ْث‬


ِ ‫ار َم األَ ْخ‬
‫الق‬ ِ ‫ت ألتَ ِّم َم َم َك‬
Artinya,”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”.(HR. Bukhari).
b. Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam, sehingga Rasulullah Saw
pernah mendefenisikan agama itu dengan akhlak yang baik (husn al-kluluq).
c. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang nanti pada hari
kiamat. Seperti hadist Rasulullah Saw bersabda :

‫ش ْالبَ ِذى َء‬ ِ َ‫ق َح َس ٍن َوإِ َّن هَّللا َ لَيَ ْبغَضُ ْالف‬
َ ‫اح‬ ٍ ُ‫َما َش ْى ٌء أَ ْثقَ ُل فِى ِميزَ ا ِن ْال ُم ْؤ ِم ِن يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ُخل‬
Artinya :”Tidak ada satu pun yang lebih memberatkan timbangan (kebaikan)
seorang hamba mu’min nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik…”(HR.
Tirmidzi).
Dari ketiga uraian di atas, maka sudah jelas akhlak yang dimaksud yaitu akhlak baik atau
akhlak islami, yaitu bersumber dari wahyu Allah yang terdapat dalam al-Quran dan
merupakan sumber utama dalam ajaran agama Islam. Sehingga dapat dipahami bahwa
pendefenisian agama (Islam) dengan akhlak yang baik itu sebanding dengan pendefenisian
ibadah haji dengan wuquf di A‟rafah. Sedangkan Aminuddin juga menjelaskan sumber
akhlak yaitu :
Sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran agama Islam, sumber akhlak adalah al-Quran dan sunnah,
bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada pandangan konsep etika
dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk dengan sendirinya sebagaimana
pandangan Mu‟tazilah.
3. Pembagian Akhlak
Dalam kaitan pembagian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip pendapat Nashiruddin
Abdullahyang menyatakan bahwa : secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq
al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al
mazmumah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang
buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang dimaksud dengan akhlaq al mazmumah
adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai
dengan syariat Allah, baik itu perintah maupun larangan-Nya, dan tidak sesuai dengan akal
dan fitrah yang sehat.
Sedangkan menurut Aminuddin akhlak terbagi pada dua macam yaitu akhlak terpuji
(akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakul madzmumah).
a. Akhlak Terpuji
Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang lurus sikap sedang tidak berlebih-lebihan,
baik perilaku, rendah hati, berilmu, beramal, jujur, tepat janji, istiqamah, berkemaan, berani,
sabar, syukur, lemah lembut dan lain-lain.
b. Akhlak Tercela
Akhlak tercela yaitu semua apa-apa yang telah jelas dilarang dan dibenci oleh Allah swt
yang merupakan segala perbuatan yang bertentangan dengan akhlak terpuji.
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak terbagi atas dua bagian
yang mana akhlak terpuji yaitu semua perbuatan-perbuatan baik yang diperintahkan dan
disenangi Allah begitu sebaliknya terhadap akhlak tercela yaitu perbuatanperbuatan yang
dilarang dan dibenci Allah Swt. Dengan demikian akhlak yang baik akan memberikan
pengaruh pada pelakunya begitu juga sebaliknya dengan akhlak tercela
4. Ruang Lingkup Akhlak
Dalam Islam, tatanan nilai yang menentukan suatu perbuatan itu baik atau buruk
dirumuskan dalam konsep akhlakul karimah, yang merupakan suatu konsep yang mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan sang Maha Pencipta yaitu Allah
Swt., dan manusia dengan alam sekitarnya. Secara lebih khusus juga mengatur hubungan
manusia dengan dirinya sendiri.
Ruang lingkup akhlak itu dapat berupa seluruh aspek kehidupan seseorang sebagai
individu, yang bersinggungan dengan sesuatu yang ada di luar dirinya. Karena sebagai
individu, dia pasti berinteraksi dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga berinteraksi
dengan berbagai kelompok kehidupan manusia secara sosiologis, dan juga berinteraksi secara
methaphisik dengan Allah Swt. sebagai pencipta alam semesta.
Melihat demikian luasnya interaksi yang terjadi pada setiap individu, maka penulis
melihat bahwa ruang lingkup akhlak terdiri dari beberapa bagian sebagaimana yang telah
dijelaskan Muhammad Daud Ali yaitu :
a. Akhlak terhadap Allah atau Pencipta (Kholik)
Akhlak terhadap Allah (Kholid) dapat diaplikasikan dalam bentuk sebagai berikut :
1) Mentauhidkan Allah
Mentauhidkan Allah yaitu mengesakan Allah dan tidak menduakannya. Mencintai allah
melebihi cinta kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan firman-firman-Nya
dalam al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan.
2) Taqwa
Artinya melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
3) Senantiasa berdoa dan hanya meminta kepada Allah.;
4) Tawakkal (berserah diri) kepada Allah.
b. Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad SAW)
1) Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya,
2) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri tauladan dalam hidup dan kehidupan,
3) Menjalankan apa yang diperintahkan dan tidak melakukan apa yng dilarang.
c. Akhlak terhadap Masyarakat
Adapun Akhlak terhadap masyarakat menurut Abu Ahmadi dan Noor salimi antara lain :
1) Memuliakan tamu,
2) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan,
3) Saling menolong dan melakukan kebajikan dan takwa,
4) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri dan orang lain agar tidak
melakukan perbuatan jahat (mungkar),
5) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya,
6) Bermusyawarah dalam segala urusan dan mengenaikan kepentingan bersama,
7) Mentaati keputusan yang telah diambil,
8) Menepati janji

B. Etika
1. Pengertian Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang artinya adat kebiasaan. Etika
merupakan istilah lain dari akhlak, tetapi memiliki perbedaan yang substansial, yaitu konsep
akhlak berasal dari pandangan agama terhadap tingkah laku manusia, sedangkan konsep etika
berasal dari pandangan tentang tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat.
Etika adalah tingkah laku manusia yang ditransmisikan dari hasil pola pikir manusia.
Dalam Ensiklopedi Winkler Prins dikatakan bahwa etika merupakan bagian dari filsafat yang
mengembangkan teori tentang tindakan dan alasan-alasan diwujudkannya suatu tindakan
dengan tujuan yang telah dirasionalisasi.
Dalam ensiklopedi New American, sebagaimana diuraikan oleh Hamzah Ya’qub
disebutkan bahwa etika adalah kajian filsafat moral yang tidak mengkaji fakta-fakta, tetapi
meneliti nilai-nilai dan perilaku manusia serta ide-ide tentang lahirnya suatu tindakan.
Dari pandangan filosofis Epikuros, dapat diambil pemahaman tentang arti etika, yaitu
segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai tindakan manusia yang menurut ukuran rasio
dinyatakan dan diakui sebagai sesuatu yang substansinya paling besar. Kaidah-kaidah
kebenaran dari tindakan digali oleh akal sehat manusia dan distandardisasi menurut ukuran
yang rasional, seperti sumber kebenaran adalah jiwa, nilai kebenaran jiwa itu kekal, segala
yang tidak kekal pada dasarnya bukan kebenaran substansial.
Etika Islam (bahasa Arab: ‫ )أخالق إسالمية‬atau "Budi pekerti dan Kelakuan Islamiyah"
adalah etika dan moral yang dianjurkan di dalam nasihat Islam yang tercantum di dalam Al-
Quran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari teladan Nabi Muhammad S.A.W, yang di
dalam keyakinan pokok Islamiyah diberitahukan sbg manusia yang paling sempurna
kelakuannya.
Kelakuan memiliki definisi yang sama dengan Adab, dan terbagi menjadi dua yaitu budi
pekerti yang terpuji (Al-Budi pekerti Asy-Syar'iyah) dan budi pekerti yang tercela. Kelakuan
secara bahasa definisinya adalah perangai atau tabiat, yaitu cerminan batin yang dibuat
menjadi tabiat untuk manusia.
Pengertian kelakuan menurut Imam Al-Qurthubi: "Akhlaq adalah sifat-sifat seseorang,
sehingga dia mampu berhubungan dengan orang pautan. Kelakuan hadir yang terpuji dan
hadir yang tercela. Secara umum definisi kelakuan yang terpuji adalah engkau berhias dengan
aklak yang terpuji ketika berhubungabn dengan sesama, dimana engkau bersikap tidak berat
sebelah dengan sifat-sifat terpuji dan tidak lalim karenanya. Sedangkan secara rinci adalah
memaafkan, berlapang dada, dermawan, sabar, menahan penderitaan, berkasih sayang,
memenuhi kebutuhan hidup orang pautan, mencintai, bersikap lemah lembut dan sejenis itu.
Sedangkan Kelakuan yang tercela adalah sifat-sifat yang berlawanan dengan itu.
2. Sumber Etika Dalam Islam
Di dalam agama Islam pemakaian istilah etika disamakan dengan akhlak, adapun
persamaannya terletak pada objeknya, yaitu keduanya sama-sama membahas baik buruknya
tingkah laku manusia. Segi perbedaannya etika menentukan baik buruknya manusia dengan
tolak ukur akal pikiran. Sedangkan akhlak dengan menentukannya dengan tolak ukur ajaran
agama (al-Quran dan alSunnah) (Badroen, 2006).
Sumber etika dalam Islam (etika Islam) adalah al-Qur‟an dan Sunnah yang mana kedua
sumber tersebut selalu menjadi tolak ukur akan baik buruknya perbuatan yang dilakukan oleh
kaum muslimin. Kedua sumber ini juga selalu menjadi pedoman atau bisa disebut juga
penuntun kehidupan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia maupun diakhirat.
Al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada umat Islam melalui Nabi
Muhammad SAW. Perilaku Nabi dipandang sebagai penafsiran Al-Qur‟an paling faktual.
Bahkan di banyak riwayat ditegaskan bahwa Nabi tidak bertindak/berperilaku melainkan
karena tuntunan wahyu, dan akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an. Itu sebabnya dalam
keilmuan Islam, etika Islam tidak melepaskan dasar pemikirannya dari Al-Qur‟an dan Sunah
Nabi SAW. “Alif lam mim. Kitab (Al-Qur‟an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa” (QS. AlBaqarah : 1-2), (KEMENAG RI, 2006).
‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل هّٰللا ِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هّٰللا َ َو ْاليَوْ َم ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َكثِ ْير ًۗا‬
Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak
mengingat Allah.’’(QS. AL Ahzab : 21)
3. Kedudukan Budi Pekerti dan Kelakuan
Terdapat banyak dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menyebutkan tentang tingginya
kedudukan seseorang yang beradab dan berakhlak yang patut, di antaranya:
Dari Al-Qur'an:
َ‫اس َوهّٰللا ُ ي ُِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِ ْي ۚن‬ ۤ َّ ‫الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ فِى ال َّس ۤ َّرا ِء وال‬
ِ ۗ َّ‫ض َّرا ِء َو ْال ٰك ِظ ِم ْينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِ ْينَ َع ِن الن‬ َ
Artinya: (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang
yang berbuat kebaikan’’ (QS. Ali Imran : 134)
4. Ruang Lingkup Kelakuan Terpuji
Ruang lingkup kelakuan yang terpuji adalah mencakup hubungan terhadap sesama
manusia, juga hubungan hamba terhadap Allah. Secara umum jika ditinjau dari objeknya,
budi pekerti dan kelakuan akbar di dalam Islam bisa ditemui di dalam lima objek:
a) Budi pekerti kepada Allah, yaitu budi pekerti bagaimana seseorang berinteraksi
dengan Allah dan syariat-Nya, semisal dalam beribadah, berdoa, bertawakkal,
berprasangka, bersyukur, dan takut kepada Allah.
b) Budi pekerti kepada Al Qur’an, yaitu budi pekerti bagaimana seseorang berinteraksi
dengan Al Qur’an, misalnya bagaimana budi pekerti membacanya, menghafalnya,
menjaganya, dan mengamalkannya.
c) Budi pekerti kepada Rasulullah, yakni bagaimana budi pekerti seseorang berinteraksi
dengan Rasulullah dan nasihatnya, misalnya bagaimana mencintai, mentaati, dan
memuliakan dia.
d) Budi pekerti kepada saya, misalnya bagaimana seseorang menyucikan dirinya, patut
secara zahir maupun batin.
e) Budi pekerti kepada makhluk Allah, misalnya kepada orang tua, guru, karib kerabat,
tetangga, dan warga secara umum. Termasuk juga bagaimana berinteraksi dengan
binatang dan tumbuhan. Budi pekerti dalam hubungan terhadap sesama makhluk
mencakup:
f) Menahan diri sebagai tidak menyakiti.
g) Mencurahkan kemurahan hati dan dermawan (jiwa, kedudukan harta dan Ilmu)
h) Menampakkan wajah yang ramah, ceria dan berseri.
Atau jika ditinjau dari dari demikianlah keadaanyanya, budi pekerti dan etika terpuji
yang diatur oleh Islam juga bisa ditemukan ketika makan, minum, berkendaraan, berucap,
tidur, mandi, menuntut ilmu, berpakaian, dst-nya, yang tak satu pun demikianlah
keadaanya di dalam kehidupan keseharian seorang muslim kecuali telah diatur bagaimana
budi pekerti dan kelakuannya, mulai dari masalah sebesar urusan pemerintahan sampai
sekecil budi pekerti buang cairan.
5. Etika Dalam Bermasyarakat
Ditengah budi pekerti yang semakin lama semakin penting sebagai dipelajari dan
diamalkan adalah budi pekerti dan kelakuan di dalam bermasyarakat. Hal tersebut
dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang satu sama pautan saling berinteraksi
dengan interaksi yang semakin lama semakin kompleks. Agar di dalam interaksi sosial
tersebut tidak tercipta hal hadir gesekan-gesekan yang bisa berujung pada problematika
sosial, seperti kekerasan, kerusuhan, kesenjangan, dsb-nya, karenanya penting untuk
seseorang sebagai mengetahui budi pekerti dan kelakuan yang diajarkan oleh Islam di dalam
bermasyarakat. Berikut ini beberapa contoh bagaimana beradab dan berakhlak terpuji di
dalam bermasyarakat:
a. Cintailah saudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri
“Tidak beriman seseorang di selang kalian sampai beliau mencintai saudaranya sebagaimana
beliau mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Muliakan tamu dan tetanggamu
“Benda/barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, karenanya hendaklah beliau
memuliakan tetangganya. Benda/barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
karenanya hendaklah beliau memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Berbuat baiklah kepada kenalanmu
“Sebaik-baik kenalan di sisi Allah Ta’ala adalah yang paling berbuat patut kepada temannya”
(HR. Tirmidzi, shahih)
d. Tolonglah saudaramu yang kesukaran
“Benda/barang siapa yang membantu seorang muslim dan menghilangkan kesukaran yang
hadir pada dirinya dari kesuliatan-kesulitan dunia, karenanya Allah akan hilangkan untuknya
kesuliatan dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat kelak” (HR. Muslim)
e. Balaslah kejelekan orang pautan dengan kebaikan
“Barangsiapa memaafkan dan berbuat patut (kepada orang yang berbuat jahat) karenanya
pahalanya dari Allah” (QS. Asy Syura : 40)
f. Berterimakasihlah atas kebaikan orang lain
“Tidaklah bersyukur kepada Allah seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia”
(HR. Bukharidalam Al AdabulMufrad)
g. Tebarkanlah salam
“Maukah kalian saya tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan
saling mencintai? Tebarkanlah salam di selang kalian” (HR. Tirmidzi, shahih)
h. Hormati yang tua, sayangi yang muda
“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan tidak
menyayangi yang lebih muda…” (HR. Ahmad, hasan)
i. Menjaga tangan dan lisan
“Seorang muslim yang patut adalah yang menciptakan kaum muslimin pautannya selamat
dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Bukhari)
C. Moral
1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mores (latin), yang berasal dari kata mos yang berarti
kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral dengan demikian dapat diartikan sebagai ajaran
kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai kesusilaan.Halstead menyebutkan bahwa moralitas
dalam Islam umumnya dipahami sebagai daftar aturan, kewajiban dan tanggung jawab yang
diturunkan dari al-Qur’an dan al-Hadits. Perilaku etis dalam Islam tidak diekspresikan dalam
terminologi dalil hukum, akan tetapi lebih diekspresikan sebagai perintah dan tindakan suci.
Al-Qur’an itu sendiri adalah sebuah kitab yang berisi nasehat moral. Dalam Islam ada dua
konsep yang berkaitan dengan istilah moral. Pertama, Akhlak, yang biasanya diterjemahkan
dengan etika atau nilai moral. Kedua, Adab, yang mengkombinasikan dua pengertian yang
berbeda; pertama, berkaitan dengan kesopanan, etiket, budaya, kehalusan budi bahasa, dan
sifat-sifat yang baik. Kedua, bermakna moralitas dan nilai. Dengan demikian, moral adalah
budi pekerti atau akhlak yang berisi ajaran tentang kesusilaan.
Dalam menggambarkan suatu ajaran moral, al-Qur’an menggunakan kata akhlaq, baik
itu secara eksplisit maupun implisit. Penentuan baik dan buruk dalam islam didasarkan pada
ajaran moral yang bersifat subyektif (menentukan baik dan buruk berdasarkan sesuatu di luar
diri manusia, yaitu wahyu dan al-Qur’an), dan obyektif (menentukan baik dan buruk
berdasarkan akal budi manusia). Perbuatan baik dan buruk itu ditentukan oleh Allah melalui
wahyu; namun, al-Qur’an pun menjelaskan baik dan buruk bersifat obyektif, dapat diketahui
oleh akal sehat, baik sesudah maupun sebelum al-Qur’an diturunkan. Akal memiliki kapasitas
untuk mengetahui baik dan buruk serta membedakannya; tetapi akal tidak memiliki otoritas
untuk menetapkan sesuatu perbuatan bahwa itu baik atau buruk.

2. Sumber Moral Dalam Islam


Moral berlaku sesuai dengan ide umum yang diterima, tentang tindakan manusia mana
yang baik dan wajar sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan umum yang diterima oleh
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu, hal tersebut berlaku karena moral memandang
perbuatan manusia secara lokal. Oleh karena itu, penilaian baik dan buruknya seseorang
dilihat dari amal perbuatannya yang nyata, bukan dari niat hatinya yang tersembunyi, atau
sekalipun perbuatan tersebut dilakukan secara terpaksa.
Dalam hal ini Durkheim mengatakan, bahwa dunia moral adalah dunia masyarakat,
dimana obyek perilaku moral adalah kelompok atau masyarakat, bahkan tindakan demi
kepentingan diri sendiri tidak pernah dianggap bersifat moral. Dengan begitu tidak ada
masyarakat tanpa moralitas. Bertindak secara moral berarti menaati suatu norma, yang
menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat tertentu. Disini terlihat bahwa
moralitas berada dalam ruang lingkup kewajiban, dimana kewajiban adalah perilaku yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa sumber nilai ajaran moral berasal dari
tiga hal, yaitu: pertama, agama (dalam hal ini al-Qur’an); kedua, hati nurani dan akal sehat
atau pikiran yang jernih; ketiga, adat kebiasaan masyarakat. Sebagai contoh, tindakan
pencurian. Menurut agama pencurian adalah suatu tindakan tercela yang harus mendapat
hukuman: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Maidah; 5: 38). Namun
dalam waktu yang sama, baik sesudah ataupun sebelum al-Qur’an turun, hati nurani dan akal
budi manusia pun telah mengakui bahwa pencurian adalah tindakan tercela. Begitu pula adat
kebiasaan dan kesepakatan masyarakat tidak membenarkan tindak pencurian karena itu sama
artinya merugikan orang lain dan mengganggu ketenangan hidup bermasyarakat. |

3. Nilai Dasar Ajaran Moral dalam Islam


Di kalangan masyarakat luas terdapat berbagai pendapat tentang hubungan moral dan
agama. Dalam islam, agama merupakan sumber utama dari moralitas manusia, jadi moralitas
merupakan bagian dari agama, yakni sebagai pedoman bagaimana manusia seharusnya
bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama.Sebagaimana Fazlur Rachman katakan, bahwa
dasar ajaran al-Qur’an adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan
keadilan sosial. Hukum moral tidak dapat diubah; Ia merupakan perintah Tuhan; manusia
tidak dapat membuat hukum moral: bahkan ia sendiri harus tunduk kepadanya, ketundukan
itu disebut “Islam” dan perwujudannya dalam kehidupan disebut ibadah atau pengabdian
kepada Allah SWT.
Moral, akhlaq dan etika dalam pengetiannya yang mendasar, sebagai konsep dan ajaran
yang komprehensif yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik dan buruk, benar
dan salah yang mencakup keseluruhan pandangan dunia dan pandangan hidup. Pembahasan
baik dan buruk menurut al-Qur’an dapat dibagi dalam beberapa pokok bahasan. Antara lain:
al-Haq dan al-Batil (kebenaran dan kebatilan), al-Islah dan al-Ifsad (perbaikan dan
penghancuran), al-Tayyib dan al-Khabis (yang baik dan yang buruk), al-Hasanah dan al-
Sayyi’ah (kebaikan dan keburukan). Adapun pengembangan sifat, sikap dan perilaku dari
pokok bahasan diatas sangatlah beragam.
Al-Qur’an diturunkan untuk mengajarkan dan menetapkan suatu perbuatan baik dan
perbuatan yang lain buruk. Al-Qur’an pun membimbing manusia untuk melakukan perbuatan
baik dan benar, dengan disertakan penjelasan bahwa melakukan kebaikan akan mendapat
pahala dan melakukan kebatilan akan mendapat dosa. Dalam hal ini manusia diberi
kewenangan untuk memilih melakukan perbuatan baik atau perbuatan buruk, akan tetpi
manusia pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah.
Dari paparan diatas dapat kita simpulkan, bahwa ketaatan atau sikap hormat dan
tanggung jawab adalah dua nilai moral dasar yang menjadi landasan atas terbentuknya nilai-
nilai moral yang lain, seperti contohnya: kejujuran, keadilan, bijaksana, suka menolong,
amanah, dan lain sebagainya.
4. Ruang Lingkup Moralitas Dalam Islam
Secara umum moralitas atau akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-
akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al- qabihah).
Akhlak mulia adalah yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak
tercela adalah akhlak yang harus kita jauhi jangan sampai kita praktikkan dalam kehidupan
kita sehari-hari.
Dilihat dari ruang lingkupnya moralitas (akhlak) Islam dibagi menjadi dua bagian,
yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhlug (selain Allah).
Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak
terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan
dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.
Akhlak terhadap sesama manusia haruslah dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah
Saw. sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk
akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya, taat kepadanya,
serta mengucapkan shalawat dan salanm kepadanya. Setelah itu manusia harus berakhlak
kepada dirinya sendiri, berakhlak kepada kedua orang tua dan anggota keluarga yang lain,
berakhlak kepada tetangga, serta masyarakat pada umumnya.
Akhirnya, manusia juga wajib berakhlak kepadamakhluk lain seperti binatang,
tumbuhan, dan lingkungan alam sekitarnya.Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ruang
lingkup akhlak (sistem moral) dalam Islam sangat luas. Yang pertama kali harus diperhatikan
dalam rangka berakhlak mulia, menurut Islam, adalah berakhlak kepada Allah Swt. Jika
akhlak kepada Allah ini belum benar atau belum baik, sistem akhlak yang lain tidak bisa
dinilai benar atau baik. Akhlak kepada Allah menjadi ukuran utama bagi seseorang dapat
berakhlak mulia secara umum. Di antara bentuk akhlak kepada Allah adalah beribadah
kepada-Nya dengan benar. Seseorang tidak akan dapat beribadah dengan benar jika tidak
mengetahui atau memahami tatacaranya. Semua ketentuan atau tatacara beribadah ini
dijelaskan dalam syariah atau hukum Islam.

5. Moralitas Dalam Masyarakat


Perwujudan masyarakat merupakan sesuatu keniscayaan yang mesti dilakukan
sepanjang masa. Karena potensi egoisme yang ada pada diri manusia harus benar-benar
dikendalikan dengan berbagai norma yang harus dihormati. Untuk itulah dalam berbagai adat
kebiasaan maupun aturan diatur norma-norma yang harus dihormati demi tegaknya keadilan,
kejujuran, keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Siapa pun yang
melanggar norma-norma yang ada akan menerima sanksi tanpa melihat apakah yang
melanggarnya rakyat biasa atau kaum elite kekuasaan. Jadi atas dasar inilah salah satu
karakteristik masyarakat madani yakni tegaknya hukum tanpa pandang bulu, sangat sesuai
dengan ajaran Islam. Ajaran Islam tidak seorangpun yang kebal dari hukuman, sebagaimana
telah dicontohkan oleh Rasul pada salah satu sabdanya ”Demi Allah Jika Fatimah putri
Muhammad mencuri pasti akan kupotong tangannya”.
Jadi dalam ajaran Islam, semua orang sama di depan hukum dan tidak seorangpun
yang memiliki keistimewaan. Atas dasar inilah ada hubungan yang erat dari sisi tujuannya
antara ajaran Islam dengan masyarakat madani dalam konteks keindonesiaan. Secara
sederhana dapat dinyatakan bahwa masyarakat madani adalah salah satu tujuan ajaran Islam
yang harus diwujudkan. Setiap pengikutnya ajaran Islam harus selalu berbuat baik kepada
siapapun walaupun terhadap orang kafir. Siapapun yang melakukan tindakan-tindakan yang
mencederai hak dan martabat orang lain adalah tindakan yang dimurkai oleh Allah dan
Rasulnya.Karena itu berlaku santun kepada siapapun adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Penerapannya dalam kehidupan, sisi-sisi moral dijadikan syarat utama dalam sebuah
rekruitmen maupun ketentuan. Sebagai contoh syarat-syarat seorang pemimpin, pejabat,
maupun haruslah menempatkan moralitas yang baik dan terpuji sebagai syarat utama. Karena
dengan mentalitas yang baiklah, maka sebuah kinerja juga akan menghormati nilai-nilai
peradaban (madani), baik kinerja individu maupun kelompok. Tanpa mental yang baik
(akhlaq al-karīmah), maka sikap yang muncul juga akan banyak bertentangan dengan nilai-
nilai moral. Atas dasar itulah masyarakat memiliki signifikansi dalam terwujudnya hukum
Islam yang humanis, yakni sama-sama berupaya untuk memperbaiki moralitas.

D. Kesimpulan
Persoalan etika,moral,dan akhlak senantiasa mewarnai kehidupan manusia dari masa
ke masa. Seiring dengan gelombang kehidupan ini, dalam setiap kurun waktu dan tempat
tertentu muncul tokoh yang memperjuangkan tegaknya nilai-nilai moral. Termasuk di
dalamnya keberadaan para Rasul sebagai utusan Tuhan, khususnya.Nabi Muhammad SAW,
yang memiliki tugas dan misi utama untuk menegakkan nilai-nilai moral. Upaya penegakan
moral menjadi sangat penting dalam rangka mencapai keharmonisan hidup. Akhlak
mempunyai peran yang sangat penting dalam Islam, bahkan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kepentingan akhlak ini tidak dapat dirasakan
oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bahkan dalam
kehidupan bernegara. Akhlak merupakan fondasi utama dalam pembentukan pribadi manusia
seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya pribadi berakhlak merupakan hal
pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian manusia secara
keseluruhan.
E. Daftar Pustaka

Etika(Ilmu Akhlak),Prof. AhmadAmin  terjemahan dari Al Akhlaaq karya Ahmad


Amin (penulis legendaris dari Mesir)

Al-Abrasyi, M. Athiyah. (1987). Dasar-dasar pokok pendidikan Islam

Kemenag RI, Etika Berkeluarga, bermasyarakat, dan Berpolitik (Tafsir al-Qur’an


Tematik)

Abdurrahman Muhammad. 2016 Akhhlak ( Menjadi Seorang Muslim Yang Berakhlak


Mulia)

Anda mungkin juga menyukai