Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENDAHULUAN: ORGANISASI SEKTOR PUBLIK DAN

REGULASI DAN STANDAR SEKTOR PUBLIK

DISUSUN OLEH:

RICA YULIANTI LUKMAN (A062202001)

NURUL FAHMI SULTAN (A062202013)

MUH. ZIAUL HAQ BAKRI (A062202023)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan izin dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Pendahuluan: Organisasi Sektor
Publik Dan Regulasi Dan Standar Sektor Publik”. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
Lanjutan yang dibimbing oleh dosen kami, Prof. Dr. Haliah, SE.,Ak.,M.Si.,CA. Kami berharap makalah ini
sedikit banyaknya memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri umumnya bagi semuanya.
Akhirnya kepada Allah jua penulis memohon ampun, jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Besar harapan kami atas saran dari pembaca guna perbaikan isi materi dari
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin ya Robal’alamin.

Makassar, Februari 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjadi pelayan publik yaitu
memberikan pelayanan antara lain seperti pengelolaan dana publik. Atas fakta itu, organisasi sektor
publik harus menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya tanpa merugikan masyarakat. Selain itu,
sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik juga sudah
sepantasnya mampu memberikan pertanggungjawaban publik yang dilaporkan dalam laporan
keuangannya. Seperti yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial, informasi berupa
laporan keuangan tersebut seharusnya merupakan hasil dari sebuah proses akuntansi.
Sebagai pengontrol dan pengatur kinerja organisasi sektor publik, dibutuhkan standar
akuntansi yang dimaksudkan menjadi acuan dan pedoman bagi para akuntan yang berada dalam
organisasi sektor publik. Standar akuntansi merupakan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(PABU) atau Generally Accepted Accounting Principle (GAAP). Berlaku umum bermakna bahwa
laporan keuangan suatu organisasi dapat dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apapun.
Penjelasan tentang hal ini terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1
paragraf 9 dan 10 yang menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat berdasarkan standar
akuntansi tetap bisa memenuhi kebutuhan semua pengguna yang meliputi investor sekarang,
investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah dan lembaga-
lembaganya, serta masyarakat. PABU penting karena jika PABU tidak ada, maka suatu entitas harus
membuat laporan keuangan dalam banyak format karena banyaknya pihak yang berkepentingan.
PABU yang telah diwujudkan dalam bentuk standar akan membantu para akuntan dalam
menerapkan prinsip-prinsip yang konsisten pada entitas yang berbeda. PABU merupakan standar
yang harus diikuti dimanapun profesi akuntan berada, kecuali jika terdapat keadaan yang
membenarkan adanya pengecualian terhadap standar tersebut. Jika manajemen suatu perusahaan
atau organisasi merasa bahwa keadaan yang dihadapi tidak memungkinkan adanya ketaatan
terhadap standar yang ada, maka pengecualian dapat dilakukan, tentu saja disertai dengan
pengungkapan yang memadai
Dalam organisasi sektor publik, sebuah paket standar akuntansi tersendiri diperlukan
karena kekhususan yang signifikan antara organisasi sektor publik dengan perusahaan komersial,
diantaranya adanya kewajiban pertanggungjawaban yang lebih besar kepada publik atas
penggunaan dana-dana yang dimiliki.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, konsep, karakteristik dan ruang lingkup Organisasi Sektor Publik?
2. Bagaimana perkembangan regulasi di Sektor Publik?
3. Bagaimana perkembangan standar di Sektor Publik?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian, konsep, karakteristik dan ruang lingkup Organisasi Sektor Publik?
2. Untuk mengetahui perkembangan regulasi di Sektor Publik?
3. Untuk mengetahui perkembangan standar di Sektor Publik?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Organisasi Sektor Publik


a. Pengertian dan Konsep Organisasi Sektor Publik
Menurut pendapat para ahli, Chester I Barnard memberi pengertian organisasi sebagai
suatu sistem dari aktifitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Chester I
Barnard melihat organisasi itu merupakan suatu susunan skematis “dimana tergambar“ sistem
daripada aktifitas kerja sama. Selanjutnya menurut Prajudi Atmosudirdjo organisasi adalah
Struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara kelompok orang
pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk tujuan tertentu. Dari beberapa definisi
tersebut dapatlah dikatakan bahwa definisi dari organisasi itu adalah sekelompok orang yang
bekerja sama untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan tertentu.
Publik berasal dari bahasa latin “Public” yang berarti “of people” berkenaan dengan
masyarakat. Mengenai pengertian publik, Inu Kencana Syafiie dkk (1999) memberikan
pengertian sebagai berikut: “Sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan,
harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka
miliki”. Itulah sebabnya, Inu Kencana Syfiie dkk., mengatakan bahwa publik tidak langsung
diartikan sebagai penduduk, masyarakat, warga negara ataupun rakyat, karena kata-kata
tersebut berbeda.  
Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah yang dikenal sebagai
birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan). Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha Organisasi
publik adalah organisasi yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik
dan layanan sipil. Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh
lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah
(terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara
terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani
keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan
hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.
Organisasi ini bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat demi kesejahteraan
sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi sebagai pijakan dalam operasionalnya. Organisasi
publik berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat tidak pada profit/laba/untung.
Miftah Thoha telah memprediksi organisasi-organisasi dimasa mendatang yang salah
satunya di bidang penataan organisasi, dimana organisasi dimasa mendatang akan mempunyai
sifat-sifat yang unik. Struktur organisasi formal akan mengalami penambahan dan perubahan
yang bervariasi, sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi baru tanpa menganalisis lebih
lanjut struktur formal yang ada. Sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi tandingan yang
nonstruktural. Keadaan seperti ini sering dinamakan gejala proliferation dalam organisasi. Suatu
pertumbuhan yang cepat dari suatu organisasi, sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi
formal yang nonstruktural yang dibentuk untuk menerobos kesulitan birokrasi.
Kelebihan dari kejadian diatas adalah organisasi akan lebih memberikan perhatian
terhadap pemecahan persoalan dibandingkan dari penekanan program. Dengan demikian,
organisasi-organisasi masa mendatang akan merupakan suatu kombinasi dari gejala-gejala
adaptasi (adaptive process), pemecahan masalah (problem solving), sistem temporer (temporary
system) dari aneka macam spesialis, dan evaluasi staf tidak lagi didasarkan atas hierarki vertikal
berdasarkan posisi dan pangkat. Inilah bentuk organisasi masa depan yang bakal menganti
birokrasi.
b. Karakteristik Organisasi Sektor Publik
Organisasi sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut :
 Tujuan organisasi publik adalah untuk mensejahterakan masyarakat secara bertahap, baik
dalam kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya baik jasmani maupun rohani
 Aktivitas utamanya pelayanan publik ( publik services ) seperti dalam bidang pendidikan,
kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transfortasi publik dan penyediaan pangan.
 Sumber pembiayaan berasal dari dana masyarakat yang berwujud pajak dan retribusi, laba
perusahaan negara, peinjaman pemerintah, serta pendapatan lain – lain yang sah dan tidak
bertentangan sengan perundangan yang berlaku.
 Organisasi publik bertanggung jawab kepada masyarakat melalui lembaga perwakilan
masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ), Dewan Lerwakilan Daerah ( DPD ),
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD )
 Kultur organisasi bersifat birokratis, formal dan berjenjang
 Penyusunan anggaran dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program.
Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan
oleh masyarakat dan akhirnya disahkan oleh wakil dari masyarakat di DPR, DPD. Dan
DPRD.
 Stakeholder dapat dirinci sebagai masyarakat Indonesia, para pegawai organisasi, para
kreditor, para investor, lembaga – lembaga internasional termasuk lembaga donor
internasional seperti Bank Dunia, IMF ( International Monetary Fund ), ADP ( Asian
Development Bank ), PBB ( Perserikatan Bangsa – Bangsa ), UNDP ( United Nation
Depelopment Program, USAID, dan Pemerintah luar negeri.
c. Ruang Lingkup
Berikut ini dijelaskan mengenai ruang lingkup pelayanan publik yang merupakan tugas dan fingsi
organisasi publik meliputiː
1) Pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalarn
peraturan perundang-undangan.
2) Pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber
daya alarn, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
3) Pelayanan barang publik meliputi:
 Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
 Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
 Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan / atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi
ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang -
undangan.
4) Pelayanan atas jasa publik meliputi .
 Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
 Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan; dan
 Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau
badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya
menjadi misi negara yang ditetapkan ddam peraturan perundangundangan.
5) Pelayanan publik harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran
biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik
untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik.
6) Pelayanan publik yang bersifat administratif meliputi:
 Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam
peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.
 Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian
dengan penerima pelayanan
Ruang lingkup organisasi sektor publik, antara lain :
1) Bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan variatif
2) Sektor publik menyerap banyak tenaga kerja
3) Faktor Lingkungan yang mempengaruhi, yaitu : Faktor ekonomi, Faktor politik, Faktor
kultural, Faktor demografi.
2.2. Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
a. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi
adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau
kabupaten. Disamping itu,ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-
undangan, antara lain:
 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan
Pengawasan Keuangan Daerah
  Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD
 Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah
 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD
 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah
 Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD
b. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara. Tuntutan good
governance  diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan KKN. Pemisahan kekuasaan
antareksekutif, yudikatif, dan legislatif dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan
mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa
otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undang-
undang yang berupaya mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran
otonomi daerah tersebut di bidang administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan
perundangan yang lebih operasional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa
regulasi yang relevan antara lain :  
 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
  Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
 Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022)
 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
 Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban
Kepala Daerah

c. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi
dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum pelaksanaan
reformasi tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan
Negara yang terdiri dari UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU
Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3
Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :
 Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja
 Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi
 Pemberdayaan manajer professional
 Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya
duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dengan demikian, pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain
menjadi acuan dalam pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.
Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik
 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
 UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
 UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara
 UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional
 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
 UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
 PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
 PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

d. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia


Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat
dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana
disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban
pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita
diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik yang ada adalah dengan menggunakan
basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang masuk/keluar ke/dari kas umum
negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya
ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun 2008.
Untuk masa transisi itulah PP  24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit,
dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis
kas, Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP  24 Tahun 2005 tersebut hingga
Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang
didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi
dengan Pimpinan DPR, dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh
mulai tahun 2014.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai
pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-
aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat
maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP
71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran.
Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan
selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi
Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I
berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi
pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri
Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran
yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit
pun.
Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran II adalah
sebagai berikut:
Lampiran I
 Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih
 Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan
Lampiran II
 Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan
atas Laporan Keuangan.
Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis penjelasan pada
setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terkait dengan masing-masing
Laporan Keuangan akan mengalami perubahan.
Perbedaan daftar isi pada Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut:
Lampiran I
 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
 PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
 PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas;
 PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
 PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
 PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
 PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
 PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
 PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
 PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
 PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan
Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan
 PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian.
 PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.
Lampiran II
 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
 PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
 PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran;
 PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
 PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
 PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
 PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
 PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
 PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
 PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
 PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan
Peristiwa Luar Biasa;
 PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian;
Kedua daftar isi hampir serupa karena memang kebijakan yang diambil oleh Komite Standar
Akuntansi Pemerintah saat mengembangkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual
ini adalah dengan beranjak dari PP 24 tahun 2005 yang kemudian dilakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap PP 24 tahun 2005 itu sendiri. Dengan strategi ini diharapkan pembaca
PP 71 tahun 2010 nantinya tidak mengalami kebingungan atas perubahan-perubahan tersebut
karena lebih mudah memahami perubahannya dibandingkan jika langsung beranjak dari
penyesuaian atas International Public Sector of Accounting Standards (IPSAS) yang diacu oleh
KSAP.
2.3. Perkembangan Standar di Sektor Publik
a. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik
Saat ini, banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik yang telah
mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi, praktik akuntansi yang
dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak perbedaan khususnya dalam proses
pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat dimungkinkan oleh belum banyaknya pemerintah suatu
negara yang menerbitkan standar baku akuntansi untuk mengatur praktik akuntansi bagi
organisasi sektor publik.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, International Federation of Accountants-IFAC (Federasi
Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun sebuah
standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional yang kemudian
disebut International Public Sector Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional
Akuntansi Sektor Publik). Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun
standar tetapi juga membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh
entitas-entitas publik di seluruh dunia.
IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual basis),
namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan untuk basis kas
(cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh organisasi sektor publik yang sedang
dalam proses perubahan dari cash basis ke akrual basis. Jika demikian, maka organisasi sektor
publik yang telah memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti
ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang diatur oleh IPSAS.
Pada akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor publik
termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah regional (provinsi),
pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen kerjanya (dinas-dinas).
IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional
dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia untuk mengembangkan standar
akuntansi khusus sektor publik di negaranya.
IPSAS bertujuan ;
 meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor publik,
 menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang dilakukan oleh
entitas sektor public
 meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor public

International Federation of Accountants Public Sector Comitte (IFAC – PSC) merupakan


lembaga yang didirikan di Munich pada tahun 1977 terdiri atas organisasi akuntan internasional
yang telah menerbitkan International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) yang terdiri
dari :

 IPSAS 1 (presentation of financial statements)


 IPSAS 2 (cash flow statements)
 IPSAS 3 (Accounting Policies, Change in accounting estimates adn errors)
 IPSAS 4 (the effects of changes in foreign exchange rates)\
 IPSAS 5 (borrowing cost)
 IPSAS 6 (consilidated financial statements and accounting for controlled entities)
 IPSAS 7 (Accounting for investment in associates)
 IPSAS 8 (financial reporting of interest in joint venture)
 IPSAS 9 ( revenue from exchange Transactions)
 IPSAS 10 (Hyperinflationary economies)
 IPSAS 11 (Construction Contracts)
 IPSAS 12 (Inventories)
 IPSAS 13 (Leases)
 IPSAS 14 (Event After the Reporting Date)
 IPSAS 15 (Financial Instruments : Disclosure and Presentation)
 IPSAS 16 (Investment Property)
 IPSAS 17 (Property, Plan, and Equipment)
 IPSAS 18 (segmen Reporting)
 IPSAS 19 (Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets)
 IPSAS 20 ( Related Party Disclosures)
 IPSAS 21 (Impairment of Non-Cash-Generating Assets)
 IPSAS 22 (Disclosures of Finncial Information)
 IPSAS 23 (Revenue from Non-Exchange Transactions(Taxes and Transfer)
 IPSAS 24 ( Presentation of Budget Information in Financial Statement)
 IPSAS 25 (Employee Benefit)
 IPSAS 26 (Impairment of Cash and Generating Asset)
b. Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan
Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memerlukan waktu yang lama.   Awalnya,
dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah
diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan keuangannya sendiri. Hal ini
tentu saja menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi entitas-entitas otonom yang
harus melakukan pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangannya sendiri mendorong
perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang
merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam pasal 35
mengamanatkan bahwa “penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah”, meskipun belum ada standar
akuntansi pemerintahan yang baku.
Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan siapa yang
berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan. Sementara itu, pelaporan dan
penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan peraturan perundangan meskipun
standar belum ada. Untuk mengisi kekosongan sambil menunggu penetapan yang berwenang
menyusun dan menetapkan standar akuntansi pemerintahan dan terutama upaya untuk
mengembangkan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntable maka
pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil
inisiatif untuk membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah sistem akuntansi
keuangan daerah dari Departemen Keuangan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001. Dari Departemen Dalam Negeri keluar Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 18 Juni 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertangungjawaban dan Pengawasan Keuangan Derah serta Tata Cara
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.     
Kedua keputusan ini bukanlah standar akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor  105 Tahun 2000 maupun standar akuntansi pada umumnya. Menteri
Keuangan sebenarnya mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 308/KMK.012/2002
tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan adanya Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan
Daerah (KSAPD). Keanggotaan Komite ini terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen
Dalam Negeri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Organisasi Profesi Akuntan
IAI, dan juga kalangan perguruan tinggi. Dalam keputusan tersebut juga diatur bahwa standar
akan disusun oleh KSAPD tetapi pemberlakuannya ditetapkan dengan keputusan Menteri
Keuangan. KASPD bekerja dan menghasilkan Draft Publikasian Standar Akuntansi berupa
Kerangka Konseptual dan tiga Pernyataan Standar. KSAPD melakukan due process atas
keempat draft ini sampai dengan meminta pertimbangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
BPK berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP tersebut karena belum
mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan penyusun tidak independen karena
diangkat hanya dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan.  Perkembangan berikutnya, KSAPD
tetap bekerja dengan menambah pembahasan atas delapan draft baru yang dianggap diperlukan
dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Draft ini juga mengalami due process yang
sama seperti sebelumnya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan negara yang mengamanatkan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus berjalan.
Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa bentuk dan isi
laporan pertanggunggjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan
standar akuntansi pemerintahan.
Selanjutnya pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang independen dan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari
BPK. Kemudian pada tahun 2004 terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban
pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 56 ayat 4
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa
pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan dibentuk Komite
Standar Akuntasi Pemerintahan. Pasal 57 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
menyebutkan bahwa Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar
akuntansi pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Pasal 57 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan,
dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan pertengahan tahun 2004
telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka konseptual dan 11 pernyataan standar,
kesemuanya telah disusun melalui due procees. Proses penyusunan (Due Process) yang
digunakan ini adalah proses yang berlaku umum secara internasional dengan penyesuaian
terhadap kondisi yang ada di Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan
kebutuhan yang mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan
standar yang ditetapkan. Tahap-tahap penyiapan SAP yaitu (Supriyanto:2005):
 Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
 Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
 Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
 Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
 Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
 Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
 Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
 Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Publik
Hearings)
 Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
 Finalisasi Standar

Dari proses tersebut dihasilkanlah Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ada
enam exposure draft yang dikeluarkan:

 Penyajian Laporan Keuangan


 Laporan Arus Kas
 Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi
 Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri
 Kos Pinjaman
 Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas Kendalian

Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, penetapan Komite


SAP dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah diterbitkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
pada Tanggal 5 Oktober 2004, yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal 5 Januari 2005.

KSAP bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang


Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip akuntansi yang wajib diterapkan
dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah pusat dan/atau pemerintah
daerah.

Dengan demikian, KSAP bertujuan untuk mengembangkan program-program pengembangan


akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk mengembangkan SAP dan
mempromosikan penerapan standar tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, SAP telah
disusun dengan berorientasi pada IPSAS. Selain itu dalam penyusunannya, SAP juga telah
diharmoniskan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia.

Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh:


 International Federation of Accountant (IFAC).
 International Accounting Standards Committee (IASC).
 International Monetary Fund (IMF).
 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
 Financial Accounting Standards Board (GASB).
 Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik
Indonesia.
 Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan,
akuntansi, dan audit pemerintahan.
Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat international, dengan tetap
mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan praktik-praktik
akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber daya manusia. Selain itu, strategi peningkatan
kualitas pelaporan keuangan pemerintahan dilakukan dengan proses transisi menuju basis
akrual. Saat ini, pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva,
kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual.

SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen-


departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini
akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan
daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan 11
pernyataan, yaitu:

 PSAP 01         Penyajian Laporan Keuangan.


 PSAP 02         Laporan Realisasi Anggaran
 PSAP 03         Laporan Arus Kas
 PSAP 04         Catatan atas Laporan Keuangan
 PSAP 05         Akuntansi Persediaan
 PSAP 06         Akuntansi Investasi
 PSAP 07         Akuntansi Aset Tetap
 PSAP 08         Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan
 PSAP 09         Akuntansi Kewajiban
 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa
 PSAP 11         Laporan Keuangan Konsolidasi

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA


Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)  adalah :  Standart Profesional yang diterbitkan Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia  yang digunakan oleh Akuntan   dalam melakukan pemeriksaan
atas Entitas Pemerintah yang mengelola keuangan negara, Standart ini merupakan standart profesional
yang digunakan untuk memperoleh mutu tertinggi dalam pemeriksaan sesuai standart profesional yang
telah ditetapkan. 
Standart Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP ) adalah  Standart Profesional yang diterbitkan Institut
Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang digunakan oleh Akuntan Publik  dalam melakukan pemeriksaan atas
Entitas swsta (diluar Keuangan Negara), Standart ini merupakan standart profesional yang digunakan
untuk memperoleh mutu tertinggi dalam pemeriksaan sesuai standart profesional yang telah ditetapkan.
Standar Audit adalah ukuran mutu berupa persyaratan minimum yang harus dipenuhi oleh seorang
auditor. Saat ini, BPK telah menetapkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SKPN) sebagai standar
audit di lingkungan keuangan Negara. SPKN ini merupakan revisi dari Standar Audit Pemerintahan (SAP)
1995.
SKPN memuat standar umum yang mengatur tentang persyaratan professional auditor, standar pekerjaan
lapangan yang memuat mutu pelaksanaan audit di lapangan, dan standar pelaporan yang memuat
persyaratan laporan audit yang professional.
Berdasarkan UU no. 15 tahun 2004 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), terdapat tiga
jenis audit keuangan Negara, yaitu:
 Audit Keuangan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance),apakahlaporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif
selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
 Audit Kinerja
Pemeriksaan yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk
menilai kinerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik.
 Audit dengan Tujuan Tertentu adalah audit khusus, diluar audit keuangan dan audit kinerja yang
bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas hal yang diaudit.

Pemeriksa juga memiliki tanggung jawab secara profesi dalam melaksanakan dan melaporkan hasil
pemeriksaan sebagaimana diatur dalam SPKN. Pemeriksa harus memenuhi beberapa tanggung jawab
sebagai berikut:
 Pemeriksa secara profesional bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan
untuk memenuhi tujuan pemeriksaan;
 Pemeriksa harus mengambil keputusan yang konsisten dengan kepentingan publik dalam
melakukan pemeriksaan;
 Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan publik, pemeriksa harus melaksanakan
seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan derajat integritas yang tertinggi;
 Pelayanan dan kepercayaan publik harus lebih diutamakan di atas kepentingan pribadi;
 Pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam
menjalankan tanggung jawab profesionalnya.;
 Pemeriksa bertanggung jawab untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan
lingkup dan metodologi, menentukan pengujian dan prosedur yang akan dilaksanakan,
melaksanakan pemeriksaan, dan melaporkan hasilnya;
 Pemeriksa bertanggung jawab untuk membantu manajemen dan para pengguna laporan hasil
pemeriksaan lainnya untuk memahami tanggung jawab pemeriksa berdasarkan Standar
Pemeriksaan dan cakupan pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pernyataan Standar Pemeriksaan terdiri dari:


a. PSP 01 : STANDAR UMUM
Standar umum memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan
standar pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya. Dengan
demikian, standar umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang
melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Beberapa standar
umum yang termuat dalam PSP Nomor 01 sebagai berikut:
 Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan.
 Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern,
dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya;
 Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan,
pemeriksawajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama;
 Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan SPKN harus
memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut
harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern).
b. PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan
SPAP yang ditetapkan IAI, berikut ini:
 Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten
harus disupervisi dengan semestinya;
 Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan
audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan;
 Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit;
SPKN juga memberikan standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:
 Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup
pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas
yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan
 Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnyaserta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang
dilaksanakan;
 Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna
mendeteksi salah saji material yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian
laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi
tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap
kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan
tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-
undangan telah atau akan terjadi;
 Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang
merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut
serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa
harus menerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan
dan/atau ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran
penyajian laporan keuangan;
 Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk
mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.
 Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, danpelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat
menjadibukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi
pemeriksaan harus mendukung opini, temuan,simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.
c. PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN
Untuk pemeriksaan keuangan, SPKN memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan
IAI berikut ini:
 Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara
komprehensif (PSAP).
 Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip
akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya;
 Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali
dinyatakan lain dalam laporan audit;
 Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus Standar Pelaporan
Pemeriksaan Keuangan dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.

SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:

 Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
SPKN;
 Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa
telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan;
 Laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian intern
atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan;
 Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern,
kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan,
harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas
yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan;
 Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan
hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi
tersebut;
 Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak
yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi
wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk pelaksanaan pemeriksaan kinerja, SPKN memberikan beberapa standar sebagai berikut:
 Pekerjaan harus direncanakan secara memadai;
 Staf harus disupervisi dengan baik;
 Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang
memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa;
 Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat
menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.
e. PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA
Untuk pelaporan pemeriksaan kinerja, SPKN memberikan beberapa standar sebagai berikut:
 Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap
hasil pemeriksaan.
Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup:
i. pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan SPKN ,
ii. tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan ,
iii. hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi ,
iv. tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan,
v. pelaporan informasi rahasia apabila ada ,
vi. Pernyataan bahwa Pemeriksaan Dilakukan Sesuai dengan SPKN;
 Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta
jelas, dan seringkas mungkin;
 Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa,
pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain
yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU


Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, SPKN memberlakukan dua pernyataan standar
pekerjaan lapangan perikatan/penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut ini:
 Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya;
 Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang
dinyatakan dalam laporan.
SPKN juga memberi standar pelaksanaan tambahan sebagai berikut:

 Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan
lingkup pengujian serta pelaporan yang direncanakan atas hal yang akan dilakukan
pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta
pemeriksaan;
 Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas
rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa;
 Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi dan
merancang prosedur untuk mencapai tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus memperoleh
pemahaman yang memadai tentang pengendalian intern yang sifatnya material terhadap hal
yang diperiksa;
 (1)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk eksaminasi,
pemeriksa harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai guna mendeteksi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dapat berdampak material terhadap hal yang diperiksa.
(2)Dalam merencanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dalam bentuk reviu atau
prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang
mungkin merupakan indikasi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan. Apabila ditemukan indikasikecurangan dan/atau penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara material mempengaruhi hal yang
diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa
kecurangan dan/atau penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya
terhadap halyang diperiksa.
(3)Pemeriksa harus waspada terhadap situasi dan/atau peristiwa yang mungkin merupakan
indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan, dan apabila ditemukan indikasi tersebut serta
berpengaruh signifikan terhadap pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau ketidakpatutan tersebut telah
terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan;
 Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk
kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang terkait dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan
pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat
menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa.
g. PSP 07 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, SPKN memberlakukan empat pernyataan standar
pelaporan perikatan/penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut:
 Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi
yang bersangkutan;
 Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat
pengukur;
 Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan
penyajian asersi;
 Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria
yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang
disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh
pihak-pihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.
SPKN juga memberikan standar pelaporan tambahan sebagai berikut:
 Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan
SPKN;
 Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu harus mengungkapkan:
i. kelemahan pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang diperiksa,
ii. kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangantermasuk
pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata,
maupun penyimpangan yang mengandung unsur tindak pidana yang terkait dengan
hal yang diperiksa.
iii. ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa;
 Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern,
kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung
jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi
yang direncanakan;
 Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun
laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan
tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak
dilaporkannya informasi tersebut;
 Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa,
pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain
yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan
untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik dan layanan sipil. Organisasi
publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat
dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di
bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga
mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya,
sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman
sebagai sanksi penegakan peraturan.
2. Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan
akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan
hukum pelaksanaan reformasi tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu
Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU Keuangan Negara, UU
Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang
pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
3. Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Public Sector Accounting
Standards - IPSAS).
IPSAS bertujuan:

a. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor


publik,
b. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang
dilakukan oleh entitas sektor publik,
c. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas sektor publik.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan saran, maka penulis saran tentang organisasi sektor publik,
regulasi dan standar sektor publik sebagai berikut:

Sebagai pengontrol dan pengatur kinerja organisasi sektor publik, dibutuhkan standar
akuntansi yang dimaksudkan menjadi acuan dan pedoman bagi para akuntan yang berada dalam
organisasi sektor publik. Standar akuntansi merupakan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum
(PABU) atau Generally Accepted Accounting Principle (GAAP). Berlaku umum bermakna bahwa
laporan keuangan suatu organisasi dapat dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apapun.
Penjelasan tentang hal ini terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1
paragraf 9 dan 10 yang menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat berdasarkan standar
akuntansi tetap bisa memenuhi kebutuhan semua pengguna yang meliputi investor sekarang,
investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah dan lembaga-
lembaganya, serta masyarakat. PABU penting karena jika PABU tidak ada, maka suatu entitas harus
membuat laporan keuangan dalam banyak format karena banyaknya pihak yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi, 2006.  Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai