Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perusahaan di bidang teknologi keuangan atau financial technology


(fintech) berkembang begitu pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, termasuk
perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan (peer to peer lending) dan
lembaga penyaluran kredit. Menurut data dari OJK dan didukung dengan hasil
survey dari AFI (Asosiasi Fintech Indonesia) pertumbuhan jumlah perusahaan
fintech mencapai lebih dari 80% sejak 2015 hingga 2018, hal ini cukup
membuktikan bahwa inovasi keuangan mulai menunjukkan perkembangan yang
sangat pesat. Kemunculan fintech di Indonesia memiliki dua sisi pandangan . Bagi
sebagian orang hal ini mendorong kemudahan dan efisiensi dari permintaan dana
pinjaman oleh masyarakat (nasabah), namun sebagian pandangan lain
berpendapat bahwa, kemunculan banyak sekali lembaga penylauran kredit
(lending) akan mengancam eksistensi serta funsgsi dari perbankan/lembaga
keuangan formal. Dikhawatirkan institusi-institusi tanpa regulasi yang jelas ini akan
berkembang menjadi shadow banking dan mempengaruhi kestabilan moneter di
Indonesia.

Kemunculan istilah shadow banking di Indonesia ini sudah cukup lama


dikenal oleh kalangan praktisi, akademisi, maupun para analis. Central Bank of
Ireland mendefinisikan Shadow Banking adalah sebuah istilah untuk
menggambarkan kegiatan seperti bank (terutama pinjaman) yang terjadi di luar
sektor perbankan konvensional atau saat ini disebut sebagai lembaga intermediasi
keuangan non-bank. Sejak bencana runtuhnya Lehman Brothers di Amerika,
pergerakan shadow banking jelas memegang peranan penting menjelang
runtuhnya perekonomian dunia pada 2008. Mengambil contoh dari salah satu
institusi keuangan di Amerika Lehman brothers , yang gulung tikar akibat tingginya
tingkat NPL yang dialami karena kemudahan penyaluran kredit dana pinjaman
untuk membeli perumahan memicu krisis perekonomian di seluruh dunia tidak
terkecuali Indonesia, namun sampai saat ini fenomena shadow banking juga
belum terpecahkan di beberapa negara.

Perkembangan Shadow banking di Indonesia sendiri meningkat mulai


tahun 2011. Berdasarkan data pengamatan yang dilakukan di beberapan negara
oleh lembaga pemeringkat keuangan FSB, di Indonesia peningkatan jumlah
shadow banking rata-rata sekitar 11% setiap tahunnya. Namun untuk rasio
kecukupan modal yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara-negara
lain, membuat regulator di Indonesia dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan dan
Bank Indonesia mengalami kesulitan untuk meregulasi fintech khususnya shadow
banking itu sendiri denga beberapa pertimbangan apabila regulasi yang terlal ketat
akan menghalangi perkembangan sektor permodalan dan keuanga. Beberapa
lembaga yang disoroti seperti leasing, perusahaan pembiayaan, pemberi pinjaman
individu, hedge fund, pegadaian berpartisipasi turut berpartisipasi dalam kegiatan
shadow banking di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Shadow
banking merupakan sumber pendanaan yang populer di negara-negara
berkembang dan sangat penting bagi sektor swasta, namun permasalah disini
adalah risiko sistemik yang bisa muncul kapan saja apabila sistem dan mekanisme
nya tidak di regulasi dengan baik oleh otoritas terkait. Sementara itu jika
dibandingkan dengan shadow banking di negara-negara maju, mereka cenderung
melibatkan rantai intermediasi yang kompleks antar lembaga keuangan
(Worldbanks, 2012)

Sejauh ini belum ada dampak signifikan yang terjadi dalam perekonomian
Indonesia dalam arti kemunculan shadow banking belum terbukti menyebabkan
suatu krisis tertentu. Namun jika tidak segera di regulasi dengan benar dan tepat,
maka akan berdampak besar ke sistem keuangan, karena bukan hal yang tidak
mungkin bahwa perusahaan multifinance yang berkedok koperasi atau lembaga
fintech lainnya akan menggantikan peran bank-bank formal dalam menghimpun
dana maupun menyalurkan kredit ke masyarakat. Hal inilah yang perlu diwaspadai
otoritas terkait, yaitu Bank Indonesia, Lebaga Penjamin Simpanan, Otoritas Jasa
Keuangan, dan juga Kementrian Keuangan. Keempat lembaga ini harus segera
mengambil tindakan preventif untuk mencegah risiko-risiko yang bisa saja terjadi
akibat aktivitas shadow banking di Indonesia.

Perkembangan shadow banking di negara lain seperti China, Amerika,


Eropa, dan negara lain juga mengalami kompleksitas kegiatan yang cukup tinggi.
Di China perilaku sektor shadow banking dan bank komersial disana saling
merespon satu sama lain. Ada kekhawatiran yang berkembang tentang tantangan
yang akan dihadapi shadow banking dalam stailitas keuangan di China.Karena
sebagaian besar pinjaman dari shadow banks masuk ke proyek-proyek
infrastruktur dan proyek-proyek pemerintah, dan apabila terjadi risiko misa resesi
ekonomi atau penurunan tingkat harga aset dapat menyebabkan default. Pihak
berwenang di Cina dalam hal ini CRBC melakukan beberapa langkah seperti
peningkatan pemantauan dan pengaturan tidak langsung kegiatan shadow bank
dan upaya untuk mengubah perusahaan-perusahaan pinjaman usaha kecil
menjadi bank lokal yang melayani usaha kecil menengah.

Selain itu peningkatan aktivitas transaksi keuangan dari beberapa jenis


shadow bank , seperti trust, Q-REITS juga menjadi hal yang harus di waspadai
oleh Bank of China sebagai otoritas moneter. Menurut data dari FSB peningkatan
jumlah transaksi pada 2016 mencapai USD$ 7.011,4 Miliar sangat tinggi dari
tahun-tahun sebelumnya. Hal ini perlu disoroti, karena bukan tidak mungkin hal ini
juga berdampak pada perkonomian di China. Makalah ini akan membahas tentang
bagaimana shadow banking berkembang dan melakukan kegiatannya di China
1.2 Rumusan Masalah

1.) Bagaimana perkembangan shadow banking di China ?

2.) Bagaimana kegiatan shadow banking berdampak pada perekonomian dan


stabilitas sistem keuangan di China?

3.) Bagaimana respon dari shadow banking ketika kebijakan moneter di China
diberlakukan?

1.3 Tujuan penelitian

1.) Untuk mengetahui lebih dalah bagaimana konsep shadow banking

2.) sebagai informasi dan pengembangan terkait isu-isu dan fenomena shadow
banking terkini

3.) Sebagai dasar dalam pemberian rekomendasi kebijakan kepada otoritas terkait
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Shadow Banking

Istilah shadow banking mulai populer pasca terjadinya krisis di Amerika


pada tahun 2008 hingga dewasa ini. Fenomena ini juga tidak semata-mata
berkembang di Amerika dan Eropa saja namun juga di Benua Asia. Menurut CBI
(Central Bank of Ireland) , shadow banking adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menggambarkan aktivitas/kegiatan seperti bank, terutama pinjaman yang
terjadi di luar sektor perbankan konvensional (bank umum), atau bisa disebut
secara internasional sebagai “Intermediasi keuangan non-bank”. Pinjaman yang
dimaksud adalah memiliki mekanisme dan fungsi yang menyerupai dengan
pinjaman bank konvensional, namun tidak diatur atau dirergulasi yang sama
seperti pinjaman bank konvensional. Menurut FSB (2012) “ shadow banking as
credit intermediation involving entities and activities (fully or partially) outside the
regular banking system “. Makna yang dikemukakan oleh FSB cukup umum dan
banyak dijadikan sebagai acuan dalam berbagai penulisan tentang shadow
banking, namun makna ini memiliki beberapa kelemahan menurut IMF, yaitu
makna tersebut meliputi seluruh entitas yang tidak lazim dianggap sebagai shadow
banking,seperti leasing , kegiatan dana lindung nilai yang berorientasi pada kredit,
kendaraan dan pajak perusahaan, namun pada kenyataan entitas-entitas tersebut
juga melakukan kredit perantara. Selanjutnya yaitu definisi tersebut
menggambarkan kegiatan shadow banking yang beroperasi diluar bank
konvensional,namun dalam praktiknya banyak kegiatan shadow banking seperti
sekuritisasi, operasi agunan bank dealer, repo, dll beroperasi dalam bank. Kedua
alasan tersebut membuat definisi ini menjadi kurang luas menurut IMF. Lalu
lembaga IMF mencoba mendeskripsikan shadow banking sebagai seluruh
aktivitas keuangan, kecuali perbankan konvensional, yang bergantung pada
backstop (dukungan) swasta maupun publik (pemerintah) untuk beroperasi
(International Monetary Fund, 2014). Ketergantungan pada backstop inilah yang
membedakan shadow banking dengan kegiatan perbankan dan perantara
keuangan yang lainnya.
Sebagian besar penelitian tentang shadow banking fokus pada Amerika
Serikat, dan sedikit bicara tentang shadow banking di negara-negara lain dimana
kondisi yang dapat diamati akan terlihat dalam bentuk yang berbeda. Di Eropa,
pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan asuransi disebut senagai shadow
banking. Produk-produk berbasis penyimpan kekayaan yang ditawarkan oleh
bank-bank di China dan pinjaman-pinjaman perusahaan yang terafiliasi oleh India
juga disebut shadow banking. Belum jelas seberapa banyak kegiatan yang
memiliki kemiripan dengan kegiaan shadow banking di AS.
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Shadow Bank di China

Di China, sistem keuangan shadow banking terdiri atas produk-produk


keuangan yang dikeluarkan oleh lembaga non-bank seperti bank-trust yang
dikeluarkan oleh lembaga yang disbut trust companies , lalu Q-REITS (Quasi Real
Estate Investment Trust) yaitu sejenis produk pendanaan atas investasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang memiliki sekaligsus mengelola pendapatan
yang dihasilkan dari sektor real estate seperti apartemen, perkantoran, dan proyek
industri, dan juga produk-produk dana pinjaman yang di ciptakan oleh lembaga
dana pinjaman berskala mikro, perusahaan investasi dsb. Sistem keuangan
shadow banking didominasi oleh Bank komersial (melalui off-balance sheet
transaction), lembaga-lembaga asuransi, dan lembaga Trust, dan lembaga
keuangan kecil lainnya. Sistem Shadow Banking telah tumbuh sangat cepat pada
beberapa tahun terakhir, pengawasan oleh otoritas tekait berfokus hanya pada
bank komersial, namun pada shadow banking seperti aset-non pinjaman, trust,
sekuritas properti belum mendapat pengawasan yang ketat. Di China shadow
banking dibagi menjadi beberapa jenis lembaga keuangan yaitu :

3.1.1 Bank komersial

Produk keuangan dari bank komersial atau produk manajemen


treasury telah dipandang sebagai instrumen dengan risiko yang rendah. Tingkat
gagal bayar produk-produk bank komersial lebih rendah daripada jenis produk
lainnya. Bank komersial juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan shadow banking
dengan mentransfer deposito mereka menjadi produk-produk manajemen
kekayaan (trust) dan meminjamkan dana pada investor proyek jangka pendek.
Produk-produk manajemen kekayaan merupakan produk turunan dari saham,
obligasi, yang disekuritisasi lalu dijual kembali pada investor. Bank komersial akan
lebih baik jika di regulasi daripada meregulasi perusahaan trust atau lembaga
kredit. Undang-undang tentang bank komersial telah di keluarkan oleh Bank of
China pada tahun 1995. Lalu pada 2004 jumlah penerbit produk-produk bank
komersial dari 14 bank menjadi 100 bank pada 2011. Produk-produk manajemen
kekayaan meningkat menjadi lebih kompleks. Menurut data dari BoC peningkatan
produk-produk keuangan mencapai 114,09% selama 8 tahun.
3.1.2 Trust company

Perusahaan trust adalah suatu bisnis yang bergerak di bidang penghimpunan


kekayaan masyarakat yang akan dikelola kembali untuk dan mendapatkan
profit/benefit dari adanya pengelolaan (investasi) dari perusahaan trust. Di China
sektor trust adalah sektor terbesar ketiga pada sistem keuangan di China, setelah
sektor perbankan dan sektor asuransi, namun pada produk trust mungkin lebih
berisiko daripada produk di bank komersial. Beberapa perusahaan trust tidak
diatur dalam regulasi yang sama seperti halnya regulasi yang dilakuan pada bank
komersial. Hingga tahun 2013, Bank-bank komersial dilarang untuk
mentransaksikan produk trust.Porduk trust akan berkembang menjadi sekuritas
dan mungkin dalam bentuk lain seperti investasi. Perusahaan trust telah
mengesampingkan peraturan yang mengatur aktivitas bank komersai, dan sering
terlibat dalam aktivitas yang berisiko. Aura kepercayaan yang dikeluarkan oleh
perusahaan keuangan non-bank telah menarik perhatian untuk berinvestasi dalam
proyek yang dirahasiakan atau berisiko tinggi.Perusaahaan trust yang berinvestasi
pada obligasi pemerintah juga berisiko, karena produk ini didasarkan pada aset
dasar yang kurang stabil nilainya. Baik perusahaan keuangan trust atau bank
komersial yang melakukan usaha trust telah diregulasi, meskipun begitu beberapa
perusahaan trust memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi . Otoritas yang
mengemban regulasi telah menetapkan undang-undang dan regulasi untuk
menciptakan pembangunan produk finansial trust yang sehat.

3.1.3 Quasi-Real Estate Investment Trust

Biasa disebut Q-REITS , adalah investasi pada manajemen di sektor real estate
beserta operasionalnya. Kebanyakan dari transaksi Q-REITS terhubung dengan
kepemilikan pemerintah dalam sektor properti komersia di China. Q-REITS juga
ditransaksikan dalam bentuk sekuritas yang isinya adalah kumpulan dari daftar-
daftar dana pinjaman dalam sektor properti. Q-REITS menggabungkan risiko dari
beberapa aset yang mendasarinya. Pengetatan terhadap kebijakan dalam sektor
real estate sebagai masalah utama untuk masalah REIT. Ketika kebijakan
pembatasan pembelian rumah, maka akan terjadi fenomena penurunan harga.
Dengan demikian sejumlah agen real estate menghadapi kesulitan likuiditas,
maka dampak nya Q-REITS juga akan mengalami penurunan harga secara
bersamaan. Di China, pengembangan produk real estate sedang dalam tahap
awal dan tumbuh dengan cepat, karena pertumbuhan yang sangat cepat ini namun
tidak diimbangi dengan kekuatan permodalan dan manajemen yang baik , maka
risiko-risiko yang timbul pada aset ini juga akan semakin tinggi . Apabila terjadi
shock pada perekonomian maka bukan tidak mungkin hal ini akan menjatuhkan
harga pasar dari Q-REITS itu sendiri.

3.1.3 Credit guarantee companies

Adalah sebuah perusahaan yang menjamin kredit, dan secara tidak


langsung bersedia menanggung risiko dari suatu kredit . Perusahaan penjamin
kredit dibagi menjadi 2 jenis, yaitu perusahaan penjamin keuangan dan lembaga
penjamin non keuangan. Mekanisme penjaminannya adalah penjaminan bagi para
kreditur. Lembaga ini tidak secara lngsung terlibat pada mekanisme kreditnya ,
namun lembaga ini menjamin pembayaran dan kontrak-kontrak tertentu yang
diperjanjikan. Namun jika disadari bahwa mekanisme ini tampak sangat berisiko ,
secara tidak langsung lembaga ini tunduk pada risiko transaksi yang mereka jamin.
Baru-baru ini terdapat banyak masalah dari perusahaan pejaminan kredit yang
telah mempengaruhi sektor keuangan di China. Sebagaian besar perusahaan
penjaminan dengan modal yang rendah menghimpun uang dari lembaga dan bank
melalui premi yang diberikan oleh bank atau lembaga itu. Selain itu mereka juga
menghimpun deposit dalam bunga tinggi 10%-15%. Kemudian dana ini
dipinjamkan lagi pada pihak lain dalam bentuk pinjaman jangka pendek dan atau
diinvestasikan pada sektor real estate serta pada surat-surat berharga tertentu.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa perusahaan penjamin sedang melakukan bisnis
yang berisiko tinggi. Di China sebagian besar perusahaan penjamin meminjamkan
dan meminjam untuk tuuan bisnis, dan sangat jelas bahwa kegiatan ini akan
menciptakan risiko yang sangat tinggi.

beberapa perusahaan penjamin mengalami kesulitan, karena sangat


ketatnya kebijakan moneter di China dan pengawasan pasar real estate yang di
tingkatkan akibat potensi risiko yang tinggi. Sektor keuangan non-bank akan
meningkat kegiatannya ketika aktivitas dari perbankan terhambat. Maka
perusahan penjamin akan meminjamkan uang ke lembaga keuangan non formal.
Hal ini akan meningkatkan risiko perusahaan penjamin kredit tersebut. Pada tahun
2011, otoritas pengawasan merespon default yang terjadi pada perusahaan-
perusahaan penjamin di Cina. Respon yang di lakukan oleh Komisi Regulasi
Perbankan Cina, mengaudit dari sisi exernal pada setiap lembaga penjamin kredit,
hal ini dilakukan guna mengetahui kemana saja larinya aliran uang yang dikelola
lembaga – lembaga tersebut.

3.2 Permodelan risiko perusahaan dan hasil keseluruhan

Pada bagian ini akan dianalisa tingkat risiko kredit untuk bank komersial
pada sektor keuangan di Cina. Selain itu akan diamati pula rasio likuiditas dari
bank dan lembaga trust . Ketika disadari bahwa tidak semua bank adalah shadow
banking , maka harus diperhatikan bahwa ada dua jenis perbankan yaitu non-
shadow dan shadow banking. Sangat sulit untuk memisahakan transaksi dari
perbankan komersial dan shadow bank. Yang pertama adalah dilakukan Bank
stress test pada sektor perbankan di Cina pada 5 lembaga keuangan signifikan
(Significant Financial Institutions) , yaitu The Agricultural Bank of China, The Bank
of China, Bank of Communications, The China Construction Bank, dan The
Industrial adn Commercial Bank of China. Dalam stress test ini, diasumsikan
bahwa adanya shock dari eksternal akan berdampak pada sektor perbankan di
Cina. Fokus dari uji ini adalah lebih kepada peningkatan risiko kredit pada sistem
perbankan di Cina. Stress test pada penelitian ini didasarkan pada model yang
ada pada (Čihák, 2007). Adalah jenis stress test yang memeriksa neraca tertentu
ketika terkena dampak negatif, bagaimana dapat mempengaruhi indikator neraca
lainnya.

Selanjutnya akan dilakukan Solvency stress test . Dimana diasumsikan


bahwa banyak dari perusahaan tidak dapat membayar kewajiban mereka dan
kewajiban ini akan manjadi nonperforming loans. Jumlah NPL yang relatif besar
terjadi di Cina. Juga diuji apa yang mungkin saja terjadi jika industri di Cina tidak
dapat membayar kembali pinjaman mereka. Diasumsikan juga pinjaman di seluruh
industri adalah sebanding, hasilnya adalah peningkatan pada 10% dalam NPL di
sektor manufaktur akan mengarah pada penciptaan 3 trilliyun yuan NPL di
perusahaan-perusahaan lain . Hal ini akan menjadi ancaman nyata bagi indsutri di
Cina.

3.3 Respon otoritas moneter

Reformasi oleh otoritas moneter untuk menerapkan persyaratan BASEL III


pada shadow bank untuk meringankan risiko dari indsutri perbankan tersebut.
BASEL III akan meningkatkan kemampuan lembaga keuangan untuk menanggapi
guncangan eksternal, meningkatkan transparansi, dan memenuhi persyaratan
yang lebih tinggi untuk manajemen risiko (BIS, 2014). Namun, hubungan dekat
antar bank-bank Cina dengan perusahaan milik negara dan pinjaman yang
disisihkan secara implisit akan terus mencegah BASEL III dari berfungsi dengan
baik.

Belum jelas siapa yang akan bertanggung jawab atas banyaknya


kagagalan produk-produk manajemen kekayaan yang mungkin akan diderita para
nasabah maupun perusahaan. Bank dengan jelas meyatakan bahwa risiko dari
kegagalan produk-produk manajemen kekayaan ini akan di tanggung oleh
nasabah itu sendiri. Ada kemungkinan jika ada kejatuhan dalam produk-produk ini
maka konsumen akan melakukan protes dan Bank akan terdorong untuk menutup
kerugian.

Pada 2013 CRBC membatasi produk kerjasama berupa trust yang


memungkinkan bank untuk mengkonversi dana nasabah menjadi trust, serta
mengendalikan beberapa pelanggaran yang dilakukan sektor-sektor keuangan di
China. Regulasi terbaru juga menitikberatkan pada transparansi produk serta hak
dan kewajiban nasabah dan bank. Selain itu pemisahan bentuk produk
manajemen kekayaan mulai di bedakan antara produk shadow bank dan produk
bank komersial.

3.4 Shadow Banking dan Asuransi

Hubungan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Boubacar &
Abdullah, 2017) bahwa sektor shadow banking dengan bisnis asuransi positif
namun tidak berpengaruh signifikan pada stabilitas sistem keuangan. Semankin
tinggi tingkat aset shadow banking (asuransi) di Cina, menjadi penentu signifikan
atau tidaknya kestabilan atau tidaknya sistem keuangan Hal ini menunjukkan
bahwa sektor asuransi berpegaruh negatif tidak signifikan mempengaruhi stabilitas
sistem keuangan. Lebih tepatnya setiap kenaikan rata-rata akan terjadi penurunan
Stabilitas keuangan sebesar 1,5% untuk setiap kenaikan satu persen dalam aset
pada industri asuransi di Cina. Artinya ketika dalam suatu negara aktivitas shadow
banking meningkat maka, sektor asuransi akan mempengaruhi PDB secara
negatif signifikan. Hal ini terjadi karena meningkatnya bisnis-bisnis dan transaksi
yang berisiko termasuk asuransi, ketika stabilitas sistem keuangan mengalami
penurunan, maka akan berpengaruh pada PDB.
3.5 Shadow Banking dan Kebijakan Moneter

Berdasarkan penelitian dari (Tommaso et. al, 2017) yang meneliti


hubungan antara sistem perbankan di China, efektivitas kebijakan moneter dan
pertumbuhn ekonomi, menunjukkan bahwa sektor Shadow banking berkembang
pesat di China. DI China produk-produk shadow banking belum se kompleks yang
ada di Barat, namun karakteristik shadow banking adalah sama di kedua negara
tersebut.

Di China, efek dari pinjaman yang diberikan shadow banking akan


meningkatkan jumlah uang beredar, namun malah melemahkan efek dari
kebijakan tingkat suku bunga atau adanya kegaiatan shadow banking akan
melemahkan efek dari kebijkan moneter, singkatnya kebijakan moneter menjadi
tidak efektiv akibat respon shadow banking. Artinya kebijakan moneter di China
terhadap shadow banking dan bank kommersial tidak dapat disamakan. Bahkan
dari hasil studi ini, disarankan bahwa sektor shadow banking harus dimasukkan
sepenuhnya pada permodelan sektor keuangan di China dan perhitungan
terhadap dampak sektor keuangannya terhadap perekonomian Tiongkok. Hal ini
perlu dimodelkan dengan tepat oleh otoritas moneter, untuk mengantisipasi
perkembangan sektor shadow banking yang mungkin saja lebih maju dan canggih
kedepannya daripada saat ini. Pemerintah China tidak boleh membiarkan sekotr
keuangannya tumbuh dengan cepat tanpa adanyan regulasi yang lebih baik lagi,
dan kedepannya hal ini akan mengubah dan mempengaruhi sistem shadow
banking terhadap respon dari adanya kebijakan moneter.
BAB IV

KESIMPULAN

Dari studi ini, diketahui bahwa cukup besar transaksi pinjaman yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang menjadi objek pengamatan. Perlu disadari bahwa hal ini
pasti akan berpengaruh pada sistem keuangan di China. Kesimpulan yang dapat
di ambil adalah, pertama adalah bahwa shadow banking bukan sepenuhnya
ancaman bagi China, namun potensi risiko yang besar dapat timbul pada sistem
keuangan di China dari aktivitas shadow banking ini. Kedua, bahwa ternyata
kebijakan moneter di China tidak dapat mengcover aktivitas yang dilakukan
shadow bank, yang berarti kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas
moneter di China tidak efektiv sama sekali bagi shadow bank. Ketiga, bahwa
berarti otoritas moneter sangat perlu untuk memasukkan shadow bank pada model
kebijakan yang akan di transformasikan di China agar dapat diperhitungkan
pengaruhnya pada sistem keuangan maupun perekonomian. Dan yang terakhir
perlunya regulasi dan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan shadow banking
sebagai tindakan mitigasi risiko dan juga krisis keuangan di China.
DAFTAR PUSTAKA

Anil Ari et al. 2017. Shadow banking and market Dicipline on Traditional Banking.
IMF Working Paper.

Boubacar & Abdullah. 2017. Shadow Banking, Incsurance, and Financial Sector
Stability. Research in International Business and Finance. 42, 224-232

Greg B., Gregor M., Tomasz P., Amit S., 2018. Fintech, regulatory arbitrgae, and
the rise of shadow banks. Journal of Financial Economics. 130, 453-483.

Jianjun LI, Sara HSU, Yanzhi QIN. 2014. Shadow Banking (Institutional Risks).
China Economics Review. 31, 119-129

Octaviano C., 2012. Is Shadow Banking Dangerous for You?. Dikutip 28 Februari
2019 (15.36 WIB). https://blogs.worldbank.org

Stijn C., Lev R. 2014. What is Shadow banking?. IMF Working Paper 14/25.
International Monetary Fund

Tong Li. 2014. Shadow Banking in China (Expanding Scale, Evolving Structure).
Journal of Financial Economics Policy. 6, 198-211

Kairong Xiao. Monetary Transmission in Shadow Bank. Columbia Business


School. Paper

What is Shadow Banking ?. Central Bank of Ireland. Article. Dikutip 25 Maret 2019
(23.17 WIB). https://www.centralbank.ie

Loan Classification System. Hong Kong Monetary Authorities. Dikutip 25 Maret


2019 (19.44 WIB). https://www.hkma.gov.hk

Global Financial Stability Report. 2012. Financial Stability Board. Di Akses 17


Maret 2019 (13.17). http://www.fsb.org

Anda mungkin juga menyukai