Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pengertian akhlak secara Etimologi, menurut pendekatan etimologi, perkataan akhlak berasal
dari bahasa arab jama’ dari bentuk mufradnya” khuluqun” yang artinya budi pekerti atau tingkah
laku. Pengertian akhlak secara istilah menurut ibnu Miakawaih, akhlak yaitu sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu di sebut akhlak. Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang sudah terbiasa
akan kebiasaan perilaku yang di amalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan
tunduk kepada – Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam
bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam islam. Namun
sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan
menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni perbuatan itu selalu di ulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar). Semua yang telah di lakukan itu akan melahirkan perasaan moral
yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah. Sehingga ia bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian akhlak islami
2. Sumber akhlak islam
3. Faktor – faktor pembentukan akhlak
4. Ruang lingkup akhlak islam
5. Pentingnya akhlak islam

C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan pengertian akhlak islami
2. Menjelaskan sumber akhlak islam
3. Menjelaskan bagaimana terbentuknya akhlak
4. Menjelaskan ruang lingkup akhlak islam
5. Menjelaskan pentingnya akhlak islam

  

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak Islami


Akhlak islam terdiri dari dua kata akhlak dan islam. Akhlak berasal dari bahasa Arab yang
sudah di jadikan bahasa Indonesia yang di artikan juga sebagai tingkah laku, perangai atau
kesopanan. Kata akhlaqmerupakan jama’ taksir dari kata khuluq, yang sering juga di artikan
dengan sifat bawaan atau tabiat, adat kebiasaan dan agama.Sedangkan islam adalah kata bahasa
Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri.
Objek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT.
Akhlak islam dapat di katakan sebagai akhlak yang islami. Akhlak islami adalah akhlak yang
bersumber pada ajaran Allah dan Rosul Nya. Akhlak islami ini merupakan amal perbutan yang
sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah seorang muslim baik atau
buruk. Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar, akhlak
ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu  khaliq (pencipta) dan makhluq (yang di ciptakan).
Rasulullah di utus untuk menyempurnakan akhlak yaitu untuk memperbaiki hubungan
makhluq (manusia) dengan khalliq (Allah Ta’ala) dan hubungan baik anatara makhluq dengan
makhluq.
Kata ” menyempurnakan” berarti akhlak itu bertingkat, sehingga perlu di sempurnakan. Hal ini
menunjukan bahwa akhlak bermacam – macam, dari akhlak sangat buruk, buruk, sedang, baik,
baik sekali hingga sempurna. Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau
sendiri sudah berakhlak sempurna. Yang di jelaskan dalam al-qur’an dalam surah Al – qalam [68]:4
yang artinya: “sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai akhlak yang agung.
Akhlak (Islami) menurut Quraish Shihab lebih luas maknanya dari pada yang telah
dikemukakan  terdahulu secara mencangkup pula beberapa hal yang tidak merupakan sikap
lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak Islami adalah akhlak
yang menggunakan tolak ukur ketentuan Allah. Quraish shihab dalam hubungan ini mengatakan,
bahwa tolak ukur kelakuan baik mestilah merujuk kepada ketentuan Allah. Apa yang dinilai baik
oleh Allah pasti baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak munkin Dia menilai
kebohongan sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
“Akhlak islam” bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban
manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental. Tujuan berakhlak yang baik
untuk mendapatkan kebahagiann di dunia dan akhirat. Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan
manusia bukan semata berakhlak secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.

B. Sumber Akhlak Islam


Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi seorang muslim
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk, patut atau tidak secara utuh
diukur dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan tradisi merupakan pelengkap selama hal itu
tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Menjadikan Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber akhlak merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan.
Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia diciptakan. Pasti ada kesesuaian antara
manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang datang dari Allah SWT.
Adapun indikator akhlak yang  bersumber dari Al-Qur’an yaitu :
1. Kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyyah al-muthlaq), yaitu kebaikan yang terkandung dalam
akhlak merupakan kebaikan yang murnidalam lingkungan, keadaan, waktu, dan tempat apa
saja.
2. Kebaikannya bersifat menyeluruh ( as-shalahiyyah al-ammah), yaitu kebaikan yang terkandung
di dalamnya kebaikan untuk seluruh umat manusia.

2
3. Implementasinya bersifat wajib ( al-ilzam al-mustajab), yaitu merupakan hukum tingkah laku
yang harus dilaksanakan sehingga ada sanksi hukum.
4. Pengawasan bersifat menyeluruh (al-raqabah al-muthitah), yaitu melibatkan pengawasan Allah
Swt. Dan manusia lainnya, karena sumbernya dari Allah Swt.

C. Faktor – faktor Pembentukan Akhlak Islam


1. Al-Wiratsiyyah (Genetik)
Mansur Ali Rajab mengatakan, sifat – sifat keturunan adalah sifat – sifat (bawaan)
yang diwariskan oleh orang tua kepada keturunannya (anak dan cucunya).
Misalnya: seseorang yang berasal dari daerah Sumatera Utara cenderung berbicara
“keras”, tetapi hal ini bukan melegitimasi seorang muslim untuk berbicara keras atau kasar
karena Islam dapat memperhalus dan memperbaikinya.

2. An-Nafsiyyah (Psikologis)       
Faktor ini berasal dari nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga (misalnya ibu dan
ayah) tempat seseorang tumbuh dan berkembang sejak lahir. Semua anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah, orangtuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (Hadits).
Seseorang yang lahir dalam keluarga yang orangtuanya bercerai akan berbeda dengan
keluarga yang orangtuanya lengkap.
3. Syari’ah Ijtima’iyyah (Sosial)
Faktor lingkungan tempat seseorang mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada pada
dirinya berpengaruh pula dalam pembentukan akhlak seseorang.
4. Al-Qiyam (Nilai Islami)
Nilai Islami akan membentuk akhlak Islami. Akhlak Islami ialah seperangkat
tindakan/gaya hidup yang terpuji yang merupakan refleksi nilai-nilai islam yang diyakini dengan
motivasi semata-mata mencari keridhaan Allah.

D. Ruang Lingkup Akhlak Islam


Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran islam itu sendiri,
khususnya yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak diniah (agama/ islami) mencangkup
berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia,
binatang, tumbuhan, dan benda-benda yang tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup
akhlak islami yang demikian itu dapat dipaparkan sebagai berikut :
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai Khalik. Sikap atau perbuatan
tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebutkan diatas.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada
Allah. Pertama, karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia
dari tanah yang diproses menjadi benih. Dengan demikian sebagai yang diciptakan sudah
sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakannya. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. Al-Thariq, 86: 5-7 :
ِ ‫) يَ ۡخ ُر ُج ِم ۢن بَ ۡي ِن ٱلصُّ ۡل‬٦( ‫ق‬
ِ ‫ب َوٱلتَّ َر ِٕٓاٮ‬
)٧( ‫ب‬ ٍ ۬ ِ‫ق ِمن َّمٓا ۬ ٍء دَاف‬ َ ِ‫فَ ۡليَنظُ ِر ٱِإۡل ن َس ٰـنُ ِم َّم ُخل‬
َ ِ‫) ُخل‬٥( ‫ق‬
Artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan
dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.”

Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota tubuh yang
kokoh dan sempurna kepada manusia.

3
Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.
Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
menguasai daratan dan lautan.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah. Di antaranya
dengan cara tidak menyekutukan-Nya, takwa kepada-Nya, mencintai-Nya, ridho dan ikhlas
terhadap segala ketentuan-Nya dan bertaubat, mensyukuri nikmat-Nya, serta bedoa kepada-
Nya, beribadah, dan selalu mencari keridhoan-Nya.
Quraish shihab mengatakan bahwa titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan
dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian agung
sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan menjangkaunya. Berkenaan dengan
akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara banyak memujinya. Selajutnya sikap tersebut
dilanjutkan dengan senantiasa bertawakkal kepada-Nya, yaitu dengan menjadikan Tuhan
sebagai satu-satunya yang menguasai diri manusia.

Berikut ini beberapa contoh akhlak terhadap Allah Swt:


a. Ikhlas, yaitu melaksanakan hukum Allah semata – mata hanya mengharap ridha – Nya.
Kita melaksanakan perintah atau larangan Allah, karena mengharap balasan terbaik dari
Allah. Jadi, ikhlas itu bukan pamrih. Tetapi pamrih hanya di harapkan dari Allah berupa
keridaan- Nya.
b. Khusyu’ yaitu bersatunya pikiran dengan perasaan batin dalam perbuatan yang sedang di
kerjakannya. Ciri khusyu’ yaitu adanya perasaan nikmat ketika melaksanakannya.
c. Sabar, yaitu ketahanan mental dalam menghadapi kenyataan yang menimpa diri kita. Ahli
sabar tidak akan mengenal putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah bersama orang – orang yang sabar.
d. Syukur, yaitu merealisasikan apa yang di anugrahkan Allah kepada kita sesuai dengan
fungsinya. Semakin bersyukur kepada Allah semakin bertambah anugrah – Nya. Karena
Allah telah memberikan kebaikan kepada manusia dari yang terkecil sampai yang terbesar.
e. Do’a, yaitu memohon hanya kepada Allah Swt. Orang yang tidak berdoa kepada Allah,
karena merasa mampu dengan usahanya sendiri adalah orang yang sombong. Ia tidak
sadar bahwa semua itu berkat izin Allah. Jadi, do’a merupakan etika bagi seorang hamba
di hadapan Allah Ta’ala.

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia


Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perilaku terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan
hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang
benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang
dibelakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi
kepada yang disakiti hatinya itu.
۬ ٌ ۬ ‫قَ ۡو ۬ ٌل َّم ۡعر‬
َ ‫ُوف َو َم ۡغفِ َرةٌ خ َۡي ۬ ٌر ِّمن‬
‫ص َدقَ ۬ ٍة يَ ۡتبَ ُعهَٓا َأ ًذ ۗى‌ َوٱهَّلل ُ َغنِ ٌّى َحلِي ٌم‬
Artinya : “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun.”(QS. Al-Baqarah ;263)
Disisi lain Al-Qur’an menerangkan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara
wajar. Tidak masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam,
dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang baik.

4
‫ق بَنِ ٓى ِإ ۡس َر ٓٲ ِءي َل اَل ت َۡعبُ ُدونَ ِإاَّل ٱهَّلل َ َوبِ ۡٱل َوٲلِد َۡي ِن ِإ ۡح َسا ۬نًا َو ِذى ۡٱلقُ ۡربَ ٰى َو ۡٱليَتَ ٰـ َم ٰى‬
َ ‫َوِإ ۡذ َأخ َۡذنَا ِميثَ ٰـ‬
َ‫وا ٱل َّزڪ َٰوةَ ثُ َّم ت ََولَّ ۡيتُمۡ ِإاَّل قَلِي ۬الً ِّمنڪُمۡ َوَأنتُم ُّم ۡع ِرضُون‬ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ َّ ‫وا ٱل‬ ْ ‫اس ح ُۡس ۬نًا َوَأقِي ُم‬
ِ َّ‫وا لِلن‬ ْ ُ‫َو ۡٱل َم َس ٰـڪِي ِن َوقُول‬
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS.Al-Baqarah : 83)
Jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka
buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggil
dengan sebutan buruk. Selanjutnya yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan.
Pemaafan ini hendaknya disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula
melakukan kesalahan. Selain itu juga dianjurkan agar menjadi orang yang pandai
mengendalikan nafsu amarah, mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepetingan
sendiri.

3. Akhlak terhadap Lingkungan


Yang dimaksud dengan lingkungan disini ialah segala sesuatu yang di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada
dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia
sebagai khalifah. Ke khalifahan menurut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya
dan manusia terhadap alam. Ke khalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan,
serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum
matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada mahkluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang
berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan
manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain
setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia
sendiri.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan
oleh Allah SWT, dan menjadi milik-Nya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat”
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Pada saat jaman peperangan terdapat petunjuk Al-Qur’an yang melarang melakukan
penganiayaan. Jangankan terhadap menusia dan binatang, bahkan mencabut dan menebang
pohonpun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus
sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemashlatan terbesar. Allah berfirman :
ِ ‫ى ۡٱلفَ ٰـ‬
َ‫سقِين‬ ‫ڪتُ ُموهَا قَ ِٕٓاٮ َمةً َعلَ ٰ ٓى ُأصُولِهَا فَبِِإ ۡذ ِن ٱهَّلل ِ َولِي ُۡخ ِز َـ‬
ۡ ‫َما قَطَ ۡعتُمـ ِّمن لِّينَ ٍة َأ ۡو تَ َر‬
Artinya : “ Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang
kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah;
dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr :5)
Alam dengan segala isinya telah ditundukan Tuhan kepada manusia, sehinga dengan
mudah manusia dapat memanfaatkannya. Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan,
tetap keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehimgga mereka harus
dapat bersahabat.
Selain itu akhlak Islami juga memperhatikan kelestarian dan keselamatan binatang.
nabi Muhammad SAW. Bersabda :“Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap
binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik “.

5
Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa akhlak Islami sangat komprehensif,
menyeluruh dan mencangkup berbagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Hal yang demikan
dilakuka karena secara fungsional seluruh makhluk tersebut satu sama lain saling
membutuhkan. Punah dan rusaknya salah satu bagian dari makhluk Tuhan itu akan
berdampak negative bagi makhluk lainnya.

4. Akhlak terhadap diri sendiri


Islam mengajarkan agar manusia menjaga diri meliputi jasmani dan rohani. Organ
tubuh kita harus di pelihara dengan memberikan konsumsi makanan yang halal dan baik.
Apabila kita memakan makanan yang tidak halal dan tidak baik, berarti kita telah merusak diri
sendiri. Perbuatan merusak ini termasuk berakhlak buruk. Oleh karena itu, islam mengatur
makan dan minum tidak berlebihan. Akal kita juga perlu di jaga dan di pelihara agar tidak
tertutup oleh pikiran kotor. Jiwa harus di sucikan agar menjadi orang yang  beruntung.
Termasuk akhlak diri menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Demikian pula
para wanita muslimah, hendaknya menahan pandangan, memelihara kemaluan, dan jangan
menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak. Para wanita hendaknya menutup
dadanya dengan kain kerudung. Ajaran islam tentang menjaga kehormatan diri baik laki – laki
maupun wanita ini sungguh suci dan mulia. Tidak ada dalam ajaran agama lain yang mengatur
sedemikian cermatnya. Jika ini di laksanakan, tidak mungkin ada perzinahan, prostitusi, dan
perselingkuhan suami istri.

5. Akhlak terhadap keluarga


Akhlak terhadap keluarga meliputi ayah, ibu, anak, dan keturunannya. Kita harus
berbuat baik pada orang tua. Ibu telah mengandung kita dalam keadaan lemah yang
bertambah – tambah. Menyusui dan mengasuhnya selama 2 tahun. Bersyukurlah pada Allah
dan kedua orang tua. Jika kedua orang tua kita menyuruh berbuat dosa, maka jangan di ikuti,
tetapi pergauli lah keduanya di dunia dengan baik. Dalam berkeluarga ikutilah orang –orang
yang ada dalam jalan Allah Swt.
Dengan demikian, islam jelas mengatur tata pergaulan hidup dalam keluarga yang
saling menjaga akhlak. Sebab dalam islam semua anggota keluarga memiliki hak dan
kewajiban yang sama – sama harus di laksanakan. Seluruh anggota keluarga berperan untuk
memberikan konstribusi menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan penuh rahmah.
Hal ini akan terwujud hanya jika semuanya menjalankan hak dan kewajiban berlandaskan
akhlakul karimah.

E. Pentingnya Akhlak Islami


Akhlak ialah salah satu faktor yang menentukan derajat keislaman dan keimanan seseorang.
Akhlak yang baik adalah cerminan baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya
akhlak merupakan indikasi buruknya pemahaman seseorang terhadap aqidah dan syariah.
“Paling sempurna orang mukmin imannya adalah yang paling luhur aqidahnya.”(HR.Tirmidi).
“Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari Islam dan sesungguhnya
sebaik-baik manusia keislamannya adalah yang paling baik akhlaknya.”(HR.Thabrani, Ahmad dan
Abu Ya’la).
Keluhuran akhlak merupakan amal terberat hamba di akhirat, “Tidak ada yang lebih berat
timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaknya” (HR. Abu Daud dan At-
Tirmizi).
Akhlak merupakan lambang kualitas seorang manusia, masyarakat, umat karena itulah akhlak
pulalah yang menentukan eksistensi seorang muslim sebagai makhluk Allah SWT. Karena akhlak
merupakan suatu keadaan yang melekat dalam jiwa, maka perbuatan dikatakan akhlak jika
terpenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

6
1. Perbuatan itu dilakukan berulang – ulang. Jika seseorang melakukan perbuatan tertentu hanya
dilakukan sesekali saja, maka belum dapat disebut akhlak. Tapi ini baru disebut perilaku saja.
Apabila perilaku ini dilakukan berulang kali sehingga menjadi kebiasaan dalam dirinya, baru di
sebut akhlak. Sebab, perbuatan sesekali itu, mungkin hanya karena kondisi yang memaksa
melakukan demikian. Orang mencuri karena terpaksa dalam keadaan lapar tak tertahankan,
bukan berarti ia berakhlak buruk. Akan tetapi, apabila orang tersebut berulang kali mencuri,
maka dapat dinilai bahwa akhlak dia buruk.
2. Perbuatan itu timbul dengan sangat mudah tanpa berfikir panjang terlebih dahulu sehingga
berperilaku sponstan. Misalnya, pekerjaan sholat. Orang yang berakhlak baik dalam sholat
akan melakukannya dengan mudah tanpa di pengaruhi oleh faktor – faktor di luar sholat. Ia
tidak berfikir – fikir lagi apakah ia harus sholat atau tidak. Sebaliknya, apabila ia sholat tapi
karena riya, tentu tidak dapat di sebut berakhlak baik walaupun sholatnya di kerjakan. Jika,
akhlak bukan sekedar perbuatannya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara sederhana akhlak islami dapat di artikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran islam
atau akhlak yang bersifat islami. Kata islam yang berada di belakang kata akhlak dalam hal
menempati sebagai sifat.
Dengan demikian akhlak islami adalah perbuatan yang di lakukan dengan mudah, tanpa
paksaan, mendarah daging dan sebenarnya yang di dasarkan pada islam, dilihat dari segi sifatnya
yang universal, maka akhlak islami juga bersifat universal. Namun dalam rangka menjabarkan
akhlak islami yang universal ini di perlukan bantuan pemikiran akal manusia dan kesempatan
sosial yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.

B. Saran
Investasi akhlak yang baik dan budi pekerti yang luhur tidaklah terbatas sebagaimana investasi
harta. Apabila harta benda ada dalam genggaman seseorang, ribuan orang yang lain akan merana
karena tidak memilikinya. Bahkan investasi harta dapat menimbulkan kemarahan dan kebencian
orang lain. Akan tetapi, investasi akhlak pasti menimbulkan kesenangan dan kecintaan orang lain.
Akhlak mulia perlu diimplementasikan dalam hidup sehari – hari. Bentuk implementasinya bisa
dalam ucapan – ucapan yang mulia ( qaulan kariman) atau dalam perbuatan – perbuatan terpuji
(amal shaleh). Islam mengatur tata cara berakhlak mulia baik terhadap Allah, diri sendiri, keluarga,
tetangga, dan lingkungan.

  

8
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Deden Makbuloh, M.Ag. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Drs.Mahjuddin M.Pd.I. 2010. Akhlak Tasawuf II. Jakarta:Kalam Mulia
Drs. M. Zein Yusuf. 1993. Akhlak-Tasawuf. Semarang:Al-Husna
http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/prinsip-dasar-pembentukan-akhlak.html
Ir. Adiwarman a. Karim, S.E., MBA., M.A.E.P. 2011. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta
Utara. PT. Raja Grafindo Persada
http://ichawkhoirunnisa.blogspot.com/2016/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

9
Makalah
“ Akhlak Islami”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran :Akidah Akhlaq
Guru Pengampu: Bapak. Rokhim, S. Pd. I

Disusun Oleh:
Kelas : X. IIK

1. Novi Nur Aeni


2. Athik Dina Nasichah
3. Siti Nur Indah
4. Ferdian Galih Saputra
5. Muhammad Khoiril Wafa
6. Krishna

MANU 01 BANYUPUTIH
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Kampus I:Jl.Lapangan 9a Banyuputih,
Telp.(+62285)4469272,Fax.(+62285)666319 Post Code : 51271
Email : manu_banyuputih@yahoo.com

10
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dengan rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, dan kepada para sahabatnya.
Dalam makalah “Akhlak islami” kami akan menjelaskan apa itu akhlak islami dan memberi
penjelasan tentang akhlak, apakah seseorang sudah bisa di katakan berakhlak jika hidup nya selalu
berbuat baik atau lain sebagainya, dan akan menjadi tolak ukur kita untuk menimbang akhlak
seseorang itu baik atau tidak nya, karna insya allah kami akan menjelaskan bagaimanakah seseorang
sudah dapat di katakan berakhlak atau belum. Dan Rasulullah pun di utus untuk menyempurnakan
akhlak.
Akhir kata kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kami dalam
menyelesaikan tugas ini, bila ada kesalahan itu datangnya dari kami dan jika ada kebenaran itu
datangnya dari Allah SWT.

Banyuputih, 14 Agustus 2019

Penyusun

11
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1


A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah....................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2


A. Pengertian Akhlak Islami............................................................................................. 2
B. Sumber Akhlak Islam................................................................................................... 2
C. Faktor – faktor Pembentukan Akhlak Islam................................................................. 3
D. Ruang Lingkup Akhlak Islam....................................................................................... 3
E. Pentingnya Akhlak Islami............................................................................................. 6

BAB III PENUTUP.................................................................................................................... 8


A. Kesimpulan.................................................................................................................. 8
B. Saran............................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai