Anda di halaman 1dari 49

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Akhlak, Etika dan Karakter

1. Pengertian Akhlak

Menurut etimologi arab, akhlak adalah bentuk masdar (infinitif)

dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as-

sajiyah); kelakuan, tabiat atau watak dasar (ath-thabi’ah); kebiasaan atau

kelaziman (al-‘adat); peradaban yang baik (al-muru’ah); dan agama (ad-

din).1

Selanjutnya Mahmud merujuk pendapat Ghozali, mengatakan

dari sisi bahasa kata al-Khalaq (fisik) dan al-Khuluq (akhlak) adalah dua

kata yang sering dipakai secara bersamaan. Karena manusia terdiri dari

dua unsur fisik dan non-fisik. Unsur fisik dapat dilihat oleh mata kepala,

sedangkan unsur non fisik dapat dilihat oleh mata batin.2

Menurut Shihab walaupun kata akhlak memiliki makna tabiat,

perangai, kebiasaan, bahkan, agama tetapi tidak ditemukan dalam al-

Qur’an, yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal dari kata itu yaitu

khuluq.3 Hanya saja kata akhlak banyak ditemukan dalam al-Hadist,

seperti dalam salah satu hadist nabi yang berbunyi:

1
Ulil Amri Syarif. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Press.
Hlm: 72.
2
Ali Abdul Halim Mahmud. 2004. Akhlak Mulia,Terj. Abdul Hayyi al-Kattienie dengan judul asli
al-Tarbiyah al-Khuluqiyah. Jakarta: Gema Insani Press. Hlm: 28
3
M. Quraish Shihab. 2004. Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Ummat, Bandung: Mizan. Hlm:253

12
13

‫ اﳕﺎ ﺑﻌﺜﺖ ﻷ ﲤﻢ ﺻﺎﱀ‬:‫ ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬: ‫ﻋﻦ أﰊ ﻫﺮﻳﺮة ﻗﺎل‬
4
(‫)رواﻩ اﲪﺪ‬.‫اﻻﺧﻼق‬
Artinya: “Dari Abi Hurairoh berkata, Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya Aku hanya diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.” (H.R. Ahmad)

Adapun perkataan akhlak bersumber dari kalimat yang tercantum

dalam al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4:

    

Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang


agung”.

Selanjutnya kata akhlak tersebut menurut Ya’qub mengandung

segi-segi persesuaian dengan kata kholqun yang berarti kejadian serta erat

hubungannya dengan kholiq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan).

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

ada hubungan baik antara kholiq dan makhluq.5

Sementara menurut istilah (terminologis) terdapat pengertian

tentang akhlak, diantaranya :

a. Ibnu Maskawih mengatakan akhlak adalah keadaan jiwa yang

mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa memikirkan (lebih

lama).6

4
Al Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Juz II, (Beirut : Darul Kutub al Ilmiyah, t.th.), hlm. 504
5
Heri Gunawan. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hlm: 5.
6
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia. Hlm: 3
14

b. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam

jiwa yang darinya menimbulkan perbuatan-perbuatan yang gampang

dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan

(perenungan) terlebih dahulu.7

c. Amin sebagaimana yang dikutip oleh Ya’kub mengatakan bahwa akhlak

adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan

apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam perbuatan mereka

dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

d. Menurut Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahanawi sebagaimana

dikutip oleh Mahmud akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat,

alami, agama dan harga diri.8

e. Menurut Sa’duddin, akhlak mengandung beberapa arti, antara lain :

1) Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa

dikehendaki dan tanpa diupayakan.

2) Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan,

yakni berdasarkan keinginanannya.

3) Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang terjadi tabiat dan hal-hal

yang diupayakan hingga menjadi adat. Kata akhlak juga dapat berarti

kesopanan dan agama.9

7
Ibid. hlm: 4
8
Ali Abdul Halim Mahmud. Akhlak Mulia. Op.Cit. hlm. 34
9
M. Furqon Hidayatulloh. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:
Yuma Pressindo. Hlm: 11
15

Selanjutnya, akhlak dalam perspektif Islam, akhlak terkait erat

dengan ajaran dan sumber Islam tersebut yaitu wahyu. Sikap dan penilaian

akhlak selalu dihubungkan dengan ketentuan syari’ah dan aturannya.

Dalam Islam, ada beberapa keistimewaan akhlak yang menjadi

karekteristik, salah satunya menurut Jauhari, guru besar Akidah Filsafat di

Universitas Al-Azhar, Kairo menjelaskan beberapa karakteristik akhlak, di

antaranya:10

a. Bersifat universal.

b. Logis, menyentuh perasaan hati nurani.

c. Memiliki demensi tanggung jawab, baik pada sektor pribadi ataupun

masyarakat.

d. Tolak ukur tidak saja ditentukan dengan realita perbuatan tapi juga di

lihat dari segi motif perbuatan.

e. Dalam pengawasan pelaksanaan akhlak islami ditumbuhkan kesadaran

bahwa yang mengawasi adalah Allah SWT.

f. Akhlak islami selalu memandang manusia sebagai insan yang terdiri dari

aspek jasmani dan rohani yang harus dibangun secara seimbang.

g. Kebaikan yang ditawarkan akhlak islam adalah untuk kebaikan

manusia, mencakup tiap ruang dan waktu.

h. Akhlak Islam selalu memberikan penghargaan di dunia maupun di

akhirat bagi setiap kebaikan, demikian pula setiap keburukan diberi

sanksi atau hukuman.

10
Ulil Amri Syarif, Pendidikan, Op.Cit. hlm: 74-76
16

Dengan konsep akhlak ini, manusia diajarkan untuk selalu

berbuat baik dan mencegah perbuatan yang tidak baik dalam hubungannya

dengan Tuhannya, manusia dan makhluk lainnya. Konsep ini berhubungan

dengan sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di

dunia. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam yang berpedoman

kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai sumber utama. Akhlak

terbagi menjadi dua bagian. Pertama, akhlak baik yang dinamakan akhlak

mahmudah (akhlak terpuji), akhlak al-karimah (akhlak mulia) adalah

akhlak yang baik dan benar menurut syari’at islam. Kedua, akhlak

mamdudah adalah akhlak tercela dan tidak benar menurut syari’at islam. 11

Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian,

yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT) dan akhlak terhadap makhluq

(ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi

beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap

makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta

akhlak terhadap benda mati.

Berdasarkan penjelasan dan definisi akhlak di atas menurut

filusuf dan ajaran Islam, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala

sesuatu yang telah tertanam kuat atau terparti dalam diri seseorang, yang

akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang tanpa melalui pemikiran atau

perenungan terlebih dahulu. Artinya bahwa perbuatan itu dilakukan

dengan reflek dan spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu. Jika sifat yang

11
Ibid. Hlm: 73
17

tertanam itu darinya muncul perbuatan- perbuatan terpuji -menurut rasio

dan syari’at- maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan

jika terlahir perbuatan-perbuatan buruk maka sifat tersebut dinamakan

dengan akhlak buruk.

Pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlaq merupakan

suatu kondisi atau sifat yang telah meresap ke dalam jiwa dan menjadi

kepribadian seseorang. Kemudian timbul berbagai macam kegiatan secara

spontan dan mudah tanpa dibuat-buat, tanpa memerlukan pertimbangan

dan pemikiran.

Hal ini sesuai dengan al-Qur’an surat asy-Syams ayat 8-10 yang

mengungkapkan kecenderungan potensi baik dan buruk yang dimiliki

manusia.


Artinya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya”.

Tafsir Surat as-Syams ayat 8, 9 dan 10, yaitu bahwa setiap diri

manusia memiliki dua potensi; potensi untuk berbuat buruk dan potensi

berbuat baik atau bertakwa kepada Allah. Lalu kenapa Allah ta’ala

mendahulukan potensi berbuat buruk? Para ahli tafsir menyatakan bahwa

seseorang tidak mengetahui dalamnya ilmu tafsir, kalau ia tidak

memahami rahasia mendahulukan dan mengakhirkan. Ketika Allah ta’ala

mendahulukan potensi untuk berbuat keburukan, maka kita harus waspada,


18

jangan-jangan kebanyakan manusia lebih cenderung kepada keburukan.

Diri ini harus dibersihkan dari penyakit hati; sombong, dengki, iri, ujub,

berprasangka buruk dan sebagainya. Dibersihkan rumah tangganya dari

barang-barang haram, makanan haram, alat-alat musik yang menjadikan

diri lupa kepada Allah, dari gambar yang haram, patung dan sebagainya,

agar diri kita selalu condong kepada kebaikan. Disucikanlah diri kita

ditempat mana saja kita berada, baik di kantor, mall, jalan, perpustakaan,

dan tempat-tempat lainnya. Sebaliknya merugilah orang yang mengotori

jiwanya. Jika yang menyatakan rugi adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

maka rugi tersebut pasti benar dan kerugian itu pasti besar. Rugilah orang

yang mengotori jiwanya dengan syirik, bid’ah, kesombongan, ujub,

dendam, barang yang haram, ghibah, zina, narkoba, maka mereka adalah

orang rugi serugi-ruginya. Makanya diantara proses penyucian jiwa adalah

dengan mendatangi kajian-kajian ilmu.12

2. Etika

Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu

ethos dan ethikos, ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat

yang baik. Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan

yang baik. Kata “etika” dibedakan dengan kata “etik” dan “etiket”. Kata

etik berarti kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau

nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat. Adapun kata etiket berarti tata cara atau adat, sopan santun

12
Ibnu Katsir. 2003. Tafsir Ibnu Katsir. Bogor : Pustaka Imam Syafi’i. jilid. 7
19

dan lain sebagainya dalam masyarakat beradab dalam memelihara

hubungan baik sesama manusia.13

Sedangkan secara terminologis etika berarti pengetahuan yang

membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan

manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia.14 Dalam

bahasa Gerik etika diartikan: Ethicos is a body of moral principles or

value. Ethics arti sebenarnya adalah kebiasaan. Namun lambat laun

pengertian etika berubah, seperti sekarang. Etika ialah suatu ilmu yang

membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang

dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan

memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal

pikiran.15

Di dalam kamus ensklopedia pendidikan diterangkan bahwa etika

adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan tentang baik buruk. Sedangkan

dalam kamus istilah pendidikan dan umum dikatakan bahwa etika adalah

bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi.16

3. Karakter

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang

khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup

13
Abd Haris. 2007. Pengantar Etika Islam. Sidoarjo: Al-Afkar. Hlm: 3.
14
Ibid. hlm. 3
15
IstighfaroturRahmaniyah. 2010. Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika Prespektif Ibnu
Maskawaih. Malang: Aditya Media. Hlm: 58
16
Asmaran. 1999. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan.
Hlm: 6
20

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik

adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap

mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Lickona

mengemukakan karakter merupakan “campuran kompatibel dari seluruh

kebaikan yang didefinisikan oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum

bijaksana dan kumpulan orang yang berakal sehat yang ada dalam

sejarah”.17 Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia

yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,

hukum, tata krama, budaya, adat istiadat dan estetika.

Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-

hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Fathurrohman, dkk

mengemukakan bahwa karakter adalah kualitas atau sifat baik berdasarkan

norma yang dapat dijadikan identitas individu sebagai hasil pengalaman

belajar.18 Dengan demikian individu yang berperilaku baik dapat disebut

sebagai individu yang berkarakter. Karakter di sini dimaknai sifat yang

positif. Hal ini sejalan firman Allah SWT dalam Surat al-Qalam ayat 4

yang berbunyi:

    


Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”

17
Lickona, Thomas. 1991. Educating For Character. Terjemahan Dari Juma Abdu Wamaungo,-.
Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 81.
18
Fathurrohman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT Refika-
Aditama, hlm, 18.
21

Sebenarnya dalam kurikulum KTSP berbasis kompetensi jelas

dituntut muatan soft skill. Namun penerapannya tidaklah mudah sebab

banyak tenaga pendidik tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana

penerapannya. Soft skill merupakan bagian keterampilan dari seseorang

yang lebih bersifat pada kehalusan atau sensitifitas perasaan seseorang

terhadap lingkungan disekitarnya. 19 Mengingat soft skill lebih mengarah

kepada keterampilan psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih tidak

kasat mata namun tetap bias dirasakan. Akibat yang biasa dirasakan adalah

perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama,

membantu orang lain dan lainnya. Keabstrakan kondisi tersebut

mengakibatkan soft skill tidak mampu dievaluasi secara tekstual karena

indicator-indikator soft skill leih mengarah pada proses eksistensi

seseorang dalam kehidupannya. Pengembangan soft skillyang dimiliki oleh

setiap orang tidak sama sehingga mengakibatkan tingkatan soft skill yang

dimiliki masing-masing individu juga berbeda.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter merupakan

kombinasi ciri khusus orang atau tempat tertentu yang membuatnya

berbeda dari yang lain.20 Dengan demikian karakter adalah sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti, nilai-nilai yang unik dan baik yang

terpatri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku yang membedakan

seseorang dengan yang lain. Nilai-nilai yang unik, baik itu kemudian

19
Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. -
Refika Aditama.
20
Taufik, Imam. 2010. Kamua Bahasa Indonesia. Jakarta: Ganesa Exact, hlm, 618.
22

dalam desain induk pembangunan karakter bangsa 2010-2025 dimaknai

sebagai tahun nilai kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata kehidupan baik.

Scerenko dalam Samani dan Hariyanto mendifinasikan karakter

sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri

pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok

atau bangsa.21

Marine dalam Samani dan Hariyanto mengambil pendekatan

yang berbeda terhadap makna karakter, menurut dia karakter adalah

gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan

kemampuan, yang membangun pribadi seseorang. 22 Dumadi dalam

Adisusilo mengemukakan bahwa karakter atau watak adalah sebuah

stempel atau cap, sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang. 23 Dapat

dimaknai bahwa dari karakter seseorang akan lebih mudah diketahui dan

dikenal.

Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut

di atas, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter, maka

karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi

seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh

lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan

dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

21
Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,-
hlm, 42.
22
Ibid, hlm, 43.
23
Adisusilo, J.R ., Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai – Karakter . Jakarta PT Raja Grafindo-
Persada, hlm, 76.
23

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang

berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,

sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional pada

umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan

disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Aqib

mengemukakan bahwa karakter dikategorikan karakter sehat dan karakter

tidak sehat. Yang termasuk karakter sehat adalah afiliasi tinggi, power

tinggi, achiever, asserter, dan adventurer. Sedangkan yang termasuk

kategori karakter tidak sehat adalah nakal, pembangkang, penguasa,

provokator, tidak teratur dan nakal. 24 Dengan sederhana karakter yang

sehat adalah karakter yang bermanfaat baik bagi pribadi maupun yang lain.

Sedang karakter yang tidak sehat adalah karakter dapat merusak baik diri

sendiri atau pihak lain.

Berdasarkan telaah teoritis para ahli di atas bisa diketahui

persamaan dan perbedaan antara akhlak, etika dan karakter.

Perbedaannya, konsep akhlak berhubungan dengan sistem nilai

yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di dunia yang bersumber

dari ajaran Islam yang berpedoman kepada al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah sebagai sumber utama. Kalau etika membahas mengenai baik-

buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta

sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia berdasarkan norma

yang ada di masyarakat yang mencakup tata krama, budaya dan adat

24
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian
Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 1-3.
24

istiadat. Sedangkan karakter lebih bersifat universal yang mencakup nilai-

nilai yang bersumber dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan

nasional.

B. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dimaknai dengan suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai

tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,

lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.25

Menurut Elkind dan Sweet yang dikutip Faturrohman, dkk

pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut:

“Character education is the deliberate effort to help people


understand, care about, and act upon core ethical values. When we
think about the kind of character we want for our children, it is clear
that we want them to beable to judge what is right, care deeply about
what is right, and then do what they believe to be right, even in the
face of pressure from without and temptation from
within”.(Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh
untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai etika inti. Ketika kita berfikir tentang jenis
karakter yang kita inginkan bagi anak-anak kita, jelas bahwa kita
ingin menilai apa yang benar, peduli secara mendalam apa yang
benar, bahkan dalam menghadapi tekanan dari dalam dan godaan
dari luar).26

Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari

seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Pendidikan

25
Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
hlm: 46
26
Fathurrohman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT .Refika
Aditama, hlm, 15-16.
25

karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung

pengembangan social, pengembangan emosional, dan pengembangan etik

para siswa. Merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah

maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari

nilai-nilai etik dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan,

fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri

sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter menurut semata-mata merupakan

bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental

dari pendidikan yang baik .27

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan

yang mengembangkan karakter mulia (good character) dari peserta didik

dengan mempraktekkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan

keputusan yang beradab dalam hubungan dengan Tuhannya. Departemen

Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai

berikut: “Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan

berbuat yang dapat membantu orang-orang hidup dan bekerja bersama

sebagai keluarga, sahabat, tetangga, masyarakat dan bangsa”. Menjelaskan

pengertian tersebut dalam brosur Pendidikan Karakter (Character Education

Brochure) dinyatakan bahwa: “Pendidikan karakter adalah suatu proses yang

memberdayakan siswa dan orang dewasa di dalam komunitas sekolah untuk

memahami. peduli tentang, dan berbuat berlandaskan nilai-nilai etik seperti

respek, keadilan, kebijakan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan

27
Op.cit. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, hlm, 44.
26

(citizenship) dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada

orang lain”.28

Sementara sumber lain mendefinisikan pendidikan karakter sebagai

istilah paying (umbrella term) yang acap kali digunakan dalam

mendiskripsikan pembelajaran anak-anak dengan sesuatu cara yang dapat

membantu mereka mengembangkan berbagai hal kebaikan, sopan santun dan

etika, perilaku sehat, kritis, keberhasilan, menjunjung nilai tradisional, serta

menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial dan dapat diterima

secara sosial .29

Samani dan Hariyanto mengutip dari pendapat Lickona

mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh

untuk membangun seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan

landasan inti nilai-nilai etis secara sederhana,30 Lickona mendefinisikan

pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk

memperbaiki karakter para siswa. Samani dan Hariyanto mengutip Noll

menyatakan bahwa pada hakikatnya “pendidikan karakter dapat didefinisikan

secara luas atau secara sempit.31 Menurut Scerenko dalam Samani dan

Hariyanto pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-

sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong,

dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian(sejarah dan biografi para bijak

dan pemikir besar), serta praktik emulasi(usaha yang maksimal untuk

28
Ibid. Pendidikan Karakter. hlm, 44.
29
Ibid, hlm: 44.
30
Ibid, hlm: 45.
31
Ibid
27

mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari). 32

Faturrohman, dkk mengemukakan pendidikan karakter adalah segala sesuatu

yang dilaksanakan guru yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. 33

Pendapat di atas dapat dipahami adanya dua hal, pertama pendidikan karakter

menurut upaya yang sungguh-sungguh dari guru untuk menggunakan

berbagai pendekatan dan metode serta strategi dalam menanamkan nilai-nilai

karakter pada peserta didik. Kedua adanya tujuan agar peserta didik

terpengaruh dan mengikuti apa yang menjadi harapan dan keinginan guru

yaitu melaksanakan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.

Sehingga pendidikan karakter yang dirancang di sekolah, dapat membentuk

perilaku peserta didik dengan mempengaruhi agar dilakukan secara langsung

menerapkan nilai-nilai tersebut.

Selanjutnya juga ditulis oleh Athur bahwa Lockwood memerinci ada

tiga proposisi sentral dalam pendidikan karakter. “Pertama, bahwa tujuan

pendidikan moral dapat dikejar/dicapai, tidak semata-mata membiarkannya

sekedar sebagai kurikulum tersembunyi yang tidak terkontrol, dan bahwa

tujuan pendidikan karakter telah menjadi konsensus bersama. Kedua, bahwa

tujuan-tujuan behavioral tersebut adalah bagian dari pendidikan karakter,

Ketiga, perilaku antisosial sebagai bagian kehidupan anak-anak adalah

sebagai hasil dari ketidakhadiran nilai-nilai dalam pendidikan”. 34 Jadi,

pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepeda peserta didik

32
Ibid
33
Fathurrohman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT.
Refika Aditama. hlm: 16.
34
Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
hlm, 46.
28

untuk menjadi manusia sutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,

raga, serta rasa dan karsa.

Menurut Tafsir, karakter itu merupakan penanda bahwa seorang itu

layak atau tidak layak disebut manusia.35 Pendidikan karakter tidak dapat

dipisahkan dengan nilai-nilai agama, karena moral dan nilai-nilai spiritual

sangat fundamental dalam dalam membangun kesejahteraan dan organisasi

sosial.36

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,

pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan

baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam

kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter dapat pula

dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik

mengenak, peduli, menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik

berperilaku sebagai insan kamil.

Megawangi mengemukakan ada 9 pilar karakter yang mestinya

diajarkan pada peserta didik, yaitu (1) cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya

(2) kemandirian dan tanggung jawab (3) kejujuran/Amanah (4) bijaksana,

hormat dan santun (5) dermawan, suka menolong, dan gotong royong (6).

percaya diri, kreatif, dan pekerja keras (7) kepemimpinan dan keadilan (8)

35
Ahmad Tafsir. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011. Hlm: iv
36
Majid merujuk kepada jurnal internasional: The Journal of Moral Education,
volume 36 tahun2007, yang mengangkat pokok bahasan nilai-nilai ajaran Islam.
hlm: 58
29

baik dan rendah hati (9) toleransi, kedamaian dan kesatuan. 37 pendidikan

karakter juga dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter

kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau

kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil. Penanaman nilai kepada warga

sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru dan efektif jika tidak

hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non pendidik di

sekolah semua harus terlibat dalam pendidikan karakter.

C. Pendidikan Karakter yang dikembangkan

1. Karakter Berdasarkan Pancasila

Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi

tercapainya tujuan hidup. Karakter dapat mendorong untuk menentukan

pilihan yang terbaik dalam hidup.Bagi bangsa Indonesia setiap pilihan

dalam menentukan pilihan berperilaku harus dilandasi oleh Pancasila.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh kemajemukan

dengan multi suku, multi ras, multi bahasa, multi adat, dan tradisi.Untuk

tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kesadaran

untuk menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika merupakan suatu condition

sine quanon, syarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi,

karenapilihan lainnya adalah runtuhnya Negara ini.

37
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter. Bogor: Heritage Foundation, hlm, 93.
30

Samani dan Hariyanto mengungkapkan bahwa karakter yang

berlandaskan falsafah Pancasila maknanya adalah setiap aspek karakter

harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif. 38

Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila maknanya dalam setiap

aspek karakter adalah sebagai berikut:

a. Karakter yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Merupakan bentuk kesadaran dan perilaku iman dan taqwa

serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. 39

Dalam kaitan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia

Indonesia adalah manusia yang taat menjalankan kewajiban agamanya

masing-masing, berlaku sabar atas segala ketentuan-Nya, ikhlas dalam

beramal, tawakal, dan senantiasa bersyukur atas apa pun yang telah

dikaruniakan Tuhan kepadanya. Dalam hubungan antar manusia,

karakter ini dicerminkan antara lain dengan saling hormat-

menghormati, bekerja sama, dan kebebasan menjalankan ibadah sesuai

dengan ajaran agamnya, tidak memaksakan agama dan kepercayaannya

kepada orang lain, juga tidak melecehkan kepercayaan agama

seseorang.

38
Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, -
hlm, 22-24.
39
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian -
Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 53.
31

b. Karakter yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar warga

dalam masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan (civic) yang

saling bertanggung jawab, juga adanya saling hormat menghormati

antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan perilaku sebagai

warga Negara yang baik, adil dan beradab pada gilirannya karakter

citizenship (perilaku sebagai warga Negara yang baik) ini akan

memunculkan perasaan hormat dari bangsa lain. 40 Karakter

kemanusiaan tercermin dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak

dan kewajiban, saling mengasihi, tenggang rasa, peduli, tidak semena-

mena terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan,

menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani membela kebenaran dan

keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh warga bangsa

dan umat manusia.

c. Karakter yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Memiliki komitmen dan perilaku yang sangat mengutamakan

persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan.41 Karakter kebangsaan seseorang tercermin

dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan

keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan, suka

40
Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT . -
Refika Aditama, hlm, 45.
41
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian -
Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 41.
32

bergotong royong dengan siapa saja saudara sebangsa, rela berkorban

untuk kepentingan bangsa dan Negara, bangga sebagai bangsa

Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa

Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa,

cinta tanah air dan bansa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.

d. Karakter yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan

Hak Asasi Manusia

Bangsa ini merupakan bangsa yang demokratis yang tercermin

dari sikap dan perilakunya yang senantiasa dilandasi nilai dan semangat

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, menghargai pendapat orang lain. 42

Hikmat kebijaksanaan mengadung arti tidak hanya tirani mayoritas

(majority tyranny) atau sebaliknya juga tidak ada tinari minoritas

(minority tyranni).43 Tidak ada yang memaksakan kehendak atas nama

mayoritas, atau selalu berharap adanya toleransi (walau salah dan

merugikan sebagian besar warga bangsa) atas nama minoritas.44

Karakter kerakyatan tercerminkan dari sikap ugahari dan bersahaja,

karena sikap tenggang rasanya terhadap rakyat kecil yang menderita,

selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan Negara,

mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil

42
Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. -
Refika Aditama.
43
Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP / MTS Kelas 1x .Jakarta:-
PT .Perca, hlm, 42.
44
Ibid, hlm, 42.
33

keputusan untuk kepentingan bersama, beritikad baik dan bertanggung

jawab dalam melaksanakan keputusan bersama, menggunakan akal

sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah, berani

mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta selalu dilandasi nilai-nilai

kebenaran dan keadilan.

e. Karakter yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan

Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan rakyat dan seluruh bangsa Indonesia. 45 Karakter

berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga adanya

kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan, menjaga

harmonisasi antara hak dan kewajiban, hormat terhadap hak-hak orang

lain, suka menolong orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap

orang lain, tidak boros, tidak bergaya hidup mewah, suka bekerja keras,

menghargai karya orang lain.

2. Beberapa Indikator Pendidikan Karakter Bangsa

Seringnya tawuran antar pelajar dan menurunnya karakter

berkebangsaan pada generasi maka dicetuskan pendidikan karakter bangsa

sebagai wujud pendidikan karakter kebangsaan kepada peserta

didik.Pelaksanaan pendidikan karakter bangsa di Indonesia tidak berdiri

sendiri tetapi berintegrasi dengan pelajaran-pelajaran yang ada dengan

45
Muslich : Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional-.
Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 65.
34

memasukkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia. 46

Pendidikan karakter bangsa bias dilakukan dengan pembiasaan nilai moral

luhur kepada peserta didik dan membiasakan mereka dengan kebiasaan

(habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan.

Samani dan Hariyanto, mengemukakan bahwa dalam publikasi

Pusat Kurikulum telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk karakter

yang merupakan hasil kajian Pusat Kurikulum. Nilai-nilai yang bersumber

dari agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Berikut

Indikator nilai karakter bangsa sebagai bahan untuk menerapkan

pendidikan karakter bangsa:47

a. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama

lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,

dan pekerjaan.

c. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari

dirinya.

d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

46
Muslich :Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional-
Jakarta: Bumi Aksara, hal, 91.
47
Samani, Muchlas; Haryanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, -
hlm,, 76.
35

e. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan

tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri: Sikap da perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelsaikan tugas-tugas.

h. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama

hak dan kewajibannya dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari,

dilihat, dan didengar.

j. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan

yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan

politik bangsa.

l. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,

mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.


36

m. Bersahabat/Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi.

q. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya baik terhadap dirinya senidir, masyarakat,

lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha

Esa.

Dari delapan belas nilai karakter tersebut dapat menggolongkan

menjadi nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, karakter dalam

hubungannya dengan diri sendiri, dan karakter dalam hubungannya dengan

orang lain (masyarakat dan bangsa) dan karakter dalam hubungannya

dengan lingkungan sekitar, namun hanya menitikberatkan pada nilai

karakter religius, disiplin dan tanggung jawab.


37

D. Manajemen Pendidikan Karakter

Nurdin mengutip pendapat Hersey dan Blanchard mengemukakan

bahwa manajemen sebagai proses kerja sama melalui orang-orang lain atau

kelompok untuk mencapai tujuan organisasi yang diterapkan pada semua

bentuk dan jenis organisasi.48 Ali merujuk pendapat Suradinata manajemen

adalah kemampuan yang berhubungan dengan untuk mencapai tujuan tertentu

dengan jalan menggunakan manusia dan berbagai sumber yang tersedia

dalam organisasi dengan cara seefesien mungkin. 49 Hidayat dan Machali

mengutip pendapat Handoko mengemukakan bahwa manajemen adalah

sebegai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk

memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja sama untuk mencapai

tujuan.50 Pendapat yang lain adalah menyatakan bahwa manajemen adalah

sebagai seni untuk mendapat segala sesuatu dilakukan melalui orang lain . 51

Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa manajemen adalah proses

menggunakan sumber daya organisasi dengan menggunakan orang lain untuk

mencapai tujuan oraganisasi.

Stoner dan Freeman dalam Wibowo mengemukakan bahwa

manajemen merupakan proses menggunakan sumber daya organisasi untuk

mencapai tujuan organisasi melalui fungsi planning dan decision making,

organizing, leading, dan controlling. Sehingga manajemen juga dapat

48
Nurdin, Diding. 2009. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian ii: Ilmu Pendidikan Praktis -.
Bandung : PT Imperial Bhakti Utama, hlm, 225.
49
Ali, Eko, Maulana 2012, Kepemimpinan Transformasional Dalam Birokrasi-
Pemerintahan.Bandung : PT .Multicerdas Publising, hlm, 183.
50
Hidayat, Ara: Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba, hlm, 70.
51
Wibowo. 2012. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm,19.
38

dikatakan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, dan

mengawasi.52 Mutohar mengutip pendapat Stooner mengemukakan bahwa

manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan pengguna sumber-sumber

daya organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan.53

Hidayat dan Machali terdapat titik temu dari para tokoh dalam

menyebutkan fungsi manajemen. 54 Fungsi manajemen menurut para pakar

adalah serangkaian kegiatan yang dijalankan mengikuti tahapan tertentu

dalam pelaksanaannya dan bila dicermati terdapat 4 fungsi utama dalam

manajemen meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerak (actuating), pengawasan (controlling). Dengan demikian

manajemen dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan

organisasi melalui orang lain dan sumber daya organisasi yang lain dengan

menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari fungsi perencanaan, fungsi

pengorganisasian, fungsi penggerak, dan fungsi pengawasan.

1. Fungsi Perencanaan

Perencanaan adalah proses yang dilakukan untuk mewujudkan

kondisi di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang

tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.. Hidayat dan

Machali mengemukakan bahwa perencanaan memiliki dua pengertian

52
Ibid, hlm, 33.
53
Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm,
33.
54
Hidayat, Ara: Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba, hlm, 17.
39

yaitu perencanaan sebagai proses dan perencanaan sebagai penetapan

tujuan.55 Kegiatan dalam fungsi perencanaan meliputi: menetapkan tujuan

dan target organisasi, merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan

target organisasi tersebut, menentukan sumber-sumber daya yang

diperlukan, menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian

tujuan dan target organisasi.

2. Fungsi Pengorganisasian

Kegiatan dalam fungsi pengorganisasian meliputi: (1).

Mengalokasikan sumber daya, (2). Merumuskan dan menetapkan tugas,

dan menetapkan prosedur yang diperlukan, (3). Menetapkan struktur

organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggung

jawab. (4). Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan

pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja. (5). Kegiatan

penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat. 56

Pengorganisasian proses dalam mendesain dalam sebuah struktur

organisasi yang tepat dan tangguh, system dan lingkungan organisasi yang

kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi

dapat bekerja secara efektif dan efisien gunan pencapaian tujuan

organisasi.

3. Fungsi Penggerak

Menggerak atau actuating adalah suatu tindakan untuk

mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai

55
Hidayat, Ara: Machali, Imam. 2012. Pengelolaan Pendidikan. Yogyakarta: Kaukaba, hlm, 41.
56
Ibid, hlm. 42.
40

sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha

organisasi.57 Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar

mau bekerja dengan sendiri atau penuh kesadaran secara bersama-sama

untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif.

4. Fungsi Pengawasan

Pengawasan adalah proses yang dilakukan untuk memastikan

seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan

diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan. 58

Kegiatan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian meliputi:

mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target organisasi

sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan, mengambil langkah

klarifikasi dan koreksi atas penyimpanan yang mungkin ditemukan dan

melakukan berbagai alternative solusi atas berbagai maslah yang terkait

dengan pencapaian tujuan dan target bisnis. 59

Manajemen pendidikan adalah gabungan dua kata yang

mempunyai satu makna yaitu “manajemen” dan “pendidikan”, secara

sederhana manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang

diterapkan dalam dunia pendidikan. Manajemen Pendidikan pada dasarnya

adalah alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. 60

Mutohar mengemukakan bahwa manajemen pendidikan pada hakikatnya

adalah suatu proses penataan kelembagaan pendidikan yang melibatkan

57
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 45.
58
Rohiat.2010. Manajemen Sekolah TeoriI Dasar dan Praktik. Bandung: Aditama, hlm, 63.
59
Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm,
88.
60
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 5.
41

sumber daya manusia dan non manusia dalam menggerakkannya untuk

mencapai tujuan pendidikan. 61

Dengan demikian manajemen pendidikan karakter adalah proses

yang melibatkan sumber daya organisasi dengan menerapkan fungsi-

fungsi manajemen untuk mencapai tujuan pendidikan karaketr di suatu

lembaga pendidikan. Fungsi manajemen yang diteliti dalam penelitian ini

adalah fungsi perencanaan dan fungsi penggerakkan pendidikan karakter

di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec.

Nalumsari Kab. Jepara.

E. Desain Pendidikan Karakter

Secara teoretis ada dua desain (model) yang ditawarkan banyak pihak

dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah. 62

a. Pendidikan karakter diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri

b. Pendidikan karakter diposisikan sebagai misi setiap mata pelajaran atau

diintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran.

Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai

pokok bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan diri

dan budaya satuan pendidikan. Oleh karena itu pendidik dan satuan

pendidikan perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam

pendidikan karakter ke dalam Kurikulum, silabus yang sudah ada. Prinsip

61
Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm,
34.
62
Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hlm. 269
42

pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter

mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter

sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang

diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan

pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan

diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap,

dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong

peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial. 63

Agaknya banyak sekolah yang menerapkan model pendidikan

karakter diposisikan sebagai misi setiap mata pelajaran atau diintegrasikan

kedalam setiap mata pelajaran. Pendidikan karakter yang di dorong oleh

pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak akan membebani

guru dan siswa, sebab hal-hal yang terkandung dalam pendidikan karakter

sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, namun selama ini tidak

dikedepankan dan diajarkan secara tersurat. Jadi pendidikan karakter tidak

diajarkan dalam mata pelajaran khusus, namun dilaksanakan melalui

keseharian pembelajaran yang sudah berjalan di sekolah. Hal ini juga yang

dilaksanakan di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Nalumsari

Kab. Jepara.

63
Kemendiknas. Desain Induk Pendidikan Karakter. Hlm: 11.
43

F. Implementasi Pendidikan Karakter

Penerapan strategi pendidikan karakter akan nampak dalam

implementasi pendidikan karakter di sekolah.Pendidikan karakter menekan

pada keteladan, penciptaan lingkungan, dan pembiasaan melalui berbagai

tugas keilmuan dan kegiatan kondusif. Implementasi pendidikan karakter

terbentuk dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh

peserta didik. Penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondisif

juga turut membentuk karakter peserta didik. Penciptaan lingkungan yang

kondusif dapat dilakukan melalui: penugasan, pembiasaan, pelatihan,

pembelajaran, pengarahan dan keteladan.

Mulyasa mengemukakan bahwa implementasi pendidikan karakter

terbentuk penciptaan iklim dan budaya serta lingkungan yang kondusif yang

turut menbentuk karakter peserta didik.64 Penciptaan lingkungan yang

kondusif dapat dilakukan melalui: penugasan, pembiasaan, pelatihan,

pembelajaran, pengarahan dan keteladan. Pemberian tugas yang disertai

pemahaman akan manfaat dan tujuannya yang membuat peserta didik akan

mengerjakannya dengan penuh kesadaran, pemahaman, kepedulian dan

komitmen yang tinggi. Setiap kegiatan yang dimaksud harus mengandung

unsur-unsur pendidikan.

Dari uraian di atas peneliti membagi implementasi pendidikan

karakter di Madrasah Tsanawiyah Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec.

Nalumsari Kab. Jepara:

64
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 10.
44

1. Kebijakan

Pendapat Knezevich yang dikemukakan Jones dan Walters

mengemukakan bahwa sebuah kebijakan adalah merupakan pernyataan

umum yang berorientasi pada tujuan tentang sebuah keharusan untuk

bertindak, atau berperilaku melalui sebuah cara khusus dalam menghadapi

situasi tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu diantara kemungkinan

yang ada.65 Sehingga dapat dipahami sebagai sebuah cara dalam

menghadapi sebuah situasi atau dalam mencapai sebuah tujuan melalui

sebuah perencanaan yang jelas dan konsisten. Secara sederhana kebijakan

adalah sebagai panduan untuk sebuah tindakan.

Komalasari mengemukakan bahwa kebijakan publik merupakan

serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan yang mempunyai

tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Kebijakan itu berguna

sebagai pedoman atau pegangan bersama dalam masyarakat. 66 Dari

pengertian di atas yang dimaksud kebijakan dalam suatu sekolah adalah

serangkaian tindakan yang ditetapkan kepala sekolah sebagai pedoman

dalam perilaku bagi warga sekolah. Dalam pendidikan, kebijakan yang

dimaksud adalah sebagai panduan untuk sebuah tindakan dalam implentasi

pendidikan karakter yang ditetapkan di sekolah dalam rangka

melaksanakan strategi pendidikan karakter yang telah dirumuskan.

65
Jones, James, J.: Walters, Donald, l. 2008. Human Resource Manajement In Education-.
Yogyakarta: Q-Media, hlm, 443.
66
Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP / MTS Kelas 1x .Jakarta:-
PT .Perc, hlm, 52.
45

2. Tindakan

a. Tindakan Kepala Sekolah

Tindakan kepala sekolah dalam implementasi pendidikan

karakter adalah dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen terutama

fungsi achtuating artinya dalah menggerakkan orang-orang agar mau

bekerja dengan diri sendiri atau penuh kesadaran secara bersama-

samauntuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. 67 Dalam

hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership). Di samping

itu juga fungsi pengawasan atau sering juga disebut pengendalian

adalah satu diantara beberapa fungsi manajemen berupa mengadakan

penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan

bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan tujuan yang telah

digariskan semula. Pengawasan merupakan tindakan seseorang manajer

untuk menilai dan mengendalikan jalan suatu kegiatan yang mengarah

demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

b. Dewan Guru

Tindakan guru dalam bentuk keteladanan, arahan dan

bimbingan terhadap peserta didik di sekolah. 68 Tindakan guru

dikembangkan dalam kegiatan baik intrakurikuler (proses

pembelajaran), maupun ekstrakulikuler, dalam jam pelajaran ataupun di

luar jam pelajaran.

67
Sa’ud, Udin, Syaefudin; Makmun, Abin, Syamsudin. 2006. Perencanaan Pendidikan. Bandung:-
: PT Remaja Rosda Karya, hal 70.
68
Nurdin, Diding. 2009. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian ii: Ilmu Pendidikan Praktis-.
Bandung : PT Imperial Bhakti Utama, hal, 73.
46

c. Peserta Didik

Peserta didik sebagai obyek dan sebagai subyek dalam

pendidikan adalah kondisi yang amat penting dalam keberhasilan

sebuah proses pendidikan. Tindakan peserta didik dalam mewujudkan

nilai-nilai karakter adalah sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan

karakter di sekolah.69 Tindakan peserta didik dimaksud adalah

penerapan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam kehidupan di

sekolah dan diharapkan akan dilakukan juga dalam kehidupan

masyarakat yang lebih luas. Penerapan nilai-nilai karakter di sekolah

akan tercermin dalam tindakan dalam hubungan, baik kepada Tuhan,

kepala sekolah dan guru juga antar sesama peserta didik.

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan dan Hasil Pendidikan

Karakter

Penerapan strategi dapat diperlukan pula adanya upaya untuk

memaksimalkan pendidikan karakter sehingga mencapai hasil yang optimal.

Mulyasa mengemukakan bahwa untuk mencapai hasil yang optimal

diperlukan usaha sungguh-sungguh.70 Usaha yang dimaksud adalah dengan

menekankan dengan high standard, antara lain mencakup kerja sama, kerja

cerdas, dan kerja ikhlas, serta memegang teguh disiplin dan harus dijadikan

pedoman dalam pendidikan di sekolah. Dalam upaya memaksimalkan

pendidikan karakter dilakukan tidak hanya terbatas pada jam-jam pelajaran


69
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian-
Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 108.
70
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 10.
47

saja tetapi di luar jam pelajaran baik dalam kegiatan ekstrakurikuler atau

pembiasaan yang lain. Dalam kegiatan tersebut disamping diterapkan nilai-

nilai karakter melalui kedisiplinan juga kegiatan yang lain misalnya melalui

pembinaan dan keteladanan Pembina ekstrakulikuler atau guru yang ditugasi

dalam ekstrakulikuler.

Mulyasa mengemukakan bahwa Iztihady atau Kaizen merupakan

konsep usaha sungguh-sungguh untuk menncapai hasil yang optimal. 71 Usaha

sungguh dimaksudkan dengan menekankan pada high standard, antara lain

mencakup kerja sama, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, serta memegang teguh

disiplin dan harus dijadikan pedoman dalam pendidikan di sekolah. Mulyasa

mengemukakan bahwa sedikitnya terdapat 8 (delapan) faktor yang perlu

diperhatikan dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah. Kedelapan

faktor tersebut adalah:

1. Memahami Hakikat Pendidikan Karakter

Memahami hakikat pendidikan karakter di sekolah adalah penting

karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran, pemahaman,

kepedulian dan komitmen, dan selanjutnya tindakan. 72 Sehingga

keberhasilan pendidikan karakter di sekolah sangat bergantung pada

kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen seluruh warga sekolah

terhadap penyelenggaraan pendidikan karakter tersebut.

71
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal,43.
72
Fathurrahman., Suryana, DKK. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: PT. -
Refika Aditama, hal, 3.
48

2. Sosialisasi dengan Tepat

Dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah sosialisasi

turut menentukan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah. 73

Sosialisasi ini penting karena agar seluruh warga sekolah mengenal dan

memahami visi dan misi sekolah serta pendidikan karakter yang akan

dilaksanakan di sekolah tersebut. Bagi yang sudah memahaminya

sosialisasi dapat dilaksanakan secara langsung oleh kepala sekolah.

Namun bagi yang belum memahami dapat mengundang ahlinya.

Sosialisasi sebaiknya mengundang komite sekolah dan orang tua peserta

didik untuk mendapatkan pertimbangan, masukan dan saran serta

dukungan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.

3. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif

Lingkungan kondusif di sekolah turut menentukan dalam

menyukseskan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah baik

lingkungan fisik maupun nonfisik. 74 Lingkungan yang aman, nyaman dan

tertib di tunjang dengan optimis dan harapan yang tinggi dari seluruh

warga sekolah, serta kegiatan yang berpusat pada peserta didik (student

centered activities) merupakan iklim yang dapat membangkitkan gairah

dan semangat belajar sehingga pelaksanaan pendidikna karakter mencapai

hasil yang diharapkan.

73
Mutohar, Prim, Masrokan. 2013. Manajemen Mutu Sekolah . Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, hlm,
17.
74
Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, hlm,-
55.
49

4. Dukungan dengan Fasilitas dan Sumber Belajar Yang Memadai

Kesuksesan pendidikan karakter juga tidak lepas dari adanya

dukungan fasilitas dan sumber belajar yang memadai, agar kurikulum yang

sudah dirancang dapat dilaksanakan secara optimal. 75 Fasilitas yang ada

perlu dikembangkan dan didayagunakan dalam memaksimalkan dan

menyukseskan implementasi pendidikan karakter. Fasilitas tersebut antara

lain laboratorium, pusat sumber belajar, perpustakaan dan tenaga

pengelola yang professional.

5. Menumbuhkan Disiplin Peserta Didik

Mulyasa mengutip pendapat Reisman dan Payne

mengemukakan bahwa terdapat 9 (Sembilan) strategi untuk

mendisiplinkan peserta didik yaitu konsep diri, ketrampilan

berkomunikasi, konsekuensi logis dan alami, klarifikasi nilai, analisi

transaksional, terapi realitas, disiplin yang terintegrasi, modifikasi prilaku

dan tantangan bagi disiplin.76 Disiplin diri peserta didik bertujuan

membantu menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya

permasalahan disiplin serta berusaha menciptakan suasana yang aman,

nyaman, dan menyenangkan dalam proses pembelajaran, sehingga

peserta didik mentaati segala peraturan dengan penuh kesadaran dan

tanpa paksaan.

75
Nurdin, Diding. 2009. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian ii: Ilmu Pendidikan Praktis,-
Bandung : PT Imperial Bhakti Utama, hlm, 20.
76
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarata. Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm, 27.
50

6. Kepala Sekolah yang Amanah

Kepala sekolah yang amanah dan profesional harus berusaha

menanamkan dan memajukan serta meningkatkan sedikitnya 4 hal,

yakni: pembinaan mental, moral, fisik dan arsitik.77 Kepala sekolah yang

amanah merupakan salah satu faktor pendorong dalam mewujudkan visi,

misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang

dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Kepala sekolah yang

amanah diperlukan terutama untuk menggerakkan sumber daya sekolah

dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah,

sarana dan sumber belajar, pelayanan peserta didik, hubungan

masyarakat, penciptaan iklim sekolah dan manajemen keuangan.

7. Mewujudkan Guru yang Dapat Digugu dan Tiru

Dalam mensukseskan pendidikan karakter guru sebagai

pengganti peran orang tua di sekolah perlu memiliki kesadaran,

pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk membimbing peserta didik

manusia yang sholeh, berakhlak mulia dan bertaqwa, maka diperlukan

sosok guru yang dapat digugu dan ditiru. 78 Mengingat pendidikan

karakter menekankan pada aspek sikap, nilai dan watak peserta didik

sehingga dalam pembentukannya harus dimulai dari gurunya. Hal ini

sejalahn dengan firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat: 21:

77
Muslich :Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 53.
78
Komalasari, Kokom. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMP / MTS Kelas 1x .Jakarta:-
PT .Perca, hlm, 65.
51

            

    


Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah”.
8. Libatkan Seluruh Warga Sekolah

Upaya melibatkan seluruh warga sekolah dapat dilakukan dalam

3 langkah, yaitu: tanggungjawab dan keteladanan, penerapan nilai-nilai

dan norma-norma di sekolah, melakukan refleksi moral bagi para staf

karena hal ini berarti membantu untuk memastikan bahwa sekolah

berjalan sebagai satu kesatuan. 79 Keberhasilan pendidikan karakter di

sekolah sangat ditentukan oleh keberhasilan kepala sekolah dalam

melibatkan seluruh warga sekolah.

H. Kerangka Pikir

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa merupakan pendidikan

yang membentuk peserta didik memiliki nilai-nilai budaya dan karakter

bangsa serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap

satuan pendidikan, termasuk sekolah dasar wajib menyelenggarakan

pendidikan karakter di sekolah. Peran dari setiap warga di lingkungan sekolah

sangat dibutuhkan dalam penyelanggaraan pendidikan karakter. Peran-peran

tersebut mencakup pengambilan kebijakan serta implementasinya di setiap

sekolah.

79
Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian-
Anak. Bandung: CV Yrama Widya, hlm, 30.
52

Berdasarkan paparan di atas, kerangka pikir dalam penelitian

digambarkan sebagai berikut:

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa

Kebijakan pendidikan Karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang

Penentuan Perancangan
Perencanaan Pendidikan Karakter
Karakter Program

Penyiapan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Sosialisasi


dokumen dan Program
fasilitas

Lapisan Nilai dan Keyakinan Lapisan artifak

Religius Disiplin Program sekolah Fasilitas dan


Dokumen

Menghargai Semangat Upacara Musholla, Ruang


prestasi Kebangsaan keagamaan, Doa kelas, Perpustaka-
bersama, Upacara an, Lapangan
bendera, upacara, kurikulum
Peduli menyanyikan lagu sekolah, tata tertib
Lingkungan nasional

Evaluasi Pendidikan Karakter


53

Berdasarkan bagan di atas, dapat dipahami bahwa implementasi

pendidikan karakter dalam kultur sekolah dimulai dari tahap perencanaan.

Perencanaan pendidikan karakter tersebut mencakup penentuan nilai-nilai

karakter yang akan diimplementasikan, perancangan nilai-nilai karakter

tersebut dalam program-program sekolah, penyiapan dokumen dan fasilitas

pendukung program, serta dilakukan sosialisasi program pendidikan karakter

baik kepada warga sekolah maupun orang tua siswa. Pelaksanaan pendidikan

karakter dalam kultur sekolah yaitu berupa penanaman nilai karakter pada

siswa melalui pelaksanaan program-program pendidikan karakter di sekolah.

Penanaman nilai-nilai karakter pada siswa dapat dilakukan melalui

pembiasaan-pembiasaan untuk siswa secara terus menerus. Pembiasaan

tersebut diciptakan dalam suatu kondisi yang dirancang secara sengaja dalam

program sekolah mengenai pendidikan karakter. Evaluasi pendidikan karakter

mencakup monitoring dan evaluasi akhir program terhadap perencanaan

program, kelengkapan sarana dan prasarana pendukung, proses implementasi,

ketercapaian target implementasi, serta perbandingan kondisi awal dan

kondisi akhir implementasi pendidikan karakter.

I. Hasil Pendidikan Karakter

Muslich mengemukakan bahwa ada dua hasil dari pendidikan

karakter. Pertama dari hasil studi, menunjukkan bahwa adanya peningkatan

prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan

karakter. Sebaliknya terdapat penurunan drastis pada perilaku negatif siswa


54

yang dapat menghambat keberhasilan akademik. 80 Kedua, para remaja yang

berkarakter terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi remaja

seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas dan

sebagainya. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter

dapat memiliki dampak terhadap peningkatan prestasi hasil belajar.

Megawangi menyatakan bahwa pendidikan karakter berdampak

positif terhadap sumber daya manusia adalah berubahnya paradigma untuk

memperbaiki kualitas sumber daya manusia, keberhasilan akademik,

kesehatan fisik, perilaku pro sosial, dan input penting bagi pembangunan

seutuhnya.81 Di sisi lain dari hasil pendidikan karakter menunjukkan adanya

kemampuan pengendalian diri sehingga dapat terhindari dari perilaku negatif,

kenakalan remaja dan penyakit masyarakat yang lain. Hal ini terjadi karena

dalam diri siswa telah tertanam nilai-nilai yang baik sehingga akan

berpengaruh pada perilaku yang baik kaitan dengan Tuhan, diri sendiri dan

masyarakat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter

berpengaruh terhadap penurunan perilaku negatif dan menghindari kenakalan

remaja dan penyakit masyarakat yang lain.

80
Muslich : Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.
Jakarta: Bumi Aksara, hlm, 82.
81
Megawangi, Ratna. 2007. Pendidikan Karakter. Bogor: Heritage Foundation, hlm, 37.
55

J. Kajian Pustaka

Kajian tentang manajemen pendidikan karakter bukanlah sebuah

penelitian yang baru, tetapi kajian ini merupakan sebuah pendalaman atau

kajian yang serupa dengan kajian model pendidikan akhlak, pendidikan

moral, dan pendidikan budi pekerti. Berdasarkan hal ini maka ada beberapa

karya dan penelitian yang memiliki tema sama atau mirip dengan kajian yang

akan penulis teliti, diantaranya:

1. Afifah Al Rosyidah: “Pendidikan Karakter pada Classic Fairy Tales“.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: a. Kandungan aspek

pendidikan pendidikan karakter b. Teknik penyampaian aspek pendidikan

karakter c. Persamaan dan perbedaan aspek pendidikan karakter yang

terdapat dalam classic fairy tales fersi bahasa inggris dan indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan sebagai berikut: a. Kandungan aspek pendidikan karakter

dalam lima puluh classic fairy tales yang ditulis oleh empat orang penulis

versi bahasa inggris dan indonesia dapat dikelompakkan ke dalam lima

hubungan karakter, yaitu nilai karakter yang terkait hubungan antara

manusia dengan Tuhan, manusia dengan diri sendiri, manusia dengan

sesama, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan bangsa dan

negara. Dari kelima hubungan karakter tersebut, hubungan karakter yang

terkait antara manusia dengan diri sendiri dan manusia dengan sesama

paling dominan ditemukan. Dilain pihak, hubungan karakter yang terkait

antara manusia dengan bangsa dan negara paling sedikit ditemukan,


56

b. Teknik penyampaian aspek pendidikan karakter dalam lima puluh

classic fairy tales terdiri dari dua bentuk yaitu teknik langsung dan teknik

tidak langsung. Teknik penyampaian secara langsung lebih dominan

disampaikan dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan

indonesia, c. Persamaan dan perbedaan yang di temukan pada lima puluh

classic fairy versi bahasa Inggris dan Indonesia dapat digolongkan

kedalam tiga tipe. Ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut: 1) Aspek

pendidikan karakter dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris

dan indonesia tidak memiliki perbedaan, 2) Aspek pendidikan karakter

dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa inggris dan indonesia

memiliki persamaan substansi pendidikan karakter, namun masih memiliki

perbedaan farian karakter, 3) Aspek pendidikan karakter dalam clssic fairy

tales versi bahasa Inggris dan Indonesia memiliki perbedaan substansi

pendidikan karakter namun masih memiliki beberapa persamaan. Dari

ketiga tipe tersebut, tipe yang sering muncul adalah tipe pertama, yaitu

Aspek pendidikan karakter dalam lima puluh clssic fairy tales versi bahasa

inggris dan indonesia tidak memiliki perbedaan.82

2. Prihartoyo Rimawan Yustinus: “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA

De Britto Yogyakarta“, di dalam tesis ini dijelaskan bahwa tujuan

penelitian ini yaitu: mendeskripsikan: a. Manajemen pendidikan karakter

di SMA De Britto Yogyakarta, b. Faktor-faktor yang mendukung maupun

yang menghambat manajemen pendidikan karakter di SMA De Britto

82
Afifah Al-Rosyidah, “Pendidikan Karakter pada Classic Fairy Tales“, (Tesis-Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2013)
57

Yogyakarta. Penelitian ini menggunaka pendekatan kualitatif dengan

metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

manajemen pendidikan karakter telah berjalan sebagaimana yaitu:

a. Dalam perencanaan pendidikan karakter De Britto berpedoman pada

pedoman kolese yang ditetapkan oleh pemilik yayasan De Britto dengan

memegang Prinsip dasar pendidikan De Britto, b. Dalam pengorganisasian

pendidikan karakter, De Britto menetapkan tiga tahap pedoman

pengembangan pendidikan karakter yang langsung dikelola oleh pamong

siswa yaitu pendidikan ekskursi, live in, dan retret/gladi rohani. c.

Pelaksanaan pendidikan karakter antara lain melalui keteladanan,

perwalian, ekstra kulikuler, pembinaan rohani, pendidikan nilai. d. Dalam

kontrol pendidikan karakter De Britto menunjuk pamong siswa yang

secara langsung melakukan kontrol dan pengawasan. e. Evaluasi

pendidikan karakter tidak melalui ujian tertulis, tetapi melalui retret atau

gladi rohani dan kristalisasi pada siswa tentang profil siswa. Faktor

penghambat datang dari orang tua siswa yang meragukan kesiapan

lembaga dan keselamatan anak dengan adanya kegiatan terjun ke

masyarakat. Sementara faktor pendukung yang kuat antara lain lokasi

strategis, pendanaan organisasi alumni yang kokoh profil SDM yang

unggul menjadikan SMA De Britto unggul dan eksis mengarungi

perubahan zaman.83

83
Prihartoyo Rimawan Yustinus: “Manajemen Pendidikan Karakter di SMA De Britto
Yogyakarta“. (Tesis-Program pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, 2013)
58

3. Hery Nugroho: “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan

Agama Islam di SMA Negeri 3 Semarang“, di dalam tesis ini dijelaskan

bahwa kebijakan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3

Semarang melalui tiga cara, yakni mata pelajaran, pengembangan diri, dan

budaya sekolah. Perencanaan pendidikan karakter dalam PAI di SMA

Negeri 3 Semarang dilakukan saat penyusunan perencanaan pembelajaran.

Penyusunan rencana pembelajaran dalam bentuk pembuatan silabus dan

rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan karakter

dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang menggunakan dua cara, yakni

kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.84

4. Atang Ghofar Mualim. 2015. Manajemen Pembentukan Karakter Melalui

Kegiatan Intra dan Ekstrakulikuler di MTs Negeri Jatinom Kabupaten

Kelaten . Tesis. Pascasarjana Universitas Islam Sunan Kalijaga

Yogyakarta. Tujuan penelitian: a. Untuk mengetahui pengelolaan

pembentukan karakter peserta didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. b.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembentukan karakter peserta

didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. c. Untuk mengetahui faktor

pendukung dan penghambat dalam pengelolaan pembentukan karakter

peserta didik yang ada di MTs N Jatinom Klaten. Penelitian ini merupaka

penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Hasil Penelitian bahwa

manajemen pembentukan karakter dilakukan sesuai dengan fungsi yang

ada serta strategi-strategi pembentukan karakter. Pertama, dalam

84
Hery Nugroho: “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMA
Negeri 3 Semarang“, (Tesis-Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Semarang, 2012).
59

perencanaan madrasah membuat renstra dan renop yaitu perencanaan

jangka pendek dan jangka panjang. Menentukan visi,misi dan tujuan

madrasah untuk menciptakan sebuah program-program dalam

pengembangan karakter peserta didik. Kedua, pengorganisasian dalam

sebuah lembaga dengan membentuk kepengurusan sekolah. Ketiga,

pelaksanaan program-program yang direncanakan baik dalam kegiatan

intra maupun ekstra. Dalam pelaksanaan program intra maupun

ekstrakulikuler strategi-strategi pembentukan karakter telah dilaksanakan

yaitu dengan cara pembiasaan, memberikan pengetahuan-pengetahuan dan

motivasi terhadap peserta didik, memberikan keteladanan dan menciptakan

lingkungan yang baik. Keempat, evaluasi kegiatan intrakulikuler dilakukan

dengan cara penilaian kelas yang berupa sejumlah pertanyaan sikap

tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala dan penilaian

kelas yang dilakukan oleh guru atau siswa dengan cara mengamati prilaku

siswa. Dan indikator tingkat keberhasilannya adalah seorang siswa yang

mampu untuk menanamkan nilai karakter dan mampu untuk melaksanakan

dalam kehidupan sehari-hari. Faktor penghambat dari kegiatan adalah

keterbatasan biaya, waktu, pengajar dan lingkungan yang kurang kondusif.

Moltivasi yang sangat semangat dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan

yang efektif.85

5. Istiningtyas Rahayu: “Penanaman Pendidikan Karakter Dalam

Pembelajaran Seni Budaya di SMP Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten


85
Atang Ghofar Mualim: “Manajemen Pembentukan Karakter Melalui Kegiatan Intra dan
Ekstrakulikuler di MTs Negeri Jatinom Kabupaten Klaten“. (Tesis-Pascasarjana Universitas Islam
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015)
60

Karanganyar“, di dalam tesis tersebut dijelaskan bahwa tujuan penelitian

sebagai berikut: mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, sistem

evaluasi penanaman pendidikan karakter dalam pembelajaran seni budaya

di SMP Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini

menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan etnografi.

Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut: perencanaan (penyusunan

silabus dan RPP). Pelaksanaan (kegiatan pendahuluan, kegiatan inti

(eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan kegiatan penutup. Sistem evaluasi

menggunakan (evaluasi program pembeajaran, evaluasi proses

pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran).86

Adapun penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian

terdahulu, dikarenakan penelitian di atas masih membahas tentang pola

Pendidikan Karakter dan konsep pola Pendidikan Aqidah Akhlak secara

umum. Berbeda dengan penelitian ini, yang secara khusus membahas tentang

manajemen pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang

Kec. Kalinyamatan Kab. Jepara.

86
Istiningtyas Rahayu: “Penanaman Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Seni Budaya di
SMP Negeri 1 Tasikmadu Kabupaten Karanganyar“, (Tesis. Program pascasarjana, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014.

Anda mungkin juga menyukai