PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Begitu banyak orang keliru menggunakan standar dalam menilai baik-
buruknya orang lain. Keramahan, ringan tangan dalam membantu orang lain
termasuk bagian standar umum yang sering dikategorikan pertanda kebaikan
seseorang.
Sebenarnya, pola penilaian seperti itu tidaklah mutlak keliru. Hanya saja
kurang jeli karena masih menyisakan titik kelemahan. Sebab sangat mungkin,
seseorang itu menerapkan dua akhlak (prilaku) yang berbeda pada dua
kesempatan yang berbeda. Berakhlak mulia di satu tempat, tapi tidak berakhlak
ditempat lain, tergantung kepentingannya.
Oleh karena itu, makalah ini berusaha sedikit menjelaskan tentang
pembagian akhlak, bagaimana akhlak terhadap allah, rasul, orang tua, diri sendiri
dan akhlak dalam belajar
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Akhlak
2. Apakah Pengertian Akhlak Mahmudah
3. Apakah Pengertian Akhlak Mazmumah
4. Apa saja Pembagian Akhlak
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) akhlak ialah bentuk jama’ dari Khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, kesusilaan, sopan santun, tata krama
dan tabiat. Kalimat Khuluq sangat berhubungan dengan“khalqun”yang berarti
kejadian, serta erat hubungannya dengan“khaliq”yang berarti Pencipta
dan“makhluq”yang berarti yang diciptakan, sedang dalam bahasa Inggrisnya
disamakan dengan istilah “moral” atau ”etic”1.
Akhlak menurut bahasa adalah budi pekerti dan kelakuan. Dalam hidup
didunia kita harus menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji. Seseorang yang
memiliki sifat terpuji akan disayangi orang sehingga banyak teman.2
Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan
mempunyai tujuan yang jelas.3
Akhlak yang mulia menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana,
memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan
hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti
pada keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani
mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida
dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya.4
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT, akhlak yang
baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu
dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya,
mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk
mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam
surat Al-Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia,
1
Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), hlm. 11
2
Siti Sulastri, Siswa Berakhlak Mulia Raih Prestasi, (Semarang: PT. Sindur Press, 2008),
hlm. 2
3
Musa Subaiti, Akhlak Keluarga Muhammad SAW, (Jakarta: PT. Lentera Basritama,
2003), hlm.25
4
Imam Al Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011), hlm. 277
2
menuju kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada
Allah”5.
Ibnu Athir dalam Annihayah menerangkan bahwa, pada hakekatnya
makna Khuluq ialah gambaran batin manusia yang paling tepat (yaitu jiwa dan
sifatnya), sedangkan Khulqun merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka,
warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan lain sebagainya).6
Imam Ghozali mengatakan bahwa“ Bilamana orang mengatakan si A itu
baik kholqunya dan khuluq-nya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat
bathinnya”.7Terlepas dari analisis-analisis diatas, yang jelas kata akhlak telah
digunakan oleh al-Qur’an untuk mengungkapkan makna budi pekerti dan
perangai, saat mengemukakan perangai Rasulullah saw dalam surat al-Qalam ayat
ke-4, yang berbunyi:
Artinya: “Dan Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar
berbudi pekerti dan perangai yang agung”, (Q.S Al Qalam ayat
ke-4).8
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan Akhlak merupakan sikap yang
telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah
laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan
agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak
mahmudah Akan tetapi tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang
jelek maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah.
Sedangkan secara terminologi, pengertian akhlaq menurut istilah banyak
dipapakan oleh berbagai para ahli, yang kesemuanya memiliki keragaman
pemahaman yang berbeda satu dengan yang lain.
1. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti,
watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik
merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap Khlmiqnya dan
terhadap sesama manusia.9
2. Ahmad amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk.
Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik, maka disebut
5
Al-Qur’an dan Terjemahan, (Surakarta: Pustaka Al-Hanan, 2009), hlm. 67
6
Imam Al-Gazali, ibid., hlm. 2
7
Ibid, hlm., 23
8
Ibid, hlm., 25
9
Manan Idris, DKK. Reorientasi Pendidikan Islam , (Pasuruan: Hilal Pustaka, 2006),
hlm. 107
3
akhlaqul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik maka disebut akhlaqul
madzmumah.10
3. Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa akhlak merupakan keadaan jiwa
seseorang yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang
berasal dari tabiat aslinya. Ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan
pertimbangan, kemudian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat
dan akhlak.11
d. Menurut Imam Al-Ghozali, akhlaq ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa
seseorang, yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan dengan
mudah tanpa membutuhkan pemikiran.12
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu perangai atau
tingkah laku manusia dalam pergaulan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan
tersebut timbul dengan mudah tanpa direncanakan terlebih dahulu karena
sudah menjadi kebiasaan. Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang
melekat dalam jiwa, maka suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau terpenuhi
beberapa syarat:
a. Perbuatan itu dilakukan berulang-ulang. Kalau suatu perbuatan hanya
dilakukan sesekali saja, maka tidak dapat disebut akhlak. Misalnya,
orang yang jarang berderma tiba-tiba memberikan uang kepada orang
lain karena alasan tertentu. Dengan tindakan ini ia tidak dapat disebut
murah hati atau berakhlak dermawan karena hlm itu tidak melekat
dalam jiwanya.
b. Perbuatan itu timbul dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih
dahulu sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Jika
perbuatan itu timbul karena terpaksa atau setelah dipikirkan dan
dipertimbangkan secara matang, maka hlm itu tidak disebut akhlak. 13
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan akhlak adalah suatu sifat yang
10
Akmal Hawi, Materi Akhlak, (Palembang: Rafah press, 2014), hlm. 2
11
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, (Jakarta: AMZAH, 2016), hlm. 3
12
Ibid.
13
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, Cetakan. K-9, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
2001),
hlm. 102
4
telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan
tanpa memerlukan pikiran.
14
Samsul Munir Amin, ibid., hlm. 180
15
Ibid, hlm. 180
16
Ibid, hlm. 181
17
Bisri,Akhlak,hlm, 7
5
1) Karena bujukan atau ancaman dari orang lain
2) Mengharap pujian atau karna takut mendapat cela
3) Karena kebaikan dirinya (dorongan hati nurani)
4) Mengharap pahala dan surge
5) Mengharap pujian dan takut azab Tuhan
6) Mengharap keridhoan Allah semata
6
dijelaskan oleh Nabi, Dari Ibnu Mas’ud RA ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda :
“Wajib atasmu berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu
membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Dan
terus- menerus seseorang yang berlaku jujur dan memilih kejujuran
sehingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
jauhkanlah dirimu dari pada dusta, karena sesungguhnya dusta itu
membawa kepada kedurhakaan, dan durhaka itu membawamu ke
neraka. Dan terus-menerus seorang hamba itu berdusta dan memilih
yang dusta sehingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta”. [HR.
Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi
menshahihkannya dan lafadh baginya.
b) Sabar
Kesabaran ialah menahan diri dari apa yang tidak disukai atau
tabah menerimanya dengan rela dan berserah diri. Sabar merupakan
salah satu bagian dari akhlaqul mahmudah yang dibutuhkan seorang
muslim dalam menghadapi masalah dunia dan agama. Tingkat
kesabaran seseorang dalam menghadapi suatu hal-hal yang
menyinggung perasaan berbeda-beda. Ada yang tersinggung sedikit
saja langsung meluap dan ada juga yang menyinggung hatinya tetapi
7
ia tetap tabah dan menerimanya. Jika kita memiliki sifat sabar maka
tidak akan ada pertikaian dan pertengkaran.
Sabar mengandung tiga hal, yaitu sabar untuk meninggalkan
sesuatu yang haram, sabar dalam menunaikan ibadah dan kewajiban,
serta sabar dalam menerima musibah dari Allah SWT dalam surat Al
Baqarah ayat 153:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta
orangorang yang sabar”.
Ikhlas adalah salah satu sifat yang sulit untuk dimiliki oleh
setiap manusia, bahkan banyak dari kita yang tidak mengedepankan
keikhlasan dalam beramal. Sebagian dari mereka cenderung beramal
hanya untuk mendapatkan pujian atau sejenisnya. Padahal didalam
kajian tauhid, keikhlasan merupakan hal yang harus dimililki seorang
muslim. Oleh karenanya, sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas,
8
tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT dalam surat As Saba’ ayat
46 yang berbunyi:
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan
kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap
Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri;
kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada
penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain
hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum
(menghadapi) azab yang keras.
9
dimana disesuaikan dengan kondisi diri si penderma dan penerima
secara lahiriah dan bathiniahnya. Dermawan dapat berupa uluran
tangan, sedekah. Menolong sesama, menebarkan kebaikan, bahkan
“senyuman” yang dapat membahagiakan hati orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, Dari ‘Adiy bin Hatim, ia berkata : Saya
mendengar Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yang
mampu menjaga dirinya dari api neraka walau dengan sedeqah
separo biji kurma, hendaklah ia lakukan”. [HR. Muslim juz 2, hal.
703]18
18
Rizki Agustya Putri, Pengesahan Skripsi, Reprentasi Akhlak Mahmudah Dan
Mazmumah Dalam Program “Oh Ternyata” Di Trans Tv, hlm.27-33
19
Ibid., hlm. 57
10
b. Maksiat Telinga
Diantara maksiat telinga adalah mendengarkan pembicaraan suatu
golongan yang mereka itu tidak senang kalau pembicaraannya didengar oleh
orang lain. Juga mendengarkan bunyi-bunyian yang dapat melalaikan untuk
ibadah kepada Allah SWT, atau suara apapun yang di haramkan, seperti
suara orang yang mengumpat, mengadu domba, dan lain sebagainya,
kecuali mendengarnya itu karena terpaksa atau tidak sengaja, sedang ia
sendiri membenci kemungkaran-kemungkaran tersebut.21
c. Maksiat Mata
Maksiat mata ialah melihat hal-hal yang diharamkan oleh Allah dan
Rasul-Nya seperti seorang laki-laki melihat aurat perempuan, dan
sebaliknya seorang perempuan melihat aurat laki-laki.22
d. Maksiat Tangan
Maksiat tangan ialah menggunakan tangan untuk hal-hal yang
haram, atau sesuatu yang dilarang oleh agama Islam, seperti mencuri,
merampok, merampas dan lain sebagainya.23
2. Maksiat Batin
a. Marah
Marah merupakan fenomena yang sering dijumpai pada
masyarakat dalam ranah sosial dan komunikasi, 24baik bagi orang dewasa,
maupun pada anak- anak. Terkadang juga dari emosi marah ini banyak
sekali kejadian- kejadian yang tidak diinginkan oleh semua orang yang
sedang mengalaminya. Terkadang bisa juga terjadi saat emosi marah ini
tidak terkendalikan oleh jiwa atau keadaan fisik yang kurang
menguntungkan. Marah ini akan lebih mudah timbul dan sampai ada juga
orang yang marah dengan melempari barang- barang yang ada di
sekitarnya. Serta bisa juga sampai mengeluarkan kata- kata yang negative
dan tindakan serta ucapan- ucapan yang negatif dan kurang sopan yang
tidak diinginkan oleh diri subyek. marah biasanya disebut sebagai
20
Asep Umar Ismail, tasawuf, (jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta,2005),hlm
.30
21
Ibid., hlm 31
22
Ibid
23
Ibid
24
Abdul Hidayat Saerodjie. 2001. Terapi Terhadap 15 Penyakit Hati, Jakarta: penerbit
paramarta,hlm.53
11
gangguan setan yang biasanya dilakukan pada orang-orang yang keadaan
emosinya lagi labil, badan atau keadaan fisik yang tidak mendukung
sehingga sering terjadi kemarahan pada diri seseorang.25
b. Riya’
Pengertian Secara bahasa riya adalah dilihat. Sedangkan menurut
istilah adalah seseorang beramal salih dengan maksud untuk dilihat atau
dipuji orang lain.
Pengertian riya menurut para ulama’ di antaranya:
1) Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari berkata: Riya’
ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu
mereka memuji pelaku amalan itu.
2) Imam Al-Ghazali mendefinisikan riya’ sebagai usaha mencari
kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada
mereka hal-hal kebaikan.
3) Habib Abdullah al-Haddad berpendapat bahwa riya’ adalah
menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang lain
dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat. Demikian penjabaran
tentang akhlak al-Madzmumah yang perlu kita hindari dalam
kehidupan sehari-hari agar kita menjadi muslim yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya.
c. Takabur
Pengertian takabur Secara bahasa takabur adalah membanggakan
(mengherankan) diri dalam hati (batin), sedangkan secara istilah takabur
artinya menilai kelebihan pada dirinya tanpa melihat siapa yang
memberikan kelebihan itu, sehingga memunculkan rasa sombong dan
merendahkan yang lainnya. Ia adalah penyakit hati yang hanya diketahui
oleh Allah Swt. jika nampak atsar/pengaruhnya kepada lahiriah seseorang.
Seperti sombong dalam berjalan, merendahkan manusia, menolak
kebenaran dsb. maka yang nampak ini disebut dengan kibr atau khuyala’
(kesombongan). Adapun sebab munculnya kesombongan adalah karena
adanya takabur di hati. Takabur adalah salah satu penyakit hati di samping
25
Asep Umar Ismail, tasawuf, (jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta,2005),
hlm. 54
12
hasad (dengki), kibr (sombong), riya’ dan mahabbatus tsana’ (mencintai
sanjungan).
d. Nifaq
Pengertian Secara bahasa Nifaq, berasal dari kata nafaqa-yunafiqu-
nifaqan wa munafaqan, yang diambil dari kata “an-nafiqa”, yaitu salah
satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari
sarangannya, yang jika ia dicari dari lubang yang satu, maka ia akan keluar
dari lubang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata “an-nafaqa”
(nafaq) yaitu ‘lubang tempat bersembunyi’ Menurut syariat Islam, Nifaq
adalah menampakkan keislaman dan kebaikan, tetapi menyembunyikan
kekufuran dan kejahatan. Dinamakan demikian karena orang munafik
memasuki syariat dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain.
e. Fasiq
Pengertian Menurut bahasa fasiq adalah keluar dari sesuatu.
Sedangkan secara istilah Fasiq adalah orang yang keluar dari ketaatan
kepada Allah dan rasul-Nya. Demikian pula orang munafik dan orang
kafir disebut orang fasiq. Karena dua orang ini telah keluar dari ketaatan
kepada Allah.
f. Hasad
Pengertian Hasad Hasad adalah perasaaan tidak senang melihat
orang lain mendapatkan nikmat dari Allah Swt, bahkan berusaha dengan
berbagai cara agar orang yang mendapat nikmat dan kesenangan tersebut
kembali seperti semula. Kepuasannya akan tercapai apabila orang lain tak
ada yang melebihinya dalam segala hal.
13
2. Karena Allah telah memberikan perlengkapan panca indera hati nurani dan
naluri kepada manusia. Semua potensi jasmani dan rohani ini amat tinggi
nilainya, karena dengan potensi tersebut manusia dapat melakukan
berbagai aktifitas dalam berbagai bidang kehidupan yang membawa kepada
kejayaannya.
3. Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang
terdapat dibumi, seperti tumbuhan, air,udara, binatang, dan lain sebagainya.
Semua itu tunduk kepada kemauan manusia, dan siap untuk
dimanfaatkan.26 Akhlak baik terhadap Allah , secara garis besar meliputi:
a. Bertaubat, sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah
dilakukannya dan berusaha menjauhi serta melakukan perbuatan baik.
b. Bersabar, sikap yang betah/ menahan diri pada kesulitan yang
dihadapinya.
c. Bersyukur, sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-
baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT kepadanya.
d. Bertawakal, menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT setelah
berbuat semaksimal mungkin.
e. Ikhlas, sikap yang menjauhkan diri dari riya ketika
mengerjakan amal baik.
f. Raja’, sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang disenangi dari
Allah SWT
g. Bersikap takut, sikap jiwa yang sedang menunggu sesuatu yang tidak
disenangi dari Allah SWT.27
Dalam kehidupan sehari-hari manusia harus bersyukur kepada
Allah atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT dan berakhlak
baik kepada Allah. Begitupun para remaja agar selalu berprasangka
baik kepada Allah dan selalu mengingat Allah dimanapun mereka
berada agar tidak terpedaya dengan kehidupan dunia.
E. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw
Rasulullah adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Beliau sangat
dermawan paling dermawan diantara manusia. Beliau sangat menghindari
26
Moh. Ardani,Akhlak-Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), hlm. 49-53
27
Ibid., hlm. 70
14
perbuatan dosa, sangat sabar,sangat pemalu melebihi gadis pingitan, berbicara
sangat fasih dan jelas, beliau sangat pemberi,beliau juga jujur dan amanah, sangat
tawadhu’, tidak sombong, tepati janji, penyayang, lembut,suka memaafkan, dan
lapang dada. Beliau mencintai orang miskin dan duduk bersama mereka,beliau
banyak diam dan tawa beliau adalah senyuman.Maka oleh sebab itu sepatutnya
kita meneladani akhlak rasulullah. Berakhlak kepada rasulullah dapat diartikan
suatu sikap yang harus dilakukan manusia kepada Baginda Rasulullah saw.
sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa umat manusia ke jalan
yang benar.
Berakhlak kepada Rasullullah perlu kita lakukan atas dasar :
a. Rasullullah Saw.sangat besar jasanya dalam menyelamatkan manusia dari
kehancuran.Beliau banyak mengalami penderitaan lahir batin, namun semua itu
diterima dengan ridha.
b. Rasulullah sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia. Pembinan
ini dilakukan dengan memerikan contoh teladan yang baik kepada umat
manusia.
c. Rasulullah berjasa dalam menjelaskan Al-Qur’an kepada manusia sehingga
jelas dan mudahdilaksanakan. Allah berfirman :
Artinya :“ Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
diantara mereka,yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkankepada mereka
kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya, mereka sebelumnya
benar-benardalam kesesatan yang nyata. ( Q.S. Al- Jumu’ah:2)
d. Rasulullah telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajaran yang sangat
mulia dalamberbagai bidang kehidupan.
16
memberikan kasih sayang yang tiada tara. Ketika kita lapar, tangan ibu yang
menyuapi, ketika kita haus, tangan ibu yang memberi minuman. Ketika kita
menangis, tangan ibu yang mengusap air mata. Ketika kita gembira, tangan ibu
yang menadah syukur, memeluk kita erat dengan deraian air mata bahagia.
Ketika kita mandi, tangan ibu yang meratakan air ke seluruh badan,
membersihkan segala kotoran. Tangan ibu, tangan ajaib, sentuhan ibu, sentuhan
kasih, dapat membawa ke Surga Firdaus.Begitu juga ayah dialah sosok
seorang pria yang hebat dalam hidup yang telah menafkahi kita tanpa
memperdulikan panasnya terik matahari, maut yang akan menghadang demi
anak apapun akan dilakukan, mendidik kita tanpa lelah meski terkadang kita
melawan perintahnya ia tak pernah bosan memberi yang terbaik agar
anaknya selamat dunia dan akhirat, menyekolahkan anaknya hingga sukses. Tak
pernah lupa dalam doa mereka untuk kita. Begitulah perjuangan orang tua maka
sudahkah kita berbakti, mendoakan mereka disetiap selesai shalat, ingat kepada
mereka setiap saat, maka sepatutnya lah kita patuh kepada kedua mereka dalam
hidup kita ini .
Firman Allah dalam surah Al-Ahqaf ayat 15 :
Artinya:“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibubapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannyadengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tigapuluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya
aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." ( Q.S
Al-Ahqaf :15 )
17
6. Berterima kasih kepada mereka.29
29
Ibid hlm., 84-86
18
diri baik laki-laki maupun perempuan ini sungguh suci dan mulia. Tidak ada
ajaran agama lain yang mengatur demikian cermatnya. Jika ini dilaksanakan, tidak
mungkin ada perzinaan, prostitusi, dan perselingkuhan suami istri. Orang islam
tidak boleh hina dina, tetapi sebaliknya harus suci dan mulia30.
Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai,
menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya,
karena sadar bahwa dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus
dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya. Untuk menjalankan perintah
Allah dan bimbingan Nabi Muhammad SAW maka setiap umat Islam harus
berakhlak dan bersikap sebagai berikut:
1. Hindarkan minuman beracun/ keras
2. Hindarkan perbuatan yang tidak baik
3. Memelihara kesucian jiwa
4. Pemaaf dan pemohon maaf
5. Sikap sederhana dan jujur
6. Hindarkan perbuatan tercela31
19
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pelajaran yang didapat dari sekolah diulang di rumah anak islam tidak
pernah malas mengulang pelajaran. Anak islam yang rajin belajar tentu akan
pandai. Pada pagi hari anak-anak sudah tiba disekolah, anak-anak memberi
salam pada guru didepan pintu gerbang sekolah. Bel tanda masuk belum
berbunyi. Anak-anak bermain bersama dihalaman sekolah, pukul tujuh pagi
bel berbunyi, semua siswa berbaris didepan kelas masing-masing dengan
tertib. Guru menyilakan siswa masuk kekelas siswa duduk dibangku dengan
tenang lalu Sebelum pelajaran dimulai siswa terbiasa membaca do a sebelum
belajar. Doa yang dibaca adalah sebagai berikut;
Artinya : wahai tuhan tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah
kepadaku kepahaman.33
Biasakan berdoa sebelum belajar, berdoa akan membantu kita dalam
belajar. Allah menyayangi orang yang berdo’a dan mau belajar. Ketika guru
menerangkan pelajaran siswa memerhatikan dengan tenang dan tidak
membuat gaduh dikelas.
Apabila guru memberikan tugas siswa menyelesaikan dengan baik.
Jika ada pelajaran yang kurang jelas siswa Bertanya secara sopan dengan
mengacungkan jari terlebih dahulu. Siswa semangat dalam belajar. Selesai
pelajaran siswa membaca do a. yang dibaca adalah sebagai berikut :
Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Siswa pulang bersama dengan tidak tergesa-gesa.setelah ganti pakaian dan
makan siang siswa istirahat. Kemudian pada sore hari siswa mengulang
pelajaran yang diberikan guru.dan mengerjakan tgas yang diberikan oleh
guru. Selesai belajar dan mengerjakan tugas siswa menyiapkan buku dan alat
tulis yang akan dibawa esok hari.
2. Adab Menuntut Ilmu
a) Ikhlash semata karena Allah Ta’ala dalam menuntut dan menimba ilmu.
b) Harus mengetahui tentang keutamaan dan pentingnya ilmu syara’.
c) Berdo’a kepada Allah agar diberikan taufiq dalam menuntut ilmu.
33
Asy ari, Pendidikan Agama Islam I (Semarang: Aneka Ilmu,Anggota IKAPI, 2007),
hal. 126.
20
d) Bersemangat untuk bersafari dalam menuntut ilmu.
e) Menghadiri halaqah-halaqah ilmu semampunya.
f) Jika seseorang terlambat dalam menghadiri majlis ilmu, maka lebih baik
baginya untuk tidak mengucapkan salam jika hal tersebut bisa
mengganggu perjalanan majlis tersebut. Namun jika tidak memberikan
pengaruh apapun maka mengucapkan salam adalah sunnah.34
g) Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimhullah bahwa seorang lelaki
bertanya kepadanya: “Aku ingin menuntut ilmu tapi ibuku mencegahku
untuk mewujudkan keinginanku, dia ingin agar aku menyibukkan diri
dengan berdagang. Beliau menjawab: “Hendaklah dia tetap tinggal di
rumahnya, dan di kampung halamannya, serta janganlah kamu
meninggalkan menuntut ilmu”.
h) Ibnul Jauzi berkata: Dan pada saat seorang penuntut ilmu tidak
memahami suatu pelajaran, hendaklah dia bersabar sampai gurunya
tersebut berhenti berbicara, lalu barulah bertanya kepada syekh dengan
beradab dan cara yang lembut serta tidak memotong penjelasan gurunya
saat berbicara.
i) Beradab dalam mengajukan pertanyaan kepada guru, maka hendaklah
seseorang tidak bertanya dengan pertanyaan yang sengaja dibuat-buat
dan dipaksakan, atau mengajukan pertanyaan yang telah diketahui
jawabannya dengan tujuan menyingkap kelemahan guru atau untuk
menampakkan kemampuan diri yang telah mengetahui masalah tersebut,
atau bertanya dengan suatu pertanyaan yang tidak terjadi. Para ulama
salaf mencela perbuatan seperti ini yaitu jika seseorang mengajukan
pertanyaan yang dipaksakan.
3. Adab Penuntut Ilmu terhadap Dirinya Sendiri
a) Menyucikan hati dari segala sifat-sifat tercela, agar mudah menyerap
ilmu.
b) Meluruskan niat dalam mencari ilmu, yakni ikhlas hanya karena ingin
mendapat ridha Allah.
c) Menghargai waktu, dengan cara mencurahkan segala perhatian untuk
urusan ilmu.
34
Seperti yang diungkapkan oleh Syaekh Utsaimin rahimahullah. (Fatawa Islamiyah
1/175).
21
d) Memiliki sifat qana’ah dalam kehidupannya, dengan menerima apa
adanya dalam urusan makan dan pakaian, serta sabar dalam kondisi
kekurangan.
e) Membuat jadwal kegiatan harian secara teratur, sehingga alokasi waktu
yang dihabiskan jelas dan tidak terbuang sia-sia.
f) Hendaknya memperhatikan makanan yang dikonsumsi, harus dari yang
halal dan tidak terlalu kenyang sehingga tidak berlebih-lebihan. Karena,
makanan haram dan mengkonsumsi berlebihan menyebabkan terhalang
dari ilmu.
g) Bersifat wara’, yaitu menjaga diri dari segala sifatnya syubhat dan
syahwat hawa nafsu.
h) Menghindari diri dari segala makanan yang dapat menyebabkan
kebodohan dan lemahnya hafalan, seperti apel, asam, dan cuka.
i) Mengurangi waktu tidur, karena terlalu banyak tidur dapat menyia-
nyiakan usia dan terhalang dari faedah.
j) Menjaga pergaulan, yaitu hanya bergaul dengan orang-orang saleh yang
memiliki antusias dan cita-cita tinggi dalam ilmu, dan meninggalkan
pergaulan dengan orang yang buruk akhlaknya, karena hal itu berdampak
buruk terhadap perkembangan ilmunya.35
4. Adab Murid Kepada Guru
Komitmen seorang murid tidak cukup hanya sekedar belajar dan
beramal, tetapi juga diharuskan menjaga tata krama dan loyalitas kepada guru
agar ilmu yang didapat itu diberkati. Dari sekian banyak tata aturan dan pola
hubungan dalam tarekat, dapat dirumuskan dalam beberapa hal yang penting,
antara lain:
a. Ketaatan dan kepatuhan kepada guru secara utuh, baik sewaktu berada
di lingkungan ribath maupun di tempat lain.
b. Menjaga dan mengawal kehormatan guru, baik sedang berhadapan
maupun berjauhan, semasa guru hidup maupun sudah meninggalnya.
c. Murid dilarang membantah ajaran guru walaupun bertentangan
dengan pendapatnya. Apa ajaran guru harus diikuti.36
35
Al_attas, konsep pendidikan dalam islam, Bandung; Mizan, 1984 hlm. 80-87
36
Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 269-270.
22
Dalam proses belajar-mengajar tentunya tidak lepas dari
adanya interaksi murid kepada guru. Interaksi tersebut tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu yaitu di mana pun dan kapan pun ketika antara
murid dengan guru saling bertemu. Dengan menampakkan perilaku
atau adab yang baik kepada guru, seorang murid telah dapat
mengamalkan isi dari kitab Adāb al- „Alim wa al-Muta‟allim. Di
mana kitab tersebut adalah kitab yang mengajarkan prinsip-prinsip
adab atau etika dalam menuntut ilmu.
23
mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara
pesta didik dengan ilmu pengetahuan. Mengenai tugas guru, ahli-ahli
pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru
ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian
dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan
dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-
lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggungjawab yang
harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas
tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat
Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 104 Allah
berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
39
Ahmad Al-Musthafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi, Juz IV, (Semarang:
Toha Putra, 1986, hlm. 31
40
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz IV, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983), hlm. 31
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa (etimologi) akhlak ialah bentuk jama’ dari Khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, kesusilaan, sopan santun, tata krama
dan tabiat.
Secara etimologi akhlak mahmudah adalah akhlak yang terpuji, sedangkan
akhlak mazmumah adalah akhlak yang tercela.
Adapun jenis-jenis akhlak mahmudah menurut Jabir antara lain: jujur,
sabar, ikhlas, menepati janji, dermawan.
Akhlak madzmumah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu maksiat lahir
dan maksiat batin.Maksiat lahir adalah segala sifat yang tercela yang dikerjakan
oleh anggota lahir seperti tangan,mulut, mata, telinga dan sebagainya.Sedangkan
maksiat batin adalah segala sifat yang tercela yang diperbuatoleh anggota batin,
yaitu hati.
Adapun pembagian akhlak terdiri dari: akhlak kepada allah, akhlak kepada
rasulullah, akhlak kepada orang tua, akhlak kepada diri sendiri, akhlak dalam
belajar.
B. Saran
Dalam hidup didunia ini kita harus menghiasi diri dengan sifat-sifat yang
mahmudah (terpuji), Seseorang yang memiliki sifat terpuji akan disayangi orang
sehingga banyak teman. Namun sebaliknya jika kita menghiasi diri dengan sifat-
sifat yang mazmumah (tercela), maka kita akan dijauhi oleh banyak orang.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardani , Moh. Akhlak-Tasawuf Nilai-nilai Akhlak/ Budi Pekerti dalam Ibadat dan
Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005).
Azra, Azyumardi. Ensiklopedi Islam, Cetakan. K-9, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001).
Siregar, Rivay Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002).
Sulastri, Siti. Siswa Berakhlak Mulia Raih Prestasi, (Semarang: PT. Sindur Press,
2008).
Umar, Ismail dan Asep. tasawuf, (jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN
Jakarta,2005).
26
Wiyadi, Membina Aqidah dan Akhlaq (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2009).
27