Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Akhlak Sayyiah

Kata akhlak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak

diartikan dengan budi pekerti, kelakuan. Sedangkan moral diartikannya

sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai

perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya. Akhlak juga diartikan

sebagai kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat,

bergairah, disiplin, dan sebgainya, sebagaimana ia juga dipahami dalam

arti isi hati atau keadaan perasaan, seagaimana terungkap dalam

perbuatan.1

Pengertian akhlak dikemukakan oleh imam al-Ghazali didalam

kitab Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa hakikat akhlak adalah suatu

hai’at atau bentuk jiwa yang benarbenar telah meresap dan dari pada

padanya timbul berbagai perbuatan dengan cara spontan dan mudah, tanpa

berfikir dan angan-angan.2

Merujuk pada asal usul kata akhlak, diketahui bahwa ia terambil

dari bahasa arab ‫ َأْخ الِق‬akhlak kata ini merupakan bentuk jamak dari kata

‫ ُخ ُلق‬khuluq yang pada mulanya bermakna ukuran, dan kebiasaan. Khuluq

merupakan bagian dari sisi batin manusia, yaiutu dimensi jiwa manusia

dengan berbagai sifatnya dan makna yang khusus terkandung didalamnya.

Posisi khuluq (sisi batin manusia) setara dengan fisik manusia dalam

1
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak, (Tanggerang selatan: Lentera Hati,
2016), hlm 3
2
H.M. Saefuddin dan Ahmad Basyuni, Akhlak Ijtima’iyyah, , (Jakarta: PT. Pramator,
1998), Cet 1 hlm,2.
bentuk lahiriahnya. Artinya, dimensi batin dan lahiriah manusia sama-

sama memiliki dua sisi: baik dan buruk.3

Kata sayyiah ‫ سيئة‬berasal dari kata ‫ئ‬HH‫ س‬yang artinya jelek, jahat,

buruk.4 Sayyi’ah juga berarti kesalahan, kekeliruan, dosa (perbuatan) tidak

baik/buruk.5 Sehingga untuk mempermudah penulisan didalam skripsi ini

penulis menggunakan keburukan untuk menggantikan ‫ السيئة‬sebagaimana

arti kata yang terkandung yang menjadi objek penulis.

Dari keseluruhan definisi akhlak terdapat lima ciri-ciri yang

terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu:

1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam

jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya

2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan

tanpa pemikiran. ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu

perbuatan, dan yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang

ingatan, tidur, atau gila. Pada saat melakukan suatu perbuatan tetap

sehat akal pikirannya dan sadar. Oleh karena itu perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk,

atau keadaan refleks seperti berkedip, tertawa dan sebagainya

bukanlah perbuatan akhlak. adalah perbuatan yang dilakukan oleh

orang yang sehat pemikirannya. Akan tetapi karena perbuatan tersebut

sudah mendarah daging, sebagaimana disebutkan pada sifat yang

pertama, maka orang melanggar melakukan perbuatan tersebut orang

3
Said Ali Wahaf al-Qathani, Panduan Akhlak Mulia, (Yogyakarta: Pustaka Hati,2018)
hlm.1
4
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Multi Karya
grafika: 2003). Hlm. 766-767
5
Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia , hlm 1101.
yang melakukan kan kan sudah tidak memerlukan pertimbangan atau

pemikiran lagi. Hal ini seperti seseorang yang sudah mendarah daging

mengerjakan salat lima waktunya maka pada saat datang panggilan

shalat ia tidak merasa berat lagi mengerjakannya.

3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dilakukan oleh dasar

kemauan,pilihan, dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu

itu jika ada seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan, tetapi

perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan, tekanan atau ancaman

dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk kedalam akhlak dari

orang yang melakukannya nya. dalam hubungan ini Ahmad Amin

mengatakan, bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang

perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk titik tetapi tidak

semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan

akhlak. banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlak,

dan tidak dapat dikatakan baik atau buruk. perbuatan manusia yang

dilakukan tidak atas dasar kemauan atau pilihannya seperti bernafas

berkedip, bolak-baliknya hati dan kaget ketika tiba-tiba terang setelah

ah sebelumnya gelap tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan

tersebut yang dilakukan tanpa pilihan.

4. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan

dengan sesungguhnya bukan main-main atau karena bersandiwara.6

Mengenai kelangsungan keburukan akhlak menurut al-Ghazali

sebagai berikut:

6
Nurhayati, “Akhlak dan Hubungannya Dengan Aqidah Dalam Islam”, (Stai PTIQ
Banda aceh) hlm. 295.
1. Keburukan akhlak yang timbul karena ketidak sanggupan

mengendelikan nafsunya.

2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, akan tetapi tidak bisa

meninggalkannya dikarenakan nafsunya sudah menguasai dirinya.

3. Keburukan akhlak yang dilakukan karena pengertian baik baginya

sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah dianggap baik.

4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat

padanya,sedangkan tidak terdapat tanda-tanda bagi pelakunya,

kecuali hanya kekawatiran akan menimbulkan pengorbanan lebih

hebat lagi.7

B. Ruang Lingkup Akhlak

Konsep akhlak merupakan konsep hidup yang mengatur hubungan

antara manusia dengan Allah, manusia dengan alam sekitarnya dan

manusia dengan sesamananya, seluruh konsep-konsep tersebut diatur

dalam ruang lingkup akhlak.

1. Akhlak Terhadap Kholik.

Allah SWT menciptakan manusia bukan hanya meramaikan

dan menghiasi dunia saja, lelebih dari itu Allah mencipakan

manusia sebagai mahluk dan hambanya. Allah SWT adalah maha

pencipta dan sedangkan manusia adalah mahluk yang diciptakan.

Hal ini menjukkan sifat sebagai hamba yang harus tunduk kepada

peraturan Allah.

2. Akhlak Terhadap Makhluk

7
Ahmad Zuhdi, Akhlak Yang Buruk Dalam Perspektif Islam Serta Upaya
Penanggulangannya, (Jurnal IAIN Kerinci) hlm.
Akhlak terhadap makhluk terbagi menjadi beberapa bagian:

a. Akhlak terhadap diri sendiri. manusia yang bertanggung jawab

ialah pribadi yang mampu bertanggung jawab terhadap diri

sendiri, bertanggung jawab atas tugas dan kewajiban yang

dipikul di atas pundaknya kewajiban-kewajibannya tanggung

jawab terhadap kesehatannya, pakaiannya, minuman dan

makanan dan bahkan apapun yang menjadi miliknya.8

b. Akhlak terhadap ibu dan bapak seorang muslim wajib memberi

penghormatan terhadap Ayah dan Ibunya. memelihara mereka

di hari tuanya, mencintai mereka dengan kasih sayang yang

tulus serta mendoakan setelah mereka tiada.9

c. Bersikap terhadap alam, binatang, tumbuh-tumbuhan, kepada

yang ghaib, dan semesta alam.10

d. Berakhlak terhadap sesama yang beragama Islam dan antara

orang dengan non Islam.11

e. Bergaul dengan yang lebih tua umurnya dengan orang yang

selevel dan umur kedudukan, dan tingkatannya, dan dengan

orang yang lebih rendah umurnya.12

C. Upaya Penanggulangan Akhlak

Perlu kita ketahui bahwa penyakit penyakit pasti obatnya, oleh

karena itu dalam menanggulangi akhlak yang buruk diantaranya;

1. Pembiasaan
8
Badrudin ,Akhlak Tasawuf, (Pegantungan Serang; Iaib Pess, 2015) hlm,38.
9
Badrudin ,Akhlak Tasawuf, (Pegantungan Serang; Iaib Pess, 2015) hlm,39.
10
Badrudin ,Akhlak Tasawuf, (Pegantungan Serang; Iaib Pess, 2015) hlm,39.
11
Badrudin ,Akhlak Tasawuf, (Pegantungan Serang; Iaib Pess, 2015) hlm,39.
12
Badrudin ,Akhlak Tasawuf, (Pegantungan Serang; Iaib Pess, 2015) hlm,39.
Akhlak merupakan lahir dari kebiasaan. Kebiasaan lahir dari

pembiasaan. Pembiasaan dari kata biasa,lazim,seringkali.

Pembiasaan adalah proses penananaman kebiasaan, mendorong

seseorang agar mengupayakan pengulangan suatu tindakan agar ia

terbiasa melakukannya sehingga terkadang seseorang tidak

menyadari lagi apa yang dilakukannya karena sudah menjadi

kebiasaan baginya. Pembiasaan dalam konteks meraih akhlak

mutlak adanya. Pembiasaan dalam konteks meraih akhlak, mutlak

adanya. Pembiasaan itu dalam bahasa agama tahalluq yang

seakar dengan kata akhlak. tahalluk adalah Memaksakan diri dan

membiasakannya untuk melakukan sesuatu secara berulang-

ulang. 13

2. Meniru keteladanan

Dari kalangan pakar tasawuf, salah satu cara yang mereka

lakukan setelah berdzikir mengingat menyebut nama-nama Allah

sambil merenungkan kebesaran dan aneka nikmat Allah. Dalam

konteks dzikir, mereka mengenal apa yang dinamai wirid, yakni

bacaan-bacaan Tertentu yang tujuan utamanya adalah

menyugestikan dalam jiwa Makna-makna wirid yang dibaca itu

sehingga mantap jiwanya dan tercemin dalam kegiatannya.14

3. Selain pembiasaan dan meniru keteladanan, selain dari sekian

banyak hal yang perlu digarisbawahi dalam konteks meraih

akhlak mulia adalah;

13
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak. Hlm.89
14
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak .Hlm. 92
1. Melakukan intropeksi

2. Menyibukkan diri dengan hal positif

3. Memperhatikan dampak buruk ketiadaan akhlak

4. Berada di lingkungan yang baik

5. Membaca yang bermanfaat

6. Bergaul dengan yang berakhlak baik bermohon kepada

Allah.15

Sementara ilmuwan menyatakan bahwa ada manusia yang lahir

membawa keburukan saja. yang semacam ini tidak mempan baginya

dalam kebiasaan menuju kebaikan. para pakar menolak pendapat di

atas, Bahkan para pakar Muslim tidak juga mendukung pandangan

yang menyatakan bahwa manusia lahir bagaikan kertas putih kosong

dan bahwa lingkungannyalah yang membentuk kecenderungan baik

atau buruknya akhlak.16 Seandainya akhlak manusia tidak mungkin

menerima perubahan, niscaya tak ada gunanya semua nasihat,

wejangan, dan pengajaran. 17

D. Profil dan Penafsiran Buya Hamka

A Biografi Buya Hamka

15
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak. Hlm.92
16
M. Quraish Shihab, Yang Hilang Dari Kita : Akhlak. Hlm. 24
17
Muhammad Al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Jakarta
selatan: Mizania, 2014). Hlm.42
H.Abd. Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan sebutan

“Buya Hamka” seorang Ulama besar awal abad ke 20 yang berasal dari

Minangkabau, lahir di suatu kampung bernama Tanah Sirah di Tepi

Danau Batam Meninjau, Sumatera Barat pada hari ahad 13 masuk 14

Muharram 1326, bertepatan tanggal 16 februari 1908. Putra dari keluarga

Syekh Prof. Dr. H. Abd. Karim Amrullah alias H. Muhammad Rasul,

profesi ayahnya sebagai seorang ulama yang banyak diperlukan

masyarakat pada waktu itu, sehingga hidupnya selalu berada di luar desa

kelahirannya seperti ke kota Padang bahkan sampai ke tanah Jawa dan

sebagainya, karena dikenal suka berkelana tersebut ayahnya memberi

gelar kepadanya “si bujang jauh”.18

Buya Hamka memulai pendidikannya dengan membaca al-Qur’an di

rumah orang tuanya sendiri, yaitu pada Saat mereka sekeluarga hijrah

dari Maninjau ke Padang panjang, pada tahun 1914. Setahun kemudian,

ketika usiannya mencapai tujuh tahun, ayahnya memasukkannya (Hamka

kecil) ke sekolah desa. Buya Hamka kemudian masuk di sekolah Sekolah

Diniyah sore hari, di Pasar Usang Padangpanjang pada tahun 1916.

Dengan demikian, Buya Hamka belajar di sekolah desa pada waktu pagi

hari, di Sekolah Diniyah pada sore hari dan ia berada di surau bersama

dengan teman-teman seumurnya pada malam hari. Demikianlah siklus

aktivitas Buya Hamka sehari-hari dalam usia kecilnya. 19

B Karya-Karya Buya Hamka

18
Musyarif, Buya Hamka: Suatu Analisis Sosial terhadap KitabTafsir Al-Azhar, (IAIN
Parepare,Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah, 2019) Vol 1, hlm, 22.
19
Malkan, Tafsir al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis (Stain Datokarama,Palu)
hlm 360.
Sebagai seorang yang ahli dalam bidang agama, sejarah, budaya,

sastra dan politik, Buya Hamka banyak menuangkan

pengetahuannya tersebut ke dalam karya-karya tulis. Beliau adalah

seorang penulis yang banyak menghasilkan karya, hasil-hasil karya

tulisnya baik yang berhubungan dengan sastra dan agama semuanya

berjumlah sekitar 79 karya diantaranya sebagai berikut.20

1. Tasawuf Modern

2. Lembaga Budi

3. Pelajaran Agama Islam

4. Kenang-kenangan Hidup jilid I-IV

5. Islam dan Adat Minangkabau

6. Sejarah Umat Islam jilid I-IV

7. Studi Islam

8. Kedudukan Perempuan dalam Islam

9. Si Sabariyah

10. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck

11. Di bawah Lindungan Ka’bah

12. Merantau ke Deli

13. Tafsir Al-Azhar Juz 1-30

C. Latar Belakang Penulisan Tafsir

Tafsir Buya Hamka dinamakan al-Azhar karena serupa

dengan nama masjid yang didirikan ditanah halamannya,

Kebayoran Baru. Nama ini diilhamkan oleh Syaikh Mahmud

Syalthuth dengan harapan agar benih keilmuan dan pengaruh


20
intelektual tumbuh di Indonesia. Buya Hamka awalnya

mengenalkan tafsirnya tersebut melalui kuliah subuh pada jama’ah

masjid al-Azhar Kebayoran Baru,Jakarta. Adapun yang

memotivasi Buya Hamka dalam menulis tafsir Al-Azhar sebagai

berikut:

1. Buya Hamka melihat bahwa mufasir-mufasir klasik sangat

gigih atau ta'assub (fanatik) terhadap mazhab yang mereka

anut, bahkan ada di antara mereka yang sekalipun redaksi

suatu ayat nyata-nyata lebih dekat kepada satu mazhab

tertentu, akan tetapi ia tetap menggiring pemahaman ayat

tersebut kepada mazhab yang ia anut;

2. Adanya suasana baru di negara (Indonesia) yang

penduduknya mayoritas muslim, dan mereka haus akan

bimbingan agama serta haus untuk mengetahui rahasia al-

Qur’an

3. Ingin meninggalkan sebuah pusaka yang semoga

mempunyai harga untuk ditinggalkan bagi bangsa dan umat

Muslim Indonesia dan

4. Hendak memenuhi sebaik-baiknya Husn al-Dzan (Baik

sangka) Al-Azhar dan hutang budi yang mendalam

padanya, yang telah memberinya penghargaan yang begitu

tinggi (Gelar Doktor Honoris Causa).21

21
Malkan, Tafsir al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis (Stain
Datokarama,Palu) hlm 366-367.
Dari sejak penulisan dalam majalah Gema Islam 1958

sampai 1964 baru tertulis sebanyak satu juz setengah yakni juz 18

sampai juz 19. Pada tanggal 27 Januari Bulan Ramadhan hari ke 12

1964, telah terjadi suatu peristiwa yang menurut Buya Hamka

sebagai karunia terbesar bagi dirinya, peristiwa yang dimaksud

ialah ketika Buya Hamka mengadakan pengajian di depan 100

orang kaum ibu-ibu yang umumnya terdiri dari kaum terpelajar.

Yang ditafsirkan pada saat itu ialah surat al-Baqarah ayat 255 (ayat

kursi), setelah selesai pengajian ia kembali ke rumah dan

melepaskan lelah sambil menunggu waktu zhuhur. Tiba-tiba

rumahnya kedatangan empat orang tamu yang ternyata tamu

tersebut para Polisi yang berpakaian preman dan bermaksud

menahan Buya Hamka kemudian memasukkannya ke dalam

tahanan dan baru dibebaskan setelah pemerintahan Orde Lama

tumbang, dengan berbagai tuduhan di antaranya yaitu tuduhan

bahwa ia mengadakan rapat gelap pada tanggal 11 Oktober 1963

untuk membunuh Mentri Agama RI H. Syaifuddin Zuhry dan

mengahasut mahasiswa dalam perkuliahan agar meneruskan

pemberontakan Kartosuwiryo, Daud Beureueh, M. Natsir dan

Syafruddin Prawiranegara .22

Hal ini terjadi karena Buya Hamka dikenal pada masanya

sebagai ulama dan tokoh masyarakat yang Nalurinya yang bersih

itu membuat Buya Hamka menjadi sosok yang paling keras

22
Musyarif, Buya Hamka: Suatu Analisis Sosial terhadap KitabTafsir Al-Azhar (IAIN
Parepare, 2015) hlm 26-27
menentang kebijakan Bung Karno untuk menerapkan Demokrasi

Terpimpin. Meskipun ia adalah anggota Konstituante (1955), tetapi

kritiknya dalam sidang Konstituante di Bandung tak digubris.

Sistem demokrasi ultra absolut ini tetap dijalankan. Protesnya

berbuah pemberangusan.. Selama dalam tahanan, dirinya malah

memperkuat iltizâm dan tekad perjuangannya serta mampu

mencetuskan semangat dan kekuatan baru terhadap pemikiran dan

pandangan hidupnya dan menyelesaikan tafsir al-Qur’an yang

dikenal dengan nama Tafsir Al-Azhar.23

Tafsir ini menjelaskan latar hidup penafsirnya secara lugas.

Ia menzahirkan watak masyarakat dan sosio-budaya yang terjadi

saat itu. Selama 20 tahun, tulisannya mampu merekam kehidupan

dan sejarah sosio-politik umat yang getir dan menampakkan cita-

citanya untuk mengangkat pentingnya dakwah di Nusantara.

D. Metodologi Tafsir

Buya Hamka dalam menafsirkan dalam kitab al-Azhar

sangatlah luas, dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dari segala

aspek yang terkadung pada ayat ayat tersebut. tafsirnya mengikuti

urutan ayat-ayat dalam al-Qur’an dan menjelaskannya secara

analitis, maka jelas ia menggunakan metode tahlili.24

Metode tahlili penerapannya ialah menafsirkan ayat-ayat

Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di

23
Floriberta Aning S, 100 TOKOH YANG MENGUBAH INDONESIA, (NARASI,
Yogyakarta:2005), hlm 80.
24
Malkan, Tafsir al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis (Stain Datokarama,Palu) hlm.
368
dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-

makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan

kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.25

25
Hadi Yasin, Menegenal Metode Penafsiran Al-Quran,( Tadzhib Al-Akhlak UIA Jkt) hlm.42

Anda mungkin juga menyukai