Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku
tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali
melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat
dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.
Dalam kehidupannya, manusia memberikan penilaian terhadap beberapa
perilaku manusia lainnya, bahwa perbuatan ini baik, perbuatan itu buruk, tindakan
ini benar atau tindakan itu salah. Apakah baik itu? Apakah buruku itu? Dengan
apakah mengukur bahwa perbuatan ini baik dan perbuatan itu buruk? Padahal,
sering kali menentukan baik dan buruknya itu didasarkan pada perasaan dan
ukuran-ukuran yang ditetapkan sendiri. Bahkan sering didasarkan pada
kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang dikehendakinya sendiri.
Untuk itulah dalam meniti dan menata kehidupan, diperlukan norma dan
nilai, diperlukan standard dan ukuran untuk menentukan secara obyektif apakah
perbuatan dan tindakan yang dipilih itu baik atau tidak, benar atau salah, sehingga
yang dilihat bukan hanya kepentingan diri sendiri, melainkan juga kepentingan
orang lain, kepentingan bersama, kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Dan untuk itu setiap individu dituntut memiliki komitmen moral, yaitu spiritual
pada norma kebajikan dan kebaikan.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan Sumber Akhlak dan Tasawuf?
2. Sebutkan Fungsi Akhlak Tasawuf?
3. Sebutkan Pentingnya Studi Akhlak Tasawuf?
2

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Sumber Akhlak dan Tasawuf.,
2. Untuk Mengetahui Fungsi Akhlak Tasawuf.
3. Untuk Mengetahui Pentingnya Studi Akhlak Tasawuf.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sumber Akhlak dan Tasawuf
1. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata
tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang
berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti
pencipta; demikian pula dengan mkhluqun yang berarti yang diciptakan.
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk.
Ibnu Athir menjelaskan bahwa:
“Hakikat makna khuluq itu, ialah gambaran bathin manusia yang tepat (yaitu
jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya
(raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain sebagainya”.1
Adapaun pengertian akhlak dari para ahli:
a. Ibnu Maskawih memberikan defenisi sebagai berikut:

‫حال للنس دا ءية هلا ايل افعاهلا من غريفكر وروية‬


“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
b. Imam Al-Ghazali mengemukakan defenisi Akhlak sebagai berikut:
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
c. Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan defenisi, bahwa:
Yang disebut akhlak Adatul-Iradah, atau kehendak yang
dibiasakan. Defenisi ini terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:
“Sementara orang membuat defenisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak

1
Drs. H. A. Mustofa,”Akhlak Tasawuf”,(Pustaka Setia: Bandung, 1997), 11-12.

3
4

ialah kehendak yang dibiasakan, Artinya bahwa kehendak itu bila


membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Kehendak dan arti kata kebiasaan dalam defenisi Ahmad Amin ini
maksudnya, untuk kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan
manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan ialah perbuatan yang diulang
– ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak
dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu
menimbulkan kekukatan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar inilah
dinamakan akhlak.2
d. Dr. M. Abdullah Dirroz mengemukakan defenisi akhlak sebagai
berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan
dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada
pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlakyang baik) atau pihak yang
jahat (dalam hal akhlak yang jahat)”.
Selanjutnya Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat
dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat,
yaitu:
1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk
yang sama, sehingga menjadi kebiasaan.
2) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi
jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari
luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan
ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah –
indah dan lain sebagainya.3
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahsa Arab)
adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Di dalam Da’iratul
Ma’arif dikatakan “Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.4
2
Ibid, 3.
3

Ibid, 4.
4

Drs. Asmaran As., M.A, “Pengantar Studi Akhlak”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta,


1994), 1.
5

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat


yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada
padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang
mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan
pembinaannya.
2. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Jika defenisi tentang Ilmu Akhlak tersebut kita perhatikan dengan
seksama, akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Ahklak adalah
membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya
apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang
buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan
dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai
atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut
tergolong baik atau buruk.
Dengan demikian obyek pembahasan Ilmu Akhlak berkaitan dengan
norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Jika kita katakana baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah
ukuran normative. Selanjutnya jika kita katakana sesuatu itu benar atau salah,
maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.5
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya
adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentuan
kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin
mengatakan sebagai berikut:
Bahwa Obyek Ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang
selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk. Pendapat diatas
menunjukkan dengan jelas bahwa obyek pembahasan ilmu akhlak adalah
perbuatan manusia untuk untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik
atau buruk.
Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad al-
Ghazali. Menurutnya bahwa kawasan pembahsan ilmu akhlak adalah seluruh

5
Prof. Dr. Abuddin Nata., M.A, “Akhlak Tasawuf”,( RajaGrafindo Persada: Jakarta,
2010), 8.
6

aspek keidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun


kelompok.6
Dalam masyarakat barat kata akhlak sering di identikkan dengan etika,
walaupun pengidentikan ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang
mengidentikkan akhlak dengan etika mengatakan bahwa etika adalah
penyeledikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.
Namun perlu ditegaskan kembali bahwa yang dijadikan objek kajian
ilmu Akhlak disini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri sebagaimana
disebutkan diatas, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan
kemauan, sebenarnya, mendarah daging dan telah dilakukan secara kontinyu
atau terus menerus sehingaa mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan atau
tingkah laku yang tidak memilki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai
perbuatan yang di jadikan garapan Ilmu Akhlak.7
Banyak contoh perbuatan yang termasuk perbuatan akhlak ndan
banyak pula conth perbuatan yang tidak termasuk perbuatan akhlak.
Seseorang yang membangun masjid, gedung sekolah, rumah sakit, jalan raya,
dan pos keamanan adalah termasuk perbuaan akhlak yang baik, karena untuk
membangun hal tersebut jelas memerlukan perencanaan, waktu biaya,
pelaksana dan lain sebagainya, dan perbuatan semacam ini tidak akan
terwujud jika tidak didasarkan pada kemauan dan kehendak yang kuat dan
disengaja.tetapi jika seseorang memicingkan mata, dengan tiba – tibapada
waktu benda berpindah dari gelap ke terang, atau menarik tangan waktu
tersengat api atau binatang buas, bernafas, hati yang berubah-ubah, orang yang
menjadi ibu bapak kita, tempat tinggal kita, kebangsaan kita, warna kulit kita
dan tumpah darah kita adalh tidak termasuk perbuatan akhlak, karena semua
itu diluar perencanaan, kehendak atau pilihan kita. Kita tidak menemukan
orang yang menjadi ibu – bapak kita, tetapi sesuatu yang sudah begitu adanya,
tanpa kita rencanakan lebih dahulu. Hal yang demikian yang tidak termasuk
perbuatan akhlaki, atau tidak termasuk objek pembahasan Ilmu Akhlak.8

6
Ibid., hal 6.
7

Ibid, hal 7.
8
Ibid, hal 7.
7

Dengan demikian bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan tidak


karena sengaja, atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan
tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW. yang
berbunyi:
“Bahwasanya Allah memaafkanku dan umatmu yang berbuat salah, lupa dan
dipaksa. (HR. Ibn Majah dari Abi Zar).
Hukum dibebaskan atas tiga golongan, yaitu atas orang yang gila
hingga ia sembuh gilanya, orang yang tidur hingga ia bangun dari tidurnya
dan anak kecil sehingga ia menjadi dewasa. (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Hakim dan Umar).
Dengan memperhatikan keterangan tersebut diatas kita dapat
memahami bahwa yan dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang
mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dalam keadaan
sadar, kemauan sendiri, tidak terpaksa dan sungguh sungguh atau sebenarnya,
buka perbuatan yang pura pura. Perbuatan-perbuatan yang demikian
selanjutnya diberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu
baik atau buruk dierlukan pila tolak ukur, yaitu baik ata buruk menurut siapa,
dan apa ukurannya.9
3. Pengertian Tasawuf
Kata “tasawuf”, menurut kaidah Ilmu Sharaf merupakan bentuk isim
masdar, yaitu “tasshawwufan” yang berasal dari fi’il tsulatsi mazid khumasi,
yaitu “tashawwafa” yang memiliki fungsi untuk membentuk makna lil
mutawa’ah atau transitif (kata kerja yang selalu memiliki objek dalam
kalimat) dan lil musyarakah yang membentuk makna saling. Dengan
demikian, arti kata “tasawuf” dalam Bahasa Arab artinya bisa membersihkan
atau saling membersihkan.
Kata “membersihkan” merupakan kata kerja transitif yang
membutuhkan objek. Objek dari tasawuf ini adalah objek manusia. Kemudian
saling membersihkan merupakan kata kerja yang didalamnya terdapat dua
subjek yang aktif memberi dan menerima.

9
Ibid, hal 8.
8

Jika kata “akhlak” dan “tasawuf” disatukan, maka akan menjadi frase
“Akhlak Tasawuf”. Secara etimologis, akhlak tasawuf bermakna
membersihkan tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Akhlak
tasawuf ini dipandang sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak
manusia atau dalam nahasa sosialnya moralitas masyarakat.
Oleh karena itu, akhlak tasawuf merupakan kajian ilmu yang sangat
memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai
sebuah pengetahuan, tetapi harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan
manusia.
Tidak hanya itu, akhlak tasawuf juga memiliki fungsi yang sangat
bermanfaat bagi kita. Fungsi tersebut terbagi secara umum dan khusus.
B. Fungsi Akhlak Tasawuf
1. Fungsi Umum
Fungsi akhlak tasawuf secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek
yaitu yang pertama aspek yang menyangkut sejarah akhlak tasawuf sejak lahir
dan juga mengenai paradigma yang masih tersisa sampai sekarang. Aspek
yang kedua yaitu fungsi akhlak tasawuf dengan memotret realitas kehidupan
modern sekarang ini.10
Aspek pertama antara lain :
a. Meneladani Akhlak Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasalam
Rosulullah sebagai Uswatun Khasanah (suri tauladan yang baik) bagi
umatnya, walaupun Rosulullah sudah Maksum (terjaga dari perbuatan
dosa) tapi Rosulullah senantiasa berdzikir memohon ampun kepada
Allah Subhanahu Wata’ala, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu Wata’ala, hidup sederhana, menjauhi kenikmatan dunia
yang menyesatkan dengan maksud agar umatnya pun melakukan apa
yang Rosulullah ajarkan sehingga umatnya tidak tersesat oleh
gemerlap kenikmatan dunia yang menyesatkan.
b. Menyeimbangkan Antara Kehidupan Keduniawian (Kebutuhan
Material) Dengan Kehidupan Spiritual (Kebutuhan Rohani / Agama).

10
Alwan Khori, dkk, Akhlak/Tasawuf, Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005, 74.
9

Banyak orang yang hanya sekedar mencari dunianya saja dan


kebutuhan rohaninya tidak pernah dicari sehingga terjadi ketimpangan
antara nafsu dari diri sendiri dengan penyaringnya (aturan agama)
sehingga banyak orang yang melakukan suatu hal dan dia tidak
menyadarinya karena yang mengontrolnya adalah hawa nafsu. Apabila
kita menuruti hawa nafsu/ mengejar dunia saja maka kita tidak akan
pernah puas, sehingga kita perlu menyeimbangkaannya dengan cara
mengisi nilai-nilai spiritual pada setiap aspek kehidupan yaitu dengan
mempelajari dan mengamalkan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Aspek kedua antara lain:

a. Peneduh Jiwa Saat Kehilangan Visi Keilahian Karena Kemajuan Ilmu


Pengetahuan Dan Teknologi.
Husen Nasr dalam Islam and Pligh of Modern Man menyatakan
bahwa akibat masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu
pegetahuan dan teknologi menjadikan mereka dalam wilayah pinggiran
eksistensinya sendiri, menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama
yang berdasarkan wahyu (Al-Qur’an) mereka tinggalkan, hidup dalam
keadaan sekuler,11 masyarakat yang demikian adalah masyarakat barat
yang dikatakan the post industrial society telah kehilangan visi Keilahian.
Masyarakat yang demikian ini telah tumpul penglihatan intelektualnya
dalam melihat realitas hidup dan kehidupan (Komaruddin hidayat, dalam
Dawam raharjo, 1985).
Hilangnya visi Keilahian bisa mengakibatkan timbulnya gejala
psikologis yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok manusia dan aspek-aspek nilai transenden (diluar segala
kesanggupan manusia, luar biasa), satu kebutuhan yang hanya bisa digali
dari sumber wahyu Ilahi. Akibat dari itu maka tidak heran akhir-akhir ini
banyak dijumpai orang yang stress, gelisah, bingung karena tidak

11
Bersifat Duniawi Atau Kebendaan (Bukan Bersifat Keagamaan Atau Kerohanian. Lihat
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Eds Iii, Jakarta : Balai
Pustaka, 2005.
10

mempunyai pegangan hidup. Tasawuf memiliki potensi besar karena


mampu menawarkan pembebasan spiritual, mengajak manusia mengenal
dirinya sendiri dan akhirnya mengenal Tuhannya. Dan ini merupakan
pegangan hidup manusia yang paling ampuh, sehingga tidak terombang-
ambing oleh badai kehidupan ini.12
b. Penguat Psikis (Penghilang Stress)
Kehidupan dunia dipenuhi dengan persaingan, peraturan yang
dipakai bagaikan dihutan yaitu siapa yang kuat dialah yag bertahan, dalam
mempertahankan posisi dalam bersaing terkadang ada pihak-pihak yang
melakukan persaingan tidak sehat sementara keinginan bersaing tinggi
sehingga terkadang menimbulkan pikiran dan membuat stress, dalam
kondisi demikian akhlak tasawuf sebagai media untuk menghilangkan
stress yaitu dengan cara Muhasabbah (introspeksi diri) menyadari bahwa
semua yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali pada
Allah.
c. Penguat Tali Persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah)
Dalam kehidupan modern ini semua orang disibukkan dengan
dunianya masing-masing sehingga tidak jarang orang yang tidak sempat
bertemu atau bersosialisasi dengan masyarakat atau bahkan dengan
tetangga sendiri, bahkan rata-rata kehidupan perkotaan sekarang ini
melekat dengan rasa egoisme yang tinggi (Individualis), dalam hal seperti
ini Akhlak tasawuf berfungsi sebagai pengingat bahwa perlunya hidup
bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam hal kebaikan, dan
bahwasannya sesama muslim terutama adalah bersaudara.
Seperti Firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 10 yang artinya:
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
2. Fungsi Khusus

12

H.M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf Sufisme Dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002. Hal 109,112-114.
11

Selain secara umum, fungsi tasawuf juga dapat dibagi menjadi


fungsi secara umum. Fungsi akhlak tasawuf secara khusus dapat
digambarkan sebagai berikut:
a. Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah
Allah adalah Dzat yang Suci sedangkan manusia tidak suci.
Manusia memliki banyak dosa atas perbuatan-perbuatan baik yang
manusia sadari berdosa ataupun yang tidak di sadari berdosa, manusia
tidak akan mencapai maqom Ridho apabila masih
berbuat/melakukan/mempunyai banyak dosa maka dalam berhubungan
dengan Allah baik itu ibadah umum atau khusus hendaknya kita
membersihkan hati terlebih dahulu agar ibadah tersebut diterima oleh
Allah (mustajab). Misalnya dalam Berdo’a apabila do’a tersebut ingin
dikabulkan oleh Allah maka hendaknya kita membersihkan hati kita
terlebih dahulu dari sifat-sifat tercela kemudian taubat dan memohon
ampun kepada Allah dan selalu ingat kepada Allah maka Do’a tersebut
akan dikabulkan Allah apabila Allah menghendakinya.
b. Membersihkan Jiwa Dari Pengaruh Materi
Manusia memiliki 2 kebutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan
rohani, terkadang manusia hanya mementingkan untuk mengejar
duniawinya saja tanpa mengejar kebutuhan rohaninya sehingga manusia
sering terjerumus pada pengaruh materi duniawi karena mengikuti hawa
nafsu, mereka hanya memuaskan kebutuhan lahiriyahnya saja sehingga
mereka terkadang lupa diri, untuk mencegah jiwa terpengaruh oleh materi
duniawi maka kita pelu membersihkan jiwa kita salah satunya dengan
ceramah-ceramah agama yang mempertebal iman kita sehingga kita
termotivasi untuk selalu ingat kepada Allah dan menghindari perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh Allah.
c. Menerangi Jiwa Dari Kegelapan
Manusia tidaklah lepas dari perbuatan salah dan dosa terkadang
sadar atau tidak sadar melakukan perbuatan yang merusak iman dan
berdosa antara lain Hub Al-Dunya (cinta kepada dunia, gaya hidup
glamour dll.), At-Thama’ (rakus, serakah), mengikuti hawa nafsu, ‘Ujub
12

(bangga terhadap diri sendiri), Riya’ (pamer, memperlihatkan amal


perbuatan pada oranglain), Takabbur (sombong), Sum’ah (menceritakan
amal ibadah kepada orang lain). Tasawuf berperan untuk menerangkan
jiwa dari kegelapan akibat penyakit hati tersebut dengan cara Takholli
(menghapus sifat-sifat tercela) dan Tahalli (mengisi dengan sifat-sifat
terpuji).
d. Memperteguh Dan Menyuburkan Keyakinan Beragama
Iman seseorang bersifat labil (tidak stabil) dalam artian bisa naik
bisa juga turun dan bahkan bisa hilang tak berbekas sama sekali.Saat
seseorang melakukan perbuatan tercela maka imannya akan menurun
bahkan apabila seseorang melakukan perbuatan syirik maka bisa dikatakan
iman seseorang tersebut hilang tak berbekas karena ia mengganggap
makhluk lain sebagai Tuhan selain Allah sehingga imannya hilang, namun
apabila kita sering mendengarkan pengajian dan ceramah kita akan
mendapat pencerahan sehingga meyakinkan dan meneguhkan iman kita
sehingga kita tidak mudah tergoda dengan kenikmatan dunia yang hanya
bersifat sementara.
e. Mempertinggi Akhlak Manusia
Apabila seseorang memiliki akhlak yang baik pasti akan dihormati
oleh orang lain namun apabila seseorang memiliki akhlak dan moral yang
jelek pastilah orang tersebut tidak akan dihargai oleh orang lain bahkan
akan dikucilkan dalam masyarakat. apabila seseorang memiliki hati yang
bersih maka baik pula akhlaknya sehingga tolak ukur baik menurut
masyarakat bukanlah pada hartanya tetapi pada akhlak seseorang, dan
dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa allah mengukur derajat manusia
bukan dari harta kekayaannya melainkan dari derajat ketaqwaanya.
Adapun fungsi mempelajari akhlak tasawuf yang sifatnya lebih
teknis adalah:
1) Untuk meningkatkan kemajuan rohani
2) Untuk menuntun kearah kebaikan
3) Untuk menopang kesempurnaan iman
4) Untuk mempertajam tanggung jawab eskatologis
13

5) Untuk mempertajam tanggung jawab sesama dalam kehidupan


6) Untuk menjaga martabat manusia
C. Pentingnya Studi Akhlak Tasawuf
Orang yang berakhlak karena ketakwaan kepada Tuhan semata-mata,
maka dapat menghasilkan kebahagiaan, antara lain:
1. Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat.
2. Akan disenangi orang dalam pergaulan.
3. Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagai
makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.
4. Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan
kemudahan delam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan yang
baik.
5. Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala
penderitaan dan kesukaran.13
Atas seseorang yang mendapat kebahagiaan karena akibat tindakan
yang baik dan benar, dan berakhlak baik maka akan memperoleh :
1. Irsyad : Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan amal
yang buruk.
2. Taufik : Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
dan dengan akal yang sehat.
3. Hidayah : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan terpuji
serta menghindari yang buruk dan tercela.14
Berkenaan dengan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad
Amin mengatakan sebagai berikut :
Tujuan mempelajari ilmu Akhlak dengan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang
baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil
termasuk baik, berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang

13
Lia Andani “Manfaat Mempelajari Akhlak Dan Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Lainnya”, (Onl-ine) tersedia di: http//:MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK DAN
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU LAINNYA” _ lia20andani2b.htm. (6 Februari 2014).
14

Drs. H. A. Mustofa, Op.Cit, 26.


14

kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang


termasuk perbuatan buruk.15
Menurut Drs. Barmawi Umari disebutkan bahwa:
1. Ilmu akhlak, dapat mengetahui batas antara yang baik dengan yang buruk
dan dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu menempatkan
sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
2. Berakhlak, dapat memperoleh irsyad, taufiq dan hidayah yang dengan
demikian maka Isya Allah kita akan berbahagia di dunia dan di akhirat.16
Dr. Hamzah Ya’cub menyatakan bahwa manfaat dari akhlak, adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan derajat manusia
Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di
bidang rohaniah atau bidang mental spiritual. Antara orang yang berilmu
pengetahuan tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu
pengetahuan.
2. Menuntun kepada kebaikan
Ilmu akhlak bukan sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana
yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya
membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan
yang mendatangkan manfaat bagi manusia.
3. Menifestasi kesempurnaan iman
Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan
perkataan lain bahwa keindahan akhlak adalah manifestasi daripada
kesempurnaan iman.
4. Keutamaan dari hari kiamat
Disebutkan dalam berbagai hadis bahwa Rasulullah SAW
menerangkan orang-orang yang berakhlak luhur akan menempati kedudukan
yang terhormat dari hari kiamat.
5. Kebutuhan pokok dalam keluarga

15

Prof. Dr. Abuddin Nata., M.A, Op.Cit, 13.


16

Lia Andani, Loc.Cit.


15

Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga


sejahtera. Keluarga yang tidak dibina dengan akhlak yang baik, tidak dapat
berbahagia, sekalipun kekayaan materinya melimpah ruah.
6. Membina kerukunan antar tetangga
Pentingnya akhlakul karimah di sini cukup jelas, karena betapa
banyaknya lingkungan yang gaduh karena tidak mengindahkan kode etika.
Islam mengajarkan agar mengajarkan agar antara tetangga dibangun jembatan
emas berupa silaturahmi.
7. Untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara.
Akhlak adalah faktor mutlak dalam nation dan character building.
Suatu bangsa dan negara akan jaya, apabila warga negaranya terdiri dari
orang-orang/masyarakat yang berakhlak mulia.
8. Dunia betul-betul membutuhkan akhlakul karimah
Dari dahulu sampai sekarang, dunia selalu penuh dengan orang-orang
baik dan orang-orang jahat. Jika dunia ditangani para Nabi dan Rasul serta
ahli-ahli hikmah seolah-olah dunia tersenyum gembira, dunia damai dan
tenang. Karena mereka itu selalu menggemakan penggilan akhlakul karimah,
menyeru umat manusia memiliki pribadi yang baik lagi luhur.17

17
Drs. H. A. Mustofa, Op.Cit, 31-19.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena


akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai, karakter
manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau
dengan sesama makhluk. Akhlak ini merupakan hal yang paling penting dalam
pembentukan akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik
budi pekertinya adalah Rasulullah saw

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia


menyatakan: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling
baik budi pekertinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan Fungsi Akhlak Tasawuf juga sangatlah penting bagi setiap manusia,
karena dengan mempelajari dan menerapkan di kehidupan sehari-hari akan
membuat kita semakin dekat Allah Swt. Oleh Karena itu, tidak ada salahnya kita
harus berbuat baik terhadap sesama umat manusia, karena itu memang juga sudah
di anjurkan oleh Allah Swt. Apa yang kita lakukan itulah menjadi cerminan
akhlak kita, sehingga apa yang kita tanam itu yang akan kita peroleh. Sehingga
kita sebaiknya semakin mendekatakan diri kita kepada Allah swt.

B. Saran

Dalam menyusun makalah fungsi akhlak tasawuf secara umum dan khusus
pastilah makalah ini jauh dari kesempurnaan. Dan Mudah-mudahan dengan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca
semuanya. Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca
maupun penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad
saw, setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

A. Mustofa. 1997. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Alwan Khori, dkk, Akhlak/Tasawuf, Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga,


2005.

Asmaran. 1994. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bersifat Duniawi Atau Kebendaan (Bukan Bersifat Keagamaan Atau Kerohanian.


Lihat Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Eds Iii, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

H.M. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf Sufisme Dan Tanggung Jawab Sosial
Abad 21, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Lia Andani “Manfaat Mempelajari Akhlak Dan Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu
Lainnya”, (Onl-ine) tersedia di: http//: MANFAAT MEMPELAJARI
AKHLAK DAN HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU
LAINNYA” lia20andani2b.htm. (6 Februari 2014).

Nata. Abuddin. 2010. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prof. Dr. Abuddin Nata., M.A, “Akhlak Tasawuf”,(RajaGrafindo Persada: Jakarta,


2010).

Anda mungkin juga menyukai