Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

AKHLAK, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA

Dosen Pengampu ;

Prof Dr. H. Asep Usman Ismail, M.A.

Disusun oleh:
Muhammad Rosan Fikri 11210511000006
Yasyifa Pramesti 11210511000008
Fitratul Husna 11210511000021
Buldan Cahyadi 11210511000036
Lela Juliani Riskiani 11210511000037

PROGRAM STUDI JURNALISTIK 3A


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Etika, moral, susila dan ilmu akhlak. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
mendengar istilah tersebut, namun banyak dari kita yang sering keliru mengartikan ke-
empat hal tersebut. Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang baik atau buruk suatu
perbuatan yang harus dilakukan oleh manusia. Moral adalah perbuatan atau tingkah
laku yang digunakan oleh manusia dalam bertindak yang didalamnya terdapat batasan-
batasan yang terbentuk oleh adat istiadat suatu daerah. Sedangkan susila adalah upaya
untuk membimbing suatu masyarakat sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat. Dan ilmu akhlak sendiri adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat
manusia sejak lahir. Sekilas menurut pengertian dari ke-empat hal tersebut adalah sama,
namun sebenarnya bila dikaji lebih dalam akan menimbulkan persamaan bahkan
perbedaan dalam ke-empat hal tersebut. Untuk lebih memahami persamaan dan
perbedaan ke-empat hal tersebut makan akan dikaji lebih dalam dalam bab berikutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari akhlak, etika, moral, Susila ?

2. Apa persamaan akhlak, etika, moral, dan susila ?

3. Apa ciri-ciri khusus akhlak ?

4. Apa saja sumber, sifat, tujuan akhlak ?

5. Bagaimana proses dan tahapan menjadi manusia yang berakhlak ?

C. Tujuan Pembuatan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari akhlak, etika, moral, dan susila.

2. Untuk mengetahui persamaan akhlak, etika, moral, dan susila.

3. Untuk mengetahui apa saja ciri-ciri khusus akhlak.

4. Untuk mengetahui sumber, sifat, dan tujuan dari akhlak.

5. Untuk mengetahui bagaimana proses dan tahapan menjadi manusia yang berakhlak.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlaq” berasal dari bahasa arab jama’
dari bentuk mufrodnya ‫ خلق‬yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Menurut ibnu athir dalam bukunya an-nihayah menerangkan bahwa hakikat makna
khuluq ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya),
sedangkan khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (yaitu yang berhubungan
dengan jasad/badan).

Menurut abd. Hamid Yunus akhlak adalah:

“akhlaq ialah segala sifat manusia yang mendidik.”

Adapun untuk definisi akhlak secara istilah adalah sebagai berikut:1

1. Menurut ibnu miskawaih, yang dimaksud dengan akhlaq adalah


“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”
2. Menurut Imam Al-Ghazali, yang dimaksud dengan akhlaq adalah
“Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu).”
3. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, yang dimaksud dengan akhlaq adalah
“Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlaq ialah kehendak
yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan
itu dinamakan akhlaq.”

B. Pengertian Etika

Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat.2 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika yang berartikan
ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).3 Dari pengertian kebahasaan ini
terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 19-28.
2
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers, 1980), cet. II, hlm. 13.
3
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII,
hlm 278.
Dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu
studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk,
adapun arti etika dari segi istilah telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan
yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin misalnya
mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju
oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya dilakukan. 4 arus, benar, salah dan sebagainya. Selanjutnya
Frankena, dikutip dalam Ahmad Charris Zubair mengatakan bahwa etika adalah
sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filsafat tentang
moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. 5

C. Pengertian Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa dari bahasa Latin, mores yaitu jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. 6
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.
Dalam hal memberikan defenisi moral, pandangan berbeda diungakapkan
oleh Howard, bahwa moral merupakan patokan prilaku benar dan salah yang
dapat dijadikan pedoman bagi pribadi seseorang. Moral juga menjadi pedoman
dalam berinteraksi dengan orang lain. Baik dan buruk perbuatan seseorang
dapat diukur dari nilai moral. 7
D. Pengertian Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan
akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu su dan sila. Su
berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau normal.

4
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (terj.) K. H Farid Ma'ruf, dari judul asli, al- Akhlaq, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1983), cet. III, hlm. 3.
5
Achmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers, 1980), cet. II, hlm16.
6
W. J, S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, hlm, 278.
7
Nurhasnah, Peran Pendidikan Moral di Keluarga dan Sekolah terhadap Karakter Siswa, (Jakarta: PKBM
Ngudi Ilmu, 2013),hlm.25.
Kata susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang baik
lagi. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik. Selanjutnya kata
susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan
sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada
upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatan
hidap yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 8
E. Persamaan Akhlak dengan Etika, Moral dan Susila

Ditinjau dari aspek obyek yang dijadikan perhatian utama oleh etika, moral, susila,
dan akhlak memiliki kesamaan yakni perbuatan manusia. Lebih tepatnya menemukan
hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dikerjakan manusia untuk dinilai baik-
buruknya. Dan dengan demikian dapat dipastikan bahwa tujuan keempat istilah ini pun
sama dalam rangka membimbing dan membentuk perilaku manusia agar menjadi baik,
mulia, dan terhormat sehingga dapat terwujud pergaulan yang damai, tentram,
sejahtera, dan harmonis diantara sesama anggota masyarakat.

Namun, jika dilihat dari sumber yang dijadikan parameter dalam menentukan baik
dan buruk maka akan dijumpai perbedaan diantara etika, moral, susila, dan akhlak.
Etika menggunakan akal sebagai penentu baik dan buruknya suatu perbuatan, moral
dan susila menjadikan adat kebiasaan yang berkembang di masyarakat sebagai ukuran
menentukan baik dan buruk suatu perbuatan, sedangkan akhlak ukuran baik dan buruk
suatu perbuatan ditentukan menurut keterangan al-Quran dan Hadits.

Secara fungsional memiliki hubungan yang erat serta saling menunjang dan
melengkapi. Etika dan akhlak sebagai standarisasi nilai perbuatan manusia yang
bersifat teoritis dapat dipergunakan oleh moral dan susila sebagai rujukan yang
dijadikan sebagai sumber nilai tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, sebaliknya
etika dan akhlak yang bersifat praktis dapat dijadikan sarana aplikatif bagi etika dan
akhlak sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalam etika dan akhlak menjadi bersifat
praktis terkhusus bagi etika karena seperti yang sudah dijelaskan kalau akhlak selain
bersifat teoritis juga bersifat praktis.

Persamaan Akhlak, Etika, Moral dan Susila, menurut Rosihin Anwar, ada beberapa
persamaan antara keempat terminologi tersebut yaitu pertama, akhlak, etika dan moral

8
Ibid., hlm. 982.
mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan perangai
yang baik. Kedua, akhlak, etika dan moral merupakan prinsip atau aturan hidup
manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiannya. Semakin tinggi kualitas
akhlak, etika, moral, dan susila seseorang atau sekelompok orang. semakin tinggi
kualitas kemanusiannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas dari ketiga terminologi
tersebut pada sekelompok orang, semakin rendah kualitas kemanusiannya.

Sementara dalam hal persamaan menurut Abdul Majid, mengartikan etika sebagai
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran. Menurutnya, tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah
mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang
ukuran tingkah laku yang baik dan buruk, dan barometernya sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran manusia. Hal ini karena etika berasal dari teori atau ilmu
filsafat bukan agama. Sementara akhlak diberikan pengertian lebih mendalam, karena
dalam padangan Islam ilmu akhlak mengajarkan hal baik dan buruk didasari dari ajaran
Allah dan Rasul Nya. Terdapat tiga alasan yang dikemukakan mengapa akhlak lebih
mendalam yaitu: Pertama, sumber akhlak adalah Allah dan Rasul-Nya. Kedua, akhlak
lebih univesal dan komprehensif. Ketiga, dalam Islam seseorang yang memiliki akhlak
yang luhur akan berada dibawah pancaran sinar pentunjuk Allah Swt menuju
keridhaan-Nya. Dalam hal persamaan menurutnya, etika, moral dan akhlak sama
memebahas atau mengajarkan tentang baik dan buruk.9

F. Ciri-ciri Khusus Perbuatan Ahlak.

Akhlak dalam Islam setidaknya memiliki lima ciri-ciri yaitu sebagai berikut.

1. Akhlak Rabbani

Sifat rabbani dari akhlak dari sisi tujuannya adalah untuk memperoleh kebahagiaan
di dunia dan akhirat nantinya. Ciri rabbani juga menegaskan bahwa akhlak dalam Islam
bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhslak yang benar-benar
memiliki nilai yang mutlak. Sebagaimana yang termaksud dalam Al-Quran dan Sunnah

9
Abdul Majid dan Dian Andriyani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2011), hlm. 15-16 Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka setia, 2010), hlm. 19-20
yang menjadi sumber dari ajaran akhlak dalam Islam baik yang bersifat teoretis
maupun praktis.10

2. Ahlak Manusiawi

Ajaran akhlak dalam Islam sejalan dan memenuhi tuntutan fitrah manusia.
Kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran
akhlak dalam Islam. Ajaran akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang
merindukan kebahagiaan dalam arti hakiki atau bukan kebahagiaan yang semu. Akhlak
dalam Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara ekisistensi manusia sebagai
makhluk terhormat yang sesuai dengan fitrahnya.

3. Akhlak Universal

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang berifat universal dan
mencakup segala aspek hidup manusia baik yang dimensina vertikal maupun
horizontal. Sebagai contoh al-Quran dalam surah Al-An’am ayat 151-152 menyebutkan
sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang. Berikut firman Tuhan
dalam QS. Al-An’am (6: 151)11

Katakanlah "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka,
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Selanjutnya dijelaskan tentang harta anak yatim QS. Al-An’am (6 : 152):
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,

10
Indo Santalia, Akhlak Tasawuf (Makassar: UIN Alauddin Press, 2011),h.7
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya ( Jakarta: 2002),h.199
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.12
4. Akhlak Keseimbangan

Ajaran akhlak dalam Islam berada di tengah antara yang menghayalkan manusia
sebagai malaikat yang menitikberatkan pada segi kebaikannya dan begitupun
sebaliknya yaitu sisi keburukannya yang diumpamakan sebagai binatang. Jadi pada
dasarnya menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan yaitu baik dan buruk, serta
memiliki unsur rohani dan jamani yang membutuhkan pelayanan secara seimbang.
Akhlak dalam Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia, jasmani dan rohani secara
seimbang begitupun dengan persoalan dunia dan akhirat.13

5. Akhlak realistik

Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia meskipun


manusia sendiri telah dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan
dibandingkan makhluk-makhluk lainnya, tetapi manusia mempunyai kelemahan-
kelemahan serta memiliki kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan
akan hal-hal material dan spiritual. Kelemahan atau kekurangan yang dimiliki oleh
manusia itu sendiri sangat memungkinkan.

G. Sumber, Sikap dan Tujuan Akhlak

Yang dimaksud dengan sumber ajaran akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, dasar sumber
akhlak adalah al-Qur‟an dan sunnah. Tingkah laku nabi Muhammad SAW merupakan
contoh suri teladan bagi umat manusia semua.14Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT
dalam al-Qur‟an: Artinya:

“Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-
putusnya. Dan sesungguhnya kamu (Nabi Muhammad) benar-benar berbudi pekerti
yang agung”.15 (al-Qalam: 3-4).

Ayat diatas menginformasikan kepada umat manusia, bahwa nabi Muhammad


Saw, memiliki pahala dan kebajikan yang tidak pernah putus-putusnya. Dan nabi

12
Departemen Agama RI. ( Jakarta: 2002 ),h.200
13
Indo Santalia, Akhlak Tasawuf ( Makassar: UIN Alauddin Press, thn , 2011),h. 8.
14
. Yunhar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007), 10.
15
QS. al-Qalam (63): 3-4
Muhammad SAW itu benar-benar memiliki akhlak yang paling agung. Karena itulah,
nabi Muhammad SAW dijadikan sebagai uswah (suri teladan). Adapun, Al Qur’an dan
As-Sunnah selain dijadikan sebagai pegangan hidup juga dijadikan sebagai dasar atau
alat pengukur baik buruknya sifat seseorang. Apa yang baik menurut Al Quran dan As-
Sunnah itu berarti baik dan harus dijalankan, sedangkan apa yang buruk menurut Al
Quran dan Sunnah berarti tidak baik dan harus dijauhi. Sebagai dasar umum dari
pendidikan akhlak adalah QS. At-Tahrim ayat 6 :

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.16

Sumber akhlaklah yang menjadikan ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlak adalah al-Qur’an dan sunnah,
bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan
moral Adapun sikap akhlak Sebagai mana yang dijelaskan dalam makalah, yang
mengutip dari imam Al-Ghozali, akhlak adalah daya kekuatan (sifat yang tertanam
dalam jiwa) yang mendorong perbuatan-perbuatan yang sepontan tanpa memerlukan
pertimbagan pikiran. Pengertian diatas menggambarkan bahwa tingkah laku
merupakan bentuk kepribadian yang muncul dari dalam diri seseorang yang bersifat
spontan tanpa dibuat-buat. Jika baik menurut pandangan agama maka tindakan itu
dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/al-akhlakul mahmudah) jika
tindakan itu buruk maka disebut (al-akhlakul al- madzmumah) dalam hadits nabi
disebuit dengan istilah ihsan: yaitu bagaimana seseorang dalam beribadah (bertindak,
bersikap, dan bertutur kata) selalu diawasi oleh allah. bertasawuf tanpa akhlak adalah
mustahil. Untuk itu, seorang sufi harus memiliki akhlak yang luhur, tidak saja kepada
Allah, tetapi juga kepada manusia dan seluruh makhluknya. Islam adalah agama yang
sangat menjaga keseimbangan dalam beragama. Antara kesalehan ritual dan individual
denagn kesalehan sosial harus seimbang. 17 Jadi akhlak merupakan bagian dari
tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang
terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaqi adalah mengisi kalbu (hati) dengan

16.
at-tahrim 6
. 17
Abdul Mustaqim. Akhlak tasawuf. (Yogyakarta:Kaukaba, 2013), hlm. 5
sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari
amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang
disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat,
tharikat, hakikat, dan ma`rifat.

Adapun tujuan akhlak atau tasawuf akhlak yaitu Melihat dari segi tujuan akhir setiap
ibadah adalah pembinaan takwa. Bertakwa mengandung arti melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan
melaksanakan perbuatan-perbuatan baik (akhlakul karimah). Orang yang bertakwa
berarti orang yang berakhlak mulia, berbuat, dan berbudi luhur. Di dalam pendekatan
diri kepada Allah, manusia selalu diingatkan kepada hal-hal yang bersih dan suci.
Ibadah yang dilakukan semata-mata ikhlas dan mengantar kesucian seseorang menjadi
tajam dan kuat. Sedangkan jiwa yang suci membawa pekertiyang baik dan luhur. Oleh
karena itu, ibadah disamping latihan spiritual juga merupakan latihan sikap dan
meluruskan akhlak. Sebagai contoh yaitu shalat yang erat hubungannya dengan latihan
akhlakul karimah seperti difirmankan Allah SWT dalam Q.S Al-„Ankabut: Artinya:

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji
dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut: 45).18

Jadi, tujuan shalat yaitu menjauhkan manusia dari perbuatan jahat, dan
mendorongnya untuk berbuat kepada hal-hal yang baik. Di dalam melaksanakan
ibadah pada mulanya didorong oleh rasa takut kepada siksaan Allah, tetapi di dalam
itu lambat laun rasa takut hilang dan rasa cinta kepada Allah timbul dalam hatinya.
Makin banyak ia beribadah makin suci hatinya, makin mulia akhlaknya.19

H. Proses dan Tahapan Menjadi Manusia Berakhlak


Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik-buruk
atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak adalah
Al-Qur'an dan Al- Hadits, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat,

18.
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), 5
19
QS. al-Ankabut (29): 45
20.
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam/LPPI, 2004), hlm.
sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai
baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syara ‟ (al-Qur'an dan Sunnah)
menilainya demikian.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan
pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Misalkan pendapat Muhammad
Athiyah al-Abrasyi yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengatakan bahwa pendidikan
budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam 20 Demikian pula
Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah identik
dengan tujuan hidup setiap Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba
yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.21

Pembentukan akhlak ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa akhlak adalah


hasil usaha pendidikan, latihan, usaha keras dan pembinaan (muktasabah), bukan
terjadi dengan sendirinya. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia termasuk di
dalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, dan intuisi
dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Akan tetapi, menurut
sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk karena akhlak adalah insting
(garizah) 22 yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini cendrung kepada
perbaikan atau fitrah yang ada dalam diri manusia dan dapat juga berupa kata hati atau
intuisi yang selalu cendrung pada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini maka
akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa bentuk atau diusahakan (ghair
muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin
ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan batin. kecenderungan kepada kebaikan
atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi
yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak
akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Kelompok
ini lebih lanjut menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul
dalam perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan
batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya

21.
Abudin Nata, Op.cit., hlm. v
22 .
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma‟arif, 1980), cet IV, hlm. 48-49
meninggikan dirinya. Demikian juga sebaliknya 23 Kemudian ada pendapat yang
mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan, pembinaan dan
perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Akhlak manusia itu sebenarnya boleh diubah

dan dibentuk. Orang yang jahat tidak akan selamanya jahat, seperti halnya seekor
binatang yang ganas dan buas bisa dijinakkan dengan latihan dan asuhan. Maka
manusia yang berakal bisa diubah dan dibentuk perangainya atau sifatnya. Oleh sebab
itu usaha yang demikian memerlukan kemauan yang gigih untuk menjamin
terbentuknya akhlak yang mulia, Sebagaimana dalam hadits:

Dari Abu Zar, Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman, dan Muaz bin Jabal
radhiallahuanhuma dari Rasulullah shallallahualaihi wa sallam beliau bersabda:
Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah keburukan dengan
kebaikan yang dapat menghapusnya dan pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.
(Riwayat Tirmidzi)

PENUTUP

D. Kesimpulan
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan kemanusiaan yang berifat universal dan
mencakup segala aspek hidup manusia baik yang dimensina vertikal maupun
horizontal. Sebagai contoh al-Quran dalam surah Al-An’am ayat 151-152
menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang.
Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami.
timbangan dengan adil. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat.

23.
Deswita . op. cit. h. 92
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawuf akhlaqi, yang merupakan salah satu
ajaran dari tasawuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawuf akhlaki adalah mengisi
kalbu dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian,
dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawuf amali, ada dua macam
hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu
syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
Adapun tujuan akhlak atau tasawuf akhlak yaitu Melihat dari segi akhir tujuan yaitu
setiap ibadah adalah pembinaan takwa. Bertakwa mengandung arti melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan jahat
dan melaksanakan perbuatan-perbuatan baik. Orang yang bertakwa berarti orang yang
berakhlak mulia, berbuat, dan berbudi luhur.
Sumber akhlak adalah al-Qur'an dan al- Hadits, bukan akal pikiran atau pandangan
masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dalam konsep akhlak, segala
sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syarat menilainya
demikian. Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang
tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.
E. Saran
dalam pendekatan diri kepada Allah, manusia selalu diingatkan kepada hal-hal
yang bersih dan suci. Ibadah yang dilakukan semata-mata ikhlas dan mengantar
kesucian seseorang menjadi tajam dan kuat. Sedangkan jiwa yang suci membawa budi
pekerti yang baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah disamping latihan spiritual juga
merupakan latihan sikap dan meluruskan akhlak. Sebagai contoh yaitu shalat yang erat
hubungannya dengan latihan akhlakul karimah seperti difirmankan Allah SWT dalam
Q.S Al-ankabut.
Ajaran etika dan moral dapat dipelajara oleh seluruh masyarakat didunia,
walaupun terdapat perbedaan dari segi agama. Dilingkungan muslim akhlak tasawuf
merupakan ajaran yg mengajarkan syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat. Dengan
adanya syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat dalam melaksanakan ibadah maka akan
timbul rasa cinta kepada Allah di dalam hatinya. Makin banyak ia beribadah makin
suci hatinya, makin mulia akhlaknya. Maka dari itu saran yang dapat kami sampaikan
dari makalah kami dengan adanya rasa khauf maka timbulah rasa takut terhadap
siksaan allah, dengan adanya rasatakut akan semakin bertakwa hambanya kepada
Allah, sesuai dalam hadist diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Y., 2007. Sutdi Ahlak Dalam Prespektif Al-Qur'an. 5 ed. Jakarta: Sinar Grafika
Offset.
Amin, A., 1983. Etika Ilmu Ahlak. 3 ed. Jakarta: Bulan Bintang.
Amin, A., n.d. Etika. s.l.:s.n.
Andriyani, A. M. d. D., 2010. Pendidikan Krakter Prespektif islam. Bandung: Pustaka setia.
Ilyas, Y., 2007. Ahlak Tasawuf. 10 ed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marimba, A. D., 1980. Pengantar filsafat pendidikan islam. IV ed. Bandung: al-ma'rif.
Mustaqim, A., 2013. Ahlak Tasawuf. In: Yogyakarta: Kaukaba, p. 5.
Nata, A., 2013. Ahlak Tasawuf dan karakter mulia. Jakarta: Rajawali Pers.
Nurhasanah, 2013. Peran Pendidikan Moral di keluarga dan sekolah terhadap karakter
siswa. Jakarta: PKMB Ngudi Ilmu.
Santalia, I., 2011. Ahlak Tasawuf. Makasar, UIN Alauiddin Press.
Zubair, A. C., 1980. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Perss.

Anda mungkin juga menyukai