Oleh:
Okky Sanjaya (E71219053)
Dosen Pengampu:
Fikri Mahzumi, M.Fil.I, S.Hum.,M.Fil.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika ialah bagian dari filsafat yang meliputi metafisika, kosmologi, psikologi,
logika, etika, hukum, sosiologi, sejarah dan estetika. 1 Ini adalah deskripsi rasional
tentang sifat dan dasar tindakan dan keputusan yang benar, serta prinsip-prinsip yang
menetapkan klaim bahwa tindakan dan keputusan tersebut adalah keharusan dan
larangan moral.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etika ditegaskan sebagai
pengetahuan mengenai apa yang baik dan buruk juga mengenai hak dan kewajiban
(akhlak) moral. 2 Sedangkan umumnya hanyalah dipandang sebagai sisi nilai baik
ataupun buruk, sebab nilai baik akan dianggap benar dan nilai buruk dianggap salah,
mengenai itu semakin jelas apabila dipadukan dengan etika religius, hal apa saja yang
diperintahkan oleh Tuhan dianggap baik dan benar, sekalipun yang dilarang-Nya juga
dianggap buruk dan salah.
Sejalan dengan itu, etika Islam dalam bahasa Arabnya bisa disamakan dengan
beberapa ungkapan lainnya, seperti falsafat al-akhlaq, karangan yang ditulis oleh
Manshur Ali Rajab dalam kitabnya yang berjudul Taammulat fi Falsafat al-Akhlaq;3
lalu adapula karangan yang ditulis oleh Al-Mawardi dengan judul Adab ad-Dunya wa
ad-Din.4
Istilah moral dicirikan sebagai praktik standar (norma langsung) yang
memimpin manusia, moral adalah penyelidikan hukum antara salah dan benar
memimpin apa yang dilakukan seseorang. 5 Aristoteles mencirikan moral sebagai
sekumpulan keputusan yang harus dipatuhi oleh manusia. 6 Moral juga memiliki
penekanan pada penyelidikan kerangka nilai yang ada.
Berkenaan dengan itu etika berbicara mengenai kebiasaan (perilaku) manusia.
Karena Islam pada dasarnya memiliki gambaran perihal manusia yang sangat positif
dan optimis. Menurut Islam, manusia berasal dari satu asal yakni keturunan Adam dan
Hawa. Namun perkembangan yang terjadi telah mengubah umat manusia menjadi suatu
1
Jalaludin AR, dkk, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 43.
2
Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hal. 271.
3
Manshur Ali Rajab, Taammulat fi Falsafat al-Akhlaq, (Mesir: Maktabat al-Anhalu al-Mishriyyah, 1961), cet.
Ke-3.
4
Abu al-Hasan Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, (Mesir: Dar al-Fikr, 1966), cet. Ke-1.
5
Hamzah Ya’kub, Etika Islami: Pembinaan Akhlakkul Karimah, (Suatu Pengantar), (Bandung: CV, Diponegoro,
1983), hal. 12.
6
Aw. Wijaya, Etika Pemerintah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal.26.
suku, marga atau bangsa dengan kebudayaan dan peradabannya sendiri. Semua
perbedaan tersebut memudahkan untuk saling mengenal dan mendorong saling
menghargai dan menghormati. Menurut Islam, perbedaan antara manusia tidak
didasarkan pada warna kulit atau negara, tetapi pada kesalehan individu. Ini adalah
dasar dari sudut pandang Islam (ukhuwah insaniyyah).7
Satu yang penting, dalam hal ini bahwa manusia sangat membutuhkan
bimbingan tentang konsep etika yang baik guna diterapkan kepada segala aspek
kehidupan manusia. Maka, salah satu pemikir besar mengenai etika adalah Hamka.
Dialah tokoh sentral yang sangat disegani pada masanya hingga saat ini. Dalam
pengertian yang utuh mengenai etika, Buya Hamka tidak hanya memandang etika
ataupun masalah kelakuan manusia dari segi nilai baik dan buruk, yang hanya dibahas
pada pihak agama, filsafat ataupun tasawuf semata-mata. Akan tetapi, dia juga
membicarakan etika dengan memadukan perspektif agama dan juga filsafat. Kalau
mengacu pada pandangan filosuf secara epistemologinya, manusia ialah yakni,
makhluk yang berakal dapat menggunakan pikirannya dengan bebas dalam mencari
kebenaran dan pengetahuan (truth). Serta pula secara etis, manusia ialah makhluk yang
memiliki hati nurani yang memungkinkannya dalam mencapai kebenaran seperti sikap,
segala putusan dan perbuatan yang dilakukan (rightness).8
Menurutnya, manusia dengan kemampuannya begitu juga adanya mampu
mengetahui dan melakukan perbuatan yang baik karena manusia mempunyai kekuatan
yang dominan dalam membentuk atau menentukan perbuatannya. Perbuatan baik
ataupun buruk ialah pilihan atas kebebasan dari manusia tersebut dan harus
dipertanggungjawabkan oleh manusia itu sendiri. Perbuatan moral seorang muslim
hendaknya didasari pandangan dunia tauhid yang melampaui kepentingan pragmatis.
Di sinilah nampak sekali dalam pemikiran etika hamka perpaduan yang serasi antara
agama yang religius dan filsafat yang rasional.
Menurut Hamka, dalam Islam etika (akhlak) menempati posisi kedua setelah
tauhid. Ini berarti bahwa syariah sebagai komponen terakhir harus bertumpu pada
tauhid dan etika. Makna syariah dalam Islam patut selalu selamanya dijiwai akan tauhid
dan akhlak.
Etika islam merupakan ilmu yang mengajarkan dan menuntun manusia kepada
tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku buruk sesuai dengan
ajaran Islam yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadis.9 Istilah lain yang
digunakan untuk etika islam ialah sebuah sistem yang terdiri dari karakteristik-
karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istemewa dan
lengkap. Karakteristik-karakteristik ini membentuk kerangka psikologi dan
membuatnya berprilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya
dalam keadaan yang berbeda. 10 Dari beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud
dengan etika islam yakni ilmu yang mengajarkan manusia kepada tingkah laku yang
membuat manusia menjadi istimewa.
7
Azyumardi Azra dalam Weina Sairin, ed., Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa;
Butir-butir Pemikiran, hal. 92.
8
Abd Haris, Etika Hamka: Konstruksi Etik Berbasis Rasional-Religius, Kata Pengantar (Yogyakarta: LKiS, 2010),
cet. Ke-1, hal. Vi.
9
Istaghfarotunrahmaniah, Pendidikan Etika, (Malang: UIN-Maliki Pres, 2010), hal. 87.
10
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 26.
Dilihat dari penjelasan di atas pula, hingga kini ada dua ungkapan dalam
pembahasan etika Islam, yakni “akhlaq” dan “adab”. Secara detailnya kedua istilah
itu dapat dijelaskan, yakni, Pertama, ungkapan “akhlaq” menjadikan sebagai unsur
bahasa dalam pembahasan masalah etika Islam tersebut, sebab ungkapan “akhlaq”
dikenal tentang pembahasannya mengenai masalah etika dalam Islam dan bentuk
tunggalnya, “khuluq”, yang secara lanjut termuat di dalam Al-Qur’an surah al-Qalam
ayat 4 serta pada hadits Nabi. 11 Kedua, ungkapan “adab” yang sama halnya dengan
adat ataupun kebiasaan, seperti yang telah dikatakan oleh Toha Husain, bahwasanya
unsur adab berasal dari kata “al-da-bu” yang sama halnya dengan “al-‘adah”.12 Lain
dari pada itu, makna unsur adab di beberapa kamus juga mempunyai maksud budi
pekerti, tingkah laku. 13
Berdasarkan sedikit pemaparan diatas, setidaknya dapat membuka wawasan
tentang pengertian etika Islam, terlebih pemikiran Buya Hamka mengenai etika. Oleh
karenanya penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada judul: Kontekstualisasi Etika
Islam dalam Relevansi Kehidupan Perspektif Buya Hamka.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang informasi mengenai permasalahan sebelumnya,
maka permasalahan dalam penelitian ini ialah:
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk mengetahui kontekstualisasi
Etika Islam Perspektif Buya Hamka.
2. Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk mengetahui Relevansi Etika pada
Kehidupan.
D. Penelitian Terdahulu
Agar mempermudah penelitian, penulis melampirkan penelitian terdahulu
sebagai berikut:
11
Abd Haris, Etika Hamka: Konstruksi Etik Berbasis Rasional-Religius, (Yogyakarta: LKiS, 2010), cet. Ke-1, hal.
40.
12
Muhammad ‘Abid al-Jabiri, al-‘Aqlu al-Akhlaqi al-‘Arabi: Dirasah Tahliliyah Naqdiyyah li Nuzum al-Qiyam fi
ats-Tsaqafah al-Arabiyyah, (Maroko: Markaz Dirasat al-Wihdah al-‘Arabiyyah, 2001), cet. Ke-1, hal. 42.
13
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir, hal. 13-34.
1. Diana Nur Kontekstualisasi Pendidikan Skripsi Uinsa, Penelitian ini
Sholihah Islam Dalam Al-Qur’an 2017. menyimpulkan bahwa
terdapat pada tiga kata
yakni tarbiyah, ta’lim,
dan tazkiyah dalam Al-
Qur’an sebagai makna
pendidikan.
3. Kemas Abdul Hai Kontekstualisasi Etika Politik Jurnal Ilmiah Penelitian ini
Islam Umar Ibn Khattab Islam Futura, menyimpulkan bahwa
dalam Kehidupan 2016, (Sinta 1). Kepatuhan terhadap etika
Kontemporer dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
yang demokratis telah
menjadi salah satu
kebutuhan yang sangat
mendesak. Karena etika
bukan hanya sebagai
indikasi kesusilaan
dalam setiap
pengambilan keputusan
5ublic, tetapi juga
menjadi pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4. Ahmad Syahid Penafsiran Ayat Etika Jurnal Ilmiah Penelitian ini
Bertamu dalam Kitab Rawa Ilmu menyimpulkan bahwa
I’u Al-Bayan dan Ushuluddin, umat muslim saat
Kontekstualisasinya di 2021, (Sinta 4). berkunjung harus
Indonesia berbudi luhur dan bertata
krama. Bagi yang dating
berkunjung wajib
menyapa dengan salam
sebelum masuk, tidak
berkunjung sewaktu-
waktu dan tidak
melakukan hal-hal yang
bersifat mengganggu
tamu.
11. Sri Wahyuningsih Konsep Etika dalam Islam Jurnal An-Nur Penelitian ini
Kajian Ilmu- menyimpulkan bahwa,
Ilmu Pendidikan perangkat nilai yang
dan Keislaman, tidak terhingga dan
2022. agung yang bukan saja
berisikan sikap, prilaku
secara normative, yaitu
dalam bentuk hubungan
manusia dengan tuhan
(iman), melainkan wujud
dari hubungan manusia
terhadap Tuhan, Manusia
dan alam semesta dari
sudut pangan historisitas.
E. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif,
yang mana sumber acuannya menggunakan metode library research. Sifat dari
penelitian kualitatif ini literatur review, deskriptif. Selain itu, penelitian ini
menggunakan dua sumber data yang mendukung yakni data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari buku Etika Hamka, Falsafah Hidup, Membangun Etika
Islam dalam Kehidupan.
Selain itu pula ada data sekunder yang diperoleh melalui jurnal ilmiah, artikel
umum, buku dan sumber data lain yang membahas objek material etika islam
begitupula relevansi etika pada kehidupan sebagai yang diteliti.
F. Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori dari Buya Hamka dimana
seluruh aktivitas kehidupan dan pandangan bagi umat Islam terlebih akhlak dan juga
moral berdasarkan pada tauhid.
Hal tersebut di perkuat pada buku Etika hamka dimana Hamka juga memiliki
pengetahuan akan ajaran Islam, yakni pokok utama ajaran Islam ialah Tauhid.
Sekalipun akhlak maupun etika berada pada urutan kedua sesudah paham pokok utama
tersebut atau tauhid. 14
Dimana teori pokok utama ini, dapat digunakan untuk menganalisis teori etika
yang dimana sebagai struktur dalam kehidupan maupun ajaran Islam. Dengan tujuan
memperoleh suatu kebenaran dan penjelasan yang relevan terkait penulisan skripsi ini.
G. Sistematika Pembahasan
Penelitian yang berjudul “Kontekstualisasi Etika Islam dalam Relevansi
Kehidupan Perspektif Buya Hamka” terdiri dari beberapa bab dengan sistematika
pembahasan, antara lain:
Bab pertama, memuat pendahuluan dan penelitian yang isinya meliputi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian terdahulu,
metodelogi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab ketiga, memuat biografi tokoh dan pemikiran hamka mengenai etika serta
kemudian struktur etika dalam ajaran Islam di kehidupan.
Bab kelima, memuat kesimpulan bab yang menjadi penutup dari semua
penjelasan sebelumnya yang berisi saran dan kesimpulan.
Daftar Pustaka
14
Abd Haris, Etika Hamka: Konstruksi Etik Berbasis Rasional-Religius, (Yogyakarta: LKiS, 2010), cet. Ke-1, hal.
73.
Abu al-Hasan Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, (Mesir: Dar al-Fikr,
1966).
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004).
Ali, Manshur Rajab, Taammulat fi Falsafat al-Akhlaq, (Mesir: Maktabat al-
Anhalu al-Mishriyyah, 1961).
AR, Jalaludin, dkk, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004).
Aw. Wijaya, Etika Pemerintah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991).
Azyumardi Azra dalam Weina Sairin, ed., Kerukunan Umat Beragama Pilar
Utama Kerukunan Berbangsa; Butir-butir Pemikiran, (Jakarta: Bpk
Gunung Mulia, 2006).
Hamzah Ya’kub, Etika Islami: Pembinaan Akhlakkul Karimah, (Suatu
Pengantar), (Bandung: CV Diponegoro, 1983).
Istaghfarotunrahmaniah, Pendidikan Etika, (Malang: UIN-Maliki Pres, 2010).
Muhammad ‘Abid al-Jabiri, al-‘Aqlu al-Akhlaqi al-‘Arabi: Dirasah Tahliliyah
Naqdiyyah li Nuzum al-Qiyam fi ats-Tsaqafah al-Arabiyyah, (Maroko:
Markaz Dirasat al-Wihdah al-‘Arabiyyah, 2001).
Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994).