Anda di halaman 1dari 15

ETIKA BELAJAR DALAM ISLAM

Tugas Kelompok Mata Kuliah Akhlak dan Etika

Dosen : Muhammad Arifin, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Rafly Hafizh (201813500432)

Farhan M. Iqbal (201813500434)

Kelas R6F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikah hidayah dan nikmatNya
kepada kita semua, terutama nikmat kesehatan sehinggi kami dapat menyelesaikan
tugas kelompok makalah pada mata kuliah “Akhlak dan Etika” dengan baik dan
menyelesaikan tanpa adanya hambatan. Pada kali ini, kami diberikan kesempatan
untuk membahas materi tentang “Etika Belajar dalam Islam”.

Makalah ini kami buat dari informasi yang telah kami dapatkan sehingga
dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan pada isi ataupun bahasa.

Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan kami
terima, semoga makalah ini dapat memberikan dampak positif bagi para pembaca.

Jakarta, April 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Batasan Masalah 2
D. Tujuan2
BAB II METODELOGI 3
BAB III PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Etika 4
B. Pengertian Belajar 6
C. Etika Belajar dalam Islam 7
BAB IV PENUTUP 11
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama universal, agama yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad SAW sebagai petunjuk umat manusia dalam menjalankan hidup di
dunia ini dan juga sebagai rahmat untuk semesta alam. Islam mengajarkan segala
hal dalam kehidupan manusia, baik itu dari hal yang bersifat sederhana maupun
kompleks, diantara banyaknya ilmu yang diajarkan, etika menjadi ilmu yang
berfungsi untuk mengatur tingkah laku dan perbuatan manusia sehari-hari.

Akhlak dan etika adalah hal yang sering kita dengar, keduanya berkaitan
dengan perilaku, walaupun terlihat sama nyatanya mereka memiliki perbedaan.
Akhlak adalah perilaku dan perbuatan yang baik atau buruknya telah ditentukan
oleh agama, baik itu yang sesuai dengan Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Berbeda
dengan etika, biasanya orang akan menilai perilaku baik maupun buruknya
dengan akal pikiran.

Hal ini bisa kita bayangkan layaknya akar pohon, apabila penanaman kita
menggunakan tata cara yang baik, maka akan baik pula perkembangan pohon
tersebut, sebaliknya jika sejak awal kita sudah salah dalam melakukan perawatan
maka akan kurang pula perkembangan pohon tersebut. Permisalan ini bukan
hanya tertuju pada pemikiran baik atau buruknya suatu perbuatan, tetapi juga
dalam pengaplikasian kehidupan sehari-hari oleh karena itu lahirlah aturan-aturan
dan pedoman untuk diikuti oleh sekelompok orang tertentu, sehingga hal tersebut
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan mendasar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika?

4
2. Apa yang dimaksud dengan belajar?
3. Bagaimana etika belajar dalam islam?

C. Batasan Masalah

Makalah ini berfokus pada “Etika Belajar dalam Islam”, kami memfokuskan
pembahasan ini agar para penuntut ilmu dapat beretika layaknya seorang muslim
yang telah diajarkan para penuntut ilmu terdahulu.

D. Tujuan
1. Dapat mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan etika
2. Dapat mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan belajar
3. Dapat memahami tentang etika belajar dalam islam

5
BAB II
METODOLOGI
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi
pustaka, dengan mengumpulkan data dari informasi yang sudah ada pada
buku dan sumber lainnya tentang Etika Belajar dalam Islam.

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika

Secara etimologi kata etikamemiliki dua arti, dalam bahasa Yunani yaitu
ethikos mengandung arti penggunaan, karakter, kebiasaan, kecenderungan
dalam sikap yang mengan dung analisis konsep seperti benar – salah, serta
mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Dalam bahasa
Inggris ethic yang berarti suatu system, prinsip moral, aturan atas cara
berperilaku.

Makna “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang kebiasaan dan inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya etika
yang oleh Aristoteles (384-322 5M) sudah dipakai untuk menunjukan filosofis
moral. Menurut W.J.S. Poerwadarminto etika merupakan studi tentang
prinsip-prinsip moralitas (moral). Sedangkan menurut K. Bertens etika adalah
nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku.

Dalam islam, orang lebih banyak mengenal etika dengan kata “akhlak”,
secara etimologis akhlak memiliki arti perangai, kelakuan, tabiat atau watak
dasar, kebiasaan, peradaban yang baik dan agama, arti tersebut merupakan
masdar dalam Bahasa Arab yang berasal dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqon.

Di dalam Al-Quran makna akhlak tidak ditemukan dengan arti seperti


yang diatas, tetapi yang ditemukan ialah bentuk tunggalnya yaitu khuluq.
Sedangkan dalam hadits dapat ditemukan kata akhlak, yaitu pada hadits dari
Abu Hurairah

7
‫َأ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِإي َمانًا َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا َو ِخيَا ُر ُك ْم ِخيَا ُر ُك ْم لِنِ َساِئ ِه ْم ُخلُقًا‬

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah ia yang


memiliki akhlak terbaik. Yang terbaik diantara kalian adalah yang terbaik
akhlaknya kepada pasangannya.” (HR At Tirmidzi)

Adapun terdapat hubungan antara akhlak, khaliq dan makhluq, yaitu


adalah sebuah media perantara bagi makhlukNya dalam berhubungan kepada
Tuhannya. Terdapat beberapa istilah menurut para ulama tentang akhlak,
diantaranya:

 Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak adalah sifat yang tertanam


dalam jiwa yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan
gampang tanpa perlu berpikir panjang.
 Menurut Ibrahim Anas, akhlak ialah ilmu yang objeknya
membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia, dapat didisifatkan dengan baik ataupun buruk.
 Menurut Muhammad bin Ali Asy Syariif Al Jurjani, akhlak
ialah sesuatu yang telah tertanam kuat dalam diri manusia yang
darinyalah terlahir perbuatan, perbuatan dengan mudan dan
ringan tanpa berpikir panjang.

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan umum yaitu akhlak


merupakan suatu kebiasaan atau sifat yang sudah tertanam dalam diri

8
seseorang, namun belum tentu semua orang memiliki pandangan yang sama
terhadap akhlak, tergantung sudut pandang dan situasi yang ada pada saat itu,
sementara acuan akhlak dalam islam ialah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

B. Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan yang relative permanen dalam perilaku atau


potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau praktek yang diperkuat.
Namun secara umum,belajar bisa diartikan sebagai proses seseorang dalam
memahami seuatu yang baru atau memperkuat suatu pengetahuan.
Sedangkan menurut beberapa pandangan para ahli terhadap pengertian dari
belajar ialah sebagai berikut:

 Menurut Slameto (2010: 2), ”Belajar adalah suatu proses usaha


yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
 Menurut Oemar Hamalik (2004: 27) “belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is
defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing)”.
 Menurut teori ilmu jiwa Gestalt (dalam buku Psikolog Pendidikan.
Alisuf Sabri,1996 : 72) : Belajar bukan hanya sekedar proses
asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperkuat dengan
koneksi-koneksi atau conditioning dengan melalui latihan-latihan
atau ulangan-ulangan.
 Menurut M. Ngalim Purwanto dalam buku “Psikologi
Pendidikan” Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian
yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi

9
yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu
pengertian.
 Menurut Hudoyo (1990), Belajar merupakan kegiatan bagi setiap
orang. Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam
diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan
suatu perubahan tingkah laku.

C. Etika Belajar dalam Islam

Pada dasarnya, manusia memerlukan pedoman, karena manusia perlu


adanya arahan bagaimana mereka harus bertindak, banyak berbagai norma
yang sudah berada dari zaman dahulu yang telah mewarnai hidup manusia.
Maka dari itu seluruh kegiatan manusia sudah tersusun sesuai norma atau
aturan yang ada, baik itu yang diciptakan oleh manusia sendiri maupun yang
telah ditetapkan oleh Allah.

Etika dan proses belajar juga memiliki keterkaitan, belajar merupakan


suatu kegiatan dimana seseorang akan mempelajari berbagai macam moral
yang ada di kehidupan sehingga akan membentuk sebuah karakter seseorang,
dari sisi lainnya etika merupakan hasil sebuah tindakan manusia untuk
mendorong proses belajar. Nilai-nilai ini perlu dikaji secara seksama sehingga
bukan hanya sekedar kebiaasaan yang berlaku, tetapi sesuatu yang perlu
ditaati dan diikuti karena memiliki suatu dasar yang jelas.

Dalam proses belajar pikiran bukan menjadi poin inti, tetapi juga perlu
didukung oleh aspek lainnya agar ilmu yang didapatkan dapat terserap dengan
baik. Konsisten dan sabar adalah kunci dalam proses belajar. Seperti dalam
sebuah penggalan Surat Al-Kahfi ayat 67 berikut:

10
‫صبْرً ا‬
َ ‫ِى‬ َ ِ‫َقا َل ِإ َّن َك لَن َتسْ َتط‬
َ ‫يع َمع‬

Artinya: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak sanggup bersabar


bersamaku.

Dalam proses belajar, tentunya para peserta didik perlu mengikuti aturan-
aturan yang telah ditetapkan oleh pengajar, tidak meminta untuk terburu-buru
dalam menjelaskan, hendaknya kita menjaga sikap terpuji dan memuliakan
para pengajar.

Al-Ghazali menjelaskan ada beberapa hal yang harus dijaga oleh seorang
penuntut ilmu, yaitu menyucikan hati dari perilaku yang buruk dan sifat-sifat
tercela (Al-Baqir:1996:165). Dan hal-hal yang dianjurkan bagi para penuntut
ilmu diantaranya:

 Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan-kesibukan


duniawi.
 Tidak bersikap angkuh terhadap ilmu dan sepatutnya memuliakan
seorang guru. Karena perilaku angkuh akan mematikan hati dan
dibenci oleh Rasul.
 Tidak memalingkan perhatiannya terhadap apa yang ia pelajari,
karena jika seseorang menanggapi tanggapan dan pendapat
manusia terhadap ilmu tersebut maka akan terjadi kebingungan,
simpangsiur dan ragu-ragu dalam mempelajari ilmu tersebut, baik
ilmu dunia maupun akhirat.
 Menunjukan keseriusan dan perhatiannya terhadap ilmu yang
dipelajari.
 Diharapkan agar mempelajari sesuatu tidak secara bersamaan agar
ilmu yang dipelajari dapat terserap ke dalam akal pikir.
 Karena proses belajar itu berangsur-angsur, hendaknya seorang
penuntut ilmu mempelajari sesuati dari yang awal terlebih dahulu.

11
 Hendaknya ia mengetahui apa kiranya yang menjadikan sesuatu
menjadi semulia=mulia ilmu. Ada dua hal yang diperhatikan yaitu
kemuliaan buah dari ilmu tersebut dan kemantapan serta kekuatan
dalil yang menopangnya.
 Menjadikan tujuannya sesegera mungkin agar tujuan selanjutnya
focus mendekatkan diri kepada Allah.

Hendaknya seorang penuntut ilmu memahami ilmu yang dipelajari


dengan tujuannya, agar ia bisa mendahulukan yang terdekat terlebih dahulu
dan seharusnya setiap penuntut ilmu selalu mementingkan keselamatan dan
kesejahteraan dunia dan akhirat.

Dalam menuntut ilmu, bersikap santu dan hormat kepada guru adalah
sesuatu yang penting, karena guru adalah orang yang menurunkan ilmu yang
telah ia pelajari pada masanya dan dengan ilmu itupun seseorang menjadi
mulia, baik itu di dunia maupun di akhirat. Menurut Hasyim Asy’ Ari dalam
kitab Adab-al-‘Alim wal Mutaalim. Dia berkata bahwa seorang murid harus:

 Berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan karena duniawi dan


jangan pula melecehkan atau menyepelekan ilmu tersebut.
 Dan bagi guru hendaknya ikhlas dalam memberikan ilmu tersebut,
tidak mengharapkan imbalan atau balasan apapun. Dan hendaknya
apa yang ia ajarkan sesuai dengan tindakan yang ia lakukan.

Maka dapat pahami intinya bahwa belajar merupakan ibadah untuk


mencari ridha Allah yang dapat menuntunnya untuk memperoleh kebahagiaan
dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

Ditegaskan kembali olah Imam Nawawi bahwa seorang penuntut ilmu


haruslah:

12
 Jauhilah hal-hal yang sekiranya menyibukkan diri sendiri
kecuali memang karena suatu kebutuhan.
 Membersihkan diri serta menjauhi hal-hal kotor agar hati terasa
bersih dan mudah untuk menerima Al-Qur’an, melafadzkannya
dan menghafalkannya.
 Meskipun pendidiknya berumur lebih muda darinya, lebih
rendah nasabnya, maka haruslah peserta didik bersifat
tawadhu’ dan tetap memuliakannya, begitu juga terhadap ilmu
harus bersifat tawadhu agar kita bisa mendapatkan ilmu
tersebut.

13
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika sangatlah erat pada diri seseorang, baik itu yang bersifat baik ataupun
buruk, tetapi hal tersebut bisa diatur dan dipelajari sesuai dengan norma-norma
yang sudah ada, baik itu aturan buatan manusia ataupun Allah.

Dalam proses belajar juga tentunya etika sangatlah diperlukan agar peserta
didik tersebut dapat mengerti dan memahami keseluruhan proses belajar, baik itu
bersifat rendah hati kepada pendidik karena mau bagaimanapun latar belakang ia,
dia tetaplah seseorang yang akan memberikan ilmu yang sudah ia dapatkan
kepada peserta didik. Dengan etika juga, kita bisa menghargai dan memuliakan
sebuah ilmu, karena ilmu akan mudah menyerap kepada orang-orang yang sudah
bersiap diri dengan segala etika yang baik, dengan begitu ilmu akan mudah
mendapatkan dan memanfaatkan ilmu tersebut.

B. Saran

Penulis berharap para pembaca dapat mengingat hal ini, pelajarilah etika
sebaik mungkin agar kelak jika kalian menurunkan ilmu kalian nanti, kalian akan
dipelakukan dengan baik oleh para peserta didik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muhammad. (2020). Akhlak dan Etika. Jakarta: UNINDRA Prees

https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-akhlak/

https://umma.id/article/share/id/1002/272212

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-belajar/

http://lpmpsulteng.kemdikbud.go.id/index.php/2017/01/18/pengertian-belajar-dan-
hakikat-belajar/

https://tafsirweb.com/4893-quran-surat-al-kahfi-ayat-67.html

15

Anda mungkin juga menyukai