Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH ETIKA ISLAM

ETIKA PRIBADI DALAM ISLAM


Dosen Pembimbing : Fathul Khair, M.Pd

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2
Jennifer Yohana F.S NIM: SNR22226008
Kristina T. Muda NIM: SNR22226013
Lindawati NIM: SNR22226009

PROGRAM STUDI NERS REGULER B KHUSUS

ITEKES MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan
kasih dan anugerahnya kepada kita semua, sehingga penulis bisa memperoleh kesehatan,
hikmat dan kekuatan untuk menyelesaikan makalah ”Etika Pribadi Dalam Islam” ini.
Makalah ini disusun dengan berbagai literatur tertentu untuk mempermudah dalam
mendalami materi tentang Etika Pribadi Dalam Islam. Penghargaan yang tulus dan ucapan
trimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak terlebih kepada
dosen pembimbing yang telah bersedia mendampingi dan membimbing dalam proses
pembuatan makalah ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan dari penulis baik dari segi
penyampaian maupun penyususan makalah Etika Pribadi Dalam Islam ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk
lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Singkawang. 08 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………… i

Daftar Isi ………………………………………………………………………. ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang ………………………………………………………. 1


B. Tujuan Penulisan …………………………………………………… 2
C. Sistematika Penulisan ………………………………………...…… 2

BAB II Tinjauan Teori

A. Etika Pribadi Dalam Islam…………………………………………..3

B. Etika Menghargai Diri Sendiri………………………………………5


C. Etika Menuntut Ilmu………….…………………………………..…10
D. Menjadi Contoh Yang Baik…………………………………………15
E. Akhlaq Perawat Muslim Yang Profesional…………………………18
F. Etika Pribadi Dalam Perspektif Agama Lainnya……………………21

BAB III Penutup

A. Kesimpulan ………………………………………………………..36
B. Saran …………………………………………………………….....36

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………37

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Etika ialah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia (human action). Dalam
perspektif filsafat, etika merupakan penyelidikan filsafat mengenai kewajiban-kewajiban
manusia serta tingkah laku manusia dilihat dari segi baik dan buruknya tingkah laku tersebut.
Etika juga mempunyai sifat yang sangat mendasar yaitu sifat kritis. Secara umum dapat
dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia. Suatu
tindakan itu mempunyai nilai etis bila dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka
manusiawi. Jelas bahwa etika itu berurusan secara langsung dengan tindakan atau tingkah
laku manusia. Tingkah laku manusiawi ini bukan tingkah laku yang tidak ada artinya, tetapi
yang mengejar nilai-nilai kebaikan.
Etika merupakan suatu hal yang selalu menarik dan tidak pernah berakhir untuk
diperbincangkan, karena etika merupakan aturan yang sangat penting dalam tatanan
kehidupan manusia. Tanpa etika atau moralitas, manusia akan meninggalkan hati nuraninya.
Manusia tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. sebagai
makhluk yang memiliki kemampuan berpikir, manusia memiliki kedudukan khusus di antara
makhluk lain. hal itu sebagaimana dengan jelas termaktub dalam al-Qur’an surah al-baqarah
ayat 33-34.
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti habitat, kebiasaan, akhlak,
watak. Dalam bahasa Inggris etika diartikan sebagai ethic dan etiquette (sopan santun).
Namun kedua kata tersebut memiliki perbedaan dalam penerapannya. Misal, etiket
membahas tentang moral ataupun perilaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Sedangkan
etika lebih kepada tampilan dalam manusia.
Filsafat memasukkan etika dalam cabang aksiologi, bersamaan dengan estetika. Dan
pada artikel ini akan dibahas tentang etika dalam perspektif filsafat islam. etika merupakan
salah satu cabang dari kajian filsafat, maka sangat perlu untuk mengupas tuntas tentang
permasalahan etika yang bersandarkan pada ruang lingkup filsafat, khususnya dalam
perspektif filsafat Islam. Dari perspektif ini dapat diketahui pandangan para pemikir atau
filsuf Muslim terutama dari pandangan al-Farabi, Ibnu Miskawaih, dan al-Ghazali tentang
etika. Mereka merupakan filsuf-filsuf yang memang fokus pada kajian-kajian tentang etika.

3
2

2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang Etika pribadi dalam Islam
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini diantaranya:
a. Mahasiswa memahami Etika pribadi dalam Islam
b. Mahasiswa memahami tentang Etika menghargai diri sendiri, Etika menuntut ilmu,
Menjadi contoh yang baik, Akhlaq Perawat Muslim Yang Profesional, Etika Pribadi
Dalam Perspektif Agama Lainnya
C. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan akan diuraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab
penulisan karya tulis, maka Penulis akan menyusun menjadi 3 bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Tujuan Penulisan, dan Sistematika
Penulisan

BAB II Tinjauan Teori Etika pribadi dalam Islam, Etika menghargai diri sendiri,
Etika menuntut ilmu, Menjadi contoh yang baik Akhlaq Perawat Muslim
Yang Profesional, Etika Pribadi Dalam Perspektif Agama Lainnya,

BAB III Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran

c.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ETIKA PRIBADI DALAM ISLAM


Dalam Islam, etika diistilahkan dengan akhlak yang berasal dari bahasa Arab al-akhlak (al-
khuluq) yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa
“Sesungguhnya engkau Muhammad berada di atas budi pekerti yang agung”. Oleh karena itu, etika
dalam Islam identik dengan ilmu akhlak, yakni ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan bagaimana
cara mendapatkannya agar manusia berhias dengannya; dan ilmu tentang hal yang hina dan bagaimana
cara menjauhinya agar manusia terbebas dari padanya. Etika, di lain pihak, seringkali dianggap sama
dengan akhlak. Persamaannya memang ada, karena keduanya membahas masalah baik-buruknya
tingkah laku manusia, akan tetapi akhlak lebih dekat dengan “kelakuan” atau “budi pekerti” yang
bersifat aplikatif, sedangkan etika lebih cenderung merupakan landasan filosofinya, yang membahas
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Dalam beberapa literatur Islam disebut sebagai falsafah akhlaqiyyah sering terabaikan dari
perhatian dari pemikir Islam. Pandangan semacam itu jelas didasari suatu keyakinan, bahwa seluruh
kandungan al-Qur’an merupakan etos muslim dalam kehidupanya, sehingga seluruh disiplin ilmu
dalam Islam bersumber dari padanya, yang oleh karenanya seluruh ilmu tersebut dianggap
mengandung unsur-unsur akhlak yang bisa menjadi ruujukan dalam nilai-nilai etis. Namun, pandangan
lain menguraikan upaya perumusan etika dalam sejarah Islam dilakukan oleh beberapa pemikir dari
berbagai cabang pemikiran-termasuk di dalamnya ulama hukum (syariat atau eksoteris), para teolog,
para mistikus, dan para filosof. Berikut ini dikemukakan ciri-ciri etika dalam filsafat Islam.
Etika dalam Islam merupakan misi kenabian yang paling utama setelah pengesaan Allah
SWT(al-tauhīd). Dalam hal ini Rasulullah SAW pernah bersabda: “Bahwasanya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang baik.” Dalam tataran khazanah keilmuwan Islam kaitannya dengan
filsafat, etika biasanya disebut dengan filsafat praktis. Ia menempati bagian penting dalam diskursus
pemikiran Islam klasik. Filsafat praktis itu sendiri berbicara tentang segala sesuatu bagaimana
seharusnya yang berdasar kepada filsafat teoretis, yakni pembahasan tentang segala sesuatu
sebagaimana adanya. Kajian tentang etika memiliki keunikan tersendiri dan disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Sehingga gairah para ilmuwan muslim untuk membahas lebih terperinci pada bidang ilmu
yang sangat krusial dalam Islam ini, melahirkan banyak karya yang dapat dijadikan sumber rujukan
primer maupun sekunder.
Dalam Lisān al-‘Arab, dijelaskan bahwa al-Akhlāq bentuk jamak dari mufrad (kata tunggal)
khulqun atau khuluqun yang bersinonim dengan kata al-thab’u (tabiat atau karakter) dan al-sijiyyah
(tabi’at, perangai, dan tingkah laku). Akhlak atau moral merupakan gambaran batin manusia berupa
sifat-sifat kejiwaannya. Munculnya perbedaan itu memang sulit diingkari baik karena pengaruh
Filsafat Yunani ke dalam dunia Islam maupun karena narasi ayat-ayat al-Qur’an sendiri yang

3
mendorong lahirnya perbedaan penafsiran. Di dalam al-Qur’an pesan etis selalu saja terselubungi oleh
isyaratisyarat yang menuntut penafsiran dan perenungan oleh manusia.
Menurut Asy’ariyah, etika murni selalu bersifat subjektif, artinya bisa bermakna dengan
adanya subjek, dalam hal ini adalah Allah. Satu-satunya tujuan bertindak moral ialah mematuhi Allah.
Berbeda dengan Mu’tazilah, mereka berpendapat bahwa semua perintah Allah benar adanya, dan sifat
benarnya terpisah dari perintah Allah. Dia memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu yang benar
lantaran memang benar adanya, berdasarkan landasanlandasan objektif, bukan pada perintah Allah.
Allah tidak bisa menuntut kita melakukan sesuatu yang tidak benar karena aturanaturan moralitas
bukanlah hal yang berada di bawah kendali-Nya. Memang, Dia lebih tau tindakan mana yang mesti
dilakukan oleh kita, dan kita mesti terus mencari bimbingan-Nya.
Asy’ariyah memandang moralitas berada di bawah kontrol Allah, atau dengan pengertian lain
moralitas itu mengandaikan agama. Akan tetapi, kalangan Mu’tazilah berpandangan sebaliknya.
Mereka memandang moralitas adalah sebuah tindakan rasional manusia dalam melihat mana yang baik
dan mana yang buruk, tidak semata ditentukan oleh tuntutan agama. Secara umum tujuan etika bukan
hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengah dari tujuannnya ialah mempengaruhi dan
mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan
kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka dari itu, etika ialah mendorong
kehendak agar berbuat baik, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian
manusia.
Aristoteles berkata: apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui
apakah keutamaan itu? Bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan mengerjakannya, atau mencari
jalan lain untuk menjadikan kita orang-orang yang utama dan baik. Apabila pidato-pidato dan buku-
buku itu dengan sendirinya dapat menjadikan kita orang-orang baik, tentu sebagaimana dikatakan oleh
Teognis hendaknya tiap-tiap manusia mengejar keutamaan dan sanggup membelinya dengan harga
yang mahal sekali. Akan tetapi sayang segala dasar-dasar dalam soal itu hanya dapat dihasilkan
dengan kekuatan kemauan sebagian angkatan muda untuk tetap dalam kebaikan dan hati yang mulia
menurut fitrahnya dijadikan kawan bagi keutamaan, dan setia pada janji-janjinya.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat adalah “idealitas” yang sama bagi seluruh manusia di
setiap waktu dan tempat dan dalam usaha mencapai tujuannya ini, etika mengalami kesukaran-
kesukaran, oleh karena fisik dan anggapan orang terhadap perbuatan itu baik atau buruk adalah sangat
relatif sekali, karena setiap orang atau golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri.Selain itu etika
menentukan ukuran tingkah laku yang baik dan yang buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal
manusia. Pola hidup yang diajarkan Islam bahwa seluruh kegiatan peribadatan, hidup, dan mati adalah
semata-mata dipersembahkan kepada Allah, maka tujuan terakhir dari segala tingkah laku manusia
menurut pandangan etika Islam adalah keridhaan Allah.
Islam berpihak pada teori etika yang bersifat fitri. Artinya semua manusia (baik itu muslim
atau bukan) memiliki pengetahuan fitri tentang baik dan buruk. Tampaknya, para pemikir Islam dari

4
berbagai pendekatan sama sepakat tetang ini, Namun, sebagian diantaranya tidak sepakat. seperti
Mu’tazilah (kaum teolog rasional) dan para filsuf pada uumnya percaya bahwa manusia-manusia
mampu memperoleh pengetahuan tentang etika yang benar dari pemikiran mereka. Sementara kaum
Asy’ariah (teolog tradisional), para ulama hukum, dan kaum mistikus (ortodoks) lebih menekankan
pada peran wahyu sebagai saran untuk mencapai pengetahuan etika manusia.
Moralitas dalam Islam didasarkan keadaan keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada
porsinya. Tanpa merelatifkan etika itu sendiri, nilai suatu perbuatan diyakini bersifat relatif terhadap
konteks dan tujuan perbuatan itu sendiri. Mencuri, misalnya, bisa dinilai terlarang, tapi juga bisa
dinilai sunnah, bahkan wajib. Tindakan etis itu sekaligus dipercayai pada puncaknya akan
menghasilkan kebahagiaan bagi pelakunya. Seperti yang disinggung di atas, tindakan etis itu bersifat
rasional. Kaum rasionalis muslim tak bisa sependapat dengan anggapan (sebagaimana dilontarkan
Kant, meskipun dalam banyak masalah kefitrian dorongan etis pendapatnya justru sejalan dengan
Islam) bahwa menggunakan nalar dalam merumuskan etika akan mengakibatkan perselisihan pendapat
yang tak pernah bisa disatukan. Justru, menurut mereka, Islam sangat percaya pada rasionalitas
sebagai alat dalam mendapatkan kebenaran. Di sinilah Kant bersesuaian dengan al-Ghazali. Keduanya
lebih menekankan pada faktor kewajiban (yang satu berdasarkan nalar praktis, sedangkan yang lain
berdasarkan wahyu) sebagai tindakan etis. Keduanya pun sepakat bahwa etika lebih primer dari pada
metafisika.
B. ETIKA MENGHARGAI DIRI SENDIRI
1. Pengertian Akhlak Pada Diri Sendiri
Menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab ‫ﺍﺧﻼﻕ‬bentuk jamak dari
mufradnya khuluq ‫ﺧﻠﻖ‬yang berarti “budi pekerti”. Sedangkan menurut terminologi, kata
“budi pekerti”, budi adalah yang ada pada manusia, berhubungan dengan kesadaran yang
didorong oleh pemikiran, ratio. Budi disebut juga karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat
pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behaviour.Jadi, budi pekerti
adalah perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku
manusia.
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri. Namun
bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban kepada Allah. Dikarenakan
kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah mempercayai dengan keyakinan
yang sesungguhnya bahwa “Tiada Tuhan melainkan Allah”. Keyakinan pokok ini merupakan
kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan kewajiban manusia bagi dirinya untuk
keselamatannya.
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk
memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan semata-mata untuk menghargai diri sendiri berarti
mensyukuri segala sesuatu yang telah Allah.SWT berikan kepada kita. Dalam Al-Qur’an
surat Ibrahim ayat 7 Allah.SWT berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
5
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (Nikmat-Ku), maka
sesungguhnya, azab-Ku sangat pedih”.
Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa).
Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk
Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang lainnya
mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya masing- masing.
Jadi, yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap
diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau rohani . Kita harus adil dalam memperlakukan
diri kita , dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau
bahkan membahayakan jiwa.
Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan
hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga
daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak,
mengkonsumsi obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan
otak kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu
sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki ,
munafik dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu
merupakan penyakit hati yang harus kita hindari.

2. Macam-Macam Akhlak Seorang Muslim Pada Diri Sendiri


a) Berakhlak terhadap jasmani
1) Senantiasa Menjaga Kebersihan

Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih/ suci
badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan sholat dan beribadah
kepada Allah, di samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas

2) Menjaga Makan dan Minumnya


Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak makan
dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT
memerintahkan kepada manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak
berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman,
dan sepertiga untuk udara.
Allah SWT berfirman dalam QS. An Nahl:114
Yang artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah.

6
3) Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari
ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus melaksanakan anmanah dari- Nya. Riyadhah
atau latihan jasmani sangat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun
riyadhah harus tetap dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang
mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang
lemah.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai
Allah dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan.
Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan
kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka
katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa
yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (HR. Muslim).
4) Berbusana yang Islami
Manusia mempunya budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian badannya ada
yang harus ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi
kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan
bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll. Karena itu Allah SWT
memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah SWT menciptakan bahan- bahan
di alam ini untuk dibuatb pakaian sebagai penutup badan.

b) Berakhlak terhadap Akal


1) Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai
bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap
akalnya yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya.
Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang
jika telah selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang
mu’min adalah yang senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia
telah memakan dirinya. Menuntut ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan
formal akademis namun dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan dengan siapa
saja.
2) Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam
kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang
harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan
tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang

7
terkait dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga
harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus
bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi,
tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal
kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu
3) Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan
apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.
Firman Allah SWT dalam An-Nahl:43
Yang artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
4) Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan
ilmunya dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun
tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT dalam QS. As-Shaff
Yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
c) Berakhlak terhadap jiwa
1) Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa
yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa
tersebut pada waktu yang akan datang.
Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya:
 Syirik,
 Kufur,
 Nifak,
 Riddah
 Fasik,
 Berzina dan menuduh orang berzina,
 Membunuh manusia, dan
 Bersumpah palsu
2) Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah
SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-

8
Nya sehingga ia merasa akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-
Nya serta menolak selain Dia.

Firman Allah SWT :


‫ﺍِ ﱠﻥ ﷲَ ﻋ َﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ﺭ ِﻗﻴ ًﺒﺎ‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
3) Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk
menghitung-hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang
diwajibkan kepadanya maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya.
Kalau termasuk yang harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat
sesuatu yang terlarang maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak
mengulangi kembali. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri,
membina, menyucikan, dan membersihkannya
4) Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu.
Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam
nafsu yang mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan
penderitaan. Jika seorang Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya,
maka dia akan berjuang dengan menyatakan perang kepadanya untuk menentang
ajakannya, menumpas hawa nafsunya.
3. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a. Sabar
Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah. .
b. Syukur
Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah
memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-
Nya.
c. Tawaduk
Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
d. Shidiq
Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin ,yaitu benar
hati ,benar perkataan dan benar perbuatan.

9
e. Amanah
Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.
Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW bersabda
bahwa: “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna)
agama orang yang tidak menunaikan janji . ” (HR. Ahmad)
f. Istiqamah
Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al-Fushshilat ayat 6
yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu,
diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka
istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan
yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya”.
g. Iffah
Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak
pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
h. Pemaaf
Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus
menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
4. Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a. Berakhlak terhadap jasmani
1) jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
2) tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
3) menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah

b. Berakhlak terhadap akalnya


1) memperoleh banyak ilmu
2) dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
3) membantu orang lain
4) mendapat pahala dari Allah SWT
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) selalu dalam lindungan Allah SWT
2) jauh dari perbuatan yang buruk
3) selalu ingat kepada Allah SWT

C. ETIKA MENUNTUT ILMU

Setiap penuntut ilmu merindukan untuk menjadi penuntut ilmu yang baik, walaupun
tidak selalu diikuti oleh kesediaan dalam menempuh jalan kesuksesan. Sebagaimana setiap

10
penuntut ilmu tidak menginginkan dirinya menjadi atau tergolong sebagai penuntut ilmu yang
gagal. Karena itu setelah memaparkan dua kategori penuntut ilmu, berikut ini penulis
ketengahkan beberapa kiat dan jalan menuju kesuksesan dalam menuntut ilmu berdasarkan
nash-nash Al-Qur`an, hadits, maupun penjelasan dan contoh dari para ulama. 
 a.              Ikhlas
          Ikhlas merupakan kunci sukses yang pertama dan mendasar dalam upaya seseorang
mewujudkan cita-citanya meraih ilmu yang bermanfaat. Karena hanya dengan dasar ikhlas,
segala tindakan kebaikan yang dilakukan akan menjadi amal shalih yang layak mendapatkan
balasan kebaikan dari Allah, Tuhan semesta alam. Syaikh Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin rahimahullah berkata :
Tidaklah diragukan lagi, bahwa menuntut ilmu adalah sebuah ibadah, bahkan ia
merupakan ibadah yang paling mulia lagi utama. Maka oleh karenanya, wajib atas
seorang penuntut ilmu harus memenuhi syarat diterimanya ibadah, yaitu
ikhlas.  Allah SWT berfirman dalam Surat al-Bayyinah ayat 5:
 
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.
 
Juga hadits Nabi SAW ;
ُ‫ـاس ِإلَ ْيـ ِه َأد َْخلَـهُ اللـه‬
َ َّ‫ـوهُ الن‬ ْ َ‫سفَ َهـا َء َوي‬
ْ ‫ص; ِرفُ بِ; ِه ُو ُج‬ ْ ‫ َمنْ تَ َعلَّ َم ْال ِع ْلـ َم لِيُبَـا ِهي ِب ِه ْالـ ُعلَ َما َء َويُ َجـا ِر‬  
ُّ ‫ي بِ ِه ال‬
‫َج َهنَّـ َم‬
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para
ulama, mempermainkan diri orang-orang bodoh dan dengan itu wajah orang-
orang berpaling kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka
Jahannam. “  (HR. Ibn Majjah dari sahabat Abu Hurairah)
 
b.                  Berdo`a     
Dalam Islam, seorang penuntut ilmu disamping didorong untuk berusaha Allah SWT
memerintahkan kepada penuntut ilmu untuk berdo’a dengan do’a. Sebagaimana tersebut
dalam firman–Nya Surat Thaha ayat 114:

            “Dan katakanlah ,”Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.”


Rasulullah juga mengajarkan sebuah do’a khusus bagi para penuntut ilmu. Do’a itu
adalah:
11
             ‫اَل يَ ْنفَـ ُع‬ ‫ َوَأع ُْو ُذ ِب َك ِمنْ ِع ْل ٍم‬ ،ً‫سَألُكَ ِع ْلما ً نَافِعـا‬
ْ ‫ـي َأ‬
ْ ِّ‫الل ُه َّم إن‬
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan Aku
berlindung kepada Engkau dari (mendapatkan) ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Al-
Nasa’i dari sahabat Jabir bin Abdillah ra)
 
Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW. mengajarkan do’a yang sedikit berbeda untuk para
penuntut ilmu. Do’a itu adalah:
ً‫سَألُكَ ِع ْل ًما نَافِ ًعا َو ِر ْزقًا طَيِّبا ً َو َع َمالً ُمتَقَبَّال‬
ْ ‫اَللَّ ُه َّم ِإنِّي َأ‬
            “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat,  rizki yang
baik serta amal yang diterima. (HR. Ibn Majjah dari shahabiyah Ummu Salamah ra)
 
c.                   Bersungguh-Sungguh
Termasuk juga kunci sukses dalam menuntut ilmu adalah bersungguh-sungguh dan diniatkan
untuk mencari keridhaan Allah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT.
:dalam Surat al-Ankabut ayat 69
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-
benar beserta orang-orang yang berbuat baik”
 
Seorang penuntut ilmu memerlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu
bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat-dengan
izin Allah-apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya. Sebab jika seorang penuntut
ilmu malas maka ia tidak akan mendapatkan ilmu yang dicarinya, sebagaimana pendapat
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah bahwa ilmu tidak akan diperoleh  dengan tubuh yang
dimanjakan (santai). Karena itulah dalam ayat di atas Allah menjanjikan kabar gembira dan
kemuliaan bagi orang yang bersungguh-sungguh. Syaikh  Abu Bakar al-Jazairy menjelaskan:
“Di dalam ayat ini terdapat busyra dan janji yang benar lagi mulia, demikian itu karena orang
yang  bersungguh-sungguh  berada di jalan Allah, karena mencari ridha Allah dengan
berusaha untuk meninggikan kalimat-Nya.”
Maka tak heran jika para ulama terdahulu selalu bersungguh-sungguh dalam menuntut
ilmu. Sebagai contoh, kisah Imam Syafi`i rahimahullah dalam menuntut ilmu. Beliau berasal
dari keluarga yang fakir, namun hal itu tidak dianggap aib oleh beliau, justru sebaliknya,
dijadikan sebagai kekuatan yang dapat mendorongnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Imam
Syafi’i, sebagaimana yang dikisahkan Humaidi, pernah bercerita:
12
Aku adalah seorang anak yatim yang berada dalam pengayoman ibu, ia selalu
mendorongku untuk hadir ke majelis ilmu. Guru sangat sayang pada aku, sampai-
sampai aku menempati tempatnya ketika ia berdiri. Tatkala aku sudah
merapikan  Al-Qur’an, kemudian aku masuk ke dalam masjid dan duduk bersama
para ulama. Di sana aku mendengarkan hadits beserta rinciannya kemudian aku
hafal semuanya. Ibuku tidak dapat memberikan kepadaku sesuatu yang
dengannya aku dapat belikan kertas. Aku melihat tulang maka aku ambil,
kemudian aku menulisnya, tatkala sudah penuh, maka aku menghafalnya sekuat
tenagaku
 
d.             Menjauhi Kemaksiatan
Syarat lain bagi penuntut ilmu yang ingin sukses adalah menjauhi kemaksiatan. Syarat
ini merupakan syarat unik yang hanya dimiliki oleh agama Islam. Ibn al-Qayyim al-
Jauziyah rahimahullah misalnya berkata:
Maksiat memilki pengaruh jelek lagi tercela, dan juga dapat merusak hati dan
badan baik di dunia maupun di akhirat. Diantara bahaya dari maksiat antara lain:
Terhalangnya mendapatkan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya
yang telah Allah berikan di dalam hati, dan maksiat itu memadamkannya (cahaya
itu).
 
Pengaruh kemaksiatan terhadap terhalangnya ilmu pernah terbukti menimpa Imam
Syafi’i. hal ini terlihat dari pengaduan Imam Syafi’i kepada salah seorang gurunya yang
bernama Waki’. Kisah ini diceritakan Imam Syafi’i dalam sebuah syair berikut:  
ِ ‫فََأ ْرشَـ َد نِ ْي ِإلَ ْى ت َْـر ِك ْال َم َع‬               ‫س ْو َء ِح ْف ِظ ْي‬
‫ـاص ْي‬ ُ ‫ـع‬ ٍ ‫ش َك ْوتُ ِإلَ ْى َو ِك ْي‬َ
‫ص‬ِ ‫ض ُل هللاِ الَ يُْؤ تاَهُ عَـا‬ ْ ُ‫ ا ْعلَ ْم بَِأنَّ ا ْل ِع ْل َم ن‬:‫وقَا َل‬
ْ َ‫ َوف‬          ‫ـــــو ٌر‬
Aku mengadu kepada guruku bernama Waqi’, tentang jeleknya hafalanku, maka
ia memberikan petunjuk kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan. Karena
sesungguhnya ilmu itu  adalah  cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan
diberikan kepada   orang yang berbuat maksiat”
 
Demikian juga nasihat Imam Malik kepada Imam Syafi’i. ia berkata:
 
ِ ‫فَالَ تُ ْطـفِْئهُ بِظُ ْلـ َم ِة َم ْع‬  ً‫ِإنِ ْي أرى هللاَ قَـ ْد َج َع َل فِ ْي قَ ْلـبِكَ نُ ْورا‬
      ‫صيَ ٍة‬

13
            “Sesungguhnya aku melihat pada hatimu pancaran cahaya, maka jangan engkau
redupkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.”
e.                   Tidak Malu dan Tidak Sombong
Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama
kedua sifat itu masih ada dalam dalam dirinya. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu
‘Anha pernah berkata tentang sifat malu para wanita Anshor:
 
‫الحيَا ُء َأنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّي ِن‬ َ ‫سا ُء اَأل ْن‬
َ َّ‫صا ِر لَ ْم يَ ْمنَ ْع ُهن‬ َ ِّ‫نِ ْع َم الن‬
َ ِ‫سا ُء ن‬
            “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka
untuk memperdalam ilmu agama. (HR. Bukhari)
 
Artinya sekalipun wanita anshar merupakan sekelompok perempuan yang memiliki rasa
malu yang tinggi sebagai cerminan keimanan mereka, namun hal itu tidak berlaku dalam
menuntut ilmu. Sebab rasa malu dalam menuntut ilmu dapat menyebabkan kekeliruan atau
ketidakjelasan. Seseorang yang malu bertanya dalam menuntut ilmu akan menyebabkan ia
tidak mendapatkan penjelasan dari hal-hal yang masih samar atau meragukan baginya. Karena
itu agar seorang penuntut ilmu mendapatkan penjelasan yang terang dan ilmu yang pasti maka
ia harus memberanikan diri bertanya mengenai permasalahan yang belum jelas ataupun belum
meyakinkan bagi dirinya.
Sementara mengenai larangan sombong, Allah SWT. jelaskan dalam Surat al-Baqarah
ayat 34: 

Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu kepada
Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah ia
termasuk golongan orang–orang yang kafir.
           
Kesombongan dalam menuntut ilmu dilarang sebab ia akan menyebabkan tertolaknya
kebenaran. Seorang yang sombong akan cenderung merendahkan manusia lainnya dan
menolak kebenaran, sehingga ia akan kesulitan untuk mendapatkan guru dan ilmu. Orang
sombong akan merasa dirinya selalu lebih baik dari orang lain sehingga tidak lagi
memerlukan tambahan ilmu. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah dalam salah satu
sabdanya:

ِ ‫ق َو َغ ْمطُ النَّا‬
 ‫س‬ َ ‫اَ ْل ِك ْب ُر بَطَ ُر ْا‬
ِّ ‫لح‬

14
            “ Sombong itu adalah, menolak kebenaran dan merendahkan manusia.”(HR. Muslim
dari sahabat Ibn Mas’ud ra)
 
f.              Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu
Di dalam ajaran Islam, ada tiga perintah yang saling bertautan kepada para penuntut
ilmu. Perintah itu adalah mencari ilmu, mengamalkan dan menyampaikannya kepada orang
lain. Trilogi menuntut ilmu ini tidak boleh lepas dari diri seseorang, sebab antara satu dengan
yang lainnya mempunyai shilah (hubungan) yang erat. Islam mensyariatkan wajibnya
menuntut ilmu atas setiap muslim, dan di sisi lain ia juga memerintahkan agar ilmu yang
sudah diketahui harus diamalkan dan dida’wahkan kepada orang lain. Banyak ayat dan hadits
yang menjelaskan keutamaan orang yang mengamalkan ilmu dan menda’wahkannya, dan
banyak pula nushûsh yang  berbicara tentang ancaman orang yang tidak mau mengamalkan
dan menda’wahkan ilmunya. Mengenai keutamaan menda’wahkan ilmu, misalnya dapat
disimak dari sabda Nabi SAW. berikut ini:
‫َمنْ َد َّل َعلَى َخ ْي ٍر فَلَهُ ِم ْث ُل َأ ْج ِر فَا ِعلِ ِه‬
                  “Siapa orang yang menunjukkan kebaikan, maka baginya pahala seperti orang
yang melakukkannya”(HR. Tirmidzi dari sahabat Abi Mas’ud ra)
           
Dalam hadits di atas, Rasulullah memberikan dorongan berupa janji pahala bagi orang
yang mengajarkan ilmunya. Pahala itu berupa kebaikan semisal kebaikan yang didapat oleh
orang yang diajari ilmu olehnya dari ilmunya itu.

D. MENJADI CONTOH YANG BAIK


Berbuat kebaikan merupakan suatu kewajiban terlebih jika kamu yang beragama
islam. Yang tentu saja itu sudah menjadi kewajiban serta harus menjalankannya.
Berbuat baik kepada sesama manusia adalah ibadah yang mendatangkan pahala dan
balasan yang tak terduga. Allah melipatgandakan pahala orang yang berbuat baik yang
dilandasi keikhlasan untuk mendapat ridha Allah.
Perintah berbuat kebaikan juga disebutkan dalam Al-Qur'an yang berbunyi:

َ‫ض بَ ْع َد اِصْ اَل ِحهَا َوا ْد ُعوْ هُ َخوْ فًا َّوطَ َمع ًۗا اِ َّن َرحْ َمتَ هّٰللا ِ قَ ِريْبٌ ِّمنَ ْال ُمحْ ِسنِ ْين‬
ِ ْ‫َواَل تُ ْف ِس ُدوْ ا فِى ااْل َر‬

Artinya: Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan
baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah
sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (Surat Al Araf ayat 56).
15
Berbuat baik dapat dilakukan mulai dengan hal kecil dan bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berikut lima perbuatan baik sederhana yang dianjurkan dalam islam dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:
1. Berdoa dan Dzikir
Seseorang tidak boleh meremehkan kekuatan doa dan dzikir. Dzikir dan berdoa
merupakan ibadah sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan setiap saat. Di dalamnya
mengandung banyak kebaikan dan keutamaan. Contoh keutamaanya adalah dapat menghapus
dosa bagi yang melakukannya.
Selain itu dengan mengingat Allah SWT itu dapat menghindari dari perbuatan keji dan
munkar.

ۗ ‫†ر ۗ َولَ† ِذ ْك ُر هَّللا ِ َأ ْكبَ† ُر‬


ِ ‫الص†اَل ةَ تَ ْنهَ ٰى ع َِن ْالفَحْ َش†ا ِء َو ْال ُم ْن َك‬ َّ ‫ب َوَأقِ ِم‬
َّ ‫الص†اَل ةَ ۖ ِإ َّن‬ ِ ‫ك ِمنَ ْال ِكتَا‬ ِ ‫ا ْت ُل َما ُأ‬
َ ‫وح َي ِإلَ ْي‬
َ‫َوهَّللا ُ يَ ْعلَ ُم َما تَصْ نَعُون‬

Artinya: Bacalah Kitab (Alquran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan
laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.
Dan (ketahuilah) mengingat Allah itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (surat Al Ankabut ayat 45.)
2. Tersenyum
Senyum adalah perbuatan yang paling mudah. Senyum juga tergolong sebagai ibadah,
apabila kita bertemu dengan orang lain atau di hadapan saudara kita maka tersenyumlah,
karena dengan begitu berarti kita sudah melakukan suatu amalan yang bernilai sedekah paling
ringan yang diperhitungkan oleh Allah SWT sehingga menambah pahala kita.
Baca Juga: Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan di Masjid
selain bernilai ibadah, senyum juga dapat membuat hubungan baik sesama makhluk
sosial.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

«ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ك فِي َوجْ ِه َأ ِخي‬


َ َ‫ك ل‬
َ ‫ك‬ َ ‫»تَبَ ُّس ُم‬

“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah bagimu” (Sahih, HR Tirmidzi no


1956).

16
3. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua
Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk amalan serta ibadah yang mulia.
Kehidupan kita saat ini tidak lepas dari jasa-jasa oleh orang tua. Mereka menjadi orang
pertama yang memperkenalkan kita pada kehidupan, merawat, mendidik, dan yang lebih
utama meletakkan Islam dalam diri kita.
Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua juga tertera dalam Alquran yang
berbunyi:
َ ‫ك اَاَّل تَ ْعبُد ُْٓوا آِاَّل اِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن اِحْ ٰسنً ۗا اِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن َد‬
۞ ْ‫ك ْال ِكبَ† َر اَ َح† ُدهُ َمٓا اَوْ ِك ٰلهُ َم††ا فَاَل تَقُ††ل‬ ٰ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ضى َرب‬
‫لَّهُ َمٓا اُفٍّ َّواَل تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِر ْي ًما‬

Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al Isra ayat 23).
4. Membuang Sampah Pada Tempatnya
Kebersihan adalah sesuatu yang harus dijaga oleh setiap manusia. Baik itu kebersihan
diri maupun lingkungan. Dalam islam juga terdapat ajaran untuk mengutamakan kebersihan.
Bahkan dikatakan bahwa kebersihan sebagian dari iman.
Islam mengajarkan untuk berperilaku bersih dan mengajak untuk menyingkirkan
kotoran dan sampah. At Tirmidzi dan lainnya meriwayatkan dari Sa’id bin Musayyab, Nabi
bersabda:

‫ فنظف††وا أف††نيتكم‬،‫ جواد يحب الج††ود‬،‫ كريم يحب الكرم‬،‫ نظيف يحب النظافة‬،‫إن هللا طيب يحب الطيب‬
‫وساحاتكم وال تشبهوا باليهود‬

“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai yang baik, Allah itu bersih dan mencintai
kebersihan, Allah itu Maha Pemberi dan mencintai sifat suka memberi, Allah itu Maha
Pemurah dan menyukai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan terasmu,
janganlah meniru orang Yahudi”
5. Berperilaku Jujur

17
Allah SWT memerintahkan hambanya untuk selalu jujur kepada orang lain dan juga
kepada diri sendiri. Perintah untuk berperilaku jujur tidak hanya ada di dalam Al-Quran,
namun juga ada di dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memerintahkan umatnya
untuk selalu mengatakan kebenaran walaupun hal itu bertentangan dengan kepentingan
dirinya sendiri.
Perilaku jujur merupakan sifat dari orang-orang mukmin, hal ini tertera dalam Al-
Quran surat Al-Ahzab ayat 23-24 yang berbunyi,

ٰ َ‫ص َدقُوْ ا َم††ا عَاهَ†دُوا هّٰللا َ َعلَ ْي† ِه ۚ فَ ِم ْنهُ ْم َّم ْن ق‬


‫ض†ى نَحْ بَ††هٗۙ َو ِم ْنهُ ْم َّم ْن يَّ ْنت َِظ† ُر ۖ َو َم††ا بَ† َّدلُوْ ا‬ َ ‫ِمنَ ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِر َجا ٌل‬
ۙ ‫تَ ْب ِد ْياًل‬
‫هّٰللا‬ ّ ٰ ‫ي هّٰللا ُ ال‬
‫َّح ْي ًم ۚا‬ َ ْ‫ب ْال ُم ٰنفِقِي َ†ْن اِ ْن َش ۤا َء اَوْ يَتُو‬
ِ ‫ب َعلَ ْي ِه ْم ۗاِ َّن َ َكانَ َغفُوْ رًا ر‬ َ ‫ص ْدقِ ِه ْم َويُ َع ِّذ‬
ِ ِ‫ص ِدقِ ْينَ ب‬ َ ‫لِيَجْ ِز‬

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka
ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya),”

“agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena
kebenarannya, dan mengazab orang munafik jika Dia kehendaki, atau menerima taubat
mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang

E. AKHLAQ PERAWAT MUSLIM YANG PROFESIONAL

Perawat adalah unsur utama dalam kegiatan Rumah sakit terutama dalam perawatan
danpertolongan pasien, dan merekalah yang paling dekat kepada pasien dan pengunjung
rumah sakitlainnya. Perawat sebagai seorang muslim, tidak boleh melepaskan diri dari tugas
dan kewajibannyamenegakan dan menjunjung tinggi Agama islam, dengan kata lain Perawat
tidak terlepas dari pada tugas dan kewajiban melaksanakan da’wah islamiyah sesuai dengan
kemampuannya di dalam bidangnya masing-masing.Akhlaq seorang perawat menurut
pandangan islam, seorang perawat selalu dijadikan rollmodel oleh setiap pasiennya, oleh
sebab itu seorang perawat harus memiliki sikap :

1. Ikhlas

Ikhlas disini dalam artian sikap yang murni, semata-mata demi memperoleh ridha dan
perkenan Allah dalam proses keperawatannya.

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikanketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikanshalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama
yang lurus”
18
Setiap kali kita menolong seseorang dengan ikhlas, berarti kita telah menabung untuk
mendapatpertolongan Allah. Karena sesungguhnya kesempatan menolong orang lain
hanya ada jika Allahyang maha agung memberi kesempatan kepada kita. Andaikata
kemampuan menolong secara fisik sangat terbatas, tolonglah dengan taburan do’a.
Percayalah, tidak ada kebaikan sekecil apapun kecuali diperhatikan dan dibalas dengan
sempurna oleh Allah SWT.Sumbangkan Ilmu pengetahuan, sedikitpun jangan pernah
sungkan untuk mengajarkan ilmu danpengalaman yang kita miliki agar orang lain
bertambah ilmunya, wawasannya, pengalamannyadan kemampuannya. Kita harus
amanah dengan ilmu dan pengalaman kita dengan caramenyalurkannya untuk
membantu orang lain.

2. Ramah dan Santun


Ramah dan santun dalam menghadapi pasien dengan tidak membedakan kaya atau
miskin,golongan muslim atau non-muslim.Rasulullah SAW bersabda
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah
Ramah dan santun seorang perawat yang patut kita hadirkan adalah wajah Yang Selalu
CeriaEntah kenapa wajah yang cerah ceria selalu tampak menyenangkan, sebaliknya
wajah yangcemberut, angkuh, musam, selalu saja terlihat tidak menyenangkan.”
Rasulullah SAW bahkan bersabda :
”Janganlah selalu membebani jiwamu dengan sesungguh hati. Hiburlah dirimu
dengan hal -halyang ringan dan lucu. Sebab, bila hati terus dipaksakan dengan
memikul beban-beban yangberat, ia akan menjadi buta”.
 (HR Abu Dawud). Marilah kita bertekad sekuatnya agar setiapberjumpa dengan orang
lain terutama pasien upayakan berwajah secerah-cerahnya. SenyumanYang Tulus
Rasulullah SAW senantiasa tersenyum manis, bila dipandang beliau
terlihatmenyenangkan hati. Senyum merupakan sunnah Rasul. Senyum, selain akan
membahagiakan kita juga akan membahagiakan orang yang melihat kita. Kata-
kata yang santun dan lembut pilihlahkata-kata yang paling sopan, dengan cara paling
santun dalam berkomunikasi dengan pasien.Bahasanya baik dan bersih, serta
disampaikan dengan cara yang lembut. Sikap seperti inilah yangdicontohkan oleh
Rasulullah ketika berbicara dihadapan para sahabatnya sehingga menimbulkansuasana
menyenangkan dan penuh keakraban. Selalu menyapa dan senang mengucapkan
salamupayakan diri kita agar menjadi orang yang selalu terlebih dahulu mengucapkan
sapa dan salam.Sampaikan salam dengan penuh kesungguhan, rama dan cerah.
Jabatlah tangan pasien kitadengan penuh kehangatan. Hati-hati jangan berlebihan
sehingga menyakitinya. Kemudianlepaslah tangan kita ketika tangan pasien mulai
melepaskannya.
3. Belas Kasih

Belas kasih dalam merawat pasien, yakni sikap simpati terhadap penderitaan orang
lain sehinggamenimbulkan kesungguhan untuk menolong.Rasulullah SAW bersabda :
“Belaskasihanilah penduduk kami, niscaya yang ada dilangit mengasihani kamu”
(HR AbuDawud).Belas kasihan seorang perawat sangatlah penting yang perlu kita
hadirkan salah satunyabersikaplah sangat sopan dan penuh penghormatan jika
19
Rasulullah SAW berbincang dengan parasahabatnya, beliau selalu berusaha
menghormatinya sebagai perawat kita yang wajibmencontoh, berilah penghormatan
kepada pasien dengan cara perhatian, cara mengobatinya,mendengarkan keluhannya dan
sebagainya. Dalam keperawatan ada sebutan bahwa kasih sayangdan belas kasihan
seseorang perawat seperti seorang ibu terhadap anaknya. SenangkanPerasaannya selalu
memujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambilkita kaitkan
dengan kebesaran Allah sehingga pasien yang dipuji teringat akan asal muasal nikmat
yang diraihnya walaupun dalam keadaan sakit. “selalu mendo’akan agar Allah
menyempurnakan ganjaran kebaikan terhadapnya dan mendo’akan untuk
kesembuhannya
4. Sabar dan Tak Lekas Marah
Bila seorang perawat sedang kesal, waspadalah, karena kemarahan dan kekesalan yang
tidakterkendali biasanya menghasilkan kata dan perilakul yang keji, yang akan melukai
orang lain. Halitu bisa membuat pasien merasa takut dan disa berakibat patal bagi penya
kitnya. Kita harussenantiasa bersabar dan menyayangi pasien seperti keluarga
sendiri.Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmusesungguhnya Allah besrta orang-orang yang sabar “ (QS Al-
Baqarah :153).
“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang
demikianitu termasuk hal-hal yang diutamakan” (QS. Asy Syura: 43)
5. Bersikap Tenang
Bersikap tenang disini mempunyai arti tidak tergesa-gesa, teliti yakni seksama, dengan
hati-hatisekali, cermat dan rapi dalam merawat pasien.
“Bila Engkau hendak melakukan suatu pekerjaan, hadapilah dengan tenang, hingga
Allah menjalankan kepada engkau jalan keluar”
6. Tenaga Kesehatan Muslim Harus Kuat Menyimpan Rahasia
Penyakit itu adalah salah satu aib (noda) bagi orang yang sakit. Ada beberapa macam
penyakityang merupakan aib, hal ini sangat dirahasiakan oleh pasien. Agama Islam
tidak membenarkanseseorang membuka aib orang lain. Oleh sebab itu seorang tenaga
kesehatan Muslim tidak bolehmembuka aib pasien kepada orang lain. Orang yang suka
mebicarakan aib orang lain, Allah SWT.mengancamnya dengan siksaan yang sangat
pedih, baik di dunia maupun di akherat kelak.

20
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya.” (HR.
Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma,
serta Muslimno. 2699 dari hadits Abu Hurairah)
7. Tenaga Kesehatan Muslim Harus Selalu Bersih, Rapih, Baik Jasmani Maupun Rohani
Rohani atau jiwa Tenaga kesehatan Muslim hendaknya selalu bersih dan suci dari sifat-
sifat :hasad (dengki), sentimen, takabbur (sombong) dan lain-lain sifat yang tidak baik.
Sebab hanyadari jiwa yang bersih dan sucilah akan memancarkan sifat-sifat yang
terpuji, sikap yang baik danucapan yang menyenangkan. Tubuh dan pakaian Tenaga
kesehatan Muslim harus selalu bersih,rapih, sederhana dan tidak berlebihan dalam ber
make up atau memakai perhiasan.Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”
8. Penampilan yang Menyenangkan
Gunakan selalu pakaian yang rapi, serasi dan tercium harum, kita tahu harum-haruman
yang baikakan membuat senang siapa pun yang berada disekitar kita. Memakai pakain
yang baik bukanlahtanda kesombongan. Allah maha indah dan menyukai keindahan.
Tentu saja dalam batas syari’at yang disukai Allah. Jangan meremehkan penampilan
karena hal ini akan membuat orang lainsenang atau sebaliknya.
9. Mempunyai Sifat Pengabdian Pada Profesi
Kita tahu bahwa segala bentuk pekerjaan yang dilandasi oleh niat yang baik adalah
termasukkedalam ranah ibadah, perlu kita ketahui bahwa bekerja adalah amanah,
bekerja adalahanugerah.Rasulullah SAW bersabda:
“Jika engkau mencari kekayaan dunia, ibaratkanlah bahwa dirimu akan hidup
selamanya di dunia ini, dan apabila engkau mencari kekal akhirat, ibaratkanlah kamu
akan meninggal hari esok.”
Bila kita melihat makna yang tersirat dari sabda tersebut adalah seimbangkanlah antara
bekalmudidunia dengan bekalmu diakhirat, jika engkau mencari bekal kekayaan dunia,
pergunakanlahkekayaan harta bendamu dijalan yang diridoi Alloh, sesungguhnya harta
yang kamu dapatkan itusemua adalah milik Alloh semata dan akan dimintai
pertanggung jawabannya kelak diakhirat.

F. ETIKA PRIBADI DALAM PERSPEKTIF AGAMA LAINNYA


1. Etika Pribadi menurut agama Budha
Moral erat kaitannya dengan etika. Moral menyangkut kebaikan. Orang yang tidak
baik juga disebut sebagai orang yang tidak bermoral. Etika juga menyangkut tentang
21
kebaikan, yakni sebagai kemampuan untuk menilai mana yang baik dan mana yang
buruk. Dalam ajaran etika merupakan faktor motivasi yang mendorong dan melandasi
cita-cita dan amal perbuatan. Dalam ajaran Buddha, moral dan etika sangat
dititikberatkan, dan penegakkan moral merupakan perwujudan dari kebutuhan
pengembangan diri dari manusia yang selalu berproses. Lebih dari sekedar melakukan
upacara, Buddha menekankan untuk menegakan moral atau menjalankan sila, hidup
bersusila “Saya tak akan menaruh kayu, Brahmana, untuk umpan api di altar. Hanya
didalam diri, api saya nyalakan. Dengan api yang tidk putus-putus membakar ini, dan
dengan diri yang selalu dikendalikan, saya jalani kehidupan mulia dan luhur. “
(Samyuttta Nikaya, 2320).
Dalam ajaran Buddha prilaku moral mengandung dua aspek, aspek negatif:
hindarilah atau jangan berbuat kejahatan (papasanakaranam) dan aspek positif :
kembangkanlah kebaikan (kusalaupasampada). Keduanya merupakan pasangan
terhadap satu sama lain. Pengekangan diri terhadap pembunuhan, misalnya yang
merupakan aspek positif dalam pelaksanaan cinta kasih terhadap semua makhluk
“Jangan berbuat jahat. Berbuatlah kebaikan. Sucikan hati dan pikiran.” Inilah inti
ajaran para Buddha. Di dalam setiap kebaktian, umat Buddha setelah mengungkapkan
keyakinan terhadap Triratna ; Buddha, Dharma dan Sangha, melanjutkan dengan
membacakan paritha Pancasila, Lima Sila paling dasar dari kebajikan moral yang
wajib dilaksanakan oleh umat Buddha, yaitu : jangan makan minuman yang
memabukkan dan yang melemahkan kesadaran. Sila atau moralitas dalam ajaran
Buddha juga terkandung didalam beruas delapan untuk menghentikan dukka,
disamping meditasi dan panna, (kebijaksanaan), yaitu : ucapan benar (sammavacca),
perbuatan benar (samma kammanta), dan mata pencaharian benar (sama Ajiva). Sang
Buddha menyebutkan tentang adanya sifat dasar yang melandasi perbuatan manusia,
yaitu: merindukan kesenangan (sukhama), dan menghindari kesakitan
(dukkhapatikula). Begitupun prilaku manusia bisa didasari oleh motif- motif laten
yang terdapat didalam dirinya seperti : keinginan terhadap kelangsungan (bhawa-
tanha), keinginan terhadap kenikmatan (kamatanha), atau keinginan akan kehancuran
(vibhavatanha). Terhadap adanya sifat-sifat dasar atau motif-motif alten tersebut,
maka penegakkan moral dalam hidup bersusila sangat penting dan ditegaskan oleh
Sang Buddha.

22
“Orang yang selalu mencari kesenangan tidak dapat mengendalikan indria-indrianya,
malas dan lemah, ia pasti akan ditaklukan oleh mara, bagaikan pohon kayu yang
lemah ditumbangkan oleh angin topan yang dahsyat.” (Dhammapada 7).
“Orang yang dapat mengendalikan indrianya bagaikan seorang kusir yang dapat
mengendalikan kudanya, yang telah dapat menghilangkan kesombongannya dan
hanya dengan ulet dapat membersihkan batinnya dari noda-noda. Orang seperti ini
dicintai oleh para dewa.” (Dhammapada 94)
Sehubungan dengan tindakan-tindakan yang berkenan dengan relasi terhadap yang
lain, Sang Buddha menyebutkan terdapatnya empat tipe orang, yaitu : pertama orang
yang menyiksa dirinya seperti pertapa, kedua orang yang menyiksa orang lain seperti
pemburu, ketiganya orang yang menyiksa dirinya maupun yang lain seperti dalam
penyelenggaraan korban besar-besaran, dan keempat orang yang tidak menyiksa yang
lain, seperti arahat atau orang suci. Perbuatan manusia juga tidak dapat dilepaskan
dari hubungan-hubungan dan sikapnya dengan orang lain. Dan inipun menentukan
mutu kehidupannya.
“Orang yang mencari kebahagiaan dengan menyakiti orang lain yang juga
mendambakan kebahagiaan, maka orang itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan
setelah kematiannya. Orang yang mencari kebahagiaan dengan tidak menyakiti orang
lain yang juga mendambakan kebahagiaan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan
setelah matinya”. (Dhammapada 131)
Sila atau tata susila ini sangat penting kedudukannya dalam masyarakat Budhis. Ini
karena sila ini digunakan untuk menjaga keseimbangan dan kerukunan di dalam
pergaulan hidup. Implikasinya apabila ajaran yang disampaikan oleh Sang Budha
tidak atau kurang diamalkan dan diimplementasikan dengan seksama maka ketertiban
dan keamanan masyarakat tidak akan terjamin. Sebaiknya jika para pengikutnya
selalu mengikuti ajaran tersebut maka mereka akan selamat. Konsekuensinya, apabila
umat Budha tidak menjalankan apa yang disampaikan sang Budha maka tidak saja
dapat merugikan kepentingan pihak lain, maka niscaya akan terjadi keributan dan
kegelisahan.Ajaran Budha tidak mengenal kelas dan kasta yang mana akan
meningkatkan prilakunya sehari-hari agar mencapai tingkat tertinggi atau mencapai
sesuatu kebebasan dari penderitaan yang dialami oleh manusia dan mempunyai
kesamaan hak untuk menjadi Biksu. Ini tentu saja harus memenuhi persyaratan
terutama yang berhubungan dengan etika dan moralitas. Konsekuensinya ajaran
budha mempunyai norma dan aturan yang mengatur semua pengikutnya dalam
23
berperilaku dengan manusia maupun dengan makhluk lainnya. Dalam Delapan Jalan
Utama terdapat suatu himpunan nilai-nilai yang harus diperhatikan oleh pemeluk
ajaran Budha. Di samping itu, aturan pancasila yang apabila dilaksanakan dengan
secara konsekuen dan kontiunitas, maka harkat manusia menjadi baik dan bermutu.
Dengan keterangan dan fakta di atas kelihatan bahwa hubungan yang erat antara
prilaku umat Budha dengan etika yang diajarkan oleh sang Budha yang mana dapat
mengatur kehidupan masyarakatnya. Di samping itu adanya hokum karma yang
diyakini umat Budha menjadikan mereka akan selalu mengikuti ajaran etika yang di
dalam ajaran Budha disebut Sila itu agar tidak terkena akibat perbuatan mereka
dengan adanya reinkarnasi menurut ajaran ajaran Budha, maka umat tidak mahu
hidup di dunia ini sebagai insan yang lain seperti binatang, jin, atuapun setan. Dengan
sendirinya mereka takut untuk melakukan kesalahan dan selalu patuh dan taat kepada
tuntunan dan aturan etika Budha
2. Etika Pribadi menurut agama Hindu
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata,
su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia
yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai
apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan
demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia.
Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang
yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan
menghargai orang lain.
Etika menjadikan kehidupan masyarakat menjadi harmonis, karena saling
menjunjung tinggi rasa saling menghargai antar sesama dan saling tolong menolong.
Dengan etika akan membina masyarakat untuk menjadi anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang baik, menjadi warga negara yang mulia.
Etika (Ethic = Bahasa Inggris) artinya, susila, kesusilaan, ilmu akhlak. Sila adalah
salah satu kerangka dasar ajaran agama Hindu (Tatwa, Sila Upacara) atau merupakan
ajaran pertama dan utama dari Saptangga Dharma, yaitu:
1) Sila = Kesusilaan
2) Yadnya = Persembahan suci
3) Tapa = Pengendalian diri
4) Dana = Berderma
24
5) Prawrjya = Menyebarkan Dharma
6) Diksa = Upacara inisisai
7) Yoga = Menunggalkan diri dengan Tuhan
Pada Sloka Wrehaspati Tattwa No. 25 itu dijelaskan bahwa, “Sila ngaranya
mangrakascara rahayu”, yang artinya Sila adalah menjaga perilaku/kebiasaan agar
tidak menyimpang dari norma-norma kebenaran dan kebaikan. Dengan lain katanya,
memelihara perangai yang baik dan benar menurut Dharma Agama dan sosial budaya.
Suatu perilaku dikatakan etis apabila; sopan, pantas/wajar, baik, dan benar sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Sedangkan norma atau aturan tingkah laku yang baik
dan mulia disebut Tata Susila.
Ajaran Hindu tidak memakai istilah dogmatik baik dan jahat atau surga dengan
neraka melainkan memiliki etika-etika yang berdasar karena kebutuhan untuk
menyelaraskan keinginan individu, emosi, dan ambisi untuk mengarahkannya pada
sebuah kehidupan yang harmonis di bumi dengan tujuan mutlak dari agama Hindu
untuk menyadari keberadaan kita sendiri. Kesadaran diri menurut pandangan Hindu
adalah kesadaran pada diri kita dengan Tuhan, sebagai sumber dan intisari dari
keberadaan manusia dan kebebasannya. Dalam kitab Hindu menyatakan bahwa setiap
individu yang terdiri dari tubuh fisik (sarira), pikiran (manas), intelek (buddhi), dan
diri (atman). Berdasarkan 4 hal itu, setiap individu membutuhkan hal-hal keduniawian
(artha) untuk dapat mempertahankan tubuh fisik dan memuaskan segala kebutuhan
keluarga dengan ketergantungannya. Untuk memuaskan pikiran dan intelek,
kebutuhan untuk memenuhi keinginannya dan pengejaran intelek (kama) atau
penyatuan dengan Tuhan merupakan tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Setiap manusia harus memainkan perannya demi kebaikan masyarakat, bangsa,
dan dunia dengan melakukan tindakan yang dimotivasi kebaikan sosial dan bertindak
sesuai dengan batasan dharma (kebenaran), tugas, moral, dan hukum sosial. Sehingga
dalam hal ini terdapat empat tujuan prinsip hidup manusia yaitu dharma, artha, kama,
dan moksa. Dharma adalah yang pertama, yang menandakan bahwa ketiganya tidak
dapat dipenuhi tanpa memenuhi kewajiban dharma. Moksa adalah tujuan yang
terakhir karena keterikatan adalah memungkinkan ketika dari ketiga bagian lain sudah
terpenuhi. Walaupun dharma memiliki arti yang berbeda dari sudut pandang etika,
dharma adalah sistem moral dan nilai etika. Hindu Dharma menyadari adanya tujuh
faktor yang membuat seseorang menyimpang dari jalan dharma atau mengarah untuk
perbuatan dosa, yaitu penderitaan (tresna), kemarahan (krodha), ketamakan (lobha),
25
keterikatan (moha), rasa bangga (mada), kecemburuan (matsarya), dan egoisme
(ahankara).
Untuk menghindari manusia tidak menyimpang karena pengaruh ketujuh
faktor tersebut, maka di dalam filsafat Hindu terdapat sepuluh kebajikan, yang dikenal
dengan "Dharma Laksana", yang terdapat di dalam kitab "Manu Smrti" yaitu sebagai
berikut:
Akrodha (tidak marah): Kemarahan yang menutupi alasan, menghasilkan perbedaan
antara benar dan salah, serta kebajikan dan keburukan. Ketika pemikiran yang dapat
membedakan itu dirusak maka orang tersebut akan kehilangan identitas diri.
Seseorang yang marah akan menyakiti diri sendiri dan orang lain, dengan tiga cara
yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal (melalui kata-kata kasar),
dan secara mental (melalui keinginan yang buruk). Pengendalian kemarahan dapat
diartikan sebagai sebuah pemikiran yang baik dalam diri.
Asteya (tidak mencuri): Secara umum mencuri dapat didefinisikan sebagai
mengambil dengan paksa atau dengan tidak adil barang/benda milik orang lain.
Dalam etika Hindu, mencuri juga termasuk didalamnya ingin menguasai
barang/benda orang lain dan di atas kebutuhan legistimasi yang menghambat
kemajuan orang lain, atau mengambil kesempatan mereka dengan memiliki sesuatu
melalui maksud yang ilegal. Kurangnya pengendalian indera dan ketamakan
seseorang biasanya menimbulkan suatu keinginan untuk mencuri. Seseorang yang
memegang teguh asteya akan bebas dari ketamakan dan tidak memiliki keinginan
untuk mencuri.
Atma Vinigraha (pengendalian pikiran): Pikiran yang terganggu tidak dapat
akan membedakan benar dengan yang salah atau kebaikan dengan keburukan.
Konsentrasi dalam memberikan kebijaksanaan dan kasih yang mendalam dapat
meningkatkan kekuatan pikiran.
Dama (pengendalian diri atau pengendalian indera): Indera harus dapat
dikendalikan sehingga dapat berfungsi sesuai dengan pengarahan alasan.
Pengendalian diri bukan tidak berarti penolakan diri namun dalam bersikap sederhana
dalam memuaskan kebutuhan dan menghindari kebodohan. Seseorang yang dapat
mengendalikan dan membebaskan dirinya dari berbicara yang lepas kendali, gosip,
minum berlebihan, dan menjaga tubuh dan pikirannya agar terkendali. Kurangnya
diskriminasi antara apa yang yang harus dan tidak harus dilakukan yang mengarahkan

26
seseorang pada angan-angan. Sebuah pikiran yang berkhayal menjadi tidak sehat
untuk dapat menyadari tujuan dari hidup seseorang.
Dhi (kemurnian pikiran): Kemurnian pikiran dan intelek adalah lebih penting
daripada kecerdasan. Seorang manusia yang memiliki kemurnian intelek akan bebas
dari rasa sakit, temperamen yang tidak baik, perasaan yang buruk, dan keinginan yang
tidak dapat diduga. Para Rsi Hindu berpendapat bahwa kecerdasan sangat dianjurkan
untuk pengajaran pada kitab agar melakukan perbuatan yang baik dan pikiran yang
mulia serta meditasi yang teratur.
Dhrti (ketetapan dan persistence): Seseorang harus tetap dalam hal pendirian
untuk dapat menemukan kebenaran. Pikiran yang selalu terus beriak tidak akan dapat
menemukan kebenaran. Hidup yang benar sangat dimungkinkan hanya dengan
komitmen seseorang untuk menjalankan kehidupannya.
Ksama (pengampunan atau kesabaran): Pengampunan adalah kebaikan yang
utama dari moral dan etika hidup. Pengampunan dapat mempertahankan kesucian
pikiran bahkan situasi yang provokatif dalam kehidupan seseorang.
Satya (kebenaran): Satya tidak berarti semata-mata berkata yang benar,
perkataan dan perbuatan, dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Untuk
menjalankan kehidupan yang bermoral dan hidup yang beretika, maka seseorang
harus melakukan kebenaran. Konsep dari moralitas dapat berubah setiap waktu,
namun kebenaran tidak akan pernah berubah. Tidak ada seorangpun yang dapat
menyembunyikan kebenaran secara terus menerus.
Sauca (kemurnian tubuh dan pikiran): Kemurnian itu terbagi dalam dua jenis
yaitu fisik dan mental. Kemurnian fisik berarti menjaga tubuh seseorang bersih dari
luar maupun dalam. Kebersihan diri dari dalam dapat diperoleh dengan menjalankan
hukum kesehatan yang baik dan memakan makanan yang "sattvika" (makanan yang
menyehatkan, kekuatan metal, kekuatan, panjang umur, dan yang bergizi serta
mengandung nutrisi). Kebersihan luar artinya mengenakan pakaian yang bersih dan
menjaga kebersihan tubuh. Kemurnian mental berarti bebas dari pemikiran yang
negatif dari nafsu, ketamakan, kemarahan, kebencian, rasa bangga, kecemburuan, dan
lain-lain.
Vidya (pengetahuan): Kitab Hindu menyatakan bahwa pengetahuan itu ada dua
jenis yaitu pengetahuan yang lebih rendah (apara-vidya) dan pengetahuan yang lebih
tinggi (para-vidya). Pengetahuan yang lebih rendah artinya pengetahuan yang bersifat
keduniawian dalam bidang ilmu dan pengetahuan yang sangat diperlukan untuk
27
kehidupan di dunia. Sedangkan pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan
spiritual yang mengajarkan cara untuk dapat mengatasi kesengsaraan yang tidak
diharapkan, menggapai tujuan yang bukan halangan, serta mencapai kekuatan mental
dan spiritual untuk dapat mengatasi perjuangan hidup. Pengetahuan spiritual dapat
diperoleh melalui belajar kitab yang berhubungan dengan orang suci, dan dengan
melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri (niskama). Pengetahuan spiritual
juga dapat membantu seseorang untuk menjalankan kehidupan yang berarti, yang
menguntungkan secara sosial. Tujuan pengetahuan spiritual ini adalah untuk
mencapai penyatuan yang mutlak dengan Tuhan.

3. Etika pribadi menurut agama Katholik


Gereja Katolik memakai “ Sepuluh Perintah Tuhan “ yang disampaikan Allah
kepada Nabi Musa di gunung Sinai sebagai pedoman hidup yang harus direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari umatnya untuk mencapai kebahagiaan baik di dunia
maupun di akherat. Yesus Kristus mengukuhkan kesepuluh perintah tersebut dalam
kehidupannya, dan yang paling tampak diutamakan adalah sikap cinta kasih, yakni
mencintai Allah dan mencintai sesama manusia sehingga akhirnya merupakan hukum
pokok gereja.
Kesepuluh perintah Allah tersebut merupakan hukum Allah yang di akui
kebenarannya oleh suara hati manusia. Oleh karena itu suara hati manusia akan selalu
menganjurkaan kepada yang baik, dan akan menegur seseorang bila ia mengerjakan
yang jelek. Karena suara hati dapat sesat karena dosa asal, maka gereja Roma Katolik
mengajarkan agar selalu berpedoman kepada perintah Allah, mengambil teladan dari
Yesus dan patuh kepada perintah-perintah gereja. Secara singkat hal-hal yang
berkaitan dengan kesepuluh perintah Tuhan tersebut akan dikemukakan sebagai
berikut:
a. Perintah Pertama
Perintah pertama adalah agar manusia hanya menyembah Allah, yaitu Allah Bapa,
sebagai pencipta langit dan bumi.Mempertuhankan suatu makhluk adalah berarti
menyembah berhala. Cara menghormat dan memuji Tuhan dapat dengan
melakukan ibadat batin, yakni berdoa dalm hati, dapat pula dengan ibadat lahir
seperti dengan menyanyi, mengatupkan tangan, berlutut, dengan lilin yang
menyala, music, perhiasan di altar atau dengan pakaian-pakaian liturgy. Di

28
samping itu, umat Katolik juga mengadakan penghormatan kepada Allah melalui
upacara-upacara yang bersifat umum.
b. Perintah Kedua
Perintah kedua adalah menjunjung tinggi nama Allah, atau menyebut nama Allah
dengan sopan. Sebagai contoh, orang yang bersumpah dimuka pengadilan dengan
menyebut nama Allah untuk memperkuat kekuatan suatu hal, maka ia harus
menjamin bahwa apa-apa yang disampaikan itu benar. Atau jika ia berjanji
dibawah sumpah dengan saksi Allah, maka ia wajib mematuhinya. Apabila
seseorang memberikan keterangan yang palsu, atau ingkar janji, maka ia akan
menanggung beban dosa berat. Sumpah palsu merupakan kejahatan yang besar.
c. Perintah Ketiga
Perintah mengkuduskan hari Tuhan berarti menghormati hari-hari raya Kristen
seperti hari minggu dan pringatan Santa Perawan Maria.Hari raya yang paling
penting ialah hari raya Paskah.Pada hari raya minggu dan hari raya yang
diwajibkan, umat Katolik diwajibkan berkumpul untuk merayakan ekaristi dan
mendengarkan kabar gembira Yesus Kristus dengan hormat disertai minat yang
benar.Perintah tersebut berlaku bagi mereka yang paling tidak, sudah berumur
tujuh tahun. Siapa yang tidak mengikuti misa hari minggu tanpa alasan yang kuat,
maka akan berdosa berat. Mereka yang terlambat atau mengganggu jalannya
ibadat juga berdosa. Mengikuti perayaan misa kudus tidak boleh melalui radio
atau televise.
Misa hari minggu merupakan puncak ibadat.Pada saat itu setiap orang beriman
mempersembahkan pujian syukur serta menerima rahmat, menerima kegembiraan
dan kekuatan guna menunjang hidupnya sehari-hari, untuk kemudian diperbaharui
pada hari minggu berikutnya. Itulah sebabnya hari minggu merupakan hari
istirahat, tidak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan pada hari-
hari yang lain.
d. Perintah Keempat
Penghormatan kepada kdua orang tua didasarkan pada pokok pandangan bahwa
orang tua merupakan pengganti Allah karena orang tua memberikan petunjuk ke
surge.Oleh karena itu sudah sepantasnya jika orang beriman, hormat, taat, cinta
dan bertrima kasih kepada mereka. Berlaku hormat dapat terwujud sopan dalam
berbicara kepada mereka dan rendah hati kepada mereka. Cinta kasih seseorang
kepada orang tua dapat dibuktikan dengan mendoakan mereka, membantu mereka
29
dihari tua sekalipun orang tua tidak menurut perintah Tuhan. Bila orang tua tetapi
ingkar terhadap Tuhan maka hendaknya di doakan agar mereka kembali kejalan
Allah. Taat kepada perintah orang tua adalah wajib selama perintah tersebut tidak
bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kewajiban patuh kepada orang tua menjadi
gugur jika sewaktu-waktu tidak serumah lagi dengan mereka. Akan tetapi cinta
kasih dan hormat kepadanya tetap berlaku dan tetap harus dipelihara terus
menerus sepanjang masa.
e. Perintah Kelima
Tubuh manusia dapat menjadi bait Allah setelah menerima permandian. Putra
Allah pun mengambil bentuk tubuh dunia ini. Akhirnya tuhan juga akan
membangkitkan tubuh manusia di akherat. Oleh karena itu orang juga harus
menghormati tubuhnya dengan baik. Melalaikan kebutuhan badan adalah berdosa,
tetapi memenuhi kebutuhan secara berlebihan juga berdosa. Orang tidak boleh
menyakiti dan menyiksa badannya sampai tingkat yang berbahaya karena hal itu
merupakan dosa berat, terutama kalu sengaja membunuh diri. Apabila seseorang
terbunuh atau sengaja bunuh diri berarti ia memutus kesempatan berbakti kepada
Allah dan mendatangkan penderitaan kepada orang lain. Tetapi dalam keadaan
tertentu orang diperbolehkan mempertaruhkan hidupnya atas dasar iman atau demi
keselamatan sesama manusia.
f. Perintah Keenam dan Kesembilan
Prinsip cinta kasih berlaku dalam hubungan suami istri yang telah diikat dalam tali
perkawinan. Agar hubungan suami istri tetap serasi dan harmonis maka kepada
mereka diberikan sakramen. Kerusakan hubungan antar kedua sejoli tadi
merupakan dosa yang berakibat merusak jalan menuju surga terutama bila sampai
ketingkat perceraian. Yesus bersabda : “ barang apa yang telah di satukan Tuhan,
janganlah diceraikan manusia” (Mat. 5:28). Rusaknya hubungan suami istri dapat
berawal dari adanya keinginan kotor untuk menginginkan istri orang lain. Yesus
juga bersabda “ Barang siapa memandang wanita dan mengingininya, telah
berzina dalam hatinya dengan dia” (Mat. 5:28). Oleh karena itu sejak awal, gereja
selalu memperhatikan hubungan muda-mudi agar dalam menjalin hubungan satu
sama lain tidak melampaui batas.
g. Perintah ketujuh dan Kesepuluh
Perintah ini berbunyi : “ jangan mencuri “ dan “ jangan ingin milik sesame
manusia secara tidak adail “. Manusia berhak memiliki sesuatu sekedar cukup
30
untuk memelihara keluarganya, sebab apabila tidak, maka akan merugikan
semangat seseorang. Namun yang paling penting adalah agar dalam memperoleh
sesuatu dengan jalan mencuri atau menipu berarti barang tersebut bukan miliknya.
Milik manusia yang diperoleh secara halal adalah milik Tuhan sehingga
hendaknya dipergunakan dengan penuh tanggung jawab. Barang yang dimiliki
oleh seseorang terbuka bagi kepentingan orang lain ataupun kerajaan Allah.
Manusia hendaknya tidak kikir, tamak, bernafsu secara luar biasa terhadap harta.
Lebih baik miskin tetapi masuk surge dari pada memburu kekayaan dunia tetapi
celaka selama-lamanya.
h. Perintah Kedelapan
Gereja Katolik sangat cinta terhadap kebenaraan, yaitu berbuat dan berbicara
sesuai yang kita pikirkan. Itu adalah suatu kebijakan yang luhur. Juka seseorang
cinta terhadap kebenaran maka hal tersebut akan membuat orang lain percaya
terhadapnya. Karena itu berdosalah orang yang melanggar karena ia berdusta.
Kesetiaan terhadap janji juga merupakan salah satu tuntunan dalam gereja kerena
hal tersebut dapat mempererat hubungan sesame manusia. Seseorang yang
memenuhi kewajiban-kewajibannya berhak atas penghormatan dari orang lain,
dan jika seseorang memperoleh nama baik, maka yang bersangkutan wajib
memeliharanya. Tetapi orang yang gila hormat merupakan dosa. Oleh karena itu
kehormatan bagi seseorang bukan merupakan suatu hal yang luhur.Yang penting
adalah kehormatan batin, yang mendapat pengakuan dari Tuhan yang istimewanya
tidak dapat dirampas orang. Adalah lebih baik mendapat kehormatan dari Tuhan
daripada memperoleh kehormatan dari sesame manusia.

4. Etika pribadi menurut agama Kristen


Etika Kristen adalah etika hidup orang-orang Kristen yang berlandaskan firman
Tuhan. Landasan Firman Tuhan adalah Alkitab sebagai pedoman hidup orang-orang Kristen
yang tinggal dalam tatanan Kerajaan Allah. Oleh karena itu, perintah Tuhan kepada manusia
adalah bahwa manusia adalah Imago Dei Allah, sebagaimana nats firman Tuhan dalam
Kejadian 1:26-28, “Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
1:27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 1:28 Allah memberkati
31
mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak;
penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Imago Dei berarti hidup manusia
harus segambar dengan Allah, pola hidup manusia harus sesuai dengan firman Allah yang
artinya etika hidup manusia Kristen harus sesuai dengan gambaran etika kehidupan yang
difirmankan Allah dalam Alkitab. Oleh karena itu, Imago Dei adalah kemanusiaan manusia
yang potensinya adalah potensi karya ilahi yang terdapat dalam diri manusia. Roh/Potensi
tersebut membuatnya berdaya dalam mencapai tujuan hidupnya. Tergenapinya Imago Dei
melalui hidup itu sendiri. Sebuah perjalanan yang bukan mencari dan menemukan Tuhan
sebagai entitas yang ada diluar dan terpisah dari manusia melainkan sebuah kesadaran bahwa
ada potensi Illahi dalam hidup manusia. Dengan begitu manusia bisa melihat atau merasakan
Spirit Tuhan dalam setiap peristiwa dalam hidupnya bahkan menghayatinya dalam hal-hal
kecil yang ada di sekitarnya.
Tuhan adalah sumber segala keindahan sehingga dalam kontemplasi setiap orang akan
keindahan selalu terdapat hasrat untuk menyatu dengan Tuhan. Gambaran tentang kajian
Imago Dei di atas menyatakan bahwa hidup harus seturut apa yang tertulis dalam Alkitab.
Landasan Etika Kristen adalah landasan firman Tuhan yaitu Alkitab sebagai pedoman etika
hidup orang-orang yang hidup dalam kerajaan Allah. Pedoman hidup etika Kristen adalah
Alkititab, ada beberapa versi gambaran Alkitab tentang Etika Kristen ;
a) Alkitab mengatakan bahwa hidup kita itu very good, berarti bila rambut kita keriting
atau lurus, kulit kita putih atau hitam, mata kita sipit, dan tubuh kita pendek atau
tinggi, semuanya itu very good. Jadi katakanlah pada diri anda sendiri sambil melihat
cermin “I am very good”
b) Alkitab juga mengatakan bahwa hidup kita adalah bait Allah; 1 Kor 3:16, 6:19-20.
Karena kita adalah bait Allah, dan kita adalah milik Allah, maka kita tidak boleh
merusak tubuh ini dengan rokok, narkoba, minuman keras dan kita harus
menggunakan tubuh ini untuk memuliakan-Nya, bukan untuk melihat pornografi,
melakukan seks di luar nikah, bukan untuk digunakan memuaskan nafsu, tetapi
memakai tubuh ini untuk kemuliaan Allah. Karena tubuh kita adalah tempat tinggal
Allah, bait Allah.
c) Alkitab juga mengatakan kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.
Manusia akan seperti manusia sewaktu dia melakukan perintah ini, tetapi jika tidak
melakukannya, maka manusia tidak akan seperti manusia, bahkan bisa lebih jahat dari
binatang atau seperti setan. Tidak ada ibu singa yang membunuh anaknya sendiri,
32
tetapi pada manusia, ada yang tega membuang anaknya sendiri ke tong sampah,
menggugurkan anaknya sendiri, dan menuduh anaknya sendiri sebagai anak haram,
padahal yang berbuat orang tuanya yang disalahkan anaknya. Manusia bisa saling
membunuh hanya karena harga diri. Begitulah manusia akan menjadi seperti bukan
manusia mungkin seperti setan sewaktu dia tidak melakukan buku panduan dari
penciptanya, yaitu kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.
Landasan etika Kristen dalam Alkitab menunjukkan keberhasilan manusia bukan diukur
dari keberhasilan harta duniawi melainkan dari takut akan Tuhan. Sebagaimana Salomo yang
telah memenuhi semua nilai-nilai manusia mengenai keberhasilan: berhikmat/pintar,
berkuasa, memiliki harta materi yang banyak, memiliki istri yang banyak. Namun dia berkata
semua sia-sia, hanya satu yang tidak sia-sia yaitu, takut akan Tuhan. Kebanyakan orang
menilai keberhasilan berdasarkan takut akan Tuhan, bukan berdasarkan kekayaan materi dan
jabatan. Orang-orang yang menempuh kekayaan tanpa takut akan Tuhan, banyak melakukan
tindakan korupsi, keegoisan untuk memperkaya diri, walaupun dengan cara melakukan
penindasan pada orang lain, materialisme (membeli barang-barang mewah untuk menaikan
nilai dirinya di mata lingkungan), plagiat dengan saling menjatuhkan supaya mendapatkan
jabatan dan masih banyak lagi. Intinya yang membuat manusia menjadi tidak berharga dan
menghancurkan kehidupan manusia dan bumi ini adalah bila penilaian kesuksesan tidak
diukur dari takut akan Tuhan. Manusia harus menyadari bahwa nilai kesuksesan diukur
berdasarkan seberapa jauh kita takut akan Tuhan, dengan begitu manusia akan semakin
dihargai dan bumi ini akan semakin terpelihara, karena takut akan Tuhan adalah melakukan
perintah-Nya dan perintahNya adalah “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu,
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39). Tuhan menaruh manusia di bumi dengan tujuan
supaya manusia mengusahakan dan memeliharanya (Kej. 2:15).
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang
tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu
menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah
yang baik” (Matius 7:17-18). Nats firman Tuhan ini mencerminkan bagaimana kehidupan
moral kekristenan itu harus menghasilkan buah yang baik. Buah yang baik adalah gambaran
karakteristik dari etika kekristenan yang berhasil diimani orang-orang yang mempercayai
Yesus Kristus sebagai juru selamat manusia. Oleh sebab itulah hasil buah yang baik adalah
karakter Kristen yang baik. W.J.S Poerwadarminta menyatakan, karakter sebagai, “tabiat;
watak; sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya.”
33
Kamus Umum Bahasa Indonesia, (tahun), “Karakter adalah istilah psikologis yang menunjuk
kepada sifat khas yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dari individu lainnya.”
Jadi, pada dasarnya karakter adalah sifat-sifat yang melekat pada kepribadian seseorang.
Sedangkan, Kristen adalah sebutan bagi seseorang yang telah menerima Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya
dalam kehidupan seharihari. Dengan demikian, karakter Kristen disebut juga sifat-sifat
Kristen, yaitu kualitas rohani yang dimiliki seorang Kristen. Setiap pribadi dikenali melalui
sifat-sifat (karakter) yang khas baginya. Pembentukan pribadi mencakup kombinasi dari
beberapa unsur yang tidak mungkin dapat dihindari, yaitu unsur hereditas, unsur lingkungan,
dan kebiasaan.
Pembentukan Karakteristik Etika Kristen diantaranya adalah :
 Pikiran yang benar/ hati yang benar= Pembaharuan budi Transformasi karakter
dimulai dari pikiran. Hal ini bisa berarti bertobat (Metanoia) atau membersihkan
pikiran dan hati dari segala kotoran, sampah, tahayul dan filsafat dunia, dan mengisi
pikiran dan hati dengan firman Tuhan. Karakter yang baik dibangun di atas hati dan
pikiran yang baik. Itu sebabnya, kita harus melindungi hati dan pikiran kita dari
pengaruh, tontonan, dan bacaan yang merusak (Ams 4:23; 2 Kor 10:5; 2 Kor 4:4).
 Disiplin Rohani adalah suatu aktivitas/latihan rohani yang bisa membantu saya
memperoleh kekuatan rohani untuk menjalani hidup seperti yang dikehendaki Tuhan
(1 Kor. 9:24-27). Latihan–latihan rohani tersebut meliputi: Membaca dan mendalami
Alkitab secara teratur, berdoa secara teratur, bersekutu/berjemaat secara teratur,
melayani dengan penuh semangat, selalu bersukacita, ketaatan pada Firman Tuhan,
dan bersaat teduh secara teratur. Manfaat disiplin rohani sangatlah besar. Kita akan
menjadi orang Kristen yang kuat, terlatih, dan lincah/peka secara rohani.
 Komitmen adalah janji serius untuk terus maju, untuk terus bangkit, meskipun
berulang-ulang kali kalah dan terjatuh. Orang yang berkomitmen adalah orang yang
siap membayar harga apa pun untuk mencapai tujuan. Kurang berkomitmen
memperlama terbentuknya sebuah karakter, bahkan tidak sedikit yang menyerah
dalam usaha ini.
 Waktu Membentuk karakter memerlukan waktu. Waktu bisa menjadi teman atau
musuh, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Karakter datang dalam
bentuk potongan-potongan, bukan dalam bentuk paket lengkap.
 Tekanan/kesulitan/penderitaan (Ayub 23:10). Salah satu tempaan yang membentuk
karakter adalah penderitaan atau pencobaan (Yakobus 1:2-4; Roma 5:3-4). Sikap dan
34
respon yang tepat ketika berada dalam kesulitan mempercepat munculnya karakter.
Sebaliknya, sikap/respon yang salah memperlambat terbentuknya sebuah karakter.
 Keputusan. Karakter dibangun di atas keputusan sehari-hari dalam kehidupan, baik
kecil maupun besar. Setiap kali kita membuat keputusan, kita sedang menandai dan
mengukir diri. Ketika kita menahan lidah, mengendalikan diri, kita sedang mengukir
karakter
 Keberanian (2 kor 3:12; Fil 6:19-20). Keberanian adalah kemampuan untuk
melakukan apa yang benar pada waktu keadaan kacau dan sulit. Keberanian adalah
kemampuan untuk mengatakan atau melakukan apa yang benar meskipun sedang
menghadapi ancaman terhadap kehidupan kita. Keberanian juga adalah kemampuan
untuk melangkah dengan iman dalam situasi-situasi yang sulit.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika islam adalah usaha yang mengatur dan mengarahkan manusia kejenjang akhlak
yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT
untuk menuju keridhoannya. Etika pribadi dalam Islam juga termasuk dalam etika menghargai
diri sendiri, etika menuntut ilmu dimana setiap penuntut ilmu merindukan untuk menjadi
penuntut ilmu yang baik, walaupun tidak selalu diikuti oleh kesediaan dalam menempuh jalan
kesuksesan. Sebagaimana setiap penuntut ilmu tidak menginginkan dirinya menjadi atau
tergolong sebagai penuntut ilmu yang gagal. Yang terakkir adalah menjadi contoh yang baik
dimana Berbuat kebaikan merupakan suatu kewajiban terlebih jika kamu yang beragama
islam. Yang tentu saja itu sudah menjadi kewajiban serta harus menjalankannya.Berbuat baik
kepada sesama manusia adalah ibadah yang mendatangkan pahala dan balasan yang tak
terduga. Allah melipatgandakan pahala orang yang berbuat baik yang dilandasi keikhlasan
untuk mendapat ridha Allah.
B. Saran

Setelah mengetahui dan memahami tentang Etika Pribadi Dalam Islam, kita dapat
memanfaatkannya semaksimal mungkin dan dapat lebih mengamalkannya dalam kehidupan
36
sehari-hari. Penulis menyadari masih banyak kekurangan lewat makalah ini, oleh karena itu
kritik dan saran yang menyempurnakan makalah ini sangat kami perlukan untuk melengkapi
apa yang kurang dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sainuddin, Ibnu Hajar, and Ismail Suardi Wekke. "Syekh Yusuf Al-Makassari: Pandangan
Etika dan Filsafat." (2020).

Faridl, Miftah.1997. Etika Islam : Nasehat Islam Untuk Anda. Bandung: Pustaka.

https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak

https://rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/

https://www.scribd.com/doc/76122781/Akhlak-Kepada-Diri-Sendiri-1

 Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh Hilyati


Thalib al–‘Ilmi, Maktabah al-’Ilmi, tt, hlm.7

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 1084

Ibn Majah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid al Qazwaini, Sunan Ibn Majjah, Saudi
Arabia: Dâr Ihya al-Kitab al-‘Arabiyah, tt, Jilid 1, hlm. 96

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 489

Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al Khurasani, Sunan a- Kubra, Beirut:
Mu’assasah al-Risalah, 2001, Jilid 7, hlm. 205

Ibid., Jilid 9, hal. 44

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 638

37
Abu Bakar Jabir Al-Jazaairy, Aysar at-tafaasirLlikalam al-‘Aly al-Kabîr, Madinah al-
Munawwarah: Maktabah ‘Ulûm wa al-Hikam, 2003, Jilid 4, hlm.153

Ahmad Nahrowi  Abdus Salam Al-Indunisi,   Al-Imam AS-Syafi’ie Fii Mazhabaihi Al Qadiim


Wal Jadiid, hlm.30-31

Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Al–Dâ’ wa al-Dawâ,’ Maktabah Darrutturats, hlm.103-104

Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf bin Ali bin Yusuf bin Hayyan Atsirud Din al
Andalusi, Al-Bahr al-Muhît fî at-Tafsîr, Beirut: Dâr al-Fikr, 1999, Jilid 4, hlm. 206. Dinukil
Dari Diwan Al-Imam al-Syafi’i.

Nasihat Imam Malik kepada Imam Syafi’i

Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah al-Bukhari, Shahîh al-Bukhari, tahqîq Muhammad


Zahir bin Nashir al-Nashir, Saudi Arabia: Dâr Thauq al-Najah, 2001, Jilid 1, hlm. 38.

Sujud disini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud
memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri adalah hanya semata-mata kepada
Allah.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hlm. 14

Muslim bin al-Hajjah Abu al-Hasan al-Qusyairi an Naisaburi, Shahîh Muslim, Jilid 1, hlm. 93.

Muhammad bin ‘Isa bin Surah bin Musa bin Dhahak At Tirmidzi, Sunan At Tirmidzi, tahqîq.
Ahmad Muhammad Syakir, Mesir: Maktabah al-Babi Mustafa al-Hilabi, 1975, Jilid 5, hlm.
41.

https://www.google.com/amp/s/www.harianterbit.com/renungan/amp/pr-2744737098/5-hal-
baik-sederhana-yang-dianjurkan-dalam-islam-bisa-diterapkan-dalam-kehidupan-sehari-hari

http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/33193/2/Muhammad%20Taufik%20-%20Etika
%20Perspekrtif%20ANTOLOGI_.pdf

http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Etika-Dalam-Agama_135611_binamandiri_p2k-
unkris.html#:~:text=Menurut%20agama%20Buddha%20tradisional%2C
%20landasan,pelecehan%20seksual%2C%20atau%20minuman%20keras.

http://trisnadeviberbagiilmupengetahuan.blogspot.com/2016/05/etika-moralitas-perspektif-
hindu.html

http://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/6423/Etika%20Kristen.pdf?
sequence=1

38

Anda mungkin juga menyukai