Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 28 September 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila adalah ideologi yang dianut oleh negara kesatuan Republik
Indonesia. Dan salah satu fungsinya adalah sebagai sistem etika dimana etika itu sendiri
merupakan gabungan dari tiga unsur, yaitu nilai, norma, dan moral. Ketiga unsur
tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Pada hakikatnya, pancasila bukan merupakan suatu pedoman yang langsung
bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika
yang merupakan sumber norma.
Namun, pada kenyataannya sekarang sudah berubah. Tingkah laku masyarakat
Indonesia dalam prakteknya sekarang tidak lagi mewujudkan bagaimana bentuk
pancasila dan tidak lagi memperlihatkan nilai etika itu sendiri. Akhir – akhir ini nilai
pancasila sudah memudar, maksudnya hanya sedikit dari masyarakat Indonesia yang
menggunakan nilai pacasila bagi kehidupannya. Jangankan untuk menggunakan nilai
pancasila, masih banyak bangsa Indonesia lupa atau tertukar dengan sila – sila
pancasila. Hal ini dikarenakan kurangnya kita menyebutkan sila – sila pancasia. Dulu
sewaktu kita duduk di bangku sekolah, setiap senin kita pasti selalu menjalankan
upacara bendera, kita serentak hormat kepada bendera merah putih, menyanyikan lagu
Indonesia raya dan lagu wajib, bahkan kita serentak menyebutkan pancasila. Tapi
sekarang, hanya sebagian kecil yang masih menganggap Pancasila itu merupakan
pedoman dan sesuatu yang sangat penting bagi pribadi bangsa Indonesia itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut

1. Apa pengertian dari etika?


2. Bagaimana hubungan pancasila dengan etika dan bagaimana etika pancasila itu
sendiri?
3. Bagaimana hubungan pancasila dengan solusi problem bangsa?
4. Bagaimana penerapan pancasila sebagai sistem etika?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan pada penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui arti dari etika
2. Mengetahui hubungan pancasila dengan etika dan etika pancasila
3. Mengetahui pancasila sebagai solusi problem bangsa
4. Mengetahui penerapan pancasila sebagai sistem etika
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika


Kata etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat/kebiasaan, yakni
kebiasaan sebagai cara bertindak maupun sebagai karakter.
Pengertian etika menurut para ahli diantaranya adalah :
Drs. O.P. Simorangkir mengatakan bahwa etika atau etik sebagai pandangan
manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Drs. H. Burhanudin Salam mengatakan bahwa etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya.
Jadi kesimpulan dari pendapat para ahli, etika adalah perilaku baik atau buruk
manusia yang dilakukan secara alami dan tanpa paksaan dari orang lain.
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab
dengan berbagai ajaran moral. Etika dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Pemikiran etika beragam, tetapi pada prinsipnya membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung didalamnya.
Etika khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut diatas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun
makhluk sosial (etika sosial). Etika khusus dibagi menjadi 2 macam yaitu:
- Etika Individual:
membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan kepercayaan
agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
- Etika Sosial:
membahas norma-norma sosial yang harus dipatuhi dalam hubungannya dengan
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pancasila sebagai sistem etika adalah poin - poin yang terkandung di dalam pancasila
yang mencerminkan etika yang ada pada diri bangsa Indonesia. Pembentukan etika ini
berdasarkan hati nurani dan tingkah laku, tidak ada paksaan dalam hal ini. Pancasila
memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini.
Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah
laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak
dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat
berandil besar, setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri,
namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.

2.2 Hubungan Pancasila Dengan Etika dan Etika Pancasila


Sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai yang mana setiap nilainya saling
berhubungan. Nilai etika yang terkandung dalam pancasila diangkat dari nilai prinsip
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, diantaranya adalah nilai kebudayaan dan
adat istiadat. Sebagai dasar Ideologi Negara, maka nilai-nilai pancasila harus di jabarkan
dalam suatu norma yang merupakan pedoman dalam pelaksanaan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Penjabaran tersebut adalah Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia dan dalam pelaksanaannya memerlukan norma moral yang
merupakan dasar pelaksanaan tertib hukum. Jika hukum tidak berlandaskan norma moral
maka tidak akan tercapai suatu keadilan dalam suatu negara. Esensi nilai-nilai pancasila
adalah universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rumusan sila pancasila sebenarnya menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal
karena merupakan suatu nilai.
b. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa baik dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
c. Pancasila sumber hukum positif, oleh karena itu Pancasila berkedudukan sebagai
tertib hukum yang tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum.
Sebagai konsekuensinya jika nilai-nilai pancasila diubah maka sama halnya dengan
pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung di dalam
ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No. V/MPR/1973. Jo. Tap. No.
IX/MPR/1978.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-
nilai pancasila itu terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia
sebagai bangsa kausa materialis.
b. Nilai-nilai pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa.
c. Nilai pancasila menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dasar serta motivasi atas
segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari. Di era sekarang sekarang ini,
tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan berbangsa dan bernegara masih
perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan keluarnya
ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa, bernegara.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
a. Memberikan landasan moral bagi seluruh aspek.
b. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara.
Etika kehidupan berbangsa meliputi seperti etika sosial dan Budaya. Etika ini
bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap
jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan tolong-
menolong.

2.3 Pancasila sebagai solusi problem bangsa


Pancasila Sebagai Solusi Problem Bangsa, Seperti Korupsi, Kerusakan Lingkungan,
Dekadensi moral Dll
Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan. Begitu banyak masalah
menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik,
budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis
moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini,
baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang
seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah
yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin
pembangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam
mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui
moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya
dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun
hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.
Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas
mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke
dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap
dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka
menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul
dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di
luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh.
Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak
perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas
mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan
kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan
sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial.
Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini
terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk.
Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang
menjadi bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya.
Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari
moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang
lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik
dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan
masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti
ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi
orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau
diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh
untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki
moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan
yang bermoral buruk tersebut.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari
ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan
dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah
tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang
lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada
Tuhan.
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang
demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan
dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun
mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri. Dasar moral
yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.
Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi
pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan
itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan
perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki
manusia.
Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak
jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan
bagaimana mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan
karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara
eksplisit founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat
Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah
dan nilai humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara
ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang
masih betul-betul memegang moralitas tersebut. Namun dapat juga dikatakan sebagai
barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa
lembar uang. Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.
Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan
dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas
dan kepedulian pada sesama. Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi
berdasarkan Pancasila?
Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis
Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia
semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian
korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya
menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal. Pendekatan eksternal yang
dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’
orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya hukum, budaya dan
watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan
maupun aparat penegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pula
terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang
enggan untuk melakukan korupsi. Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang
muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan
pembiasaan. Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk
menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun
non-formal di luar sekolah.
Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah
membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri
masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan
kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila. Melihat realitas di kelas bahwa
mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang
membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode
pembelajaran. Materi harus selalu up to date dan metode pembelajaran juga harus
inovatif menggunakan metode-metode pembelajaran yang dikembangkan. Pembelajaran
tidak hanya kognitif, namun harus menyentuh aspek afektif dan konatif.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan
mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk
menahan diri melakukan kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya
dibanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.
Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai
agama dikesampingkan.
Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan
manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki
eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan terhadap
harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan terhadap
manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan dirinya
diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari
pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan,
melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar
manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam
seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan
dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian
didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan nonformal di masyarakat. Peran media
juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat
bagi masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun
karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
Pakar etika politik Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa Pancasila dicetuskan
sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang tersirat dalam lima sila
di dalamnya.Pancasila yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh besar pendiri bangsa ini
merupakan pedoman yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi problem atau
permasalahan bangsa. Masing-masing sila memiliki makna khusus yang sejatinya
merupakan solusi pemecahan masalah bangsa ini.
Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar negara. Dimana di dalam
butir-butir Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dinilai belum
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. sehingga di era reformasi
ini masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat merasakan makna Pancasila yang
sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan, kesatuan dan
mensejahterakan rakyat.
Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang
merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik
yang dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari
masalah-masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungapkannya.
Sehingga seolah-olah rakyat tidak dapat merasakan adanya Pancasila.
Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan dijadikan syarat pokok
yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara bendera. Dimana dapat kita
sadari bahwa Pancasila tersebut Mengandung nilai-nilai penting, yang apabila
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mewujudkan sebuah
Negara yang berdaulat dan bermatabat, yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa
keadilan, persatuan dan kesatuan.
Banyak kasus-kasus pada saat ini yang bertitik tolak dengan nilai-nilai yang terkandung
di dalam Pancasila seperti kasus mpok minah yang divonis 1,5 bulan kurungan dengan
masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao. Melihat dari kasus Mpok Minah
tersebut teringat oleh kita salah satu butir Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab. Dimana butir Pancasila tersebut Mengandung makna bahwa setiap
warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum.
Tetapi bandingkan dengan kasus-kasus besar yang terjadi di Indonesia. Seperti korupsi
yang menjadi budaya di masyarakat kita. Birokrasi yang korup yang menjadikan
masyarakat kita terdidik secara tak langsung. Semua urusan bisa lancar apabila ada uang
suap. Masalah jeratan hukum bisa dibantu dan direkayasa dengan bantuan uang.
Bukan hanya masalah hukum, terdapat berbagai macam permasalahan dan persoalan
lainnya. Merosotnya moral bangsa, kerusakan lingkungan, kasus narkoba, dan
sebagainya. Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan
Negara.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa
Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia)
untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari
siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan
suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh
suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap
warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia
berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
persamaan kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan
hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah
laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat.
Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang
mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah
membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia
adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan
keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya
mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan
anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah,
artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan
bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud
bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai
dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil
terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang
merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi
kepentingan bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada
potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga
kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup,
akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan.
Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di implikasikan di dalam
kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya
ketidak adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah
tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara.
Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila
menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
2.4 Penerapan pancasila sebagai sistem etika
Penutupan Lokalisasi Dolly oleh Pemkot Surabaya
Tindakan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya (dalam hal ini ibu Tri Risma
hari ini sebagai walikota) dalam mengambil kebijakan untuk menutup lokalisasi Dolly
pada tanggal 18 Juni 2014 sudah mencerminkan etika Pancasila. Artinya Pemkot
Surabaya lebih mengedepankan kepentingan orang banyak. Namun di lain sisi,
Pemkot Surabaya juga tidak mengabaikan hak-hak individu yang tergantung
kehidupannya pada gang Dolly. Hal ini terlihat jelas ketika Pemkot Surabyaa
memberikan pesangon dan membekali eks psk gang Dolly dengan keahlian seperti
pelatihan memasak, menjahit, dan keterampilan lainnya untuk bekal mandiri atau
berwiraswasta. Adapun tujuannya adalah untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Sindonews.com mencatat ada beberapa alasan Pemkot Surabaya menutup
lokalisasi tersebut. Penutupan lokalisasi dianggap akan mempunyai dampak sosial
jauh lebih besar daripada penutupan itu sendiri. Setidaknya, ada tiga alasan yang
rasional atas penutupan lokalisasi tersebut yaitu: 1) letak lokalisasi yang berbaur
dengan pemukiman masyarakat umum. 2) peraturan daerah yang melarang
perdagangan manusia, 3) dampak sosial bagi anak-anak yang tinggal di sekitar
lokaslisasi adalah sangat buruk. Atas dasar pertimbangan inilah Pemkot Surabaya
sudah mengimplementasikan/melaksanakan etika Pancasila.

Pancasila Sebagai Etika dalam Pemilu


Pelaksanaan pemilu merupakan wujud dari negara yang berkedaulatan rakyat
(demokrasi). Plaksanaan pemilu diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 Pasca perubahan.
Pelaksanaan pemilu, termasuk pemilu kepala daerah (pemilukada) harus senantiasa
didasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila, yaitu proses demokrasi harus dilaksanakan
dengan menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan yang beradab sehingga terwujud
keharmonisan dan pemerintahan negara yang demokratis.
Selanjutnya, pencasila mengatur kehidupan berdemokrasi dalam batang tubuh
UUD 1945. Hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan pemilihan umum yang
demokratis yaitu harus senantiasa memegang teguh prinsip konstitusionalisme
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUD 1945, yaitu “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Prinsip demikian merupakan wujud enguatan berdemokrasi dan pembangunan
sistem etika, terutama dalam pelaksanaan pemilu. Artinya, apabila pelaksanaan
pemilu telah menyimpang dari ketentuan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 maka
pelaksanaan hasil pemilu perlu ditinjau ulang sehingga sesuai dengan prinsip
berdemokrasi yang dibangun dalam UUD 1945 sebagai generalisasi dari Pancasila
yang berkedudukan sebagai hukum tertinggi dalam sistem hukum di Indonesia. Upaya
untuk mengatasi berbagai kecurangan dalam pemilu, UUD 1945 mengatur
pelaksanaan pemilu demokratis, yaitu untuk menjaga konsistensi prinsip
konstitusionalisme agar pelaksanaan pemilu tetap berdasarkan pada koridor hukum
yang senantiasa menjunjung tinggi etika berpolitik,[13] ditangani oleh lembaga
peradilan tata negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pengawal
konstitusi (the guardian of the constitution). Implikasinya, pelaksanaan pemilu
mengarah pada prinsip sebagaimana diatur dalam UUD 1945 termasuk Pancasila.

Implementasi Nilai dan Moral Kehidupan Bermasyarakat


Dalam kehidupan kita akan selalu berhadapan dengan istilah nilai dan norma
dan juga moral dalam kehidupan sehari-hari. Dapat kita ketahui bahwa yang
dimaksud dengan nilai sosial merupakan nilai yang dianut oleh suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri
bernilai buruk. Demikian pula, guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan
merasa gagal dalam mendidik anak tersebut. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai
landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya.
Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang
dalam masyarakat. Itu adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial.
Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani
interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu
atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk.
Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat
dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Tingkat norma dasar didalam
masyarakat dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan
adat istiadat. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan
diasingkan ke daerah lain.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara yang merupakan suatu
dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara baik dalam bidang Politik,
Ekonomi, Sosian Budaya dan Hukum.
Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia
sehingga Pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia
yaitu berdasarkan nilai-nilai yang tercantum di dalam kelima sila Pancasila.
Proklamasi merupakan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.
Perjuangan bangsa indonesia ini kemudian di jiwai, disemangati, didasari oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

3.2 Saran
Kita telah mengetahui bahwa kedudukan pancasila di indonesia sangat penting
sebagai Dasar Negara. Mengingat pentingnya pancasila itu seharusnya kita semua
baik para penyelenggara negara maupun anggota masyarakat tidak hanya hafal
kelima silanya, tetapi akan lebih baik lagi apabila mau mempelajari, menghayati
dan mengamalkan pancasila itu sendiri dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang
terkandung di dalam Pancasila dalam kehidupan yang Nyata sehari-hari.
Sekian isi dari Makalah tentang Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia
yang telah kami buat, mudah-mudahan kita dapat mengambil manfaat darinya.
Kemudian untuk sempurnanya makalah ini, maka atas segala kekurangan ataupun
kekeliruan baik dalam penulisan ataupun penyusunan dan bahasa penyampaiannya,
Pemulis meminta maaf sekaligus mengharapkan tanggapan dan saran dari teman-
teman semua, terutama dari dosen pengampu mata kuliah Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. https://www.academia.edu/8840020/pancasila_dengan_proklamasi

[2]. http://mbungcant.blogspot.co.id/2014/09/hubungan-pancasila-proklamasi-17.html

[3]. http://fauziyyahziya.blogspot.co.id/2015/11/pancasila-sebagai-dasar-negara.html

[4].http://www.academia.edu/24338599/IMPLEMENTASI_PANCASILA_DALAM_PEMB
UATAN_KEBIJAKAN_NEGARA_DALAM_BIDANG_POLITIK

[5].https://furq4n.blogspot.co.id/2015/10/bagaimana-implementasi-pancasila-dalam.html

[6].https://kartikaafriyanti.blogspot.co.id/2015/11/penjabaran-pancasila-dalam-batang-
tubuh.html

[7]. Anas, Mohamad,dkk. 2017. Pancasila Dalam Diskursus. Yogyakarta: Ifada Publishing.

Anda mungkin juga menyukai