Anda di halaman 1dari 5

Nama : Akmal Vadly

Mata Kuliah : Filsafat Akhlak


Dosen pengampu : Dr. Suja’i sarifandi M.Ag

Jawaban UTS

1. Dari segi kebahasaan, kata adalah dalam bahasa Indonesia berasal dari kosakata
bahasa Arab (Akhlaq) yang merupakan bentuk jamak dari kata (khuluq) yang berarti
as-sajiyyah (perangai), at-tabi’ah (watak), al-adah (kebiasaan atau kelaziman) dan ad-
din (keteraturan)(1:Jamaluddin Abud-Fadal Muhammad bin Makram Ibnu Manzur al-
Ansariyyi al-Ifriqiyyi al-Misriyyi, Lisanul-Arab, jilid X, cet.1, (Beirut:Darul-Fikr,
2003/1424), h.104).

Secara kebahasaan, kata etika berasal dari bahasa Yunani elos yang berarti watak. Kesusilaan
atau adat.(Robert C.Solomon, Etika Suatu Pengantar, R. Andre Karo-karo(pent). (Jakarta:
Rajawali Press, 1987)h.13)

Secara kebahasaan, kata moral berasal dari ungkapkan bahasa Latin mores yang merupakan
bentuk jamak dari kata mos yang beraarti kebiasaaan, (26: Sidi Gazalba, Azas-azas
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978)h.105).

Filsafat etika ialah suatu cerminan persahabatan “yang menyangkut perilaku.Dalam filsafat
etika di harapkan semaua orang dapat menganalisis tema-tema pokok misalnya, hati nurani,
kebebasan, tanggung jawab, nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan”. (Choirul
Umamah,:Konsep Birokrasi Menurut Max Weber Perpektif Etika Ibnu Miskawaih, Skripsi,
(Semarang : UIN Walisongo Semarang, 2019), hlm.18

Hamka menggunakan istilah filsafat akhlak dalam arti etika. Istilah filsafat akhlak dalam arti
etika banyak digunakan oleh para penulis Arab dalam memberi judul buku-buku mereka yang
membahas masalah etika, misalnya saja buku yang ditulis oleh Muhammad Yusuf Musa yang
berjudul Falsafat al-Akhlaq fi al- Islam wa Shilatuhá bi al-Falsafah al-Ighriqiyah. Buku yang
ditulis oleh Taufiq at-Tawil yang berjudul Falsafat al-Akhlaq Nasy’atuhâ wa Tatawwuruhâ,
kemudian buku yang ditulis oleh Manshur Ali Rajab yang diberi judul Taammulat fi Falsafah
al-Akhlaq, dan lain-lain. (ETIKA HAMKA: Konstruksi Etik Berbasis Rasional-Religius hal.
52)

Persamaan
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, moral dan susila yang dapat dipaparkan
sebagai berikut:
Pertama, akhlak, etika, moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan,
tingkah laku, sifat dan perangai yang baik.
Kedua, akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar
martabat dan harkat kemanusiaannya.Semakin tinggi akhlak, etika, moral dan susila yang
dimiliki oleh seseorang, semakin tinggi pula harkat dan martabat kemanusiaannya.
Sebaliknya, semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau
sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya.

Ketiga, akhlak, etika, moral dan seseorang atau sekelompok orang tidak semata- mata
merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis dan konstan, tetapi merupakan potensi
positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif
tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaaan dan keteladananan, serta dukungan lingkungan,
mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara terus menerus,
berkesinambungan, dengan tingkat keajegan dan konsisten yang tinggi.

Perbedaan

Selain ada persamaan antara akhlak, etika, moral sebagaimana diuraikan diatas, terdapat pula
beberapa segi perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing dari keempat istilah tersebut.
Berikut ini adalah uraian mengenai segi-segi perbedaan yang dimaksud:
Pertama, Akhlak merupakan istilah yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Nilai-
nilai yang menentukan baik dan buruk, layak atau tidak layak suatu perbuatan, kelakuan, sifat
dan perangai dalam akhlak bersifat universal dan bersumber dari ajaran Allah. Sementara itu,
etika merupakan filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari nilai-
nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk. Jadi, etika bersumber dari pemikiran yang
mendalam dan renungan filosofis yang pada intinya bersumber dari akal sehat dan hati
nurani.Etika bersifat temporal dan sangat bergantung kepada aliran filosofis yang menjadi
pilihan orang-orang yang menganutnya.

2. Ruang lingkup filsafat akhlak meliputi bagaimana caranya agar dapat hidup lebih baik
bagaimana caranya utnuk berbuat baik serta menghindari keburukan, deskriptif
memberikan penilaian, tak memilih yang mana yang buruk, tak mengajarkan
bagaimana seharusnya berbuat, memberikan penilaian tentang apa yang baik dan
buruk, apa yang harus di lakukan dan apa yang tak boleh di lakukan.Etika normatif di
bagi menjadi etika umum dan etika khusus. (Jurnal)
3. Orang Arab yang melakukan penyelidikan tentang akhlak dengan dasar ilmu
pengetahuan ialah Abu Nasr Al-farabi, Ikhwanus Sofa dan Abu Ali Ibnu Sina. Mereka
telah mempelajari filsafat-filsafat Yunani, terutama pendapat-pendapat bangsa Arab
yang terbesar mengenai Akhlak ialah Ibnu Maskawaih yang menyusun kitabnya yang
terkenal (tahzibul akhlak wa tathirul a’raaq). Dia telah memadukan ajaran Plato,
Aristoteles, Gallinus, dengan ajaran-ajaran Islam. Pada abad pertengahan ke 15
mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup-Suburkan filsafat Yunani Kuno, yang
kemudian juga berkembang diseluruh Eropa. Pada wal difungsikan sesuatu dikecam
dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berpikir dan mulai melihat segala
sesuatu dengan pandangan baru. Di antara yang mendapat kecaman dan penyelidikan
ialah persoalan akhlak yang dibawa oleh bangsa Yunani dan bangsa-bangsa lain.
Ahli-ahli pengetahuan baru mengecam dan memperluas penyelidikannya dengan
pertolongan dari ilmu pengetahuan lain yang telah diketahui seperti ilmu jiwa
masyarakat.
(Jurnal, FILSAFAT AKHLAK DALAM KONTEKS PEMIKIRAN ETIKA MODERN DAN
MISTISISME ISLAM SERTA KEMANUSIAAN: DILEMA DAN TINJAUAN KE MASA
DEPAN)

4. Efek Aliran Naturalisme mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak
adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham
naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah
merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar
merupakan sesuatu yang natural. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar
subjek, melainkan mengajar murid.
(Artikel Filsafat Naturalisme dan Implikasinya dalam pendidikan)
Contoh hedonisme Sebagian orang seringkali gemar membeli mobil mewah-mewah untuk
dijadikan koleksi. Hal ini bisa saja masuk dalam kategori hedonisme, karena hedonisme
adalah mementingan kesenangan ketimbang kebutuhan.
Contoh utilitaris Perusahaan rokok yang memproduksi rokok dari tembakau pilihan, dengan
tingkat produk yang banyak beredar dipasaran maka akan diperoleh keuntungan yang besar,
tapi keuntungan yang besar tersebut juga meneyebabkan tingkat pajak yang tinggi terhadap
perusahaan. (https://kumparan.com)
Contoh Idealis dalam Kehidupan Sehari-hari
Seseorang yang realistis, saat awal masuk kuliah akan berpikir kuliah yang penting mendapat
nilai bagus. Ia pun akan mengikuti perkuliahan dan mengerjakan skripsi sebagai syarat lulus
untuk mencari kerja. (www.bola.com)
Contoh fitalis Oleh karena itu menurut penganut aliran ini “ perang adalah halal “, sebab
orang yang berperang itulah ( yang menang ) yang akan memegang kekuasaan. (Tulisan
Diyaasaviella.blogspot)

Jawaban UAS
1. Manusia mulia menurut Fakhruddin ar razy “Manusia mulia adalah manusia yang
mengutamakan wahyu Allah dan akalnya dibanding mengikuti hawa nafsunya,”
demikian ungkap Fakhruddin ar-Razi dalam karyanya Kitab an-Nafs wa ar-Ruh wa
as-Syarh Quwahuma (Buku Mengenai Jiwa dan Ruh dan Komentar Terhadap Kedua
Potensinya).
Menurut Al-Kindi kebahagiaan adalah terkaitnya dengan ruh atau jiwa, yang
kebahagiaan tertinggi hanya bisa dicapai di akhirat kelak. Al-Farabi juga merupakan salah
satu filosof muslim yang membahas tentang kebahagiaan. (ejournal.stitbima.ac.id)

2. Dalam karyanya yang berjudul al-Tanbih al-Sa’adah, al-Farabi mengatakan bahwa


kebahagiaan adalah kebaikan yang diinginkan untuk kebaikan itu sendiri. Maksudnya
ketika seseorang melakukan kebaikan maka tindakan itu didasari oleh kemauannya
sendiri dan dengan motif suka melakukan kebaikan. Alasan seseorang melakukan
kebaikan bukan karena apa-apa atau ada apanya, melainkan bahwa melakukan hal
yang baik itu membuatnya bahagia, begitu sebaliknya. Menurut al-Farabi kebahagiaan
dapat dicapai melalui upaya terus-menerus mengamalkan perbuatan yang terpuji
berdasarkan kesadaran dan kemauan. Hal itu berarti setelah faktor niat, kebahagiaan
dapat diperoleh melalui upaya yang continue mengintegrasikan antara pemahaman
dan aksi akan hal-hal kebajikan sehingga pada saatnya menjadi habit. Maksudnya,
kebiasaan baik yang terus dirawat akan berdampak baik pula pada yang merawatnya.
Kebiasaan membaca buku, misalnya, membuat seseorang memiliki bangunan
intelektual yang baik. Dia akan memperoleh kebahagiaan lewat data, informasi,
pengetahuan, wawasan, dan ilmu yang luas sehingga tidak gampang tertipu dan
termakan informasi hoax.

3. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. (Abdullah: Op. Cit; h. 4). Orang yang berakhlak baik,
ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara spontan
menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga orang yang berakhlak
buruk secara spontan melakukan Kejahatan begitu peluang terbuka. (Jurnal,
FILSAFAT AKHLAK DALAM KONTEKS PEMIKIRAN ETIKA MODERN DAN
MISTISISME ISLAM SERTA KEMANUSIAAN: DILEMA DAN TINJAUAN KE
MASA DEPAN)
Konsep akhlak menurut Ibnu Miskawaih, ia berpendapat bahwa akhlak seseorang itu bisa
diubah melalui pendidikan. Konsep pendidikan akhlak Ibnu Miskawaih terkumpul dalam
teori- teorinya tentang Fadhail (keutamaan), Kamal (kesempurnaan), Sa’adah (kebagahiaan),
Mahabbah (cinta), dan aspek sosial.
(Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih dan Implikasinya dalam Pendidikan
Islam Seri Antologi Pendidikan Islam hlm. 34)
Ruang lingkup nya adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia, serta akhlak kepada
alam semesta. Dari sisi penyerapan makna Akhlak juga dapat menimbulkan perkembangan
makna yakni etika dan moral (Jurnal uin raden Fatah)
Islam membagi akhlak kepada dua jenis; akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak
madzmumah (tercelah). Akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik berdasarkan ajaran
Islam, sedangkan akhlak madzmumah sebaliknya yaitu akhlak yang buruk atau menyimpang
dari ajaran Islam. Sebutan lain bagi perbuatan baik yaitu shalihat, dan perbuatan buruk yaitu
sayyiat.” Secara jelas, kita dianjurkan untuk mempraktikkan akhlak mahmudah atau
perbuatan shalihat dan tidak melakukan perbuatan yang termasuk dalam akhlak madzmumah
atau sayyiat. (“Nuraan Davids dan Yusef Waghid, Ethical Dimensions of Muslim Education,
(Switzerland: Palgrave Macmillan, 2016), 8.
4. Pemikiran Ibnu Bajjah selanjutnya mengarah kepada filsafat etika. Menurutnya
perbuatan manusia terbagi menjadi dua; perbu- atan hewani dan perbuatan
manusiawi. Perbuatan hewani tim- bul dari motif naluri dan hal-hal yang berhubungan
dengannya. Saat lapar manusia mencari makanan. Apabila dia marah maka akan
berkelahi. Saat lelah dia langsung istirahat, ngantuk-tidur. Pebuatan-perbuatan
tersebut tidak memerlukan pertimbangian akal. Perbuatan manusiawi adalah
perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang tinggi.
Membantu orang yang sedang berada dalam perbuatan manusiawi. Sulitan merupakan
contoh Menurut Ibnu Bajjah perbuatan hewani bisa berubah menjadi manusiawi
bergantung pada motif yang mendasarinya. Contoh ketika seseorang terjatuh karena
tersandung batu.
(Jalan Bahagia; Para Filsuf Muslim dan Pemikiran Filsafatnya (2) Oleh Saiful Falah · 2021
hal. 27)
Hubungan nya dengan teori imperatif kategoris Immanuel Kant. Teori ini menjelaskan bahwa
melakukan suatu kewajiban tidak tergantung semata-mata pada tujuannya. Yang ada dan
tergantung dalam setiap perbuatan adalah moral du sollt.
(Politik perdagangan perempuan, 2004, Galang press, Yogyakarta. Hal 235)

Anda mungkin juga menyukai