Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam Al-Quran banyak yang menyinggung tentang menggunakan akal fikiran untuk
digunakan berfikir tentang keberadan alam, dan semua yang diciptakan Allah, Allah
memerintahkan untuk berfikir terhadap ciptaanNya supaya bisa mengetahui akan kebesaran
dan kekuasaan Allah yang begitu sangat besar.
Oleh karenanya maka timbullah ilmu yang berhubungan dengan akal fikiran yakni
ilmu filsafat. Lapangan filsafat sendiri ada tiga yaitu Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Umat manusia dalam kegiatannya sejak dahulu kala hingga dewasa ini pada umumnya
mendambakan segala sesuatu yang benar, yang baik, dan yang indah. Hal yang benar, hal
yang baik, dan hal yang indah itu sebagai objek pemikiran tidak lain adalah ide-ide
kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Ketiga ide itu pada umumnya menjadi dasar atau
ukuran bagi seseorang dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan. Pertimbangan-
pertimbangan manusia tertuju pada segala hal yang ada di dunia ini, hingga tercapai satu
kebahagiaan hakiki. Dalam konsep islam bila kita menginginkan kebahagiaan dunia akhirat
maka harus dengan ilmu.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan
oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malahan menimbulkan bencana dalam islam terdapat konsep rahmatanlil’alamin.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi atau pengertian Aksiologi itu.
2. Apa saja obyek atau ruang lingkup aksiologi Filsafat Islam itu.

C. TUJUAN
Penulisan makalah yang sederhana ini bertujuan untuk memberikan sedikit penjelasan
tentang salah satu bagian dari Filsafat Islam yaitu Aksiologi Filsafat Islam yang mencakup
Etika dan Estetika.
BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya1. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh2. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial
dan agama, sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan. Menurut Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang
memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan
yang diakui bertalian, atau yang menyumbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan
demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang
senantiasa bertambah3.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya
ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan
yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika
dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan
dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan4.
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral
(morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam
dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar
dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends). Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa
itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang
untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam
“seharusnya” atau “sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis
tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau
menemukan suatu teori nilai5.
1
Burhanuddin salam, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), cet. Ke-1, hal.
168.
2
Jujun S.Sumatriasumatri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 1988) hal. 234.
3
Drs. Ali Abri, MA (Sewaktu Menjadi Dosen Fak Syari’ah IAIN SUSQA). Filsafat Umum Suatu Pengantar. Untuk
Kalangan Sendiri. Hal. 33.
4
Louis O. Kattsoff. Pengantar Filsafat. Alih Bahasa Soejono Soemargono. 1996. Yogyakarta. Penerbit Tiara
Wacana. Hal. 327.
5
Dikutip dari http://dedihendriana.wordpress.com/2007/…

2
2.2. Obyek atau Ruang lingkup Aksiologi Filsafat Islam
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
A. Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok
sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz
Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggung-jawabkan apa yang ia
lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam pembahasan kefilsafatan islam istilah Etika disejajarkan dengan istilah Akhlak.
Dalam pemikiran akhlaknya Ibnu Bajjah membagi perbuatan-perbuatan manusia ke dalam
dua jenis, yaitu:
a. Perbuatan yang timbul dari motivasi naluri dan hal-hal lain yang berhubungan dengan-
Nya, baik dekat ataupun jauh.
b. Perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang lurus dan yang yang
bersih dan tinggi, dan bagian ini disebut “perbuatan-perbuatan manusia”.6
Etika menurut al-Ghozali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya
dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika al-Ghazali adalah teori
tasawufnya. Mengenai tujuan pokok dari etika al-Ghazali kita temukan pada semboyan
tasawuf yang terkenal : al-Takhalluq bi-Akhlaqillah ‘ala taqothil Basyathiyyah, atau pada
semboyannya yang lain, al-Shifatir-Rahman ‘ala Taqhathil Basyathiyah. Maksud semboyan
6
6 Sudarsono Filsafat Islam Jakarta: PT Rineka Cipta 1997

3
itu adalh agar manusia sejauh kesanggupannya meniru-niru perangai dan sifat-sifat ketuhanan
seperti pengasih, penyayang, pengampun dan sifat-sifat yang disukai Tuhan,sabar jujur,
takwa, zuhud, ihlas beragama dan sebagainya.
Al-Ghazali dalam pemikiran etikanya melihat sumber-sumber kebaikan manusia itu
terletak pada kebersihan rohaninya dan rasa akrabnya [taqarrub] terhadap Allah. Bagaimana
cara bertaqarrub kepada Allah itu, Al-Ghazali memberikan beberapa cara latihan yang
langsung mempengaruhi rohani. Diantaranya yang terpenting ialah al-murabaah, yakni
merasa diawasi terus oleh Allah, dan al-muhasabah , yakni senantiasa mengoreksi diri
sendiri. Menurut Al-Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkat yaitu kepuasan dan kebahagiaan
[lazat dan saadah]. Kepuasan adalah ketika kita memgetahui kebenaran sesuatu. Bertambah
banyak mengetahui kebenaran itu, bertambah banyak merasakan kebahagiaan. Akhirnya
kebahagiaan tertinggi itu ialah mengetahui kebenaran sumber dari segala kebahagiaan itu
sendiri. Itulah yang disebut ma’rifatullah, yaitu mengenai adanya Allah tanpa syak sedikit
juga, dan dengan penyaksian hati yang sangat yakin [musyahadatulgilbi]. Apabila sampai
pada penyaksian itu manusia akan merasakan suatu kebahagiaan yang begitu memuaskan
sehingga sukar dilukiskan7.
B. Estetika
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika adalah cabang ilmu
yang membahas masalah keindahan. Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana
orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat
estetika akan selalu berkaitan dengan baik dan buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara
tentang salah dan benar seperti dalam epistemologi.
Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala
sesuatu yang dapat dicerna oleh indra. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh
indera dan memberi penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly.
Estetika disebut juga dengan istilah filsafat keindahan. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis
dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu
yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari
7
Sudarsono Filsafat Islam Jakarta: PT Rineka Cipta 1997

4
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.
Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan
perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat
objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal
sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Al-Ghazali memberikan penjelasan Keindahan merupakan landasan dari seni.
Berdasarkan pernyataan itu, Al Ghazali membagi keindahan menjadi beberapa tingkat yaitu,
keindahan inderawi dan natsani (sensual) yang disebut juga keindahan lahir, keindahan
imajinatif dan emotif, keindahan aqliyah atau rasional, keindahan ruhaniah atau irfani, dan
yang terakhir yaitu keindahan ilahiyah atau transendental. Dua keindahan terakhir dari Al
Ghazali tersebut itulah yang biasanya dieksplorasi oleh para sufi dalam setiap karyanya.
Secara teori, imajinasi puitis sebenarnya merupakan sarana prinsip para penyair mistikus
untuk membawa pembaca ke suatu pengertian tentang wahyu kenabian. Sedangkan
keindahan ruhaniah dan irfani (mistikal) dapat dilihat dalam pribadi nabi. Nabi merupakan
pribadi yang indah bukan semata-mata disebabkan kesempurnaan jasmani dan
pengetahuannya tentang agama dan dunia, melainkan karena akhlaknya yang mulia dan
tingkat makrifatnya yang tinggi.
Menurut Al-Ghazali, keindahan suatu benda terletak di dalam perwujudan dari
kesempurnaan. Perwujudan tersebut dapat dikenali dan sesuai dengan sifat benda itu.
Disamping lima panca indera, untuk mengungkapkan keindahan di atas Al Ghazali juga
menambahkan indra ke enam yang disebutnya dengan jiwa (ruh) yang disebut juga sebagai
spirit, jantung, pemikiran, cahaya. Kesemuanya dapat merasakan keindahan dalam dunia
yang lebih dalam yaitu nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat
subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita
sepakat dengan kaum materialis bahwa yang merupakan nilai keindahan itu merupakan
reaksi-reaksi subjektif, maka benarlah apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan
“Mengenai masalah selera tidak perlu ada pertentangan”. Sama seperti halnya orang-orang
yang menyukai lukisan abstrak, jika sebagian orang mengatakan lukisan abstrak aneh, maka
akan ada juga orang yang mengatakan bahwa lukisan abstrak itu indah. Reaksi ini muncul
dalam diri manusia berdasarkan selera.

5
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya, aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan
manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dalam filsafat islam tentu semuanya mengarah
pada kesempurnaan manusia sebagai insan kamil
2. Ruang Lingkup Aksiologi Filsafat Islam meliputi:
a. Etika, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara
memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku
manusia. Baik perilaku terhadap sesama manusia, perilaku terhadap alam dan seisinya serta
perilaku terhadap Tuhan.

b. Estetika, estatika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana
keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian
terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan baik dan
buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti dalam epistemologi.

6
7

Anda mungkin juga menyukai