Anda di halaman 1dari 28

PANDANGAN AKSIOLOGI

DALAM FILSAFAT ILMU


PEMBAHASAN

 Definisi Aksiologi
 Landasan Aksiologi
 Teori - Teori Tentang Nilai
 Etika Ilmu Pengetahuan : Nilai Ilmiah dan Nilai Moral Dua Hal yang
Terpisah
 Etika Ilmu Pengetahuan : Nilai Ilmiah dan Nilai Moral Berbeda, Namun
Satu Sumber
 Landasan Membangun Sikap Etis
Definisi Aksiologi
 Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata axios yang berarti
nilai, layak, pantas dan dari kata logos yang berarti ilmu, studi. Jadi,
aksiologi adalah ilmu atau studi mengenai kelayakan atau kepantasan.
 Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya
etika.
Definisi Aksiologi

 Menurut Bramel (dalam Asmal 2009:163) aksiologi terdiri dari tiga


bagian yaitu :
 Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin
khusus, yaitu etika
 Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan
keindahan
 Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan
melahirkan filsafat sosial politik.
Definisi Aksiologi

 Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan


dengan value dan valuation.
 Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
 Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak. Contoh : baik, menarik,
bagus.
 Nilai sebagai kata benda konkret. Contoh : angka.
 Nilai juga digunakan sebagai kata kerja. Contoh : evaluasi, ujian.
Landasan Aksiologi
 Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang
mencakup : hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika nilai.
 K. Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
 Nilai berasal dari kehendak : voluntarisme.
 Nilai berasal dari kesenangan : Hedonisme
 Nilai berasal dari kepentingan. (Perry)
 Nilai berasal dari hal yg lebih disukai(preference). Martineau.
 Nilai berasal dari kehendak rasio murni. (I.Kant).
 Tipe nilai dapat dibedakan antara lain :
 Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan,
 Nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik,
 Contoh : shalat 5 waktu, nilai instrumentalnya bahwa dengan
melaksanakan shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang
dilarang oleh Allah dan nilai intrinsiknya mendapat kebahagiaan di
dunia dan di akhirat
 Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai
yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai
dipengaruhi aspek psikologis dan logis. Contoh : Kaum hedonist
menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan
oleh individu atau masyarakat
 Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan
realitas dan dibagi menjadi tiga bagian :
 Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman
manusia.
 Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau
subsistensi, bebas dari keberadaannya yang dikenal.
 Objektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang
menyusun kenyataan.
Teori Tentang Nilai

 Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.
 Etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak
baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma
 Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di
sekelilingnya.
Teori Tentang Nilai
 Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan
deontologi.
 Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut
pandangan moral dengan kesenangan.
 Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan dan
adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Teori Tentang Nilai

 Utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan


kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah
ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
 Deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh
Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti
sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik
secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila
digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
Nilai Ilmiah dan Nilai Moral Dua
Hal yang Terpisah
 Salah satu pandangan mengenai hubungan ilmu dan moral ialah yang
memandang bahwa nilai ilmu adalah satu hal dan nilai moral adalah hal
yang lain.
 Menurut pandangan ini, sesuatu yang disebut ilmu tidak ada kaitannya,
dan tidak ditentukan oleh kriteria-kriteria moral.
 Pandangan ini bertitik tolak dari prinsip mengenai ilmu yang bebas nilai.
 Tujuannya agar tercipta kebebasan berfikir dalam proses ilmu yang
artinya ketika ilmu dalam proses untuk diwujudkan maka ia harus bebas
dari nilai nilai lain selain nilai kebenaran ilmiah saja.
Nilai Ilmiah dan Nilai Moral
Berbeda, Namun Satu Sumber
 Pada dasarnya nilai ilmiah dan nilai-nilai moral memang berbeda dalam
hubungannya dengan penetapan kriteria keilmiahan pengetahuan.
 Tetapi pada hakikatnya kedua nilai tersebut berasal dari satu sumber yang
sama, yaitu Tuhan.
 Oleh karena itu, tidak mungkin terjadi kontradiksi antara satu dengan
yang lainnya.
Beberapa prinsip nilai :
 Ilmu pada dasarnya tidak bebas nilai
 Nilai-nilai ilmiah, serta nilai-nilai moral, hukum serta aqidah bersumber
dari satu sumber yang sama, yaitu Tuhan.
 Nilai-nilai ilmiah, serta nilai-nilai moral, hukum serta aqidah harus
digunakan secara proporsional dalam totalitas ilmu, mulai dari penetapan
gagasannya, proses ilmiahnya serta penggunaan ilmunya.
 Dalam Islam, ilmu pada hakikatnya hanyalah sebuah cara manusia
membahasakan makna-makna fenomena ciptaan Allah ke dalam bahasa
ilmu.
 Tujuan ilmu ialah agar manusia dapat melakukan aktivitas serta
pencapaian sasaran-sasarannya untuk memberi kontribusi ibadah kepada
Allah.
 Ibadah kepada Allah pada hakikatnya adalah cara berhubungan manusia
sebagai makhluk kepada Allah sebagai Al khaliq berdasarkan falsafah,
prinsip dan tata cara berhubungan yang ditetapkan sendiri oleh oleh Al
khaliq.
 Kualitas dari hubungan tersebut disebut akhlak
 Ibadah kepada Allah pada hakikatnya digambarkan sebagai berikut :

Al Khalik

= Kualitas hubungan =
Ibadah Akhlak Nilai

Manusia
 Dalam Islam, acuan yang harus digunakan untuk menetukan kualitas
tersebut dikenal sebagai Aqidah dan Syariah.
 Sehingga jika digambarkan hubungannya akan tampak seperti gambar
berikut :
 Yaitu akhlak terpuji adalah merupakan titik persekutuan dari kulalitas
respon hubungan ibadah manusia sebagai makhluk Allah sebagai khaliqnya,
dengan pengejawantahan akidah melalui syariah dalam kualitas perilaku
syar’I manusia
 Berikut penggambaran akhlak kepada Allah sebagai etika
ilmu :
Landasan Sikap Etis
 Syed Nawab Haider Naqvi (1985) merekontruksi sebuah konsep yang
disebutnya sebagai Aksiomatika Etika Islam sebagai berikut :
 Tauhid

Sistem etika Islam yang meliputi kehidupan manusia secara keseluruhan


tercermin dalam konsep tauhid, yang dalam pengertian absolut hanya
berhubungan dengan Allah.
 Kesetimbangan (mizan)

Dalam kebulatan homogen tempat kehidupan berada dalam perspektif


Islam. Anasirnya yang beragam harus disetimbangkan agar menghasilkan
tatanan sosial yang paling baik.
 Kebebasan (berkehendak)

Kebebasan pada hakikatnya adalah peluang otonomi pada manusia,


sehingga ia mempunyai kemampuan bertindak atas kesadarannya sendiri.

 Tanggung Jawab

Yang secara logis berhubungan dengan kebebasan berkehendak adalah


tanggung jawab. Tanggung jawab menetapkan batasan apa yang bebas
dilakukan manusia dengan membuatnya bertanggung jawab terhadap apa
yang dilakukannya.
 Menurut Imam Al Ghazali, akhlak sebagai suatu perangai (watak, tabiat)
yang menetap kuat dalam jiwa manusia memiliki pangkal terbentuknya
pada faktor-faktor berikut :
 Kearifan
Yaitu suatu kualitas diri yang dapat memahami dan menghayati nilai nilai
akhlaq sehingga ia dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan
tidak baik dengan kekuatan akal dan hati nuraninya.
 Keberanian

Yaitu kualitas diri untuk menguasai dan mengendalikan emosi dengan


kearifan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
 Pengendalian diri

Yaitu kualitas diri untuk menguasai dan mengendalikan kecenderungan


sifat negatif keberanian yang mengakibatkan berkuasanya hawa nafsu

 Keadilan

Yaitu kualitas diri untuk menyeimbangkan keberanian dan pengendalian


diri agar sejalan dengan nilai nilai kearifan.
 Sintesis pemikiran Naqvi dan Al Ghazali sebagai perwujudan model
untuk membangun sikap etis dalam manajemen digambarkan sebagai
berikut :
KESIMPULAN

 Dalam filsafat, aksiologi merupakan analisis untuk mengetahui batas arti,


ciri-ciri, tipe, kriteria dan status epistemologi nilai-nilai.
 Dalam filsafat moderen, nilai Ilmiah dan nilai moral dipandang sebagai
dua hal yang terpisah.
 Tujuannya agar tercipta kebebasan berfikir dalam proses ilmu yang
artinya ketika ilmu dalam proses untuk diwujudkan maka ia harus bebas
dari nilai nilai lain selain nilai kebenaran ilmiah saja.
 Sedangkan dalam filsafat Islam, nilai ilmiah dan nilai moral memang
berbeda, namun satu sumber.
 Salah satu faktor yang menyebabkannya mempunyai perbedaan yang
sangat mendasar, ialah karena filsafat moderen tidak mendasarkan
pandangan keilmuannya pada pandangan ketuhanan, lebih lagi pada
ketauhidan.
 Dalam filsafat Islam, untuk mengawal nilai ilmiah dibutuhkan landasan
sikap etis untuk menjadikan nilai ilmiah itu bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
 Landasan sikap etis dibangun dari tauhid yang seimbang dan bebas tapi
tanggung jawab, dengan nilai arifan dan keberanian, serta kemampuan
mengendalikan diri, agar sejalan dengan nilai nilai keadilan.
SEKIAN
TERIMA KASIH
KELOMPOK I
MUNAUWARAH HUSAIN - 000904292020

Anda mungkin juga menyukai