Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT SEJARAH

AKSIOLOGI SEJARAH

Oleh

RADEN MUHAMMAD TARHAN


808100323010

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kita adalah makhluk tuhan yang mempunyai kelebihan dari makhluk-makhluk
ciptaan yang lain karena kita diberikan akal untuk berfikir dan hati untuk mengatur
emosi kita. Pada saat kita tumbuh berkembang dari anak-anak sampai dewasa kita
mencari tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-anaknya baik pendidikan formal
dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan tinggi maupun pendidikan
nonformal. Usaha untuk mendapatkan pendididkan yang baik inilah yang menjadi usaha
untuk mendapatkan ilmu. Menurut Jujun S, Suriasumantri (1990) ilmu merupakan
pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan
dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah melalui tahapan pendidikan
menjadi alat untuk memperbaharui hidup, mencapai suatu keinginan dan membawa
ketujuan hidup yaitu kebahagiaan.
Pada dasarnya ilmu yang kita pelajari bersifat netral karena ilmu tidak mengenal
sifat baik maupun buruk dalam ilmu itu sendiri tetapi tergantung pada orang yang
memiliki ilmu tersebut, bagaimana dia memanfaatkan ilmu yang telah didapatkannya dan
bergunakah ilmu yang telah dipelajarinya untuk kehidupan sosialnya. Dalam hal ini ilmu
yang berkaitan dengan kegunaannya akan di bahas dalam kajian filsafat yang ketiga yaitu
aksiologi. Karena, pada hakikatnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan manusia sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia
dengan memperhatikan nilai atau etika, kodrat dan martabat manusia. Pembahasan
aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya pada tahap-tahap tertentu
kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi ?

2. Apa Landasan aksiologi?

3. Apa Hakikat Aksiologi ?

4. Apa yang dimaksud dengan teori nilai ?

5. Apa pengertian Aksilogi ilmu Sejarah ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata-kata “Axios” berarti nilai,
dan “Logos” yang berarti ilmu atau teori. Jadi Aksiologi artinya teori tentang nilai. Teori
yang membahas tentang hakekat nilai karena itu aksiologi disebut juga “Filsafat Nilai”.
Persoalan tentang nilai apabila dibahas secara filsafat, maka akan lebih memperhatikan
persoalan tentang “sumber nilai”.1 Sedangkan pengertian aksiologi menurut Jujun S.
Suriasumantri adalah teori, nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh.2
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-

1
Josef M Monteiro, H.H., M.H, Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Membentuk Karakter Bangsa
(Yogyakarta : DEEPUBLISH, 2015), hlm. 24.

2
Jujun S. Suriasuantrim, Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1998)
sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan
sebaliknya yang menimbulkan bencana.3
Menurut pandangan Kattsoff, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan dan menurut
Barneld, aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan
berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia

1. Hakikat Aksiologi
Hakikat ilmu dipandang dari sudut aksiologi adalah cara penggunaan atau
pemanfaatan pengetahuan ilmiah. Asas dalam keilmuan tersebut digunakan atau
dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat manusia. Asas moral yang terkandung
didalamnya ditunjukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan tetap
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan atau kelestarian
alam lewat pemanfaatan ilmu pengetahuan ilmiah secara komunal dan universal.
Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992). Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi
kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materiil, dan kawasan simbolik yang
masing-masing menunjukan aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga
menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu
kedalam praksis.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan
value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak.

3
Historian rock, “Definisi Aksiologi dan Ontologi”.
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk
kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata
benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan
dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah
bagian dari etika.
b. Nilai sebagai kata benda konkret.
Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk
merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia.
Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana
berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan
dinilai.
Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif
digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa
berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.
Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik
material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Berikut ini
dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan
dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak
ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian,
serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut.
Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang
tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori
mengenai tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu
etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang
membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai
dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki
hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :


a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu
etika.
b. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
c. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial
politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek
formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa
etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam
suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Aksiologi
adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and
bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan. Aksiologi
mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105).
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
2. Landasan Aksiologi
Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia
dan kesejahteraannya dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat, untuk
kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan
dipergunakan secara komunal dan universal.
Dagobert Runes (1963 : 32) mengemukakan beberapa persoalan dengan nilai yang
mencakup : hakikat nilai, tipe nilai, criteria nilai, dan status metafisika nilai.
a. Hakikat Nilai
K. Bertens (2007:142) berpendapat, bahwa hakikat dari nilai-nilai, yaitu :
1) Nilai berasal dari kehendak: voluntarisme.
2) Nilai berasal dari kesenangan: Hedonisme
3) Nilai berasal dari kepentingan. (Perry)
4) Nilai berasal dari hal yg lebih disukai (preference). Martineau.
5) Nilai berasal dari kehendak rasio murni. (I.Kant).
b. Tipe nilai
Tipe nilai dapat dibedakan antara lain intrinsik dan nilai instrumental. Nilai
intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental
merupakan alat untuk mencapai nilai intrinsik.
Sebagai contoh nilai intrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu
lukisan, dan shalat lima waktu merupakan nilai intrinsik dan merupakan suatu
perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa dengan melaksanakan
shalat akan mencegah perbuatan yang keji/jahat yang dilarang oleh Allah dan tujuan
akhirnya mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
c. Kriteria nilai
Kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran nilai, bagaimana nilai yang
baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek
psikologis dan logis.
1) Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang
dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
2) Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
3) Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolak ukur
d. Status Metafisika Nilai
Metafisik nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai tersebut dengan realitas dan
dibagi menjadi tiga bagian :
1) Subjektivisme adalah nilai semata-mata tergantung pengalaman manusia.
2) Objektivisme logis adalah nilai merupakan hakikat logis atau subsistensi, bebas
dari keberadaannya yang dikenal.
3) Objektivisme metafisik adalah nilai merupakan sesuatu yang ideal bersifat integral,
objektif, dan komponen aktif dari kenyataan metafisik. (misalnya: theisme).
3. Teori Tentang Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika.
a. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ethos” yang berarti adat
kebiasaan tetapi ada yang memakai istilah lain yaitu moral dari bahasa latin yakni
jamak dari kata nos yang berarti adat kebiasaan juga. Akan tetapi pengertian etika dan
moral ini memiliki perbedaan satu sama lainnya.
Etika ini bersifat teori sedangkan moral bersifat praktek. Etika mempersoalkan
bagaimana semestinya manusia bertindak sedangkan moral mempersoalkan
bagaimana semestinya tindakan manusia itu. Etika hanya mempertimbangkan tentang
baik dan buruk suatu hal dan harus berlaku umum.
Antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral
tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab
untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran,
diperlukan keberanian moral (Jujun S. Suriasumantri, 1998 : 235).
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
1) Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan.
2) Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan dan adapun
tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
3) Utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
4) Deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant.
Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak
baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya
kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
b. Estetika
Estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki
oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Estetika membahas
tentang indah atau tidaknya sesuatu.
Dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting
dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan
estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif
yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru,
pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam
diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.

4. Aksiologi Ilmu Sejarah

. Dalam ilmu sejarah, aspek aksiologi yang dimaksud biasanya mengacu ke arah nilai
manfaat, kegunaan, atau faedah ilmu sejarah. Berikut ini beberapa nilai manfaat, kegunaan,
atau faedah ilmu sejarah. Seperti yang dikemukakan Al-Maqrizi (dalam Shiddiqi, 1984:11),
bahwa ilmu sejarah itu memberikan informasi tentang sesuatu yang telah terjadi di dunia.
Menurut pandangan Murtadha Muthahhari (1986), sejarah ilmiah juga sangat bermanfaat dan
menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi manusia untuk memproyeksikan dan
memperkirakan masa depan (Muthahhari, 1986). Selanjutnya, faedah dan kegunaan sejarah
adalah:

1. Sejarah itu membangkitkan imajinasi;

2.Sejarah dapat memperluas wawasan intelektual;

3. Ilmu sejarah dapat memperdalam simpati para pengkajinya;

4.Sejarah dapat membantu mengendalikan khayalan yang sebenarnya dalam mimpi;

5.Sejarah adalah wahana ideal untuk mendidik manusia agar berpikir secara merdeka;

6.Sejarah mengajarkan cara berpikir historis, khususnya sebab-akibat, kepada


masyarakat; serta Sejarah pula dapat meningkatkan kreativitas pengkajinya (cf
Shiddiqi, 1984; Muthahhari, 1986; dan Sjamsuddin, 2007).
Jadi, kegunaan, manfaat, atau faedah ilmu sejarah bagi masyarakat setidak-tidaknya
dapat dilihat dalam tiga poin berikut ini (cf Braudel, 1980; Hobsbawm, 1997; dan
Sjamsuddin, 2007). Pertama, ilmu sejarah sebagai pelajaran dalam menempuh masa kini dan
masa depan, sebagaimana kalimat bijaksana yang berbunyi Historia Magistra Vitae (Sejarah
adalah Guru Kehidupan). Kendati peristiwa sejarah itu unik dan tidak persis sama dengan
peristiwa di masa kini dan masa mendatang, namun fenomena atau inti cerita dan hukum
kejadiannya kemungkinan besar sama. Oleh karena itu, dapat dijadikan pelajaran bagi
kehidupan masa kini dan masa mendatang. Kedua, ilmu sejarah sebagai inspirasi (ilham) bagi
generasi masa kini dan selanjutnya. Artinya, ilmu sejarah bukan saja mempelajari kejadian
kejadian di masa lalu, melainkan juga dari kegiatan ini dapat melahirkan inspirasi untuk
mempertahankan, memperbaiki, dan mengembangkan kebaikan-kebaikan di masa lampau.
Ketiga, ilmu sejarah sebagai rekreasi bagi para pengkajinya. Proses berpengetahuan bukan
saja tugas yang serius, melainkan juga proses dan menghasilkan pengetahuan itu sendiri
merupakan hiburan atau kegiatan rekreatif.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang
berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai
teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat
nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992).
Kaitan antara aksiologi dengan filsafat ilmu adalah nilai itu bersifat objektif, tapi
kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung
pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Aksiologi memberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di
pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah
nilai. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai.
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode
ilmiah dengan norma-norma nilai.
Aksiologi ilmu sejarah diantaranya sebagai faedah atau manfaat ilmu sejarah
sebagai pelajaran, yang dalam menempuh kehidupan masa kini dan masa mendatang,
menjadi inspirasi, pendidikan, dan hiburan atau kegiatan rekreatif

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nawir Chia Chaw. “Teori-teori Tentang Ilmu”


Frondizi, Risieri. 2007. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kattsoff, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Monteir, Josef M. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Membentuk Karakter
Bangsa Yogyakarta : DEEPUBLISH
Praja, Juhaya S. 2003. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.
Suriasuantrim, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan

Susanto. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sjamsuddin, Helius & Ismaun. (1996). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Proyek
Pendidikan

Shiddiqi, Nourouzaman. (1984). Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik Metodologi.


Yogyakarta: Penerbit PLP2M.

Anda mungkin juga menyukai