Anda di halaman 1dari 16

A.

Latar Belakang
Fenomena anjloknya nilai rupiah pada akhir tahun 1997, ketika jatuhnya
rezim Suharto, pada saat itu dolar mencapai Rp. 15 000,- lalu kembali
menguat pada masa Habibi yakni sampai pada kisaran Rp. 7000,- per dolar
menunjukkan fluktuasi nilai rupiah yang amat tidak stabil. Kondisi ini dapat
terjadi hingga hari ini bahkan esok lusa, sampai masa krisis ini terlewati.
Krisis moneter ini tidak dapat dielakkan sehingga berdampak secara global
pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Sistem keuangan internasional sendiri telah mengalami beberapa kali
krisis selama dua dasawarsa terakhir. Diantaranya tercatat jatuhnya bursa
saham Amerika Serikat pada bulan Oktober 1987 dan ledakan pada bursa
saham dan properti di Jepang, jatuhnya mekanisme nilai tukar Eropa (ERM)
pada tahun 1992 sampai 1993, jatuhnya pasar obligasi pada tahun 1994 dan
krisis Meksiko pada tahun 1995. Ditambah lagi krisis yang menimpa
negaranegara Asia Timur pada tahun 1997 termasuk Indonesia, jatuhnya Long
Term Capital Mangement di Amerika Serikat pada tahun 1998 serta krisis
nilai tukar mata uang Brazil pada tahun 1999. Tak ada satu wilayah atau
negara yang dapat menghindarkan diri dari dampak krisis ini.1
Salah satu fenomena yang paling kentara dalam mengindikasi terjadinya
krisis di suatu negara adalah tatkala nilai mata uang negara tersebut
mengalami fluktuasi yang amat signifikan. Dalam hal ini penurunan nilai dan
melemahnya daya beli uang tersebut.
Anjloknya nilai rupiah sebagaimana digambarkan di atas, bahkan masih
terus terjadi sampai hari ini. Kondisi ini lebih banyak dikaitkan dengan faktor
politik dari pada faktor-faktor ekonomi dan moneter sendiri. Sebetulnya
seberapa besar ketahanan rupiah terhadap dolar dan apa signifikansi faktor-
faktor tersebut. Sebagian masalah tersebut akan menjadi tema dalam
pembahasan tesis ini. Ketika rupiah mengalami penurunan sampai pada
tingkat yang amat lemah, seperti biasa pemerintah dan otoritas moneter
mendengungkan lagu lama dengan menuduh kondisi sosial dan politiklah

1
Achmad Kholiq, Teori Moneter Islam, Cirebon, 2016, CV. ELSI PRO, hlm, 2

1
yang menjadi biang keladinya. Namun hal ini tampaknya tidak dapat dijadikan
sebagai satu-satunya alasan atas kemerosotan nilai rupiah.
Theo F Toemion, menyatakan bahwa melemahnya nilai rupiah justru lebih
disebabkan oleh tingginya demand (permintaan) terhadap dollar Amerika yang
tidak diimbangi dengan supply (pasokan) yang memadai. Diperkirakan arus
modal keluar (net capital outflow) yang terjadi setiap bulan mencapai tiga
milyar dollar AS. Net napital out flow ini terjadi sebagai akibat dari besarnya
devisa yang keluar. Baik itu untuk keperluan pembayaran hutang yang jatuh
tempo, pelarian modal keluar tanpa diimbangi aliran devisa yang masuk dari
foreign direct investment (investasi asing langsung), indirect investment
(investasi tak langsung), maupun kucuran dana pinjaman luar negeri yang
tidak memadai. Keterbukaan sistem ekonomi yang dimiliki sebuah negara
mengakibatkan hubungannya dengan negara lain menjadi salah satu aspek
penting yang mempengaruhi kemajuan perekonomian negara tersebut.2
Bila melihat sejarah lahirnya sistem-sistem ekonomi dunia, maka kita akan
menemukan suatu kesamaan, yakni semua sistem yang pernah ada mempunyai
tujuan untuk mecapai tingkat kesejahteraan manusia pada umumnya. Namun
karena setiap sistem yang ada, selalu diwarnai dengan ideologi-ideologi
penggagas atau pencetus teori ekonomi tersebut, sebut saja ekonomi kapitalis,
sosialis dan Islam yang masing-masing mempunyai dasar ideologi berbeda.
Dasar ideologis inilah yang kemudian menjiwai dari pada komponen sistem
ekonomi yakni sumber daya, pelaku serta mekanisme.
Negara sebagai pemegang otoritas moneter dipastikan memliki peran yang
signifikan dalam mewujudkan kestabilan nilai uang dimana melalui kebijakan-
kebijakannya dapat mengimbangi perkembangan di sektor moneter dengan
sektor riil. Otoritas moneter mempunyai pengaruh penting,-walaupun tidak
secara langsung-terhadap arah (trend) tingkat harga, output dan nilai tukar
uang.
Sistem moneter Islam merupakan sub sistem dari sistem ekonomi Islam
2
Nora Ria Retnasih, Analisis Guncangan Eksternal Terhadap Indikator Moneter dan
Makro Ekonomi Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, 8 (2), 2016 ISSN 2086-1575
E-ISSN 2502-7115

2
yang tujuan yang hendak dicapai dalam moneter Islam diantaranya adalah
untuk mewujudkan keadilan dan kemashlahatan. Maqashid Syariah
menegakkan keadilan (Iqamah al ‘Adl), yaitu mewujudkan keadilan dalam
semua bidang kehidupan manusia dan menghasilkan kemaslahatan (Jalb al
Maslahah), yaitu menghasilkan kemaslahatan umum bukan kemaslahatan
yang khusus untuk pihak tertentu. Dalam hal ini, kebijakan moneter menjadi
faktor penting dalam menstabilisasi siklus perekonomian.3
Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat
perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan
output, yang pada akhirnya membawa efek multiplier pada variabel-variabel
lain, seperti tenaga kerja. Sebaliknya, sistem moneter yang unrealiable akan
membawa pada masalah inflasi dan depresi.4

3
M. Baqir Ash Sadr, “Our Economic”, terj. Yudi, Buku Induk Ekonomi Islam: Iqtisoduna
(Jakarta: Zahra Publishing House, 2008), 455.
4
Aan Nasrullah, Sistem Moneter Islam: Menuju Kesejahteraan Hakiki, Hunafa: Jurnal
Studia Islamika, Vol. 13, No. 2 Desember 2016: 272-287

3
B. Kajian Teori

1. Sejarah Perkembangan Sistem Moneter Islam


Sistem moneter yang berlaku didunia sekarang ini keberadaannya telah
ada setelah melalui beberapa masa evolusi. Sistem moneter yang telah berlaku
pada masa Nabi Muhammad SAW adalah bimetallic standard dimana emas
dan perak (dinar dan dirham) bersirkulasi secara terus-menerus. Ketika
khalifah kedua dari Bani Umayyah (41-132 H/662-750 M) rasio antara dinar
dan dirham adalah 1: 12, dan ketika Bani Abassyiah berkuasa (132-656 H/
750-1258 M) rasionya mencapai 1:15 atau kurang.5
Amerika Serikat telah mengadopsi bimetallic ini pada tahun 1792.
Kemudian pada tahun 1873 Amerika untuk mencabut perak dari peredaran
uang karena fluktuasi harga antara emas dan perak. Pada tahun 1880 standar
internasional dan mayoritas negar-negara dari bimetallic dan silver
monometallic beralih kepada standar emas dengan menjadikan emas sebagai
basis mata uang mereka. Dibawah standar ini, nilai mata uang sebuah negara
secara sah ditentukan dengan berat yang tetap dari emas, dan otoritas moneter
berkewajiban mengubah permintaan mata uang domestik kedalam emas yang
secara legal telah ditetapkan tingkatnya.6
Kalau dilihat sejarahnya, gerakan moneterisme yang menekankan terhadap
fungsi moneter berawal dari Milton Friedman dan kemudian diikuti oleh
ekonom dari Federal Reserve Bank of St.Louis, Brunner dan Metzler. Gerakan
ini awalnya merupakan reaksi kelompok ini terhadap kegagalan kebijakan
penstabilan ekonomi makro yang di usung oleh Keynesian pada tahun 1960-an
terhadap krisis yang dialami oleh Amerika dan eropa Barat.7
Sistem moneter modern saat ini sebagaimana tampak di banyak
negaranegara di dunia, terdiri dari tiga level :
1) Pemegang uang (the public); yakni para individu, para pebisnis dan

5
Adiwarman, Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007)
hlm. 177
6
Ibid.,
7
Jacques Sijben, “Theoritical Foundtion of Monetary Policy: A Monetarist View”, dalam
Jhon E.Wadsworth dan Francis Leonard de Jurungny, New Approach in Monetary Policy (The
Netherlands: Sijthoff & Noordhoof, 1979), h. 119

4
unitunit pemerintahan. Publik sendiri memegang uang dalam bentuk
currency (mata uang termasuk dalam bentuk coin) dan dalam bentuk
rekeningrekening bank.
2) Bank-bank komersial (baik milik swasta maupun milik pemerintah)
yang meminjam dari masyarakat dan memberikan pinjaman kepada
individuindividu, perusahaan-perusahaan ataupun unit-unit
pemerintahan.
3) Bank sentral, yang memonopoli permasalahan uang, melayani para
bankir untuk pemerintahan pusat dan bank-bank komersial. Bank
sentral memiliki kekuatan untuk menentukan jumlah uang beredar.
Setidaknya dunia perekonomian, utamanya ekonomi moneter mengalami
beberapa masa dengan mengenal beberapa bentuk standar moneter yang
berlaku. Antara lain lima bentuk standar moneter di bawah ini yaitu :8
a) Standar kembar (bimetalism)
b) Standar emas
c) Fiat standar
d) Uang giral atau deposit money
e) Uang kuasi
Sejarah perkembangan sistem moneter menunjukkan bahwa pada masa
lalu pernah dikenal dua sistem mata uang (bimatalic standard) yang terdiri dari
emas dan perak. Aplikasi dari sistem tersebut tidak hanya diadopsi oleh
Amerika serikat pada tahun 1972, namun juga telah dikenal pada zaman nabi
Muhammad SAW yang pada masa itu menggunakan dua mata uang, dinar
(emas) dan dirham (perak).

2. Teori Moneter Islami.


Pada saat pertumbuhan ekonomi meningkat diikuti oleh naiknya
pendapatan dan permintaan masyarakat sehingga mendorong kenaikan harga-
harga atau inflasi. Kenaikan inflasi tersebut sebagai indikasi stabilitas
ekonomi mengalami gangguan.9
Nopirin, Ekonomi Moneter, Buku I, op. cit., h. 9-12
8
9
Ade Novalina, Kemampuan Bi 7- Day Repo Rate (Bi7drr) Dalam Menjaga Stabilitas
Ekonomi Indonesia (Pendekatan Transmisi Moneter Jangka Panjang), Vol. 10 No2 Desember

5
Stabilitas nilai mata uang merupakan prioritas utama dalam kegiatan
manajemen moneter. Karena stabilitas tersebut akan mencerminkan stabilitas
tingkat harga yang pada akhirnya stabilitas harga akan memepengaruhi
realisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi suatu negara. Seperti
pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan disribusi pendapatan dan kekayaan,
tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimum, perluasan kerja dan stablitas
ekonomi. Sehingga kegiatan manajemen moneter harus memiliki kontribusi
positif terhadap pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Stabilitas uang sebagai tujuan manajemen moneter, selain diartikan
sebagai kekuatan nilai uang terhadap harga barang juga kekuatan nilai uang
terhadap mata lain sebagai syarat dari kekuatan struktur ekonomi. Manajemen
moneter Islami dimaksudkan sebagai pendekatan alternatif dalam pengelolaan
moneter dalam sistem perekonomian yang tentunya berpijak pada konsep awal
uang dan prinsip-prinsip dasar serta nilai-nilai Islam lainnya.
Tokoh-tokoh yang banyak mengkaji masalah ini antara lain: Muhammad
Umer Chapra, Masudul Alam Choudhury, Muchsin Khan, Abbas Mirakhor
dan lain-lain. Manajemen moneter yang sesuai dengan landasan syar’i ini
diharapkan dapat membantu merealisasikan tujuan Islam. Akan tetapi
mengingat tiadanya bunga dan alat (instrumen) suku bunga diskon serta open
market operation dalam bentuk surat berharga yang berbasis bunga. Tentunya
akan memunculkan pertanyaan tentang bagaimana mekanisme untuk
menyamakan permintaan dan penawaran uang tanpa mekanisme bunga dan
bagaimana kebijakan moneter dapat berperan akitif untuk mencapai sasaran di
atas.
Dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabitas Islam
tidak menggunakan instrumen bunga atau penawaran uang melalui pencetakan
defisit anggaran. Dalam Islam yang dilakukan adalah mempercepat perputaran
uang dan pembangunan infrastruktur sektor riil.
Faktor pendukung percepatan perputaran adalah disebabkan oleh
kelebihan likuiditas uang yang tidak boleh ditimbun dan tidak bolah

2017 ISSN : 1979-5408

6
dipinjamkan dengan bunga. Sedangkan faktor penarik uang yang dianjurkan
adalah dengan jalan qardh (pinjaman kebajikan), sedekah dan kerjasama bisnis
berbentuk syirkah atau mudharabah.
Keuntungan utama dari sistem kerjasama ini adalah pelaku dan
penyandang dana bersama-sama mendapatkan pengalaman, infomasi, metode
supervisi, manajemen dan pengetahuan akan resiko suatu bisnis. Selanjutnya
terdapat beberapa teori seputar pengaturan moneter dalam perspektif syari’ah
ini yang meliputi permintaan uang (money demand), penawaran uang (money
supply), kebijakan moneter dan instrumen-instrumen yang dapat
dipergunakan.10
a. Permintaan Uang (Money Demand)
Permintaan terhadap uang karena motif spekulasi pada dasarnya didorong
oleh fluktuasi suku bunga pada ekonomi kapitalis. Penurunan suku bunga
dibarengi harapan terhadap kenaikannya akan mendorong individu dan
perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang.11
Penciptaan uang dalam sistem bebas bunga akan berorientasi pada
investasi, bukan pinjaman atau pemberian pinjaman. Ditinjau dari pandangan
ini, transaksi-transaksi dan permintaan uang sebagai tindakan pencegahan
tetap tidak dapat diganggu gugat. Mungkin dengan beberapa variasi kekuatan
yang bergantung pada akibat-akibat pendistribusian kembali zakat dampaknya
terhadap batas kecenderungan mengkonsumsi (Marginal Propensity to
Consume = MPC) dan seberapa jauh pengaturan-pengaturan jaminan sosial
dalam masyarakat Islam memperkecil perlunya memegang uang untuk motif
berjaga-jaga.12
Pada dasarnya kebutuhan manusia dibedakan pada kebutuhan yang perlu
serta mendesak dan kebutuhan yang tidak perlu serta kurang bermanfaat. Dari
sisi ini dapat dilihat bahwa permintaan akan uang akan terdiri dari dua
komponen. Pertama, merupakan permintaan akan uang untuk memenuhi
kebutuhan dan investasi produktif (conspicious consumption), kedua,
10
Achmad Kholiq, Teori Moneter Islam, Cirebon, 2016, CV. ELSI PRO, hlm, 54
11
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, op. cit., hlm. 143
12
1M. Nejatullah Siddiqi, Bank Islam, op. cit., hlm. 36

7
kebutuhan konsumsi yang menyolok boros, investasi yang tdak produktif serta
spekulatif.
Upaya meregulasi berbagai komponen permintaan uang melalui
mekanisme suku bunga cenderung menekan permintaan uang untuk
pemenuhan kebutuhan dan investasi produktif dan menggiring pada
permintaan uang untuk tujuan kedua, yang cendrung tidak perlu, kurang
produktif dan spekulatif.
Oleh karenanya para ekonom muslim lebih mengandalkan tiga variabel
penting dalam manajemen permintaan uang, yakni :13
a) Nilai-nilai moral;
b) Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik, termasuk mekanisme
harga dan;
c) Tingkat keuntungan riil sebagai pengganti suku bunga.
Ketiganya akan saling memperkuat dan berkorespondensi dalam satu
sistem yang akan menciptakan pola permintaan akan uang yang relatif stabil.
Nilai moral akan mengurangi sikap boros dan mubazir juga mengurangi
penggunaan uang untuk tujuan spekulatif.
Mekanisme harga dan lembaga lainnya membantu pengalokasian sumber
daya pada tujuan yang lebih efisien dan adil. Penggunaan suku bunga sebagai
intermediary instrumen cenderung membentuk masyarakat dengan pola
konsumsi diluar batas kemampuan, spekulatif dan tidak produktif. Ini berarti
ia gagal menjalankan fungsi kontrol terhadap penggunaan dana pinjaman.
b. Penawaran Uang (Money Supply).
Ketika permintaan uang distabilisasikan dan dihubungkan dengan
kebutuhan pencapaian kesejahteraan masyarakat dan pembangunan maka
permasalahan yang perlu diperhatikan adalah pertama, bagaimana agregat
money supply bertemu dengan money demand sehingga terjadi equilibrium,
selanjutnya bagaimana mengalokasikan money supply ini sesuai dengan
kebutuhan untuk merealisasikan tujuan umum. Dalam mencapai pertumbuhan
money supply yang sesuai target diperlukan instrumen yang dipergunakan
13
M. Umer Chapra, The Future of Econmic; an Islamic Prespective, (Jakarta : SEBI, 2001),
hlm. 298-299

8
bank sentral untuk menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money
supply yang ditargetkan dan yang aktual terjadi. Oleh karena dekatnya
hubungan antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan uang (Mo) atau
high-powered money, maka bank sentral berkewajiban untuk mengatur
dengan ketat pertumbuhan uang (Mo).

3. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa
arab, baik sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata
uang tersebut memiliki nilai uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah
dalam perputaran uang.Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya,
dirham lebih umum digunakan daripada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat
dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran
Persia.Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil
dikuasai oleh tentara Islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang
tersebut diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume
dinar dan dirham yang diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung
kepada volume komoditas yang diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-
wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor
jika permintaan uang (money demand) pada pasar internal mengalami
kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila permintaan uang
mengalami penurunan. Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea
masuk pada barang impor, uang diimpor dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi permintaan internal.
Pada sisi lain, nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama
dengan nilai nominal (face value) uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat
perhiasan atau ornamen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada
awal periode Islam, penawaran uang (money suply) terhadap pendapatan ,
sangat elastis. Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan
permintaan uang.Karena itu motif utama permintaan terhadap uang pada masa
ini adalah permintaan transaksi (transaction demand).

9
Sementara itu adanya peperangan antara kaum Quraisyi dan kaum
muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32 sariyah yang berarti rata-rata
5 kali perang dalam setiap tahunnya), telah menimbulkan permintaan uang
untuk berjaga- jaga (precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak
terduga. Akibatnya, permintaan terhadap uang selama periode ini secara
umum bersifat permintaan transaksi dan pencegahan.Larangan penimbunan,
baik uang maupun komoditas, dan talqqi rukhban tidak memberikan
kesempatan kepada penggunaan uang dengan selain kedua motif tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah
populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta
rampasan perang (ghonimah) dibagikan kepada seluruh kaum muslimin,
sehingga standar hidup dan pendapatan mereka meningkat. Berdasarkan
semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan khususnya,
meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum muslimin
secara terus menerus.
Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang
dalam perekonomian periode awal islam. Disamping itu, penawaran uang
tetap elastis karena tidak ada hambatan terhadap impor uang ketika
permintaan terhadapnya mengalami kenaikan. Disisi lain, ketika penawaran
akan naik, penawaran berlebih (exces supply) akan diubah secara mudah
menjadi ornament emas atau perak. Akibatnya,tidak ada penawaran atau
permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak sehinga pasar akan
selalu tetap pada keseimbangan (equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap
stabil.14

4. Kebijakan Moneter Islami.


Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemenintah untuk memperbaiki
keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar.15 Fenomena
terjadinya peningkatan pada harga barang dan jasa secara umum dan kontinu
merupakan gambaran dari inflasi. Apabila fenomena tersebut terjadi, maka
14
Sitti Nikmah Marzuki, Konsep Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Al-
Iqtishad: Jurnal Ekonomi Issn: 2085-4633, Vol. 1 No. 2, Tahun 2021 Juli-Desember
15
Ir.Adiwarman A. op.cit., h. 21.

10
akan menjadi salah satu permasalahan ekonomi terbesar yang dihadapi suatu
negara. Selain itu, jika inflasi dibiarkan berlangsung lama dapat menimbulkan
krisis resesi ataupun depresi ekonomi. Maka tidak salah kalau pengendalian
inflasi menjadi salah satu perhatian pemerintah di berbagai negara khususnya
Indonesia.16
Dibutuhkan suatu sistem kebijakan yang dapat mengatasi berbagai
persoalan ekonomi yang secara makro yang dihadapi suatu negara. Salah satu
langkah penting yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah
tersebut adalah membuat suatu kebijakan di bidang moneter. Karenanya
penting untuk menganalisa peranan kebijakan moneter dalam mengendalikan
kegiatan ekonomi kearah yang dikehendaki, yaitu mencapai kegiatan ekonomi
yang tinggi (dan tingkat pengangguran yang rendah) tanpa inflasi. Dapat
dikatakan bahwa kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh
penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang
beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan
ekonomi masyarakat.
Kebijakan moneter utamanya ditujukan untuk stabilitas ekonomi yang
antara lain diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca
pembayaran internasioanal yang seimbang. Bila kestabilan dalam ekonomi
terganggu maka kebijakan ekonomi dapat dilakukan untuk memulihkan
(tindakan stabilisasi).
Suatu otoritas moneter mempunyai pengaruh yang signifikan meskipun
tidak secara langsung terhadap arah (trend) tingkat harga, out put dan nilai
tukar suatu negara. Otoritas moneter atau Bank Sentral melakukan hal tersebut
melalui kemampuannya dalam mengendalikan penawaran uang dan kredit
bank serta melalui pengaruhnya terhadap tingkat suku bunga, arus kredit dan
perkembangan sektor finansial pada sebuah perekonomian.
Pengaruh spesifik lainnya adalah kemampuan bank sentral untuk
mengendalikan jumlah maksimum suku bunga yang dapat dibayarkan
16
Rindani Dwihapsari, Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif
Konvensional Dan Syariah Terhadap Inflasi Di Indonesia Tahun 2013-2020, Jurnal Ilmiah
Ekonomi Islam,, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534

11
terhadap jumlah simpanan tertentu kepada bank-bank dan menentukan
proporsi saham yang dapat dibeli melalui kredit.
Dalam hal-hal tertentu tindakan-tindakan bank sentral dalam
mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya tersebut telah mengalami
evolusi yang panjang sepanjang sejarah begitu juga bentuk kebijakannya.17
Kebijakan moneter ini merupakan faktor penting dalam perekonomian.
Namun, perbedaan sistem ekonomi yang berlaku, akan memiliki pandangan
yang berbeda tentang kebijakan moneter. Sistem ekonomi konvensional
memiliki pandangan yang berbeda tentang kebijakan moneter dengan sistem
ekonomi Islam.
Kebijakan moneter melalui jalur ekspektasi cenderung lebih mendapatkan
perhatian. Dalam teori ekspektasi dipahami bahwa masyarakat cukup rasional
dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi di masa depan. Oleh
karena itu, masyarakat cenderung lebih banyak berbelanja pada saat ini
dibanding di masa akan datang karena kemampuan belanja di masa datang
turun. Ekspektasi inflasi akan mendorong kenaikan tingkat bunga. Apabila
tingkat bunga naik lebih kecil dibanding dengan kenaikan harga akan
menjadikan kekayaan non riil menurun. Dilain pihak, menyimpan kekayaan
dalam bentuk aset riil menjadi pilihan masyarakat bila kenaikan inflasi relatif
lebih rendah dari kenaikan harga.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas
moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan
kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan
dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai.
Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori
konvensiona18 antara lain adalah:
a) Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan
membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar terbuka.
17
1Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia,
2002), Cet. ke-1, hlm. 187
18
Sitti Nikmah Marzuki, Konsep Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Al-
Iqtishad: Jurnal Ekonomi Issn: 2085-4633, Vol. 1 No. 2, Tahun 2021 Juli-Desember

12
Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan
membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang
beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b) Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requiremen). Bank
sentral umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai
(reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa
disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan
angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat
menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada
sebelumnya.
c) Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi
bank-bank umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang
terakhir (the last lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari
bank sentral dengan tingkatsuku bunga sedikit di bawah tingkat suku
bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas. Discount rate
yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial
mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan
keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif
rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan
mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d) Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif
berupa himbauan/bujukan moral kepada bank.
Pada transmisi kebijakan moneter konvensional alur transmisi kebijakan
melalui enam saluran yaitu jalur uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga
aset dan ekspektasi. Namun keenam jalur transmisi pada kebijakan moneter
konvensional tidak digunakan pada kebijakan transmisi moneter syariah.19
Perbedaan utama pada jalur suku yang tidak dapat dapat digunakan dalam
transmisi moneter syariah karena konsep bunga dilarang dalam ajaran Islam.
Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar
19
Heri Sudarsono, Analisis Efektifitas Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional Dan
Syariah Dalam Mempengaruhi Tingkat Inflasi, Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, Vol. 3 No. 2,
Juli 2017: 53-64

13
ekonomi islam sebagai berikut:20
1) Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang
absolut.
2) Manusia merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan
pemilik yang sebenarnya.
3) Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena
seizin Allah,dan oleh karena itu saudara-saudaranya
4) yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
5) Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
6) Kekayaan harus diputar.
7) Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam
perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan.
8) Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua
individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

Kesimpulan
Sejarah perkembangan sistem moneter menunjukkan bahwa pada masa
lalu pernah dikenal dua sistem mata uang (bimatalic standard) yang terdiri dari
emas dan perak. Aplikasi dari sistem tersebut tidak hanya diadopsi oleh
Amerika serikat pada tahun 1972, namun juga telah dikenal pada zaman nabi
Muhammad SAW yang pada masa itu menggunakan dua mata uang, dinar
20
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta, 2001), hlm.28.

14
(emas) dan dirham (perak).
Pada dasarnya kebutuhan manusia dibedakan pada kebutuhan yang perlu
serta mendesak dan kebutuhan yang tidak perlu serta kurang bermanfaat. Dari
sisi ini dapat dilihat bahwa permintaan akan uang akan terdiri dari dua
komponen. Pertama, merupakan permintaan akan uang untuk memenuhi
kebutuhan dan investasi produktif (conspicious consumption), kedua,
kebutuhan konsumsi yang menyolok boros, investasi yang tdak produktif serta
spekulatif.
Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar
ekonomi islam.

DAFTAR PUSTAKA

Heri Sudarsono, Analisis Efektifitas Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional


Dan Syariah Dalam Mempengaruhi Tingkat Inflasi, Jurnal Ekonomi &
Keuangan Islam, Vol. 3 No. 2, Juli 2017: 53-64

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta, 2001),

15
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam; Suatu Kajian Makro, (Jakarta: IIIT
Indonesia, 2002), Cet. ke-1,

Sitti Nikmah Marzuki, Konsep Uang Dan Kebijakan Moneter Dalam Ekonomi
Islam, Al-Iqtishad: Jurnal Ekonomi Issn: 2085-4633, Vol. 1 No. 2, Tahun
2021 Juli-Desember

Rindani Dwihapsari, Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter Dalam Perspektif


Konvensional Dan Syariah Terhadap Inflasi Di Indonesia Tahun 2013-
2020, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534

M. Umer Chapra, The Future of Econmic; an Islamic Prespective, (Jakarta :


SEBI, 2001),

Achmad Kholiq, Teori Moneter Islam, Cirebon, 2016, CV. ELSI PRO,

M. Nejatullah Siddiqi, Bank Islam, op. cit.,

Nora Ria Retnasih, Analisis Guncangan Eksternal Terhadap Indikator Moneter


dan Makro Ekonomi Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, 8
(2), 2016 ISSN 2086-1575 E-ISSN 2502-7115

Ade Novalina, Kemampuan Bi 7- Day Repo Rate (Bi7drr) Dalam Menjaga


Stabilitas Ekonomi Indonesia (Pendekatan Transmisi Moneter Jangka
Panjang), Vol. 10 No2 Desember 2017 ISSN : 1979-5408

16

Anda mungkin juga menyukai