MODUL PERKULIAHAN
Perekonomian
Indonesia
Sistem Moneter Indonesia
Abstrak Kompetensi
Pendahuluan
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua
Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara
dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan
bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional
yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi,
serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter
internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam
penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan pengertian sistem moneter
internasional, sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg
terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang tunggal di
asean
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain
diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter
internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih ingin merubah
sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi rencana anggota Negara-negara
asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang bersama yang hanya
berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat
tema sistem moneter internasional.
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris. Pemerintah
Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas. Perkembangan industri yang terjadi
di Inggris serta perdagangan dunia yang makin berkembang pada abad 19 menambah
kepercayaan dunia terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya
tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-kejadian tersebut sistem
standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh banyak negara semenjak 1970
hingga perang dunia pertama.
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata uang fiat,
nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap kemauan pemerintah
menjaga integritas menjag mata uang tersebut. Seringkali kepercayaan tersebut
disalahgunakan. Pemerintah kadang tergoda menerbitan uang baru, karena biaya
produksi penerbitan tersebut adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai
mata uang didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah jumlah
uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negara-negara di dunia
memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi yang berkepanjangan tidak akan
terjadi di dalam situasi semacam itu.
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua perang dunia
secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan keuangan internasional.
Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang sampai tahun 1925 (kecuali di Amerika
Serikat, yang kembali ke standar emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu
usaha dilakukan untuk menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991
pada waktu Depresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan Devaluasi,
ketika negara-negara mencoba untuk mengekspor pengangguran mereka (kebijakan
mengemis tetangga mereka). Tarif, kuota dan pengawasan nilai tukar juga meluas,
dengan akibat volume perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya.
Kecenderungan devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara
dipersenjatai kembali untuk perang dunia
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua
negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas, tetapi tidak diharuskan
memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam emas. Negara anggota diminta
menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut.
IMF membantu negara anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan.
Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa minggu dalam bulan Maret 1973.
Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs
yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional, yang
dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara. Konferensi
tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter. Dua tahun
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga
stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan
stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula
sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan
moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter,
sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter
tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara
fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi
sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan
juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai
aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat,
akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu
kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan
seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di
negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta
dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius
dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan
gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time
atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam
sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor
keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada
stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan.
Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas
terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam
sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan
Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam
sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah
sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama dengan
lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari masing-masing lembaga terkait.
Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi
lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk
menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea
dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank
Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter
dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga
stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.
Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem
keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan
kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
2. Pemantauan
§ Pinjaman terhadap pihak terkait, kredit macet § Pinjaman luar negeri (termasuk
(NPL) dan pencadangannya struktur jangka waktu)
§ ROA, ROE, dan rasio beban terhadap § Volatilitas suku bunga dan nilai
pendapatan tukar
§ Kredit bank sentral kpd Lemb.Keu, LDR, struktur § Stabilitas nilai tukar yang
jangka waktu aset dan kewajiban berkelanjutan
§ Risiko nilai tukar, suku bunga dan harga saham Efek menular
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar
batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi:
a) Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan
menjaga stabilasisasi kurs agar perubahan atau pergerakan kurs tetap teratur.
b) Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral melakukan
intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi fluktuasi jangka pendek
yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang sifatnya sementara.
c) Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini Bank Sentral
melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi) kurs mata uangnya.
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata
uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau
batas bawah, Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya
terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata
uang negara tetangga.
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator
tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner
dagang mereka yang penting.
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs
secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif
untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi
negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain
devaluasi adalah :
pinjaman asing
pengetatan
pengendalian harga dan upah
pembatasan aliran modal keluar
faktur (invoice),
konosemen atau surat muatan (bill of lading),
daftar isi barang (packing list),
surat keterangan asal barang (certificate of origin),
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam lalu lintas
pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir membutuhkan uang
sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada pihak lain, yang kelak akan
menukarkannya kepada importir setelah wesel itu jatuh tempo.
b. Kompensasi pribadi
kompensasi pribadi adalah adalahcara pembayaran dengan mengalihkan penyelesaian
utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara tempat penduduk tersebut
tinggal.
Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun sekarang
sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan internasional.
c. Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang dilakukan
dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan bersama-sama dengan
surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar bahwa barang yang telah dipesan
dikapalkan oleh eksportir. Cara pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
d. Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan oleh bank
atas permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri yang mengakseptir
(menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh eksportir.
Transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri atas:
L/C biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung membayar sesuai
dengan harga barang melalui bank yang ditunjuk
Merchant L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat memasukkan barang
terlebih dahulu dengan melakukan pembayaran sebagian, sedangkan sisanya
dibayar kemudian.
Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal secara
cepat dan tidak dipakai untuk barang konsumsi.
Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada Advising Bank
(bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran sebagian dari jumlah L/C
kepada eksportin sebelum mengapalkan barang-barang ekspor.
Namun demikian mereka juga menemukan beberapa faktor yang dianggap dapat
mengurangi daya tarik penyatuan moneter bagi wilayah ASEAN. Faktor-faktor ini
adalah:
Masyarakat asean terdiri dari berbagai etnis, ras, budaya, bahasa, serta adat
istiadat yang berbeda-beda antar berbagai Negara, bahkan dalam satu lingkup negara
pun masih terdapat heterogenitas masyarakat di dalahnya, seperti yang terjadi di
indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu penghambat penerapan mata uang tunggal di
kawasan asean, dari hal tersebut kemngkinan akan terjadi permasalahan di dalamnya,
diantaranya konflik-konflik kerena latarbalakang yang berbeda-beda.
Kondisi serta letak geografis Negara-negara di kawasan asean yang terdiri dari
ribuan pulau yang masing-masing di pisahkan oleh laut, menjadikan arus mobilitas, baik
dari segi ekonomi maupun social agak terganggu. Karena keberhasilan arus mobolitas
sebuah kawasan faktor yang utama di dukung oleh akses lalulintas ekonomi yang baik,
serta mudah di jangkau.hal tersebut menjadi salah stu masalah dalam memberlakukan
penerapan mata uang tunggal asean.
8. Kartili, J.A., Prof. Dr., Sumber Daya Alam, untuk pembangunan nasional, Ghalia
Indonesia, Jakarta 2013.