Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu negara
dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut sebagai sistem moneter
internasional. Sistem moneter internasional menunjukkan seperangkat kebijakan, institusi,
praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan
dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah
mengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini
disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik serta internasional pada
masing-masing masa.
Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasional merupakan unsur
yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapan ini tidak terbukti dalam
ekonomi modern. Norma dan konvensi yang mengatur Sistem Moneter Internasional dengan ini
mempunyai efek distributif yang penting bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam
kehidupan negara tersebut.
Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik akan melancarkan
perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi global. Kemampuan Sistem Moneter
Internasional adalah prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia, sebaliknya runtuhnya Sistem
Moneter Internasional barat menjadi penyebab terpisahnya kesuraman dalam ekonomi
internasional.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan pembayaran antar
daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun kebijakan fiskal dan moneter, dalam
skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui financing,
perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi, melalui kontrol
devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara membiarkan nilai tukar
mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter
internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan
pembayaran internasional.
Transformasi kedua terjadi setelah Perang Dunia II ketika sistem Bretton Wood tengah
berjalan. Sebab di tahun 1970an, periode perubahan di bawah sistem Bretton Wood terjadi
perubahan dari standar pertukaran emas menjadi dolar Amerika dan komitmen terhadap kontrol
kapital. Beragam perubahan ini memiliki konsekuensi politik yang cukup penting tentang siapa
yang mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana dalam ekonomi politik global.
Sejak tahun 1880 Inggris, Jerman, jepang dan Amerika telah mengadopsi sistem standar
Emas. Dengan berlakunya standar emas maka nilai dari setiap mata uang dalam satuan mata
uang lainnya dapat ditentukan secara mudah sehingga dapat mengkatalisasi perdagangan
internasional. Mulanya US$ 1 dihargai dengan 23,22 grain emas murni yang mana 1 ons emas
sama dengan 480 grain emas. Dengan kata lain harga dari 1 ons emas adalah US $20,67.
Sejumlah mata uang yang diperlukan untuk membeli satu ons emas disebut sebagai nilai pari
emas.
Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis ditetapkan atas
dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha kembali ke standar emas
dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.Emas hanya diperdagangkan dengan bank sentral,
bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan sesudah
perang dunia kedua, konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata
uang lainnya.
Setelah masa itu kemudian muncullah periode kurs tetap. Periode ini dimulai dengan
perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata
uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi konvertibilitas mata uang mereka
dalam emas.Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai
par, dan bersedia melakukan intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara
anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi dipertahankan. Pasar
keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada bulan Maret 1973. Ketika pasar
tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh
kekuatan pasar.
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional, yang dikenal
dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara. Konferensi tersebut
bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi
tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem tersebut.
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang sangat penting dalam lalu
lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini timbul setelah perang dunia II, dusebabkan
saat itu terjadi kekurangan dolar. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan uang /dana
untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga
dolar banyak diminta. Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping
memiliki tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan
penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota menetapkan
perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu dapat ditukarkan
dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai posisi yang
sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota memperoleh jatah/quota, yang harus
dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan
hak suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan
sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman
diberikan kepada dalam mata uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara
peminjam.
Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara kurs tetap
dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar Kanada, franc Perancis, dan Swiss berfluktuas
tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-negara
tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang
berlebihan. Caranya apabila negara mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta
asing cenderung naik. Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga
apabila surplus di dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar untuk
mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau dirty” float, sebagai
lawan dari “clean” floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan di dalam pasar
valuta asing.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia)
mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubah-
ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus semacam ini
(mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang menyerupai ular, yang kemudian
disebut “Snake like”.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya dengan dolar
Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang yang mengambang. Namun
demikian Dolar masih memegang peranan penting dalam lalu lintas pembayaran internasiolal.
Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta
catatan-catatan statistik Dana Moneter Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih
menggunakan dasar mata uang Dolar.
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa kelompok :1. Free
Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung
kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs, misal inflasi, pertumbuhan ekonomi,
inflasi akan digunakan oleh pasar dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang
bersangkutan. Jika variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut
berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga disebut sebagai clean
float.
Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi di luar batasan
yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi :
Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini dengan tujuan menjaga
stabilitas kurs agar perubahan kurs cukup teratur.
Melalui cara ini bank sentral melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau
mengurangi fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh kejadian yang
sifatnya sementara.
Melalui cara ini Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara resmi)
kurs mata uangnya.
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya
secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs melewati batas atas atau batas bawah,
Bank Sentral negara yang bersangkutan akan melakukan intervensi.
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap
mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara
tetangga.
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap indikator tertentu,
seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan inflasi terhadap partner dagang mereka
yang penting.
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan kurs secara resmi.
Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang
telah ditetapkan tersebut.
Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi negara
tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
1. pinjaman asing
2. pengetatan
A. Kekuatan Financial
Fluktuasi nilai mata uang adalah naik-turunnya harga suatu mata uang dibanding
mata uang lainnya. Perubahan harga tersebut disebabkan oleh permintaan dan penawaran di
pasar untuk mata uang tersebut dibanding mata uang lainnya. Jika Anda mendengar berita
mengenai nilai mata uang Rupiah yang berfluktuasi terhadap Dolar AS, maka itu berarti
harga sedang bergerak, bisa naik ataupun turun, akibat terjadinya transaksi yang melibatkan
kedua mata uang tersebut.
Hal inilah yang membentuk kurs, yang dapat pula diartikan sebagai sebuah level
harga atau nilai tukar suatu mata uang ketika dibandingan dengan mata uang lain. Saat ini,
nilai tukar mata uang memegang peranan penting, karena aktivitas ekonomi pasar bebas
melibatkan transaksi dari sebagian besar negara-negara di dunia. Bagi perusahaan investasi
dan investor mancanegara, nilai tukar mata uang akan berdampak pada portofolio yang
mereka miliki.
Nilai mata uang suatu negara bisa berfluktuasi karena dipengaruhi oleh naik
turunnya permintaan dan penawaran (Demand and Supply) terhadap mata uang. Mata uang
akan cenderung naik jika permintaan melebihi penawaran, sedangkan ketika jumlah
penawaran lebih banyak dari permintaan, maka nilai mata uang akan cenderung turun.
Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang antara
lain:
Kebijakan pemerintah.
Faktor tak terduga, misalnya: bencana alam atau kerusuhan yang bisa segera
mempengaruhi kondisi politik, perekonomian, dan lain-lain.
Kondisi ekonomi negara mencakup berbagai komponen, mulai dari pertumbuhan PDB,
inflasi, belanja masyarakat, hingga ketenagakerjaan. Masing-masing aspek berkontribusi
terhadap Outlook ekonomi, yang pada akhirnya mempengaruhi sentimen pasar dalam dinamika
permintaan dan penawaran terhadap suatu mata uang.
Sebagai contoh, semakin tinggi tingkat pengangguran suatu negara, semakin sedikit
masyarakat yang bisa membelanjakan uangnya. Dengan kata lain, daya beli masyarakat menjadi
rendah, sehingga akan membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lesu. Indikasi pertumbuhan yang
demikian akan membuat daya tarik mata uang melemah, dan menurunkan tingkat permintaan
terhadap mata uang negara terkait.
Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan
berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara
yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik
menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market
mechanism) dan umumnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena
empat hal, yaitu:
Valas (forex) sebagai benda ekonomi mempunyai permintaan dan penawaran pada
bursa valas. Sumber-sumber penawaran (Supply) valas terdiri dari:
Impor modal (capital import) dan transaksi Valas lainnya dari luar negeri ke dalam
negeri.
c. Tingkat inflasi
Perubahan laju inflasi dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran Valuta yang
kemudian mempengaruhi nilai tukar.
Hampir sama dengan pengaruh tingkat inflasi, maka perkembangan atau perubahan
tingkat bunga pun dapat berpengaruh terhadap kurs Valas. Perubahan suku bunga relatif
mempengaruhi inflasi dan sekuritas-sekuritas asing yang selanjutnya akan mempengaruhi
permintaan dan penawaran terhadap Valuta asing dan nilai tukar.
f. Pengawasan pemerintah
STUDY KASUS
Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terus merosot di kisaran Rp 14.800 hingga
hari ini. Volatilitas nilai tukar diprediksi dapat menjadi lebih parah dari posisi ini.
Meski beberapa ekonom menekankan sentimen eksternal, kata Eric, sentimen dalam
negeri (internal) turut serta berkontribusi pada pelemahan nilai tukar, terutama defisit
transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Dia menegaskan, baik sentimen eksternal maupun internal memainkan peran besar
pada volatilitas mata uang rupiah. Termasuk didalamnya, bagaimana perusahaan tidak
menyeluruh melakukan lindung nilai (hedging) terhadap nilai tukar.
Lantas, apa saja penyebab anjloknya mata uang rupiah? Dan apa yang menjadi solusi
bagi pemerintah untuk jangka pendek dan jangka panjang? Berikut penjelasan Eric Sugandi:
A. Sentimen eksternal
Kata Eric, tahun 2008-2009, the great rotation atau rotasi besar menimpa RI di mana
banyak dana asing masuk ke emerging market, tak terkecuali Indonesia sendiri.
"Waktu itu bursa saham kita juga lagi kolasp, sehingga banyak investor yang masuk
dan melihat kondisi ini mereka berpikir sudah waktunya keluar atau take profit," ujarnya
"Normalisasi suku bunga bank sentral, kan suku bunga the FED akan naik 2 kali lagi.
Sebentar lagi juga akan ada FOMC meeting, itu pengaruhi rupiah," ungkap dia.
"Apakah rupiah bisa Rp 15 ribu, ya bisa tembus tapi mungkin kisarannya di Rp 14.700
- Rp 15.000," tegas dia.
B. Sentimen Internal
"Kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) ini 30-40 persen asing, sedangkan
bursa saham dibawah 50 persen tapi ini berpengaruh saat mereka keluar dari Indonesia,"
kata dia.
"Ini kebanyakan bank-bank di buku IV, jadi kalau mereka butuh lukuiditas mereka
biasanya jadi kelabakan mencari," ujarnya.
"Korporasi ini parsial yang melakukan lindung nilai (hedging), nggak semuanya,"
pungkas Eric.