Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pada saat kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering kita
bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri
dan mata uang itu menunjukkan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter
internasional ini mengacu pada institusi-institusi dimana pembayaran atas transaksi
lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaiman kurs tukar asing
ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk
semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas
negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi
perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap
perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah menentukan
pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang
lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem
moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih ingin
merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Untuk itu penulis akan
membahas terkait dengan “Sistem Moneter Internasional”.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan sistem moneter Internasional ?
b. Bagaimana krisis moneter internasional ?
c. Bagaimana perkembangan ekonomi Internasional ?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui perkembangan system moneter internasional.

1
b. Untuk mengetahui krisis moneter internasional.
c. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi internasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sistem Moneter Internasional

Moneter internasional dan sistem finansial memainkan peran sentral dalam


ekonomi politik global. Sejak akhir abad 19, awal pembentukan sistem ini melalui
berbagai transformasi dalam menanggapi perubahan kondisi politik dan ekonomi baik
level domestik maupun internasional. Perubahan yang paling dramatis adalah krisis
dalam pengintegrasian moneter internasional dan rezim internasional selama tahun-
tahun interwar.
Transformasi kedua terjadi setelah Perang Dunia II ketika sistem Bretton
Wood tengah berjalan. Sebab di tahun 1970an, periode perubahan di bawah sistem
Bretton Wood terjadi perubahan dari standar pertukaran emas menjadi dolar Amerika
dan komitmen terhadap kontrol kapital. Beragam perubahan ini memiliki konsekuensi
politik yang cukup penting tentang siapa yang mendapatkan apa, kapan, dan
bagaimana dalam ekonomi politik global.
Sejak tahun 1880 Inggris, Jerman, jepang dan Amerika telah mengadopsi
sistem standar Emas. Dengan berlakunya standar emas maka nilai dari setiap mata
uang dalam satuan mata uang lainnya dapat ditentukan secara mudah sehingga dapat
mengkatalisasi perdagangan internasional. Mulanya US$ 1 dihargai dengan 23,22
grain emas murni yang mana 1 ons emas sama dengan 480 grain emas. Dengan kata
lain harga dari 1 ons emas adalah US $20,67. Sejumlah mata uang yang diperlukan
untuk membeli satu ons emas disebut sebagai nilai pari emas.
Standar emas hancur waktu perang dunia 1 pecah. Mata uang praktis
ditetapkan atas dasar emas atau mata uang lainnya dengan longgar. Beberapa usaha
kembali ke standar emas dilakukan sesudah perang dunia 1 berakhir.Emas hanya
diperdagangkan dengan bank sentral, bukan pribadi. Kurs mata uang ditetapkan
berdasarkan emas. Sesudah tahun 1934 dan sesudah perang dunia kedua,

3
konvertibilitas mata uang yang bisa ditukarkan (konvertibel) dengan mata uang
lainnya.
Setelah masa itu kemudian muncullah periode kurs tetap. Periode ini dimulai
dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian ini, semua negara menetapkan
nilai tukar mata uangnya berdasarkan emas, tetapi tidak diharuskan memenuhi
konvertibilitas mata uang mereka dalam emas.Negara anggota diminta menjaga
kursnya dalam batas 1% (naik atau turun) dari nilai par, dan bersedia melakukan
intervensi untuk menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara anggotanya dalam
rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi
dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberapa minggu pada
bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata uang dibiarkan
mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar.
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter Internasional, yang
dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang dihadiri oleh 44 negara.
Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun rencana pembuatan sistem moneter.
Dua tahun setelah konferensi tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk
mengawasi sistem tersebut.
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang sangat penting
dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini timbul setelah perang
dunia II, dusebabkan saat itu terjadi kekurangan dolar. Negara-negara Eropa yang
sangat memerlukan uang /dana untuk memulihkan keadaan ekonominya. Satu-
satunya sumber adalah Amerika Serikat, sehingga dolar banyak diminta.
Konsekuensinya, emas menjadi tergeser oleh dolar. Sebab, disamping memiliki
tenaga beli yang kuat di Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan
penghasilan bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota
menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian apabila perlu
dapat ditukarkan dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai
posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota memperoleh

4
jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan sisanya 75% dengan mata
uangnya. Besarnya quota menentukan hak suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat
diperoleh dari DMI. Dana pertama DMI dengan sendirinya 25% terdiri dari emas dan
75% berbagai mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan kepada dalam mata
uang negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara  peminjam.
Semenjak  1973 sistem moneter internasional merupakan campuran antara
kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar Kanada, franc Perancis,
dan Swiss berfluktuas tergantung dari permintaan dan pernawaran. Sering juga
penguasa moneter negara-negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta
asing untuk mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara
mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing cenderung naik.
Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta asing. Demikian juga apabila
surplus di dalam neraca pembayaran, bank sentral membeli valuta asing di pasar
untuk mengurangi penurunan kurs. Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau
dirty” float, sebagai lawan dari “clean” floatt di  mana bank Sentral sama sekali tidak
campur tangan di dalam pasar valuta asing.
Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia, Luxembrug, Swedia, Netherlan dan
Norwegia) mengadakan pengaturan secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara
mereka, tetapi berubah-ubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain.
Sisten krus semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi yang
menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata uangnya
dengan  dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah merupakan mata uang yang
mengambang. Namun demikian Dolar masih memegang peranan penting dalam lalu
lintas pembayaran internasiolal. Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan
dalam valuta asing oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan statistik Dana Moneter
Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih menggunakan dasar mata uang
Dolar.

5
B. Krisis Moneter Internasional

Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak awal Juli 1997, sementara ini
telah berlangsung hampir dua tahun dan telah berubah menjadi krisis ekonomi, yakni
lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan
meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya
disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh
berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan
ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang
panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-
besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada
pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.
            Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa
lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud
dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran
secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung
membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar,
realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
            Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak
mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah
mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.
INDIKATOR UTAMA EKONOMI INDONESIA 1990 - 1997
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
Pertumbuhan ekonomi (%) 7,24 6,95 6,46 6,50 7,54 8,22 7,98 4,65
Tingkat inflasi (%) 9,93 9,93 5,04 10,18 9,66 8,96 6,63 11,60
Neraca pembayaran (US$ 2,09 -
1,207 1,743 741 806 1,516 4,451
juta) 9 10,021
Neraca perdagangan 5,35 4,801 7,022 8,231 7,901 6,533 5,948 12,964

6
2
-
Neraca berjalan -3.24 -3,122 -2,298 -2.96 -6.76 -7,801 -2,103
4,392
4,74 18,11 17,97 10,58 10,98
Neraca modal 5,829 4,008 -4,845
6 1 2 9 9
12,75 12,75
Pemerintah (neto) 633 1,419 307 336 -522 4,102
2 3
3,02
Swasta (neto) 2,928 3,582 3,216 1,593 5,907 5,317 -10.78
1
1,09
PMA (neto) 1,482 1,777 2,003 2,108 4,346 6,194 1,833
2
Cadangan devisa akhir tahun 8,66 11,61 12,35 13,15 14,67 19,12
9,868 17,427
(US$ juta) 1 1 2 8 4 5
(bulan impor nonmigas c&f) 4,7 4,8 5,4 5,4 5,0 4,3 5,2 4,5
Debt-service ratio (%) 30,9 32,0 31,6 33,8 30,0 33,7 33,0
1,90
Nilai tukar Des. (Rp/US$) 1,992 2,062 2.11 2.2 2,308 2,383 4.65
1
3,20
APBN* (Rp. milyar) 433 -551 -1.852 1,495 2,807 818 456
3
* Tahun anggaran
Sumber : BPS, Indikator Ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan
Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14
Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating)
menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi
Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di
pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan
oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan

7
tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir
Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000
awal Mei 1999.

Krisis Moneter dan Faktor-Faktor Penyebabnya

Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang


selama ini lemah, hal ini dapat dilihat dari data-data statistik di atas, tetapi terutama
karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol
bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai
tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya1 .
Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang
sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap
dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah
besar.
Sementara menurut penilaian penulis, penyebab utama dari terjadinya krisis
yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor
lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini
diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya :
1.      Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara
bebas berapapun jumlahnya.
2.      Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga
5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar
nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah
dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif
lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri
yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.

8
3.      Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan
menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak
tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya
ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
4.      Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga Ehrke: 2-3) yang
dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading,
yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
5.      Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan
pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah
dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada
tanggal 14 Agustus 1997.
6.      Defisit neraca berjalan yang semakin membesar yang disebabkan karena laju
peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya
pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat
overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah
dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7.      Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran
dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter
yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
8.      IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan
yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir
kesepakatan dengan baik.
9.      Spekulan domestik ikut bermain (Wessel et al., hal. 22). Para spekulan inipun tidak
semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim
perbankan untuk bermain.
10.  Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas
menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa
menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.

9
Di lain pihak harus diakui bahwa sektor riil sudah lama menunggu
pembenahan yang mendasar, namun kelemahan ini meskipun telah terakumulasi
selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh masyarakat dan tidak cukup kuat
untuk menjungkir-balikkan perekonomian Indonesia seperti sekarang ini. Krisis
pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan akan valas dalam jangka
pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang menyebabkan nilai dollar AS
melambung dan tidak terbendung. Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan
untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar
negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia,
menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting
adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.

Program Reformasi Ekonomi IMF

            Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan


karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat
terdepresiasi. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya adalah mengembalikan
kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu sendiri menarik.
Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial.
            Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997.
Program reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang :
1.      Penyehatan sektor keuangan
2.      Kebijakan fiscal
3.      Kebijakan moneter
4.      Penyesuaian struktural.
            Karena dalam beberapa hal program-program yang diprasyaratkan IMF oleh
pihak Indonesia dirasakan berat dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah
negosiasi kedua yang menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter
of intent) yang ditanda-tangani pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50

10
butir. Saransaran IMF diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat
dengan cepat dan kurs nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil. Pokok-pokok dari
program IMF adalah sebagai berikut:
a.    Kebijakan Makro Ekonomi
o   Kebijakan fiscal
o   Kebijakan moneter dan nilai tukar
b.     Restrukturisasi Sektor Keuangan
o   Program restrukturisasi bank
o   Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan
c.    Reformasi Struktural
o   Perdagangan luar negeri dan investasi
o   Deregulasi dan swastanisasi
o   Social safety net
o   Lingkungan hidup

Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali menghadapi berbagai


hambatan, maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan supplementary
memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan
satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua persetujuan
sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang luar negeri
perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing program
dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang akan
dilaksanakan adalah :
1.      Menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia
2.      Memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan
3.      Memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang
efisien dan berdaya saing
4.      Menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta
5.      Kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga
ekspor bisa bangkit kembali

11
Ke-tujuh appendix adalah masing-masing :
1.      Kebijakan moneter dan suku bunga
2.      Pembangunan sektor perbankan
3.      Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4.      Reformasi BUMN dan swastanisasi
5.      Reformasi struktural
6.      Restrukturisasi utang swasta
7.      Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.

Dampak Dari Krisis Moneter

Krisis Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Negara yang
mengalaminya, ini disebabkan karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS,
yang melambung tinggi. Dampak yang terlihat seperti :
Ø  Banyak perusahaan yang terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat
membayar upah para  pekerjanya sehingga menambah angka pengangguran
Ø  Pemerintah kesulitan menutup APBN
Ø  Harga barang yang naik cukup tinggi, yang mengakibatkan masyarakat kesulitan
mendapat barang-barang kebutuhan pokoknya
Ø  Utang luar negeri melonjak
Ø  Harga BBM naik
Ø  Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter
Ø  Meningkatnya jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata
uang yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang
berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam
karena tingkat inflasi yang tinggi.

Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi. Sehingga
mengurangi pendapatan para pekerja yang lain. Banyak perusahaan yang meminjam
uang pada perusahaan Negara asing dengan tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal

12
itu menambah beban utang Negara. Dampak dari krisis moneter lebih banyak yang
negative dibandingkan dampak  positifnya. Itu di karenakan krisis ini mengganggu
kesejahteraan masyarakat. 
                                                    
Ciri Negara Yang Mengalami Krisis Moneter

Ciri ciri suatu negara yang rentan terhadap krisis moneter :


1.      Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
2.      Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
3.      Defisit neraca pembayaran yang besar
4.      Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
5.     Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran Jika ciri ciri di atas dimiliki oleh sebuah
negara, maka dapat dipastikan Negara tersebut hanya menunggu waktu mengalami
krisis ekonomi.

Kebijakan Moneter Dalam Menangani Krisis Moneter

Macam-macam kebijakan moneter dalam rangka mengatasi krisis moneter :


1.      Operasi pasar terbuka (Open market operation) terbuka adalah cara mengendalikan
uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah
(government security). Jika ingin menambah  jumlah uang beredar, pemerintahan
akan membeli surat berharga pemerintah.  Namun, bila ingin jumlah uang yang
beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada
masyarakat.

2.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate) adalah pengaturan jumlah uang beredar dengan


memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk
membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank

13
sentral, serta sebaliknya menaikan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar
berkurang.

3.      Rasio cadangan wajib (Reserve Requirement Ratio) adalah mengatur jumlah uang


yang beredar dengan memainkan  jumlah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan oleh pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan
rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan
rasio.

4.      Himbauan moral (moral persuasion) adalah kebijakan moneter untuk mengatur


jumlah uang beredar dengan jalan member himbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar
bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang
beredar pada perekonomian.

C.Perkembangan Ekonomi Internasional

Krisis ekonomi Asia yang berkepanjangan telah mengubah perkiraan


pertumbuhan ekonomi dunia tahun 1998 ketingkat yang lebih rendah dari perkiraan
sebelumnya. Misalnya IMF, dalam World Economic Outlook edisi Mei 1998,
merevisi kembali perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi sekitar 3 persen
dari perkiraan 3,5 persen pada bulan Desember 1998 dan 4,25 persen pada bulan
Oktober 1998.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah akan terjadi pada negara-negara


yang tahun ini masih mengalami krisis ekonomi, yaitu Indonesia, Korea, dan
Thailand. Negara-negara ini akan mengalami penurunan yang tajam pada sisi
permintaan domestik dan impornya. Pada skala yang lebih kecil, penurunan

14
pertumbuhan juga akan terjadi pada Malaysia, Filipina, dan beberapa negara Asia
Timur lainnya.

Di antara negara maju, prospek jangka pendek Jepang nampak memburuk.


Terkait dengan berbagai kesulitan ekonomi yang sedang dihadapi negara-negara Asia
yang merupakan mitra dagang utamanya, pemulihan ekonomi Jepang terhambat
karena berbagai persoalan ekonomi domestik, seperti sektor keuangan yang lemah
dan berbagai kesulitan yang ditimbulkan oleh hutang yang macet, keterlambatan
penerapan reformasi struktural, serta berkurangnya rangsangan fiskal dalam tahun
1997 seperti peningkatan pajak konsumsi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi negara-negara di Amerika Utara dan


Eropa Barat tetap pada tingkat yang terjaga. Kondisi permintaan domestik yang kuat
di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggeris serta beberapa negara Eropa Barat lainnya
diharapkan dapat mendorong perbaikan posisi neraca pembayaran yang diperlukan
negara-negara Asia sehubungan dengan menurunnya aliran modal asing masuk ke
kawasan tersebut. Negara-negara Asia yang sedang mengalami proses restrukturisasi
berpeluang untuk meningkatkan ekspor ke negara-negara maju tersebut.

Meskipun sejauh ini krisis negara-negara Asia masih terbatas pengaruhnya


pada pertumbuhan dunia, namun demikian kondisi krisis ini bersama-sama dengan
penurunan harga minyak bumi dapat menyebabkan perubahan yang cukup luas
terhadap perkembangan perdagangan dunia. Beberapa negara mungkin mengalami
akibat yang menyakitkan. Negara-negara tersebut diharapkan tidak mengadakan
hambatan perdagangan ataupun depresiasi nilai tukar yang berlebihan untuk
meningkatkan daya saingnya. Reaksi defensif ini akan berakibat ?counterproduktif?,
memperlambat proses keluar dari krisis, dan mengurangi potensi pertumbuhan
ekonomi dunia.

Krisis ekonomi di beberapa negara Asia (Korea Selatan, Malaysia, Indonesia,


Filipina, dan Thailand) memberikan efek pada pasar komoditi dunia melalui beberapa
saluran, seperti yang disampaikan dalam buletin Commodity Markets and The

15
Developing Countries edisi Februari 1998 dari Bank Dunia. Pertama, harga-harga
komoditi ekspor ke lima negara yang mengalami krisis akan turun dalam dollar AS
karena adanya devaluasi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang melambat dan harga
komoditi impor yang naik akan mengurangi permintaan akan impor. Ketiga, dua efek
terdahulu akan memberikan pengaruh pula pada pertumbuhan ekonomi negara lain
dengan besaran yang berbeda-beda. Keempat, harga komoditi yang turun pada
pasaran dunia akan mengurangi pula pendapatan ekspor negara-negara lain.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Moneter internasional dan sistem finansial memainkan peran sentral dalam


ekonomi politik global. Sejak akhir abad 19, awal pembentukan sistem ini melalui
berbagai transformasi dalam menanggapi perubahan kondisi politik dan ekonomi baik
level domestik maupun internasional. Perubahan yang paling dramatis adalah krisis
dalam pengintegrasian moneter internasional dan rezim internasional selama tahun-
tahun interwar.

Krisis ekonomi Asia yang berkepanjangan telah mengubah perkiraan


pertumbuhan ekonomi dunia tahun 1998 ketingkat yang lebih rendah dari perkiraan
sebelumnya. Misalnya IMF, dalam World Economic Outlook edisi Mei 1998,
merevisi kembali perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi sekitar 3 persen
dari perkiraan 3,5 persen pada bulan Desember 1998 dan 4,25 persen pada bulan
Oktober 1998.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah akan terjadi pada negara-negara


yang tahun ini masih mengalami krisis ekonomi, yaitu Indonesia, Korea, dan
Thailand. Negara-negara ini akan mengalami penurunan yang tajam pada sisi
permintaan domestik dan impornya. Pada skala yang lebih kecil, penurunan
pertumbuhan juga akan terjadi pada Malaysia, Filipina, dan beberapa negara Asia
Timur lainnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://alexandria05.blogspot.com/2014/10/makalah-sistem-moneter-
internasional.html
http://anissa1996.blogspot.com/2015/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
 http://www.chynsoncomputer.com/krisis-moneter/
https://www.bappenas.go.id/id/data-dan-informasi-utama/data-dan-statistik/
perkembangan-ekonomi-tahun-19971998/perkembangan-ekonomi-internasional/

18

Anda mungkin juga menyukai