Anda di halaman 1dari 9

BRETTON WOODS

Dalam ekonomi internasional, dikenal adanya suatu system yang memungkinkan Negara dapat saling
berhubungan satu dengan yang lain. System tersebut disebut sebagai system moneter internasional. System
keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak perkembangan dan transformasi dari
masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestic serta
internasional pada masing-masing masa.

System moneter pertama adalah system standar emas yang berjalan pada tahun 1870 hingga 1914. System
ini pertama kali muncul ketika pemerintah Inggris menetapkan nilai Poundsterling pada emas (Nopirin,
2011: 225). Kemudian karena berbagai sebab, banyak Negara yang percaya pada nilai emas ini. Standar
emas tersebut akhirnya juga diikuti oleh banyak Negara yang juga menerapkan system moneter ini. System
ini berahan hingga akhirnya pada tahun 1914 terjadi collapse karena mencetusnya Perang Dunia I serta serta
terjadinya depresi ekonomi dunia pada 1931 hingga 1934 (Nopirin: 226). Pada saat itu Negara-negara eropa
dilanda ketidakstabilan politik serta inflasi besar-besaran. System moneter pun akhirnya menjadi kacau.

Dalam kekacauan system moneter ini diperlukan adanya suatu system yang lebih kuat serta stabil. Hingga
akhirnya pada 1944 terjadi suatu konsesi antara 44 negara melalui Konferensi Bretton Wood di New
Hampshire, Amerika Serikat. Pada konferensi ini dikenalkan cetak biru moneter Bretton Woods. Dengan
kesepakatan Bretton Wood ini akhirnya melahirkan 3 pilar Perdagangan dan Moneter internasional, yaitu:
IMF, World Bank, dan GATT. Bretton Wood ini mensyaratkan bahwa yang menjadi patokan exchange rate
adalah mata uang dollar Amerika (US$), dimana pada saat itu per satu ons emas dihargai US$ 35 (Helleiner,
2008: 219). Dengan begitu Negara-negara yang menyepakati Bretton Wood ini akhirnya harus menggunakan
Fixed Exchange Rate dalam menentukan nilai tukar uang.

System Bretton Wood ini akhirnya goyah saat terjadi krisis pada awal 1970an. Pada saat itu standar tukar
emas dan adjustable-peg exchange-rate system mulai jatuh. Pada masa tersebut terjadi suatu berkurangnya
kepercayaan dan akhirnya menimbulkan ketidak percayaan bagi Negara-negara terhadap nilai tukar Dollar
Amerika (Helleiner: 222). Hal tersebut karena Amerika serikat tidak sanggup lagi menjaga likuiditas dolar
sekaligus ancaman ketidakpercayaan pasar. Pada waktu perang Vietnam, Amerika Serikat dimana mata
uangnya sebagai jangkar moneter begitu mudahnya menghadapi pembiayaan perang dengan begitu saja
mencetak uang dollarnya. Likuiditas dollar yang sangat besar dan banyaknya ternyata tidak sebanding
dengan emas yang dimiliki Amerika Serikat. Ini yang membuat Amerika Serikat dan juga Negara-negara
lainnya mulai menyadari bahwa keadaan ini berlangsung terus menerus maka timbul ancaman inflasi dan
krisis akibat terlalu banyak dollar yang beredar di pasar.

Dengan berakhirnya Bretton Wood ini membuat Negara-negara pada akhirnya memiliki tanggung jawab
yang sama untuk nilai mata uang terhadap nilai tukarnya masing-masing. Dengan demikian, system moneter
kemudian berubah menjadi Floating Exchange Rate dimana nilai tukar masing-masing negara diijinkan
untuk berfluktuasi sesuai dengan transaksi yang terjadi. Kurs mata uang dibiarkan mengambang sampai ke
kurs yang ditentukan oleh kekuatan pasar. Namun yang kemudian menjadi masalah adalah ketika kurs
dibiarkan mengambang, fluktuasi kurs mata uang dunia menjadi semakin tinggi dan semakin sulit diprediksi.
Fluktuasi yang sangat masif ini akhirnya mengakibatkan ketidak seimbangan eksternal. Oleh karena itulah
kemudian dikenal adanya istilah Casino Capitalism istilah ini merujuk pada suatu kondisi dimana seolah-
olah investor sedang berjudi dalam berbagai ketidakapstian atas nilai tukar kurs yang mengambang tersebut.
Dimana hal itu seringkali menghasilkan investasi jangka pendek yang terlalu berisiko dan riskan untuk
berubah maupun investasi jangka panjang yang “misaligned” (Helleiner, 2006: 225). Selain itu, hal ini juga
mencegah adanya capital flight, yaitu keadaan di mana modal domestic lari ke asing sementara
perekonomian domestik dilanda krisis. Floating exchange rate memaksa pemerintahan untuk tidak dengan
mudah bermain devaluasi dan revaluasi mata uang masing-masing karena nilai tukar akan terus menerus
berfluktuasi dengan sendirinya (Helleiner, 2002: 224).

Pada perkembangannya, negara-negara dalam regional tertentu meakukan integrasi mata uang yang
dianggap lebih memiliki stabilitas. Salah satu dan satu contohnya adalah pada 1970 Uni Eropa membentuk
gagasan integrasi moneter, yaitu European Monetary System (EMS) dan direalisasikan pada 1999 dengan
penggunaan mata uang tunggal bagi regional Eropa. Sejak 1999, negara-negara di kawasan Uni Eropa
kemudian menggunakan mata uang Euro sebagai mata uang tunggal bagi Negara-negara anggota Uni Eropa.
Sistem moneter Eropa memicu spekulasi investasi yang lebih intens akibatnya terjadi krisis ekonomi Eropa
pada 1992-1993. Terdapat banyak kontroversi, pembentukan EMS dituduh memuat dampak politis bagi
German sebagaimana Amerika terhadap Bretton Woods (Helleiner, 2006: 228).

Referensi:

 Heleiner, Eric. 2008. “The Evolution of The International Monetary and Financial System” dalam
Revenhill, John. Global Politic Economy. Oxford: Oxford University Press
 Frieden, Jeffrey A. 2006. “The End of Bretton Woods” dalam Global Capitalism: It’s Falls and Rise
in Twentieth Century. New York: W.W Norton & Co. Inc
 Strange, Susan. 1986. “Casino Capitalism” dalam Casino Capitalism. Oxford: Bosil Blackwell ltd

Sistem Bretton Woods


Sistem Bretton Woods (1944-1976) (bahasa Inggris: Bretton Woods System) adalah sebuah sistem
perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New
Hampshire pada tahun 1944[1]. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat dan
Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana
Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia[1]. Sistem Bretton Woods dibentuk
dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan
stabilitas internasional, namun dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar
tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang[1].

Daftar isi
 1 Sejarah
 2 Tujuan Konferensi Bretton Woods
 3 Institusi-institusi keuangan dunia
o 3.1 Dana Moneter Internasional
o 3.2 Bank Dunia
o 3.3 Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan
 4 Keruntuhan Sistem Bretton Woods
 5 Rujukan

Sejarah
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem perekonomian
merkantilisme.[2] Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan memakmurkan negara dengan
memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam kas negara.[3] Aktor utama dalam sistem
perekonomian menurut kaum merkantilis adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi
pemerintah yang sedang melakukan pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada
pencapaian kepentingan nasional negara secara maksimal.[3] Namun sistem perdagangan ini hancur seiring
dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak negara-negara menjadi proteksionis terhadap komoditas
atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem mata uang selama perang terjadi. [4]
Dilatarbelakangi oleh semangat liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang
bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap
pasar.[4]. Dan semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya konferensi di Bretton Woods
pada tahun 1944[4].

Tujuan Konferensi Bretton Woods


Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton Woods [4], yaitu:

1. mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional dan
2. menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara
negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II.
Institusi-institusi keuangan dunia
Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, Konferensi Bretton Woods juga menghasilkan tiga badan
ekonomi internasional [4], yaitu:

Dana Moneter Internasional

Dana Moneter Internasional (bahasa inggris: International Monetary Fund) didirikan pada tahun 1945,
dengan ditandatanganinya pasal-pasal di dalam perjanjian yang merupakan hasil dari Konferensi Bretton
Woods tahun 1944 oleh 29 negara, dan mulai beroperasi pada tahun 1947[2] Mandat yang diberikan kepada
institusi ini sesuai dengan yang tertera di dalam Pasal 1 dari Pasal Asli Perjanjian [2] adalah:

 pertama, meningkatkan kerjasama moneter internasional menuju institusi yang permanen yang
menyediakan jasa pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter internasional;
 kedua, memfasilitasi upaya perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan
internasional dan mendorong peningkatan derajat buruh dan pemasukan sektor riil dan mendorong
sumber daya yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi setiap anggota;
 ketiga, meningkatkan stabilitas nilai tukar dengan tujuan mengatur nilai tukar di antara para anggota,
serta mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap nilai tukar;
 keempat, membantu pembentukan sistem pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan
untuk memudahkan transaksi antar negara anggota serta menghapus hambatan pertukaran asing yang
akan mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia;
 kelima, mereka kesempatan untuk memperbaiki persoalan dalam neraca pembayaran tanpa
menggunakan langkah-langkah yang memperburuk kesejahteraan nasional maupun internasional;
*keenam, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, IMF bertujuan untuk mempercepat penyelesaian krisis
yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca pembayaran negara-negara anggota.

Bank Dunia

Bank Dunia (bahasa inggris: World Bank)merupakan institusi keuangan yang semula bernama (Inggris)
International Bank fo Reconstruction and Development yang didirikan bersama-sama dengan institusi Dana
Moneter Internasional pada Konferensi Bretton Woods tahun 1944. Adapun tujuan dari dibentuknya Bank
Dunia [4]adalah:

 pertama, membantu negara-negara anggota dalam hal pembangunan dan rekonstruksi;


 kedua, meningkatkan investasi swasta asing dalam lingkup peningkatan garansi atau partisipasi
dalam peminjaman dan investasi jenis lain yang dibuat oleh investor swasta; *ketiga, menyediakan
(di bawah keadaan tertentu) keuangan yang diperuntukkan bagi tujuan produktif;
 keempat, meningkatkan keseimbangan pertumbuhan jangka panjang dalam perdagangan
internasional dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran;
 kelima, mengatur kebijakan dasar dalam rangka memberikan prioritas kepada proyek yang memiliki
lebih banyak nilai manfaat dan nilai kepentingan;
 keenam, membangun operasi yang bertujuan untuk efek investasi internasional dalam hal kondisi
bisnis di negara-negara anggota.

Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan

Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan (bahasa inggris: General Agreement on Tariffs and
Trade) adalah sebuah institusi yang dihasilkan melalui Konferensi Bretton Woods namun tidak pernah
memasuki masa pemberlakuan (bahasa inggris: enter into force) dan beroperasi di bawah naungan Protokol
mengenai Provisi Aplikasi yang ditandatangani oleh 23 negara pada tahun 1947 [4] Namun, institusi ini
berubah nama menjadi Organisasi Perdagangan Dunia (bahasa inggris: World Trade Organization) yang
merupakan institusi resmi yang didirikan pada 1 januari 1995 melalui Putaran Uruguay ((bahasa
inggris:Uruguay Round) setelah melalui serangkaian negosiasi panjang selama kurang lebih 7 tahun [2]
Tujuan dari didirkannya institusi ini adalah untuk membuat prinsip-prinsip umum dan aturan-aturan dalam
rangka meliberalisasi perdagangan internasional melalui perjanjian multilateral dengan mereduksi hambatan-
hambatan yang dibuat oleh masing-masing negara yang berkaitan dengan perdagangan dan mengeliminasi
segala bentuk diskriminasi di antara negara-negara anggota [4] Berbeda dengan institusi lainnya yang
dihasilkan memalui Konferensi Bretton Woods, institusi ini memiliki 3 prinsip utama [5], yaitu:

 Non-diskriminasi, di mana pembatasan perdagangan tidak boleh dilakukan dengan mengistimewakan


satu rekanan dan mengabaikan rekanan yang lain.
 Penghapusan hambatan perdagangan, jika suatu industri memerlukan proteksi maka tidak boleh
dengan menggunakan hambatan kuantitaif, seperti kuota dan hambatan-hambatan non-tarif lainnya.
 Konsultasi di kalangan negara-negara anggota untuk menyelesaikan pertikaian yang mungkin timbul.

Keruntuhan Sistem Bretton Woods


Sistem Bretton Woods bubar pada tahun 1976 setelah beberapa negara di Eropa mengalami kehancuran
ekonomi sehingga tidak lagi bisa menjadi partner perdagangan Amerika Serikat, disamping itu resesi
ekonomi dunia yang berlangsung besar-besaran pada periode waktu itu telah mendorong negara-negara di
dunia untuk mengedepankan kepentingan nasionalnya masing-masing [5]

Rujukan
1. ^ a b c (Inggris) Robert Gilpin dan Jean M. Gilpin. The Political Economy of International Relations.
1987. Princeton University Press. New Jersey. Page 131. ISBN 0-691-07732-0/ISBN 0-691-02262-3
2.

Bretton Woods System, Sistem Ekonomi Penjalin Kerjasama Global

Sejarah Bretton Woods System


Dalam pembahasan tentang merkantilisme, Anda akan melihat bagaimana negara-negara di Eropa berupaya
‘menumpuk logam mulia’ dengan menggenjot surplus perdagangan. Kebijakan merkantilisme terutama sangat
berkaitan dengan kebijakan ekonomi yang bersifat proteksionisme dengan mencegah impor dan menstimulus
ekspor. Menurut Gilpin, selain proteksionisme perdagangan, terjadi juga war currency dan instability currency dalam
bidang kurs mata uang (Gilpin, 1987:130).

Modern globalization yang ditandai dengan eksistensi Pax Britannica[1] (1815-1914) (Peet, 2003:29). Saat itu Inggris
mendominasi industri, memiliki kekuatan merkantilis yang besar, merupakan pasar utama bagi produk pertanian dan
berperan sebagai eksportir-importir terbesar di dunia.

Pada Perang Dunia I (1914-1919), Inggris “kehilangan” kekuatan politiknya dengan Prancis, Jerman, dan Rusia. Pada
Perjanjian Versailles yang dilakukan setelah Perang Dunia I, para sekutu pemenang perang tersebut lebih memilih
berkonsentrasi di bidang politik, seperti batas wilayah nasional, koloni, keamanan dan ganti rugi akibat perang (Peet,
2003:29). AS awalnya tidak terlalu mempermasalahkan kegiatan perekonomian, namun ketika terjadi Great
Depression tahun 1929 AS fokus untuk memulihkan kondisi perekonomian. Great Depression berdampak pada
menurunnya daya beli masyarakat, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar, dan berkembangnya pengangguran.
Sebagai respon dari krisis ini, masa “peralihan” dari perang ini ditandai dengan mulai munculnya beberapa kerja
sama ekonomi antara negara-negara maju dan kapitalis. Runtuhnya Pax Britannica digantikan oleh Pax
Americana[2].

Great Depression membuat AS menerapkan politik proteksionisme dan isolasionisme demi menjaga
perekonomiannya agar tidak kembali mengalami krisis. Politik ekonomi seperti proteksionisme dan isolasionisme
mendapat tentangan dari kaum Liberalis, seperti Adam Smith dan J. S. Mill. Smith menganggap bahwa keuntungan
nasional sebuah negara tidak semata-mata adalah kerugian negara lainnya, namun dengan saling bekerja sama
melalui sebuah pasar yang terbuka, seluruh negara di dunia akan dapat saling menguntungkan (Peet, 2003:32).
Bahkan Mill menganggap bahwa melalui perdagangan, perdamaian dapat diwujudkan dan perang dapat dicegah –
commerce not only brought about peace, but also rendered war obsolete(Peet, 2003:32).
Bretton Woods Systems (BWS) adalah suatu sistem ekonomi yang berkaitan dengan politik dunia. Dimana saat itu
dunia secara politik terikat dalam sistem imperialisme. Sedangkan secara ekonomi sitem pertukaran moneter
internasional masih diatur dengan standar emas, dimana sirkulasi mata uang nasional tergantung dari jumlah emas
yang dimiliki bank sentralnya. Selain itu, sebelum PD II sistem ekonomi diatur secara bebas melalui self-
regulating dengan natural flow uang dan modal (Peet, 2003:29).

Saat perekonomian dunia memasuki babak baru, terjadi dengan devaluasi yang kompetitif serta currency yang
fluktuatif, karena setiap blok ekonomi yang ada berusaha mengatasi permasalahan pembayaran hutang serta
permasalahan ekonomi lain at the expense of the others (Gilpin, 1987:130). Kekacauan ekonomi yang pada saat itu
terjadi juga membawa sistem ekonomi internasional ke dalam fragmentasi seperti adanya “blok Sterling”, “blok
Dollar”, “blok Emas” serta Jerman, Jepang dan Italia yang menciptakan Autarkic Empire (Gilpin, 1987:130).

Setelah adanya babak baru tersebut, sekitar pertengahan tahun 1930 AS mulai berkeinginan untuk mengambil alih.
Tanggal 1-22 Juli 1944, di sebuah kota bernama Bretton Woods, New Hampshire diadakan sebuah pertemuan
bersejarah (Peet, 2003:27). Pertemuan berlangsung antara AS (AS) dan Inggris, beserta 44 negara negara aliansi AS
dan Inggris serta satu negara netral (Argentina). Tujuan pertemuan itu adalah membentuk suatu kerja sama
internasional “mengamankan” perdamaian dan kesejahteraan dunia. Kerja sama tersebut akan menciptakan pasar
dunia dengan modal dan barang yang bergerak dengan bebas yang kemudian diregulasi di bawah sebuah institusi
global yang memiliki kepentingan meningkatkan stabilitas dunia. Pertemuan panjang tersebut, yang dihadiri oleh
John Maynard Keynes (Inggris) dan Harry Dexter White (AS), melahirkan ‘System Bretton Woods’ (BWS). Walaupun
perjanjian Bretton Woods ditandatangani tahun 1944, namun pelaksanaannya baru bisa dijalankan dengan baik pada
tahun 1947 (Frieden, 2006:289).

Pertemuan di Bretton Woods ini dilakukan melalui beberapa pertimbangan (Peet, 2003:39):

1. Saat itu kekuatan dunia terkonsentrasi hanya di beberapa wilayah, seperti Amerika Utara dan Eropa Barat sehingga
diperlukan sebuah kesepakatan yang dapat mengatur perekonomian dan perkembangan seluruh dunia.

2. BWS dapat terwujud karena adanya kepercayaaan negara-negara peserta bahwa kapitalisme dapat menjadi sistem
perekonomian dunia, yang kemudian digabungkan dengan Keynesianisme pasca-PD II.

3. Adanya kemampuan AS untuk menjadi pemimpin ekonomi dunia. Menjelang akhir dan pasca PD II, AS menikmati
pertumbuhan pasar yang besar dalam barang konsumsi, kapabilitas produksi yang meningkat, dan kuatnya nilai mata
uang.

Sistem Bretton Woods


Tiga pilar Bretton Woods System, yaitu:

1. moneter, melalui IMF (International Monetary Fund) untuk mengatasi permasalahan utang negara;

2. perdagangan, melalui GATT, sekarang WTO (World Trade Organization), menginginkan adanya perdagangan yang
lebih bebas baik dalam sektor barang maupun modal;

3. rekonstruksi, memperbaiki keadaan perekonomian negara pasca perang dengan mendirikan IBRD (International
Bank for Reconstruction and Development) yang kemudian beralih nama menjadi World Bank.

Sistem ini menggunakan fixed exchange rate dengan menggunakan standar dollar-emas sehingga secara efektif
mengakhiri sistem standar emas yang umum digunakan sebelumnya. Jika dalam sistem standar emas mata uang
suatu negara dikonversikan langsung dengan emas, konversi yang ditetapkan BWS melalui perantaraan dollar
dengan standarnya kurang lebih adalah $35 = 1 ons emas (economics.about.com).

Kombinasi tatanan baru internasional dengan otonomi nasional, pasar yang berbasis masyarakat sosial,
kesejahteraan dengan stabilitas sosial dan demokrasi dalam sistem ini pada akhirnya memang membawa stabilitas
yang lebih baik dalam perekonomian dunia dengan berbagai penyesuaian di negara tertentu.
Referensi:

(n.d.). Dipetik tanggal 8 April 2011, dari: http://www.time.com/time/business/article/0,8599,1852254,00.html

(n.d.). Dipetik tanggal 8 April 2011, dari: http://economics.about.com/od/foreigntrade/a/bretton_woods.htm

DINAR Emas memiliki 3 fungsi : Sebagai alat tukar, timbangan yang adil dan perlindungan Nilai. Dinar Emas untuk
membangun ketahanan ekonomi dan memakmurkan ummat, tetapi tidak untuk ditimbun

Dasar/Hadits Diperbolehkannya Perdagangan Dinar (Emas)


Hadits Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit,
Nabi Muhammad SAW bersabda : “ (Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta
secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai ”

Pergerakan Harga Dinar 24 Jam

Dinar dan Dirham

Dinar adalah koin yang terbuat dari emas dengan kadar 22 karat (91,7 %) dan berat 4,25 gram. Dirham adalah koin
yang terbuat dari Perak Murni dengan berat 2,975 gram. Khamsah Dirham adalah koin yang terbuat dari Perak murni
dengan berat 14,875 gram. Di Indonesia, Dinar dan Dirham diproduksi oleh Logam Mulia, unit bisnis dari PT Aneka
Tambang, Tbk, dan oleh Perum PERURI ( Percetakan Uang Republik Indonesia) disertai Sertifikat setiap kepingnya.
Dinar dan Dirham saat ini belum diakui secara resmi oleh Pemerintah sebagai alat tukar, sehingga pengenalan
kembali Dinar dan Dirham di kalangan umat, digunakan pendekatan sebagai bentuk investasi/tabungan dan
pelindung aset/harta umat. Dinar sebagai mata uang yang berasal dari Dunia Islam, sepanjang sejarah telah terbukti
memiliki daya beli yang stabil lebih dari 1400 tahun. Dalam kurun 40 tahun terakhir, Rupiah mengalami penurunan
daya beli akibat INFLASI rata-rata 8 % per tahun, sedangkan US Dollar mengalami penurunan rata-rata 5 % per tahun.
Sebaliknya dalam kurun waktu yang sama, nilai Dinar mengalami kenaikan nilai rata-rata 28,73 % per tahun terhadap
Rupiah dan kenaikan rata-rata 10,12 % per tahun terhadap US Dollar. Bandingkan dengan bagi hasil Deposito di Bank
yang berkisar 6 % - 8 %. Dinar dapat digunakan sebagai investasi/tabungan jangka menengah/panjang, sangat cocok
untuk rencana jangka panjang seperti menunaikan ibadah haji, biaya pernikahan anak, biaya sekolah anak, biaya
membeli/perbaikan rumah, warisan (Islam melarang kita meninggalkan keturunan yang lemah) dan lain sebagainya.
Beban biaya dan kebutuhan hidup yang semakin berat memang tidak terasa ... dengan asumsi inflasi 7,5 % per tahun
saja, biaya hidup kita dalam Rupiah akan meningkat lebih dari 100 % dalam 10 tahun mendatang. Kekuatan khasanah
keadilan mata uang Dinar dapat dimanfaatkan untuk melindungi aset/harta kita dari kehancuran/penurunan nilai
uang seperti yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu Sanering Rupiah tahun 1965 dan Krisis Moneter tahun 1997-
1998.

24 Juli 2009
Bretton Woods (I) Gagal ..Bretton Woods (II) Jika Ada ...??

Pertemuan puncak 20 pemimpin negara yang memiliki fokus


pada financial market dan ekonomi dunia di Wahington, D.C. November tahun lalu, rame disebut-sebut sebagai cikal
bakal Bretton Woods II.

Apa sih Bretton Woods ini ? mari kita lihat kebelakang sejarahnya.

Cerita Bretton Woods ini bermula pada bulan July tahun 1944 ketika Amerika merasa telah memenangi
sebagian besar Perang Dunia II, maka mereka memprakarsai konferensi di Bretton Woods yang kelak akan
mengatur system keuangan dunia.

Inti kesepakatan Bretton Woods awalnya adalah janji Amerika Serikat untuk mendukung uang Dollar-nya
secara penuh dengan emas yang nilainya setara. Kesetaraan ini mengikuti konversi harga emas yang
ditentukan tahun 1934 oleh Presiden Roosevelt yaitu US$ 35 untuk 1 troy ons emas. Negara-negara lain
yang mengikuti kesepakatan tersebut awalnya diijinkan untuk menyetarakan uangnya terhadap emas
ataupun terhadap Dollar. Dengan kesepakatan ini seharusnya siapapun yang memegang Dollar dengan
mudah menukarnya dengan emas yang setara.

Namun kesepakatan Bretton Wood yang digagas oleh Amerika ternyata juga diingkari sendiri oleh
Amerika. Secara perlahan tetapi pasti mereka ternyata mengeluarkan uang yang melebihi kemampuan
cadangan emasnya, bahkan secara sepihak mereka tidak lagi mengijinkan mata uang lain disetarakan
terhadap emas , harus dengan Dollar.

Pemegang Dollar juga tidak bisa serta merta menukarnya dengan emas yang setara, tentu hal ini karena
Amerika Serikat memang tidak memiliki jumlah cadangan emas yang seharusnya dimiliki setara dengan
jumlah uang yang dikeluarkan – saat itu Amerika hanya memiliki 22 % dari jumlah cadangan emas yang
harusnya mereka miliki !

Ketidakadilan ini mulai mendapatkan protes oleh sekutu Amerikat sendiri yaitu Generale De Gaulle dari
Perancis. Pada tahun 1968 Degaulle menyebut kesewenang-wenangan Amerika sebagai mengambil hak
istimewa yang berlebihan atau exorbitant privilege.

Tekanan dan ketidak percayaan terus berlanjut dan Negara-negara sekutu Amerika Serikat terus menukar
Dollarnya dengan emas. Praktis saat itu hanya Jerman yang tetap mendukung Dollar dan tidak menukar
dollarnya dengan emas.

Puncak kesewenang-wenangan Amerika terjadi pada tahun 1971 ketika secara sepihak Amerika Serikat
memutuskan untuk tidak lagi mengaitkan Dollar-nya dengan cadangan emas yang mereka miliki – karena
memang mereka tidak mampu lagi !

Kejadian yang disebut Nixon Shock tanggal 15 Agustus 1971 ini tentu mengguncang dunia karena sejak
saat itu sebenarnya Dollar Amerika tidak bisa lagi dipercayai nilainya sampai sekarang.

Berdasarkan kesepakatan Bretton Woods seharusnya US$ 35 setara dengan 1 troy ons emas, sekarang atau 38 tahun
kemudian perlu US$ 950 untuk mendapatkan 1 troy ons emas. Artinya Dollar Amerika saat artikel ini ditulis hanya
bernilai 3.68 % dari nilai yang seharusnya apabila Amerika Serikat memenuhi janjinya dalam kesepakatan Bretton
Woods yang diprakarsainya.

Dengan kegagalan Bretton Woods tersebut seharusnya badan-badan pelaksana konsep ini yaitu IMF dan Bank Dunia
juga harus ditutup karena mereka telah gagal menjalankan fungsinya.

Ironisnya bukan ini yang terjadi, kurang lebih empat bulan setelah terang-terangan Amerika mengingkari janjinya di
Bretton Woods, tepatnya tanggal 18 Desember 1971 mereka melahirkan apa yang disebut Smithsonian Agreement.

Perjanjian yang diteken di Smithsonian Institute bersama negara negara industri yang disebut G 10 inilah yang
menandai berakhirnya era fixed exchange rate dengan back up emas, menjadi rejim floating exchange rate yang
diikuti oleh seluruh negara anggota IMF termasuk Indonesia sampai sekarang.

Sejak tahun 1971 tersebut praktis seluruh otoritas moneter dunia menggunakan kembali uang fiat murni yaitu uang
yang tidak didukung oleh adanya cadangan emas. Uang fiat (dari bahasa latin yang artinya let it be done !,
terjemahan bebasnya kurang lebih “emangnye gue pikirin…”) adalah uang yang dibuat dari barang yang tidak senilai
dengan uang tersebut, bisa berupa kertas, catatan pembukuan semata (accounting entry) di bank, atau bahkan
hanya bit binari dalam memori computer. Karena asalnya tidak bernilai, kemudian dipaksakan harus diakui nilainya –
maka uang fiat ini nilai dan keabsahannya ditentukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu negara – oleh
karenanya juga menjadi pembayaran yang syah (legal tender) dalam perdagangan, pembayaran hutang dlsb.

System yang gagal ini yang mau dihidupkan kembali oleh para ekonom dan beberapa pemimpin negara. Saya sendiri
pesimis kalau Bretton Wood II akan bisa terwujud. Seandainya toh ini terwujud, saya yakin Bretton Wood II akan
mengulangi kegagalannya persis seperti yang dulu.

Mengapa saya demikian yakin, bahwa kalau toh ada Bretton Woods II pasti gagal ? Keyakinan ini timbul tidak lain
karena kita punya sumber berita yang valid sepanjang zaman. Yang memberitakan-pun adalah Yang Maha Tahu. Yang
ditetapkanNya pasti terjadi.
Kita diberitahu oleh Yang Maha Mengetahui; agar kita hati-hati mempercayakan urusan keuangan kita pada Yahudi
karena lebih besar kemungkinan mereka yang berkhianat dibandingkan yang tidak, bahkan mereka menganggap kita
sebagi orang-orang umi yang harta kita bisa diambil mereka secara sepihak. Ayatnya sebagai berikut :

”Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya
kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu Dinar, tidak
dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan:
"Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang umi”. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka
mengetahui” (QS 3 : 75).

Nixon Shock 1971 adalah salah satu bukti pengkhianatan mereka atas kepercayaan Dunia terhadap
mereka.

Berita lainnya yang sudah sering sekali saya kutip adalah berita bahwa ekonomi yang dibangun atas dasar
Riba, pasti dimusnahkanNya (QS 2 :276).

Mungkin timbul dibenak Anda bahwa bukankah Bretton Woods menggunakan emas sebagai dasar untuk
pencetakan uang; Dinar juga menggunakan emas sebagai uang. Lantas apanya yang berbeda ?

Dalam Islam, uang hanya sebagai alat atau timbangan agar muamalah bisa berjalan secara adil – Dinar
memerankan sebagai timbangan yang adil tersebut.

Agar timbangan tersebut tetap selalu ada di masyarakat yang membutuhkannya – agar muamalah selalu
bisa berjalan secara adil; maka serangkaian aturan syariah yang ketat harus ditaati oleh umat ini, antara
lain :

· Larangan menimbun.

· Larangan riba.

· Larangan menggunakan emas sebagai tempat makan dan sejenisnya.

· Larangan laki-laki menggunakan perhiasan emas.

· Dorongan agar harta selalu berputar – tidak hanya pada golongan yang kaya.

Jadi yang memungkinkan system Dinar berjaya dulu (dan juga Insya Allah kelak) bukan semata-mata
Dinarnya saja, tetapi seluruh system keadilan berjalan.

Apabila sekarang yang akan dilakukan hanya menggunakan Emasnya saja sebagai referensi; tetapi system
penunjangnya secara keseluruhan masih sangat mungkar – riba dan spekulasi masih meraja lela – maka
emas sendirian – tidak akan banyak membawa perubahan.

Terlepas bahwa kecil kemungkinan Bretton Woods II bisa terwujud apalagi bisa sukses, sebenarnya ada
hikmah lain yang bisa kita ambil dari mulai dibicarakannya Bretton Woods oleh para ekonom dan
pemimpin dunia. Hikmah ini adalah pengakuan mereka dalam tindak - bahwa emaslah sesungguhnya uang
yang seharusnya selalu menjadi rujukan. Wallahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai