Anda di halaman 1dari 25

TUGAS RESUME

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI


“ Materi Pertemuan 1-6”

Dosen Pengampu : Dra. Regina, MP

Disusun Oleh :
Mei Krisselin Yesaro
BAA 118 020

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PALANGKARAYA

RESUME SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI


Pertemuan 1 :
 SOSIALISME SEBELUM MARX
Sejak awal dikembangkannya ajaran liberalisme-kapitalisme telah mengundang
berbagai reaksi yang kritis dari berbagai pihak. Reaksi tidak hanya dalam bentuk
perdebatan secara teoritis, melainkan juga dalam bentuk gerakan politik.
Dibawah panji-panji kapitalisme (tahap awal) di Eropa, golongan borjuis mulai
menguasai negara. Oleh kaum borjuis negara dijadikan sebagai kekuatan dan alat
pemaksa untuk mengatur organisasi ekonomi-politik dan kemasyarakatan guna
memenuhi berbagai kepentingan mereka. Adapun pokok-pokok pikiran dari tokoh
ekonomi sosialis secara garis besar dapat dipilih atas tiga kelompok :
1. Dari kelompok pemikir sosialis sebelum Marx
2. Pandangan Marx dan Engels; dan
3. Kelompok pemikir sosialis sesudah Marx
Dari kelompok pertama (sosialisme sebelum Marx) sendiri dapat pula dibagi atas
kelompok pemikir sosialis yang cenderung “utopis” dan kelompok pemikir yang
mencoba merealisasi gagasan-gagasan mereka dengan membentuk komunitas-
komunitas bersama.
A. Pengertian Sosialisme/Komunisme
Istilah sosialisme sendiri bisa digunakan untuk menunjukan sistem ekonomi. Selain
itu, bisa juga digunakan untuk menunjukkan aliran falsafah, ideologi, cita-cita, ajaran-
ajaran, atau gerakan. Sosialisme oleh sementara orang juga diartikan sebagai bentuk
perekonomian yang pemerintahnya paling kurang bertindak sebagai pihak yang
dipercayai oleh seluruh warga masyarakatnya.
Aliran sosialisme sebelum Marx (yang lebih bersifat utopis) sering dimasukan
kedalam “sosialis”, sedangkan sosialisme yang dikembangkan Marx digolongkan
kedalam “marxisme”. Disebut “marxisme” karena jasa Marx sangat besar dalam
mengembangkan dan mempopulerkan aliran sosialis-komunis ini. Akan tetapi, kemudian
paham marxisme ini juga mengalami perkembangan. Jenis-jenis Marxisme juga
bervariasi, mulai dengan marxisme ortodoks, neo-marxis, human-marxis, aliran Kiri Baru
(New Left), sosialis independen, dan sebagainya. Semua aliran marxisme tersebut pada
intinya sama-sama melihat, mempertanyakan, dan membahas mengapa dan bagaimana
pola produksi kapatalis telah mengubah formasi social-ekonomi masyarakat prakapitalis.
Namun yang terjadi justru proses yang membawa kedalam ketidakstabilan ekonomi dan
bukannya proses pembangunan atau kemajuan.
B. Sosialisme Utopis
Tokoh sosialis-utopis yang paling terkenal adalah Sir Thomas More (1478-1535).
Bahkan istilah “sosialis-utopis” diberikan karena More pernah menulis tentang sebuah
“negara impian” dalam sebuah tulisannya yang sangat terkenal : “Utopia”. Dari
gambarannya tentang negara Utopia sebagaimana dijelaskan dalam bukunya tidak sulit
ditebak bahwa Thomas More juga dapat digolongkan sebagai penganut
sosialisme/komunisme. Namun, jika ditelusuri dari latar belakang penulisan buku, yang
dimaksud More sungguhnya adalah menyindir kehidupan social-ekonomi masyarakat di
inggris pada abad ke-XVI, pada masa itu perbandingan antara kaya dengan miskin sangat
mencolok. Buku-buku yang sifatnya utopia tersebut banyak mempengaruhi pemikir-
pemikir sosialis lain dikemudian hari. Misalnya, pandangan Comte de Saint Simon
(1760-1825), jelas sangat dipengaruhi oleh pandangan Francis Bacon melalui bukunya
New Atlantis. Ia mengatakan bahwa sistem produksi dalam suatu organisasi social sangat
penting artinya.
C. Sosialisme Komunitas Bersama
Tokoh-tokoh sosialis yang merealisasi cita-cita mereka dalam kenyataan antara lain
yaitu Robert Owen (1771-1858), Charles Fourier (1772-1837), dan Louis Blanc (1811-
1882). Ide owen tentang gerakan sosialis dapat dilihat dalam bukunya : The New View of
Society (1816). Owen juga memperjuangkan peran pemerintah dalam pembangunan
desa-desa komunal berdasarkan asas koperasi. Untuk merealisasi idenya, ia mendirikan
percontohan di New Harmony, Indiana, Amerika Serikat. Sayangnya percobaan tersebut
tidak berlangsung bertahan lama.
Charles Fourier adalah pengikut ajaran Saint Simon, yang dalam banyak hal juga
banyak kesamaannya dengan Owen. Bedannya adalah ia mendirikan komunitas
berdasarkan asas koperasi dalam sebuah Parallelogram, Fourier mendirikan phalanges,
atau phalanax. Namun sayangnya kebanyakan phalanx-termasuk Amerika Serikat-hanya
dapat bertahan hidup beberapa tahun saja.
Tokoh terakhir yang merealisir cita-citanya dengan membentuk sebuah komunitas
bersama adalah Louis Blanc. Namun Blanc hanya khusus untuk koperasi produksi yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Ia memberikan
kesempatan kepada para pekerja untuk memilki perusahaan. Akan tetapi koperasi atas
gagasan Blanc ini kenyataannya tidak berhasil karena beberapa hal, kekurangan modal,
tidak kuat mengikuti persaingan dalam sistem liberal kapitalis, serta kelemahan
pengelolaan.
Dapat dikatakan bahwa ide-ide para pemikir sosialis, kebanyakan masih bersifat
utopis bersifta angan-angan, yang dinilai Marx terlalu naif untuk diikuti. Barulah
ditangan Marx, ide sosialisme memperoleh “landasan ilmiah”, paling kurang menurut
anggapan Marx sendiri
Pertemuan 2 :
 SOSIALISME MARX (MARXISME)

A. Kecaman Marx terhadap Sistem Kapitalis


Dari segi moral Marx melihat bahwa sistem kapitalis mewarisi ketidakadilan dari
dalam. ketidakadilan Ini akhirnya akan membawa masyarakat kapitalis kearah kondisi
ekonomi dan sosial yang tidak bisa dipertahankan. Walaupun ada pengakuan bahwa
sistem yang didasarkan pada mekanisme pasar ini lebih efisien, sistem ini tetap dikecam.
Hal itu karena sistem liberal tersebut tidak peduli tentang masalah kepincangan dan
kesenjangan sosial. dengan menerapkan dalam "upah besi" Kaum Buruh dalam sistem
perekonomian liberal tidak akan pernah mampu mengangkat derajatnya lebih tinggi
karena sebagaimana diucapkan Marx "pasar bebas memang telah mentakdirkan nya
demikian". Untuk mengangkat harkat para buruh yang sangat menderita dalam sistem
liberal tersebut maksud mengajak Kaum Buruh untuk bersatu. Sistem perekonomian
liberal kapitalis harus digantikan dengan sistem lain yang lebih memperhatikan masalah
pemerataan bagi semua untuk semua yaitu sistem perekonomian sosialis komunis.
Alasan lain sistem perekonomian liberal harus diganti ialah karena sistem liberal
cenderung menciptakan masyarakat berkelas kelas yaitu kelas kapitalis yang kaya raya
dan kelas buruh yang sangat papa. Tidak menginginkan bentuk masyarakat berkelas kelas
seperti ini. "obat" satu-satunya yang dapat dilakukan dalam usaha maka tanpa kelas itu
adalah dengan memperjuangkan sistem sosialis komunis.
Atas pandangan yang sangat skeptis di atas, tidak mengherankan jika Marx meramal
bahwa satu masa sistem kapitalis akan hancur. Menurut ramalan Max, sistem kapitalis
hancur bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain melainkan karena keberhasilannya
sendiri. bagi Marx sistem kapitalis adalah suatu sistem yang sudah busuk dari dalam dan
tidak mungkin diperbaiki untuk membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih baik
tidak ada jalan lain ke Roma sistem liberal atau kapitalis tersebut harus dihancurkan dan
diganti dengan sistem yang lain yang lebih manusiawi, yaitu sistem sosialis komunis. 

B. Teori Pertentangan Kelas


 Dalam buku Manifesto komunis dapat diikuti Bagaimana teori Marx tentang
pertentangan kelas. menurut Marx,  sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang
pada hakikatnya nya adalah sejarah pertentangan kelas. di zaman kuno ada kaum
bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. bahkan di zaman modern sekarang ini
juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga
kerja untuk dijual kepada majikan. di samping itu cuma ada masyarakat kaya (the haves) 
masyarakat tak berpunya ( the haves not).
 Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari
kehidupan ekonomi masyarakat. Menurut pengamatan Marx di seluruh dunia ini
sepanjang sejarah kelas yang lebih bawah selalu berusaha untuk membebaskan dan
meningkatkan status kesejahteraan mereka. sekarang pun. Maksudnya di masa Marx
tidak terkecuali, tetap ada perjuangan kelas detik dengan anggapan seperti ini, maksud
meramal bahwa kaum proletar diisap dan diperas oleh para pemilik modal? teori yang
digunakan untuk menjelaskan penindasan tersebut adalah teori nilai lebih (theory of
surplus value), yang sebetulnya berasal dari kaum klasik sendiri. 

C. Teori “Surplus Value” dan Penindasan Buruh


 Menurut pandangan kaum klasik  (Ricardo) Nilai suatu barang harus sama dengan
biaya-biaya ya untuk menghasilkan barang tersebut, yang didalamnya sudah termasuk
ongkos tenaga kerja berupa upah alami ( natural wages). Upah alami yang diterima oleh
para buruh hanya cukup sekedar penyambung hidup secara subsisten, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan yang sangat pokok-pokok saja. padahal nilai dari hasil kerja para
buruh jauh lebih besar dari jumlah yang diterima mereka sebagai upah alami. Kelebihan
nilai produktivitas kerja buruh atas upah alami Inilah yang disebut Marx sebagai nilai
lebih (surplus  value) dinikmati oleh para pemilik modal. Semakin kecil upah alami
dibayarkan pada Kaum Buruh, semakin besar nilai surplus yang dinikmati pemilik modal.
Bagaimana ini berarti semakin besar pengisapan atau eksploitasi dari pemilik modal atas
kaum  buruh.
Secara umum Marx  percaya bahwa Nilai suatu barang atau komoditas umumnya
sepadan dengan input-input labor dan hanya labor langsung yang dapat menghasilkan
laba ( yang disebutnya nilai surplus). Lebih jelas, menurut Marx Nilai suatu komoditas
(C) adalah penjumlahan biaya lebar langsung (v) ,biaya labor tidak langsung  dan laba
atau nilai surplus (s) atau: 
C=c+v+s
Nilai surplus adalah kelebihan nilai produktivitas kerja atas upah alami yang
diberikan kepada  buruh. semakin rendah nilai upah yang diberikan  kepada buruh
semakin besar nilai surplus yang dinikmati pemilik modal. tingkat surplus ini oleh Marx
dalam Das kapital dijadikan sebagai ukuran eksploitasi terhadap kaum buruh tingkat
eksploitasi (s’)  tersebut bisa diukur dengan membandingkan nilai surplus (s)  dengan
upah yang diberikan (v), 
Tingkat Eksploitasi s’ = s/v
Dari uraian di atas nama jelaslah Bagaimana kaum pemilik modal yang
memperoleh kekayaan dengan menindas Kaum Buruh tutup sebagian dari laba yang
merupakan service value  tersebut  ditanamkan kembali sebagai investasi, apakah untuk
memperluas usaha yang ada atau membuka lapangan usaha baru didik yang ini kekayaan
mereka akan semakin menumpuk, semakin lama semakin besar
 Akumulasi kapital akan semakin berhasil jika Para kapitalis bisa menindas Kaum
Buruh sekeras-kerasnya yaitu dengan memberikan tingkat upah yang sangat rendah di
sini tempat perbedaan yang sangat nyata antara Marx dan Smith dalam memandang
persaingan bebas sebagai prasyarat bagi terbentuknya masyarakat Sejahtera atau
sebaliknya. Marx memandangnya sebagai penyebab terjadinya konsentrasi-konsentrasi
ekonomi atau monopoli titik kompetisi melanda mengandung suatu daya yang tidak
diawasi karena menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. perusahaan-
perusahaan besar akan mencampur yang kecil. akan terbentuk dari pasar. Akibatnya
jumlah golongan menengah menciut. Sedangkan jumlah kaum proletar akan semakin
banyak. 

D. Dialektika Materialisme Historis


Proses pembangunan melalui konflik merupakan proses dialektik. proses ini
mempunyai basis dalam pembagian masyarakat atas kaum pekerja dan kapitalis. Bagi
Marx,  pangkal dari perubahan karena dilakukannya pengisapan atau eksploitasi Para
kapitalis terhadap kaum buruh. eksploitasi terhadap buruh tersebut telah
memungkinkan terjadinya akumulasi kapital di pihak pemilik modal, tetapi
menyebabkan kemiskinan di kalangan buruh. 
Agar revolusi berjalan dengan baik dan sukses,  Mark menganjurkan setiap
kaum komunis untuk mendukung setiap gerakan melawan tatanan sosial politik sistem
kapitalis. Kaum proletar yang sudah sangat menderita dan tidak memiliki apa-apa di
bawah sistem kapitalis tidak akan kehilangan apapun dalam memperjuangkan
revolusi. Bagi Marx untuk memperjuangkan nasib mereka sendiri, Kaum Buruh di
seluruh negeri harus besrsatu memperjuangkan sebuah sistem baru yang lebih
berpihak kepada Kaum Buruh, yaitu sistem sosialis/komunis.
 Berdasarkan dialektika materialisme sejarah di atas,  Marx  percaya kekuatan-
kekuatan ekonomi  ( kekuatan-kekuatan produktif, produktiv forces) sangat
menentukan hubungan-hubungan produksi, pasar, masyarakat dan bahkan termasuk “
suprastruktur  : ( ideologi, falsafah, hukum sosial budaya agama kesenian dan
sebagainya),  nantinya organisasi. 

E. Fase-fase Perkembangan Masyarakat


Menurut Marx, semua kelompok masyarakat akan mengalami fase-fase sebagai
berikut.
1. komunisme primitif (suku)
2. perbudakan
3. feodalisme
4. kapitalisme
5. sosialisme, dan
6. komunisme
Dalam masyarakat komunisme primitif (atau lebih tepat disebut masyarakat
persukuan), dan juga sosialisme dan komunisme, alat berproduksi merupakan milik
bersama. Dalam kelompok-kelompok masyarakat tersebut tidak ada pengisapan dari
satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya. Namun, dalam tiga
kelompok masyarakat yang lain, yaitu perbudakan, feodalisme, dan kapitalisme, alat-
alat atau modal produksi dimiliki dan dikendalikan oleh suatu kelompok, sedangkan
kelompok lainnya hanya sebagai pekerja. Dalam kelompok masyarakat seperti ini
sangat potensial terjadi pengisapan dari suatu kelas masyarakat terhadap kelas
masyarakat lainnya. Para tuan akan menindas budak. Para tuan tanah mengisap buruh
tani. Para pemilik modal akan mengisap kaum buruh.
Menurut Marx, perubahan dari suatu fase ke fase berikutnya yang lebih maju
terjadi karena kurang atau tidak seimbangnya kemajuan dalam teknologi dengan
kemajuan dalam institusi. Teknologi merupakan suatu tenaga dinamis yang sangat
penting dalam sejarah umat manusia, yang secara pasti dan tidak bisa dielakkan, selalu
mengalamiperubahan dari fase yang lebih rendah ke fase yang lebih tinggi. Teknologi
menentukan kekuatan produktif suatu kelompok masyarakat. Di pihak lain, institusi
menentukan hubungan produksi. Dari hasil studi sejarah, Marx mengamati bahwa
teknologi pada umumnya bergerak lebih cepat dari institusi. Pada tahap awal
kemajuan, teknologi yang menentukan kekuatan produksi, bergerak selaras dengan
kemajuan institusi yang mengatur hubungan produksi. Namun, kemudian teknologi
bergerak lebih cepat dan meninggalkan institusi yang bergerak lebih lambat.
Kemajuan teknologi membawa berbagai pengubahan. Ia bahkan mampu menciptakan
kelas baru dalam masyarakat. Teknologi memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk
merombak institusi yang bergerak lamban tersebut. Lembaga baru akan diciptakan,
tentu sesuai dengan kemauan dan keinginan para perombaknya, yaitu mereka yang
menguasai kekuasaan. Dengan diciptakannya institusi baru, untuk sementara keadaan
akan membaik. Akan tetapi, kemudian teknologi kembali bergerak lebih cepat,
melebihi gerak institusi yang ada. Akibatnya, timbul lagi kelas masyarakat baru, yang
pada gilirannya akan melakukan perombakan terhadap institusi yang ada, sesuai yang
mereka inginkan.

F. Perbedaan Sosialisme dan Komunisme Menurut Marx


Marx membedakan fase sosialisme dengan komunisme penuh atau lengkap.
Perbedaan di antara kedua fase tersebut dapat dilihat dari:
1. Produktivitas
2. Hakikat manusia sebagai produsen
3. Pembagian pendapatan
Dalam fase sosialisme, produktivitas masih rendah dan kebutuhan materi belum
terpenuhi secara cukup. Sementara itu, dalam fase komunisme penuh produktivitas
sudah tinggi sehingga semua kebutuhan materi sudah diproduksi secara cukup. Dengan
begitu, perekonomian dapat memenuhi kebutuhan semua anggota masyarakat secara
berkelimpahan. Tentang hakikat manusia sebagai produsen, dalam fase sosialisme
manusia belum cukup menyesuaikan diri sehingga menjadikan kerja sebagai hakikat
dan masih mementingkan insentif materi untuk bekerja. Pada tahap komunisme penuh,
kerja sudah menjadi hakikat. Manusia bekerja dengan penuh kegembiraan, sukacita.
Semua pekerjaan dilakukan secara sukarela, dengan efisien, tanpa terlalu mengharapkan
insentif langsung seperti upah, yang hanya merupakan produk sampingan dari kerja.
Tentang pembagian atau distribusi pendapatan, dalam fase sosialisme berlaku prinsip:
“from each according to his ability, to each according to his labor”, sedangkan dalam
fase komunisme penuh prinsipnya adalah: “from each according to his ability, to each
according to his needs.
Pertemuan 3 :
 PEMBARUAN TERHADAP MARXISME
A. Latar Belakang
Seperti halnya kebangkitan sistem perekonomian liberal/kapitalis, sistem
perekonomian sosialis/komunis juga bangkit dari suatu respon terhadap era
industrialisasi. Hanya saja, pada waktu pakar-pakar ekonomi berhaluan liberal
membangun suatu ideologi untuk suatu tata perekonomian baru berdasarkan ajaran
klasik Adam Smith. Pakar-pakar dari kubu sosialis/komunis mengembangkan berbagai
kritikan untuk menjatuhkan sistem perekonomian liberal pasar bebas persaingan
sempurna tersebut. Karya Marx banyak dikagumi dan dibaca orang. Hanya sayangnya,
karena gaya tulisan Marx sangat rumit, dan membahas terlalu banyak facet (ekonomi,
sosial, budaya, politik, moral, agama, falsafah), banyak hasil tulisannya
disalahtafsirkan, bahkan oleh pengikut-pengikutnya sendiri. Konon, karena tafsiran
tentang pemikiran Marx banyak yang dilakukan secara keliru, Marx sendiri pernah
mengatakan: “Dari apa yang saya ketahui, saya bukan Marxis”. Ini sekaligus
merupakan peringatan bagi para pembaca agar lebih hati-hati dalam membaca tentang
teori-teori Marx, yang oleh berbagai pihak sering disalahtafsirkan.
Pada periode 50-an hingga 70-an di negara-negara sosialis Eropa berkembang
sebuah aliran sosialis yang dikenal dengan aliran kiri baru (New Left). Kaum kiri baru
percaya bahwa transformasi kapitalisme perlu. Akan tetapi, mereka melihat bahwa
tugas untuk melaksanakan transformasi ini tidak bisa diserahkan pada kelas pekerja.
Karena kelas pekerja kurang bisa diandalkan, sebagai gantinya peran transformasi harus
dilakukan oleh kaum terpelajar dan intelektual. Catatan sejarah menunjukkan bahwa
dari aliran kiri baru inilah berkembang komunisme Eropa yang lebih keras dari
sosialisme Eropa selama ini. Kemudian tahun 90-an datanglah masa kehancuran bagi
negara-negara sosialis/komunisme. Pada masa itu Soviet di bawah Mikhail Gorbachev
melancarkan Glasnost dan Perestroika yang secara langsung maupun tidak langsung
berarti ditinggalkannya pemikiran-pemikiran Marx dan Engels serta Lenin. Langkah
Uni-Soviet ini segera pula diikuti oleh negara-negara komunis lain di Eropa Timur.
Bahkan, negara Cina di bawah Deng Xiaoping sudah lebih dulu melakukan
pembaharuan terhadap ajaran Mao yang bersumber pada ajaran Marx dan Engels.
Dari uraian di atas, jelas bahwa pembaharuan terhadap pemikiran-pemikiran Marx
sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya tiga di antaranya yang
akan disoroti lebih khusus, yaitu pemikiran-pemikiran dari Lenin, kaum Revisonis, dan
aliran kiri baru.
B. Leninisme
Vladimir Ilich Lenin (1870-1924) adalah bapak revolusi Rusia. Karya tulisnya
cukup banyak. Dua karya tulis Lenin yang sangat penting adalah: The Development of
Capitalism in Russia (1956) dan Imperialism, the Highest Stage of Capitalism (1933).
Sebelum tahun 1917 ia lebih banyak menulis tentang politik revolusi. Selanjutnya, ia
pun menulis tentang masalah-masalah praktis pemerintahan negara sosialis pertama.
Lenin tidak sabar menunggu kejatuhan kapitalis seperti yang diramal Marx. Daripada
menunggu, ia berprinsip lebih baik mendirikan negara komunis pertama di Rusia.
Maksud ini tercapai melalui Revolusi Bolshevik 1917.
1. Kapitalisme Monopoli dan Imperialisme
Sebagai pengagum Marx, Lenin banyak mempelajari karya-karya Marx.
Karya-karya Marx tersebut kemudian dimodifikasinya untuk membangun
masyarakat sosialis di Rusia. Yang paling diminatinya adalah tentang tahapan
terakhir kapitalisme, yang disebutnya sebagai kapitalisme monopoli
(monopoly capitalism) dan tentang imperialisme. Tulisannya tentang
imperialisme disesuaikan dengan ambisinya untuk memimpin revolusi di
Rusia. Menurut Lenin, kapitalisme pada tahap akhir akan mengarah ke
monopoli. Negara kapitalis monopoli akan didominasi oleh perusahaan-
perusahaan raksasa, kartel dan monopoli. Sebagian besar di antaranya
beroperasi atas basis internasional. Bangkitnya monopoli sebagai organisasi
ekonomi dominan merupakan pertanda bagi tahap akhir kapitalisme. Lenin
menguraikan beberapa karakteristik kapitalisme monopoli sebagai berikut:
a. konsentrasi produksi di tangan industri yang semakin sedikit
jumlahnya;
b. merger (penggabungan) finansil dan kapital industri, sewaktu bank-
bank dan lembaga-lembaga finansil semakin menguasai control atas
alokasi sumber-sumber modal;
c. bangkitnya ekspor kapital (dan bukannya komoditas) sebagai bentuk
utama pertukaran internasional;
d. pembagian dunia ke dalam lingkung ekonomi dipengaruhi dan
dikontrol oleh kapitalis monopoli;
e. pembagian lebih lanjut (sub-divisi) dunia ke dalam lingkungan politik
yang dipengaruhi oleh pemerintahan negara-negara kapitalis mapan.
2. Teori Pembangunan yang Tak Imbang
Teori Pembangunan Tak Imbang (The Theory of Uneven Development)
adalah batu loncatan analisis Lenin tentang lokus (tempat kejadian) revolusi
proletariat. Menurut Lenin, pertumbuhan di setiap negara tidak sama,
termasuk di negara-negara kapitalis. Negara-negara kapitalis baru (seperti
Amerika Serikat) akan mengalami pertumbuhan yang Sangat tinggi.
Sementara itu, negara-negara kapitalis lama (seperti Prancis) akan mengalami
pertumbuhan yang semakin melemah. Namun, negara-negara yang baru
muncul ini sulit memperoleh sumber daya dari negara-negara jajahan, yang
sudah lama dikuasai oleh kapitalis monopoli negara mapan. Untuk
memperoleh sumber-sumber dan pasar baru, negara-negara pendatang baru
tersebut harus merebut dominasi di negara-negara jajahan dari tangan negara-
negara mapan yang semakin lemah kekuasaannya. Menurut Lenin, hukum
tentang pembangunan tak imbang menjamin kompetisi dan konflik global di
antara negara-negara imperialis sewaktu mereka berebut kontrol atas sumber-
sumber dan pasar negara-negara jajahan. Konflik militer dan peperangan akan
memperlemah kekuatan negara-negara imperialis. Melemahnya kekuatan
negara-negara imperialis akan mendorong masyarakat di negara-negara
jajahan bangkit melawan negara agresor kapitalis tadi. Upaya untuk
menumbangkan negara agresor kemungkinan besar akan terjadi di negara
imperialis yang paling lemah (weakest link of capitalist chain), Hal itu karena
di sanalah kontradiksi dan konflik paling intens. Dengan demikian, revolusi
proletariat pertama menurut Lenin bukan terjadi di Amerika Serikat, Jerman
atau Inggris sebagaimana diramal Marx, melainkan di Rusia, negara terlemah
di antara rantaian negara kapitalis yang ada.
C. Revisionisme
Di Eropa, pada periode yang sama muncul pula pemikiran-pemikiran alternatif
lain dari kaum revisionis.Sebagaimana diketahui, pemikiran-pemikiran sosialis
sesudah Marx dan Engels berfokus pada dua tema. Tema pertama ialah tentang
kemungkinan alokasi sumber daya yang efisien dalam suatu perekonomian sosialis
pasar. Tema kedua adalah kemungkinan perubahan kapitalisme menjadi sosialisme
tanpa melalui revolusi kekerasan. Pakar-pakar sosialis yang menganggap kejatuhan
kapitalisme tidak harus melalui revolusi kekerasan inilah yang diklasifikasikan sebagai
aliran pemikir revisionis (revisionists). Karena pemikiran-pemikiran mereka berbeda
dan ada deviasinya dengan Marxisme, mereka kadang-kadang disebut juga
deviationists. Gerakan revisionis sebetulnya sudah dimulai di Jerman sesudah
meninggalnya Friedrich Engels tahun 1895. Sesuai nama yang diberikan pada mereka,
tujuan gerakan revisionis adalah untuk merevisi pemikiran-pemikiran Marx dan Engels
yang meramal bahwa kapitalisme akan dijatuhkan melalui suatu revolusi yang
dilancarkan kaum proletar. Kejatuhan kapitalis seperti ini tidak diinginkan oleh kaum
revisionis. Mereka setuju bahwa kapitalisme digantikan dengan sosialisme, tetapi
langkah revolusi proletar sebaiknya dihindari. Untuk memperbaiki kondisi sosial
ekonomi masyarakat, terutama kaum buruh di negara-negara kapitalis, sebaiknya
dilakukan dengan menegakkan demokrasi. Salah satu di antaranya ialah dengan
melibatkan diri dalam gerakan-gerakan serikat perburuhan demi memperbaiki posisi
tawar-menawar kaum buruh. Tokoh-tokoh yang tergolong kaum revisionis cukup
banyak. Beberapa di antaranya yang akan kita singgung pendapatnya ialah Bernstein,
Tugan-Baranovsky, Kautsky, dan Luxemburg, Edward Bernstein (1850-1932), seorang
anggota gerakan social demokratik Jerman adalah kawan dekat Engels. Menurut
Bernstein, revolusi proletariat selain tidak diperlukan juga kemungkinan terjadinya
sangat kecil. Dengan melibatkan diri dalam gerakan serikat-serikat perburuhan, kondisi
kaum buruh akan membaik. Dengan membaiknya kondisi kaum buruh, konflik antara
kapitalis-kaum buruh akan melemah. Kaum buruh yang tingkat kesejahteraannya
membaik tidak mempunyai alasan untuk melakukan revolusi untuk menjatuhkan
kapitalis. Lebih lanjut menurut Bernstein, dengan semakin baiknya pendidikan
masyarakat, dan dilakukannya pencerahan serta ditingkatkannya nilai-nilai demokrasi,
kejahatan atau keburukan kapitalisme secara pelan-pelan dan berangsur-angsur akan
berkurang dengan sendirinya. Dalam jangka panjang masyarakat yang sudah lebih
terdidik ini akan memilih sosialisme secara sukarela tanpa harus melalui jalan
kekerasan.
D. Aliran Kiri Baru (The New Left)
Aliran kiri baru mulai bangkit. Pemikiran-pemikiran serta gagasan-gagasan
mereka mendapat sambutan di Amerika Serikat dan Eropa Barat pertengahan tahun 60-
an. Gerakan kiri baru dipengaruhi oleh berbagai aliran sosialis yang sangat berbeda-
beda, mulai dari pendiri Marxisme ortodoks (Marx, Engels dan Lenin) hingga kaum
radikal yang sering melakukan kritik terhadap kapitalisme (Paul Baran, Paul Sweezy,
Maurice Dobb, Ernest Mandel, Andre Gorz, dan Joan Robinson) dan bahkan juga
penulis-penulis non-Marxis lainnya (seperti J.K.Galbraith, Herbert Marcuse, dan
C.Wright Mills. Pimpinan-pimpinan revolusioner seperti Mao Tse-Tung, Ho Chi-
Minh, Fidel Castro, dan Che Guevara juga menonjol sebagai pemikir-pemikir aliran
kiri baru sama halnya filsuf anarkis Bakunin dan Kropotkin.
1. Setuju dan tidak setuju
Jika diperhatikan, terdapat persamaan dan perbedaan antara kubu kiri baru
dengan kubu Marxis ortodoks. Kaum kiri baru dan Marxis ortodoks sama-
sama setuju bahwa sistem kapitalis tidak harmonis, dan karenanya
ditransformasikan menjadi suatu masyarakat sosialis baru. Masyarakat
kapitalis sudah korup dari dalam dan tidak bisa diselamatkan lewat reformasi
sosial. Kaum kiri baru dan kubu Leninis sama-sama tidak tertarik dengan
reformasi sosial. Mereka berbeda pendapat dengan kaum revisionis yang
merasa reformasi sosial akan menyingkirkan keinginan untuk melakukan
revolusi. Perbedaan yang paling mencolok antara kaum kiri baru dengan
Marxisme ortodoks adalah tentang tidak terelakkannya sosialisme. Kaum kiri
baru setuju dengan kaum revisionis bahwa kejatuhan kapitalisme bukan tak
terelakkan. Bahkan, kejatuhan tersebut tidak mesti harus terjadi. Mereka
beranggapan demikian karena kelas pekerja dinegara-negara kapitalis sudah
terintegrasi ke dalam masyarakat kapitalis dan tidak bisa diharapkan untuk
melaksanakan reformasi radikal.
2. Kecaman terhadap Kapitalisme Kontemporer
Kecaman kaum kiri baru terhadap kapitalisme modern mirip dengan
kritik-kritik yang dilontarkan Marx. Yang paling tidak mereka sukai dari
kapitalisme adalah tidak seimbangnya distribusi kekuatan ekonomi dan politik
dalam masyarakat kapitalis. Bagi kaum kiri baru, terdapat hubungan sangat
erat antara status ekonomi dengan kekuatan politik. Jika pendapatan tidak
merata distribusinya, kekuatan politik juga tidak merata. Konflik kelas-kelas
masyarakat harus dipandang sebagai konflik atas distribusi kekuatan politik.
Para kapitalis, monopolis, perusahaan-perusahaan multinasional, semuanya
menikmati kekuatan ekonomi dan politik. Walaupun aparat pemerintah
ditentukan oleh mayoritas, tetapi demokrasi tidak beroperasi atas hukum one
man, one vote. Akan tetapi, mereka yang mempunyai kekuatan ekonomi akan
mampu mengontrol proses politik. Berbagai proses politik bisa diarahkan
untuk kepentingan kelompok mereka. Kontrol kekuatan politik oleh kapitalis
monopolis juga mempunyai konsekuensi penting bagi perekonomian dunia.
Kemakmuran negara-negara kaya tergantung pada kekuatan militer dan
eksploitasi yang mereka lakukan terhadap negara-negara yang kaya sumber
daya alam tetapi terbelakang. Kalau pengeluaran untuk militer ditingkatkan,
permintaan agregat tidak akan cukup untuk mempertahankan tingkat
pendapatan ril saat ini. Dengan demikian, tanpa eksploitasi sumber daya dan
kaum pekerja di negara-negara terbelakang, maka kemakmuran negara-negara
kapitalis tidak dapat dipertahankan.
3. Alienasi dan Kualitas Hidup
Kaum buruh di negara-negara kapitalis maju lebih makmur. Akan tetapi,
kaum kiri baru percaya bahwa para buruh tersebut tetap teralienasi dari
pekerjaan mereka. Sumber utama alienasi ini adalah karena para buruh
dipisahkan dari kontrol atas pekerjaan mereka. Kontrol tersebut dipegang oleh
mereka yang mengontrol kapital dan teknologi. Para pekerja diisolasikan dari
pengambilan keputusan. Mereka dipaksa bekerja dalam lingkungan kerja yang
telah terdepersonalisasi melalui sistem kerja ban berjalan. Lebih jauh,
kebebasan memilih di pasar kerja dibatasi oleh stratifikasi sosial. Jasa tenaga
kerja wanita, juga kaum minoritas, dihargai lebih rendah. Kepincangan seperti
ini mempunyai kecenderungan untuk berlangsung dari generasi ke generasi.
Walaupun kecaman kaum kiri baru terhadap kapitalisme cukup banyak, perlu
dicatat bahwa mereka tidak memberi semacam “cetak biru” (acuan) yang jelas
tentang suatu masyarakat ideal. Yang mereka tawarkan hanya beberapa acuan
referensi untuk desentralisasi dan penggunaan moral lebih banyak daripada
insentif ekonomi.
E. Diskusi
Ramalan Marx bahwa negara sosialis pertama akan timbul di negara kapitalis
paling maju, misalnya Inggris, Amerika atau Jerman, yang terjadi justru sebaliknya.
Pengikut-pengikut marxis ortodoks merebut kekuasaan politik di Rusia yang
semifeodal, suatu negara yang jauh sekali dari bayangan Marx. Kaum marxis ortodoks
tersebut telah “melangkahi” satu tahap dalam revolusi industri. Dengan demikian,
kalau menurut Marx ekonomi yang menentukan “super-struktur”, di Rusia politik
merebut kekuasaanlah yang menentukan ekonomi.Teori perjuangan kelas Marx juga
dinilai kurang solid. Di negara-negara kapitalis tidak ada perlakuan pengusaha yang
melampaui batas mengeksploitasi kaum buruh sebagaimana dikhawatirkan Marx.
Tingkat hidup kaum buruh di negara-negara kapitalis jauh lebih baik dibanding
pendapatan rata-rata bentuk masyarakat mana pun. Dari berbagai aliran sosialisme,
hanya pemikiran-pemikiran kaum reformis yang lebih mendekati “trak yang benar”.
Ramalan dan pemikiran-pemikiran dari aliran-aliran lain banyak yang tidak terbukti
dalam kenyataan. Kurangnya bukti tentang teori-teori mereka dengan sendirinya
menghendaki dilakukannya revisi yang cukup substansial terhadap teori-teori mereka.
pertemuan 4 :
 MAZHAB NEO-KLASIK
A. Pedekatan Marjinal
Para pakar neo-klasik di atas dalam membahas ramalan Marx menggunakan
konsep analisis marjinal (marginal analysis). Kenyataan ini kemudian mempunyai arti
tersendiri bagi pengembangan ilmu ekonomi. Hal itu karena hasil penelitian mereka,
yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan marjinal tersebut, telah menciptakan
aura baru bagi pengembangan teori ekonomi modern. Beberapa penulis ekonomi
menyebut langkah yang sudah dilakukan para pakar ekonomi Neo-Klasik tersebut
sebagai marginal revolution, sebab telah ditemukan suatu analisis baru yaitu
pendekatan marjinal. Analisis marjinal pada intinya merupakan pengaplikasian
kalkulus diferensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan
harga-harga di pasar. Konsep marjinal ini sering diakui sebagai kontribusi utama dari
aliran atau mazhab Austria. Akan tetapi, jika ditelusuri ke belakang ternyata teori ini
telah cukup lama dikembangkan oleh pengarang terdahulu, tepatnya oleh Heindrich
Gossen. Heinrich Gossen (1810-1858) telah lama menggunakan konsep marjinal
dalam menjelaskan kepuasan atau faidah (utility) dari pengkonsumsian sejenis barang.
Menurut Gossen, faidah tambahan (marginal utility) dari pengkonsumsian suatu
macam barang akan semakin turun jika barang yang sama dikonsumsi semakin
banyak. Pernyataannya ini kemudian dijadikan semacam dalil, dan lebih dikenal
sebagai “hukum Gossen Pertama”. Dalam “Hukum Gossen Kedua” ia menjelaskan
bahwa sumber daya dan dana yang tersedia selalu terbatas secara relatif untuk
memenuhi berbagai kebutuhan yang relatif tak terbatas. Dengan adanya kendala
(constraints) ini, kepuasan maksimum yang bisa diperoleh (sesuai dengan keterbatasan
sumber daya dan dana tersebut) terjadi pada saat faidah marjinal (marginal utility)
sama untuk tiap barang yang dikonsumsi tersebut. Namun, dengan syarat semua
sumber daya dan dana terpakai habis seluruhnya. Sayangnya, pada masanya, teori
Gossen di atas tidak mendapat perhatian dari para pakar ekonomi. Baru sekitar empat
puluh tahun kemudian Jevons, Menger, Bohm-Bawerk, dan von Weiser memberi
pengakuan dan penghargaan atas karya Gossen tersebut.
B. Mazhab Austria
Karl Menger (1840-1921) menjabat sebagai profesor ekonomi di Universitas
Wina dari tahun 1873 hingga 1903. Karya utamanya adalah Grunsatze der Volks
Wirtschaftslehre (1871). Dalam buku tersebut Menger mengembangkan teori utilitas
marjinal yang ternyata membawa pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan
teori-teori ekonomi. Pada tahun 1903 kedudukan Menger di Universitas Wina
digantikan oleh Friedrich von Wieser (1851-1920). Karya utama von Wieser antara
lain: Uber den Ursprung und die Hauptgesetze des Wirtschaftlichen Wertes (1884),
Der Naturliche Wert (1889), dan Theorie der Gesellschatlichen Wirtschaft (1914).
Wieser dipandang sangat berjasa dalam mengembangkan teori utilitas marjinal
Menger, dengan menambahkan formulasi biaya-biaya oportunitas (opportunity costs).
Kedudukan Wieser kemudian digantikan pula oleh Eugen von Bohm-Bawerk (1851-
1914). Kontribusi utama Bohm Bawerk adalah dalam pengembangan teori tentang
modal (theory of capital) dan teori tentang tingkat suku bunga. Hal ini dapat diikuti
dari bukunya Capital and Interests (1884). Karyanya yang lain juga menyangkut
masalah modal adalah Positive Theory of Capital (1889). Teori-teori yang
dikembangkan oleh ketiga tokoh utama aliran Austria di atas kemudian diikuti dan
dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh lain seperti Knut Wicksell, von Mises,
F.A. Hayek dan J.R. Hicks.
C. Mazhab Lausanne
Langkah lebih maju yang disumbangkan pemikir neo-klasik adalah analisis yang
lebIh komprehensif tentang teori keseimbangan umum oleh Leon Walras. Walras
dapat dianggap sebagai pendiri aliran atau mazhab Lausanne (Lausanne School of
Economics). Sewaktu sekolah Lausanne didirikan tahun 1870, ia yang memegang
jabatan ketua jurusan ekonomi. Jabatan tersebut dipangkunya dari tahun 1870 hingga
1892. Karyanya Elements of Pure Economics (1878) dianggap sebagai suatu
mahakatya dalam bidang ekonomi. Dalam bukunya tersebut Walras menjelaskan teori
keseimbangan umum dengan pendekatan matematis. Sebetulnya pembahasan tentang
ketergantungan berbagai factor dalam statu sistem ekonomi bukanlah ide baru.
Quesnay, sebagaimana sudah pernah didiskusikan sebelumnya, sudah melihat
interdependensi bagian-bagian ekonomi ini dalain Tableau Econoque-nya. Adam
Smith juga telah menjelaskan proses pasar secara gamblang yang memperlihatkan
antarhubungan bagian-bagian ekonomi. Cournot, seorang pakar ekonomi dari Prancis,
pada 1838 telah menganalisis problema-problema ekonomi mikro dan menyimpulkan
bahwa untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi perlu mempettimbangkan
sistem ekonomi secara keseluruhan. Begitu juga J.H. von Thunen (1783-1850) telah
mengaplikasikan kalkulus untuk memecahkan persoalan-persoalan ekonomi. Namun,
Leon Walraslah yang mampu memberikan kisi yanglebih jelas tentang
interdependensi bagian-bagian ekonomi ini dengan gamblang dengan model
keseimbangan umumnya (general equilibrium model). Dengan amat jelas ia
menguraikan bahwa perubahan dalam suatu faktor atau bagian ekonomi akan
membawa perubahan pada variabel-variabel lain dalam sistem ekonomi tersebut
secara menyeluruh. Namun sayang, konsep dan model keseimbangan umum yang
sudah dikembangkan Walras ini tidak diperhatikan oleh pata pakar ekonomi di
zamannya. Atas jasa Alfred Marshall, yang sangat menghargai konsep matematika
Walras menyebabkan pemikiran-pemikiran Walras kemudian dihargai orang dengan
sepantasnya. Ia kemudian dianggap sebagai pendiri dan pengembang ilmu ekonomi
matematika, yang kira-kira 60 tahun kemudian dikembangkan oleh Frisch dan
Tinbergen menjadi ilmu ekonometrika. Wassily Leontief kemudian dikembangkan
konsep analisis input-output atas dasar matematika yang dikembangkan Walras.
Menurut Pareto, suatu pengalokasian sejuilah sumber disebut efisien jika dalam suatu
re-alokasi tidak ada seorang individu pun yang dapat memperoleh kesejahteraan tanpa
mengurangi kesejahteraan Orang atau individu lainnya. Secara lebih sederhana, suatu
pengalokasian sumber-sumber disebut efisien jika keadaan atau kondisi yang dicapai
secara jelas dan tidak bisa dibuat menjadi lebih baik lagi. Apa yang disampaikan oleh
Pareto tersebut kemudian dikenal sebagai hukum Pareto (Pareto’s Law). Sebagai
catatan, kondisi yang efisien tersebut tidak harus terjadi pada saat semua orang
mendapatkan “kue” yang sama besarnya. Kondisi ini bisa saja berlangsung dengan
pernerasaan pembagian kue yang pincang. Ini yang kemudian menimbulkan kritik
yang tidak berkeputusan tentang sistem perekonomian liberal yang diatur oleh
mekanisme pasar.
D. Mazhab Cambridge
Dari sekian banyak tokoh neo-klasik yang dianggap sebagai tokoh paling utama
adalah Alfred Marshall (1842-1924). Menger dianggap sebagai pelopor aliran Austria,
dan Walras dianggap sebagai pelopor aliran Lausanne. Berbeda dengan kedua tokoh
itu, Marshall dianggap sebagai pelopor aliran atau mazhab Cambridge (Cambridge
School of Economics) di Inggris. Pendidikan dasarnya ditempuh di sekolah Merchant
Taylor dan lulus dalam bidang matematika di St. John’s College, Cambridge. Pada
1868 Marshall diangkat sebagai tenaga pengajar dalam bidang moral di Cambridge
dan pada saat yang sama ia mulai mempelajari ilmu ekonomi. Tahun 1882 ia mengajar
ekonomi politik di Bristol dan 1885 kembali ke Cambridge. la memangku jabatan
ketua Jurusan Ekonomi Cambridge hingga tahun 1908. Beberapa karya utamanya
antara lain: The Pure Theory of Foreign Trade (1879), The Principles of Economy
(1890) Industry and Trade (1919), dan Money, Credit and Commerce (1923). Dari
buku-buku yang ditulisnya, buku Marshall yang dianggap paling berpengaruh adalah
Principles of Economics. Jadi, jika diperhatikan, teori-teori yang dikembangkan kaum
marjinal sangat berbeda dengan teori yang dikembangkan pakar-pakar klasik tentang
harga. Kalau kaum klasik melihat harga hanya dari sisi produsen (dari jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan), kaum marjinal melihatnya dari sisi konsumen, yaitu
dari kepuasan marjinal (marginal utility) pengkonsumsian satu unit barang terakhir.
Marshall tidak menyalahkan kedua konsep di atas, tetapi menggabungnya. Menurut
Marshall, selain oleh biaya-biaya, harga juga dipengaruhi oleh unsur subjektif lainnya,
baik dari pihak konsumen maupun dari pihak produsen. Unsur subjektif yang
memengaruhi harga dari pihak konsumen, misalnya pendapatan (daya beli). Dari
pihak produsen mungkin keadaan keuangan perusahaan. Kalau keuangan perusahaan
dalam suatu keadaan sulit, misalnya, kemungkinan perusahaan mau menerima harga
yang rendah. Akan tetapi, kalau keadaan keuangan cukup kuat, mereka juga akan
lebih berani dalam mempertahankan harga. Dengan demikian, kesimpulan Marshall
tentang harga merupakan sintesis kedua konsep di atas. Lebih jelas lagi, bagi Marshall
harga terbentuk sebagai integrasi dua kekuatan di pasar: penawaran dari pihak
produsen dan permintaan dari pihak konsumen. Integrasi kedua kekuatan tersebutlah
yang menentukan harga di pasar, bukan produsen saja, atau konsumen saja, tetapi
kedua-duanya. Kalau permintaan dan penawaran diibaratkan dengan dua sisi mata
gunting, maka yang memotong kertas bukanlah sisi gunting sebelah atas atau sisi
gunting sebelah bawah. Akan tetapi, hasil penjepitan kedua mata gunting secara
simultan. Pertemuan antara permintaan dan penawaran yang menentukan harga yang
terbentuk di pasar. Kalau harga yang terbentuk di pasar lebih besar dari biaya-biaya
yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang,berarti perusahaan dalam jangka pendek
memperoleh keuntungan. Akan tetapi, dalam jangka panjang keadaan akan kembali
normal. Hal itu karena, keuntungan yang dinikmati perusahaan tersebut akan menarik
perusahaan-perusahaan lain masuk pasar. Makin banyak perusahaan masuk pasar,
berarti semakin banyak pula produksi dan penawaran. Kelebihan penawaran atas
permintaan akan memaksa harga-harga turun dan keadaan kembali pada situasi
semula. Jika banyak pembeli dan penjual dan tidak ada halangan masuk atau keluar
pasar (free entry and exit), dalam jangka panjang harga yang terbentuk di pasar hanya
cukup untuk menutup biaya-biaya saja (di dalamnya sudah termasuk biaya-biaya
buruh atau jasa para manajer perusahaan). Jadi, dalam jangka panjang perusahaan
tidak memperoleh laba ekonomi yang tinggi sebagaimana dikhawatirkan para
penentang aliran klasik. Sebaliknya, kaum neo-klasik percaya bahwa bentuk pasar
persaingan sempurna merupakan bentuk pasar yang paling efisien yang akan
menguntungkan semua pihak. Perusahaan-perusahaan memperoleh laba normal
(normal profit), yang besarnya laba hanya cukup untuk dapat bertahan di pasar. Para
konsumen dapat membeli barang dalam jumlah cukup dengan harga rendah. Sumber-
sumber daya dimanfaatkan secara optimum dan dialokasikan secara efisien. Perbedaan
lain antara Marshall dengan kaum klasik ialah dalam pendekatan penelitian. Kalau
kaum klasik lebih banyak menggunakan metode induktif, Marshall mengombinasikan
metode induktif dengan metode deduktif. Dalam hal ini, abstraksi digabung dengan
realisme yang didukung oleh data statistik agar terhindar dari angan-angan. Banyak
yang mengakui bahwa teknik analisis marjinal Marshall jauh lebih unggul dibanding
teknik-teknik analisis yang dilakukan pakar-pakar sebelumnya. Sejak itu konsep
marjinal, yang boleh dikatakan sebagai revolusi dalam ilmu ekonomi, makin banyak
digunakan dalam analisis ekonomi.
E. Persaingan Monopolistis dan Pasar Tidak Sempurna
Pada tahun 1930-an sejumlah pakar ekonomi melakukan revisi terhadap
pemikiran-pemikiran neo-klasik, terutama yang menyangkut teori pembentukan harga
dan keseimbangan pasar. Pemikiran ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh neo-klasik
terdahulu (generasi pertama) seperti Jevons, Menger, Walras, dan Marshall. Tokoh-
tokoh neo-klasik generasi kedua yang ikut melakukan revisi terhadap teori-teori klasik
dan neo-klasik generasi pertama tersebut antara lain adalah Piero Sraffa (1898-1983),
Joan Violet Robinson (1903-1983), dan Edward Hasting Chamberlin (1899-1967).
Sebelum memasuki abad ke-XX pada umumnya tokoh-tokoh klasik maupun neo-
klasik generasi pertama tidak pernah mempersoalkan apakah pasar dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari betul-betul mencerminkan pasar persaingan sempurna atau
tidak. Hal ini tidak dapat disesalkan sebab pada periode sebelum memasuki abad ke-
XX kegiatan produksi pada umumnya bersifat kecil-kecilan. Selain itu, jumlah
perusahaan yang berpartisipasi di pasar sangat besar. Dalam situasi seperti ini asumsi
pasar persaingan sempurna tidak pernah dipersoalkan, Asumsi-asumsi tersebut
misalnya: (1) terdapat banyak pembeli dan penjual; (2) barang-barang yang dijual di
pasar relatif sama dalam jenis, sifat dan mutu; (3) tiap perusahaan bebas keluar-masuk
pasar; (4) tidak ada pembeli maupun penjual yang mampu mengubah harga yang
ditentukan di pasar; (5) setiap pembeli dan penjual bertindak sebagai penerima harga
(price takers); (6) setiap pembeli dan penjual mempunyai informasi yang lengkap
tentang pasar; dan (7) tidak ada perbedaan biaya transpor di antara para penjual. Akan
tetapi, setelah abad ke-XX Sraffa mengamati bahwa dalam kenyataan asumsi pasar
persaingan sempurna yang dianut tokoh-tokoh klasik maupun tokoh-tokoh neo-klasik
tidak dapat diterima begitu saja. Saat ini perusahaan-perusahaan besar sudah banyak.
Setiap perusahaan pun mengetahui bahwa kalau seandainya mereka mengubah
keputusan output atau penawaran, harga-harga dapat berubah. Hal ini diungkapkan
Sraffa dalam artikelnya: The Laws of Returns under Competitive Conditions tahun
1926. Atas dasar pemikiran Sraffa di atas, Chamberlin, profesor ekonomi dari
Harvard, memusatkan perhatian pada pasar monopolistik dalam bukunya: The Theory
of Monopolistic Competition tahun 1933. Dalam bukunya, Chamberlin antara lain
menyebutkan bahwa banyak asumsi yang digunakan dalam model pasar persaingan
sempurna terutama untuk semua produk homogen, tidak realistis. Untuk membedakan
produknya dari produk yang dihasilkan perusahaan-perusahaan lain, perusahaan dapat
melakukan diferensiasi produk. Dengan demikian, masing-masing perusahaan menjual
barang-barang yang “khas”, sehingga harga pasar dapat dipengaruhi.
F. Games Theory dan Informasi Asimetri
Jika ditelusuri, games theory (sering disingkat GT) bukan konsep baru. Landasan
atau dasar-dasar konsep GT sudah diletakkan Cournot tahun 1838 dan Bertrand tahun
1883. Mereka mengembangkan model aksi-reaksi dalam pasar duopoli. Model ini
dikembangkan lebih lanjut oleh Edgeworth tahun 1925 dan semakin kukuh sebagai
teori melalui karya John von Newmann dan Oscar Morgenstern dalam buku mereka
Theory of Games and Economic Behaviour (1944). Konsep GT disempurnakan lebih
lanjut oleh John Nash tahun 1950. Sebagian dari Anda yang sudah menonton film The
Beautiful Min yang dibintangi oleh aktor Russel Crowe dan dinominasikan untuk
memperoleh Oscar tahun 2001, mungkin sudah sedikit mengetahui Games Theory.
Diinspirasikan oleh hasrat beberapa cowok memperebutkan seorang cewek cantik.
Nash mengembangkan konsep GT untuk menganalisis situasi kepentingan pelaku
ekonomi yang tidak berlawanan. Dari sinilah muncul istilah Keseimbangan Nash
(Nash Equilibrium), yaitu situasi saat para pemain tidak tertarik lagi mengubah
tindakannya, karena harapan atau ekspektasi setiap pemain tentang dan terhadap
pemain lain ternyata benar. Konsep GT yang dikembangkan Nash bekerja atas asumsi
informasi yang simetris. Artinya, tiap pemain memiliki informasi yang sama. Oleh
pakar lain, yaitu oleh John Harsanyi (1967) dikembangkan GT yang beroperasi dalam
situasi yang informasinya bersifat asimetris (dalam arti para pemain tidak memiliki
informasi yang sama terhadap suatu hal), Kemudian oleh Reinhard Selten (dari
Universitas Bonn, Jerman), GT dikembangkan untuk situasi yang lebih dinamis.
Menurut Selten, perubahan tindakan seorang pemain tidak hanya ditentukan oleh
kenyataan apakah ada peluang untuk memperbaiki posisinya atau tidak. Akan tetapi,
juga oleh informasi yang dimiliki apakah permainan tersebut akan terus berlangsung
atau tidak. Menurut Selten, frekuensi permainan akan memengaruhi strategi setiap
orang dalam permainan. Berkat jasa ketiga trio Nash, Harsanyi, dan Selten di atas,
mereka dihadiahi nobel ekonomi tahun 1994. Konsep GT yang dikembangkan John
Harsanyi dalam situasi informasi yang asimetris dikembangkan lebih lanjut oleh
William S. Vickrey dan James A. Mirrlees. Dengan menggunakan konsep informasi
asimetris ini, mereka dapat menyusun agenda bagaimana memenuhi tanggung jawab
sosial pada abad ke-XXI melalui insentif dan kebijaksanaan pajak global. Atas usaha
dalam pengembangan teori informasi asimetris tersebut, Vickrey dan Mirrlees
memperoleh penghargaan hadiah nobel ekonomi tahun 1996. Pengembangan konsep
informasi asimetris tidak berhenti ditangan Vickrey dan Mirrlees. Konsep ini
dikembangkan lebih lanjut oleh George Ackerlof, Joseph Stiglitz, dan Michael Spence
yang akhirnya membawa mereka pada hadiah nobel tahun 2001 karena telah berjasa
membangun pondasi bagi teori umum tentang pasar dengan informasi yang asimetris.
Ackerlof yang pertama kali mengembangkan teori umum tentang pasar dengan
informasi asimetris ini menjelaskan pentingnya informasi pasar dalam tulisannya yang
bertajuk The Market for Lemons. Untuk membuktikan teori pemilihan yang tidak
tepat (adverse selection), ia mencontohkan seorang penjual mobil bekas. Menurut
Ackerlof, seorang salesman yang lebih mengetahui tentang mobil daripada pembeli
mobil bekas, akan membanjiri pasar dengan barang berkualitas rendah. Menurut
Spence yang mengembangkan lebih lanjut konsep informasi asimetris ini, pihak yang
menguasai informasi bisa memberikan isyarat kepada orang yang kurang menguasai
informasi. Dalam kasus salesman mobil bekas, mungkin banyak orang yang menjual
mobil bermutu rendah. Sebagian dealer pun mungkin akan mencoba menawarkan
garansi untuk kendaraan yang mereka jual. Karena dalam kenyataan, pasar tidak
bekerja sesuai asumsi pasar sempurna, teori-teori dan konsep-konsep ekonomi klasik
perlu disempurnakan. Selain banyak mendapat serangan dari tokoh-tokoh aliran neo-
klasik generasi kedua, teori-teori dan konsep-konsep ekonomi yang dikembangkan
kaum klasik mendapat kritikan yang tajam dari aliran-aliran pemikiran ekonomi lain.

Pertemuan 5:
 PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KEYNES
A. Karya-karya Keynes
Sebagai seorang pakar ekonomi ulung, ia telah menulis banyak buku. Tahun 1913
ia menulis: Indian Currency and Finance, yang memperlihatkan ketertarikannya pada
masalah-masalah moneter. Tulisan berikutnya adalah: The Economic Consequences of
the Peace (terbit tahun 1919). Pada tahun 1922 ia menulis: A Revision of The Treaty.
Kedua buku yang disebutkan terakhir ditulis sehubungan dengan pengalamannya
dalam delegasi perdamaian Versailles. Pada tahun 1923 ia menulis: A Tract on
Monetary Reform. Dalam buku ini ia memperlihatkan keprihatinannya terhadap
perubahan yang terjadi dalam daya beli uang. Tulisannya yang lain adalah A Treatise
on Money yang diterbitkan tahun 1930. Enam tahun berikutnya, ia menerbitkan buku
yang paling terkenal: The General Theory of Employment, Interest, and Money.
Dalam bukunya: The Economic Consequences of The Peace, ia banyak mengritik
cara-cara yang digunakan oleh negara-negara yang menang Perang Dunia Pertama
(Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis) dalam menekan negara-negara yang kalah
perang (yaitu pihak Jerman). Walaupun dalam Perjanjian Versailles ia mewakili
pemerintahan Inggris, tidak urung ia mengkritik cara-cara yang digunakan negara-
negara yang menang perang. Hal itu karena negara pemenang menekan Jerman
dengan syarat pembayaran utang perang yang begitu berat. Dalam buku tersebut ia
mengisyaratkan bahwa tekanan dari negara-negara yang menang perang terhadap
Jerman dapat menimbulkan rasa marah dan dendam dari masyarakat Jerman. Apa
yang diramal oleh Keynes tahun 1919 tersebut menjadi kenyataan 20 tahun
berikutnya. Jerman yangkalah dalam Perang Dunia I di bawah Hitler melakukan balas
dendam dengan memulai prakarsa Perang Dunia Kedua. Bukunya yang lain: A
Treatise on Money terdiri dari dua volume. Volume pertama khusus menyajikan teori-
teori tentang arti dan aia uang dalam perekonomian secara murni. Dalam volume
kedua dijelaskan bagaimana teori-teori murni tentang uang tersebut diterapkan dalam
perekonomian. Buku The General Theory ditulis sebagai reaksi terhadap depresi
besar-besaran yang terjadi tahun 30-an yang tidak berhasil dipecahkan dengan metode
klasik dan neo-klasik. Teori klasik dinilai Keynes mengandung banyak kelemahan.
Oleh karena itu, perlu diperbaiki dan disempurnakan.
B. Kritikan Keynes terhadap Teori Klasik
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan
mekanisme pasar akan selalu menuju keseimbangan (equilibrium). Dalam posisi
keseimbangan, kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk
membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas
jasa atas faktor-faktor produksi seperti upah, 8aji, suku bunga, sewa, dan balas jasa
dari faktor-faktor produksi lainnya. Pendapatan atas faktor-faktor produksi tersebut
seluruhnya akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan
perusahaan. Ini yang dimaksudkan Say bahwa penawaran akan selalu berhasil
menciptakan permintaannya sendiri. Dalam posisi keseimbangan tidak terjadi
kelebihan maupun kekurangan permintaan. Ketidakseimbangan (disequilibrium),
seperti pasokan lebih besar dari permintaan; kekurangan konsumsi; atau terjadi
pengangguran, keadaan ini dinilai kaum klasik sebagai sesuatu yang sementara
sifatnya. Nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hands) yang akan
membawa perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Kaum klasik juga
percaya bahwa dalam keseimbangan semua sumber daya, termasuk tenaga kerja, akan
digunakan secara penuh (fully-employed). Dengan demikian, di bawah sistem yang
didasarkan pada mekanisme pasar tidak ada pengangguran. Pekerja terpaksa menerima
upah rendah, daripada tidak memperoleh pendapatan sama sekali. Kesediaan untuk
bekerja dengan tingkat upah lebih rendah ini akan menarik pérusahaan untuk
mempekerjakan mereka lebih banyak. Jadi, dalam pasar persaingan sempurna mereka
yang mau bekerja pasti akan memperoleh pekerjaan. Pengecualian berlaku bagi
mereka yang “pilih-pilih” pekerjaan, atau tidak mau bekerja dengan tingkat upah yang
diatur oleh pasar. Pekerja yang tidak bekerja karena kedua alasan di atas, oleh kaum
klasik tidak digolongkan pada penganggur. Kaum klasik menyebutnya pengangguran
sukarela (voluntary unemployment). Pendapat klasik bahwa jumlah tabungan akan
selalu sama dengan jumlah investasi di atas dibantah Keynes. Alasannya, motif orang
untuk menabung tidak sama dengan motif pengusaha untuk menginvestasi. Pengusaha
melakukan investasi didorong oleh keinginan untuk mendapatkan laba yang sebesar-
besarnya. Sementara itu, sektor rumah tangga melakukan penabungan didorong oleh
berbagai motif yang sangat berbeda. Termasuk di dalamnya ialah motif untuk berjaga-
jaga (pre-cautionary motives), misalnya untuk menghadapi kecelakaan, penyakit,
untuk memenuhi hajat (memperingati kelahiran, perkawinan, kematian), dan
sebagainya. Perbedaan dalam motif ini menyebabkan jumlah tabungan tidak akan
pernah sama dengan jumlah investasi. Kalaupun jumlahnya sama, menurut Keynes itu
hanya merupakan kebetulan belaka, bukan suatu keharusan. Karena Keynes
mengamati bahwa umumnya investasi lebih kecil dari jumlah tabungan, ia
menyimpulkan bahwa permintaan agregat juga lebih kecil dari penawaran agregat.
Kekurangan ini, apabila tidak diantisipasi, akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan dalam perekonomian. Karena sebagian produksi tidak terserap
oleh masyarakat, stok akan meningkat, dan pada periode-periode berikutnya terpaksa
harus dibatasi. Apa yang menjadi inti pokok dari pendapat Keynes diatas ialah bahwa
perekonomian yang berjalan menurut mekanisme pasar biasanya mencapai
keseimbangan pada titik di bawah full-employment.
C. Peran Pemerintah dalam Perekonomian
Dari berbagai kebijaksanaan yang dapat di ambil, Keynes lebih sering
mengandalkan kebijaksanaan fiskal. Dengan kebijaksanaan fiskal pemerintah bisa
mempengaruhi jalannya perekonomian. Langkah itu dilakukan dengan menyuntikkan
dana berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu menyerap
tenaga kerja. Kebijaksanaan ini sangat ampuh dalam meningkatkan output dan
memberantas pengangguran, terutama pada situasi saat sumber-sumber daya belum
dimanfaatkan secara penuh. Apakah Keynes tidak percaya pada mekanisme pasar
bebas sesuai doktrin laissez faire-laissez passer klasik? Apakah ia tidak yakin dengan
anggapan klasik bahwa perekonomian akan menemukan jalannya sendiri menuju
keseimbangan? Keynes sebetulnya percaya tentang semua hal yang dikemukakan oleh
kaum klasik tersebut. Akan tetapi, Keynes menilai bahwa jalan menuju keseimbangan
dan full-employment tersebut sangat panjang. Kalau ditunggu mekanisme pasar (lewat
tangan tak kentara) yang akan membawa perekonomian kembali pada posisi
keseimbangan, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Keynes pernah menulis: “dalam
jangka panjang kita akan mati!” (In the long run we're all dead!). Jadi, satu-satunya
cara untuk membawa perekonomian kearah yang diinginkan seandainya ia “lari dari
posisi keseimbangan”, demikian uraian Keynes lebih lanjut, ialah lewat intervensi atau
campur tangan pemerintah. Demikianlah, kalau kaum klasik pada umumnya
menganggap tabu campur tangan pemerintah. Bagi Keynes, campur tangan pemerintah
merupakan keharusan. Campur tangan pemerintah terutama diperlukan kalau
perekonomian berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kalau diamati,
sepertinya Keynes sependapat dengan Marx yang mengatakan bahwa sistem ekonomi
klasik tidak bebas dari fluktuasi, krisis pengangguran, dan sebagainya. Marx berusaha
menghancurkan sistem kapitalis dan menggantikannya dengan sistem sosialis. Namun
sebaliknya, Keynes justru ingin menyelamatkan sistem liberal tersebut.
D. Diskusi
Pandangan Keynes sering dianggap sebagai awal dari pemikiran ekonomi
modern. Ia banyak melakukan pembaharuan dan perumusan ulang doktrin-doktrin
klasik dan neo-klasik. Karena Keynes menganggap peran pemerintah perlu dalam
melaksanakan pembangunan, Keynes sering disebut “Bapak Ekonomi Pembangunan”.
Selain itu, ia juga disebut “Bapak Ekonomi Makro”, sebab dahulu dalam tradisi klasik
maupun neo-klasik analisis-analisis ekonomi lebih banyak bersifat mikro, sejak
Keynes analisis ekonomi juga dilakukan secara makro. Hal itu dilakukan dengan
melihat hubungan di antara variabel-variabel ekonomi (seperti pendapatan, konsumsi,
tabungan, pajak, pengeluaran pemerintah, ekspor-impor, pengangguran, inflasi dan
sebagainya) secara besar-besaran atau agregatif. Pengaruh Keynes terhadap negara-
negara berkembang yang sangat ingin melihat pembangunan ekonominya berhasil
sangat besar. Sejak kemunculan Keynes, status ahli-ahli ekonomi naik beberapa
tingkat. Pendapat-pendapat mereka lebih sering didengar dan dijadikan sebagai bahan
mengambil kebijaksanaan. Sebagai mana pernah ditulis Keynes:
“The ideas of economists and political philosophers, both when they are
right and when they are wrong, are more powerful than is commonly
understood. Indeed, the world is ruled by little else!”
J.M. Keynes yang merupakan anak seorang ahli ekonomi—John Neville Keynes
—sering dibandingkan dengan John Stuart Mill, yang juga anak seorang ahli ekonomi
James Mill. Keynes dan Mill yunior sama-sama menolak implikasi kebijaksanaan
dasar yang dianut kedua orang tua mereka. Keduanya berani menempuh perjalanan ke
arah yang berbeda. Perbedaannya, J.S. Mill gagal melakukan perpisahan dengan
struktur teoretis yang dikembangkan pakar-pakar terdahulu (terutama oleh Ricardo),
sehingga ia akhirnya hanya bisa membuat “rumah setengah jadi” antara mazhab klasik
dan neo-klasik. Sementara itu, J.M. Keynes berhasil melakukan escape dari masa lalu,
yaitu dari tradisi laissez faire yang dianut pakar-pakar ekonomi masa silam seperti
Adam Smith, Ricardo dan gurunya sendiri Alfred Marshall. Keynes kemudian berhasil
membentuk suatu “bangunan rumah utuh” dalam struktur teori-teori ekonomi baru,
sehingga terjadi revolusi baik dalam teori-teori, bahkan dalam kebijaksanaan-
kebijaksanaan ekonomi. Sebagian yang dilakukan Keynes dalam mengembangkan
teori-teori baru dapat dijelaskan sebagai reaksi intelektual terhadap masalah-masalah
yang dihadapi di masanya. Keynes ingin mengetahui kekuatan-kekuatan yang telah
menyebabkan terjadinya pengangguran besar-besaran di Inggris tahun 20-an dan
depresi besar-besaran tahun 30-an.Apa yang disaksikannya, menurut pemikiran
Keynes, tidak mungkin bisa diatasi dengan teori-teori dan pendekatan usang kaum
klasik yang dipelajarinya dari tokoh-tokoh ekonom terdahulu. agi masyarakat
Indonesia, suatu hal menarik yang bisa kita pelajari dari tokoh Keynes ialah bahwa
dalam mencari kebenaran kita harus dapat menghilangkan budaya segan (budaya euh
pakewuh), Menolak ajaran-ajaran lama bukan berarti bahwa kita tidak menghargai
karya-karya para pemikir ekonomi terdahulu. Akan tetapi, sebagai titik anjak untuk
membuka lembaran baru yang diyakini mampu membawa masyarakat pada tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan
datang. Bagi masyarakat Indonesia yang sering sekali terjerat dan terpenjara oleh masa
lampau, hal ini bisa dijadikan sebagai sesuatu yang berharga untuk diperhatikan.
Berani menempuh jalan sendiri, jika berhasil, akan menjadikan kita sebagai pahlawan
yang dikagumi. Namun, untuk itu bukan tidak ada risikonya. Dalam masyarakat yang
bagaimana pun majunya, sikap “berani tampil beda” sering harus menghadang risiko.
Hal seperti ini juga dialami oleh Keynes. Misalnya, karena ia sering menentang ajaran
dan teori-teori klasik dari guru-gurunya, ia tidak pernah mendapat nilai yang
memuaskan dalam mata-mata kuliah ekonomi. Bagaimana reaksinya terhadap nilainya
yang sering rendah untuk pelajaran ekonomi tersebut? Menurut R.F. Harrod: “The
Life of John Maynard Keynes”
Pertemuan 6:
 NEO-KEYNES DAN PASCA KEYNES
A. Tokoh-tokoh Keynesian
1. Alvin Harvey Hansen (1 887-1975)
Alvin Hansen adalah pakar ekonomi lulusan Harvard University yang paling
mengagumi karya-karya Keynes. Sebagai ahli ekonomi yang cukup disegani, ia
banyak menulis karya ilmiah. Dalam hal ini ada tiga buku Hansen yang paling
menonjol. Pertama, Fiscal Policy and Business Cycle (1941); kedua, Business Cycles
and National Income (1951); dan terakhir, A Guide to Keynes (1953). Buku pertama
dan kedua lebih banyak ditujukan untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan
fluktuasi ekonomi, faktor-faktor penyebabnya. Yang lebih penting lagi mengenai cara
mengantisipasi fluktuasiekonomi tersebut. Fluktuasi ekonomi terjadi karena adanya
gerak naik turun dalam faktor-faktor yang menjadi determinan pendapatan nasional.
Dengan begitu, ia banyak mengupas tentang pendapatan nasional tersebut. Hansen
mengaitkan permasalahan mengenai pendapatan nasional, investasi, dan kesempatan
kerja dengan gerak gelombang atau fluktuasi ekonomi. Buku Hansen ketiga, A Guide
to Keynes sangat berjasa dalam penyebarluasan pemikiran-pemikiran Keynes. Oleh
beberapa kalangan (termasuk kalangan ahli ekonomi sekalipun), pemikiran itu terlalu
sulit di cerna dari buku aslinya: The General Theory. Dalam buku tersebut Hansen
menyusun pemikiran-pemikiran Keynes dalam suatu kerangka analisis yang lebih
sistematis dari buku aslinya sendiri.
2. Simon Kuznets (1901-1985)
Pada awalnya Kuznets seorang ahli statistik, yang banyak berkecimpung dengan
pengumpulan dan analisis data. Termasuk pula didalamnya data ekonomi. Karena
banyak mengumpulkan data-data ekonomi, ia menjadi tertarik dengan bidang
ekonomi. Berkat kepintarannya Kuznets berhasil menggabung ilmu statistik dan ilmu
matematika dengan ilmu ekonomi menjadi suatu kesatuan yang padu. Buku-buku
yang ditulis oleh Kuznets yang ada hubungannnya dengan ekonomi antara lain:
National Income and Its Composition: 1919-1938 (1941), Economic Change (1953),
dan Modern Economic Growth, Rate, Structure and Spread (1960). Dalam karyanya
yang pertama, Kuznets banyak menyumbangkan pemikiran tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perhitungan pendapatan nasional.
4. John R. Hicks (1904-...)
Oleh beberapa pakar, yaitu Prof. Sumitro, Hicks dimasukkan ke dalam aliran neo-
klasik. Hal ini dimungkinkan karena ia berjasa melakukan pengkajian ulang terhadap
teori-teori Marshall tentang perilaku konsumen dan memperbarui konsep
keseimbangan umum Marshall tersebut. Akan tetapi, oleh pakar lain ia juga
dimasukkan ke dalam pendukung ajaran Keynes. Dalam kenyataan, Hicks memang
seorang all round theorist yang ahli di berbagai cabang ilmu ekonomi dengan tingkat
keahlian yang merata. Pada kesempatan ini, yang penting bagi kita ialah Hicks telah
ikut berjasa dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran Keynes. Salah satu jasanya
yang sangat besar ialah kemampuannya dalam merangkai teori-teori ekonomi mikro
ke dalam kerangka teori makro Keynes melalui pendekatan matematika. Hal ini dapat
diikuti dari salah satu karyanya: Value and Capital (1939). Dalam tulisannya yang
lain: Mr. Keynes and The “Classic”: A Suggested Interpretation (1937) Hicks
membandingkan ajaran Keynes dengan ajaran kaum klasik secara sangat gemilang.
Karya ini tidak hanya mampu mengungkapkan kekuatan dan kelemahan sistem
Keynesian, tetapi juga memungkinkan kita untuk mempelajari teori-teori pra
Keynesian secara lebih akurat.
5. Wassily Leontief (1906-...)
Leontief adalah pakar ekonomi kelahiran Rusia yang kemudian membelot ke
Amerika Serikat. Buku-buku yang ditulis Leontief antara lain: Studies in the Structure
of the American Economy: Theoritical and Empirical Explorations in Input-Output
Analysis (1953), dan The Future of World Economy (1976). Leontief dinilai sangat
berjasa dalam mengembangkan sebuah teori yang kemudian ternyata menjadi sangat
berguna untuk berbagai analisis ekonomi, yaitu analisis input-output. Keteranganlebih
lanjut tentang analisis input-output ini dapat diikuti dari bukunya yang disebutkan
pertama di atas. Dengan menggunakan analisis input-output yang dikembangkan oleh
Leontief tersebut, kegiatan dan keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi dalam tata
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh dapat dilihat lebih jelas. Menurut
Leontief, hubungan dan keterkaitan antar-sektor dalam perekonomian dapat
digambarkan dalam suatu matriks. Matriks ini pada intinya berisi tabel-tabel tentang
faktor-faktor produksi (input) di tiap sektor dan tabel-tabel tentang hasil (output) dari
masing-masing sektor. Dengan dikembangkannya analisis input-output oleh Leontief,
Saat ini para ahli ekonomi dapat secara lebih jelas melihat komposisi dan keterkaitan
sektor-sektor ekonomi secara keseluruhan. Analisis input-output bisa diaplikasikan
dalam semua sistem-sistem ekonomi, baik yang liberal, etatisme maupun yang
menganut sistem ekonomi campuran.
6. Paul Samuelson (1915-...)
Samuelson memperoleh pendidikan ekonomi di Harvard. Disampingmemperdalam
ekonomi ia juga sangat mahir dalam ilmu matematika. IImu matematika yang
dikuasainya berperan dalam meringkat dan merangkum teori-teori ekonomi ortodoks
sewaktu Samuelson menyelesaikan program Ph.D, yang diperolehnya dalam usia 26
tahun. Sejak usia 32 tahun Samuelson sudah menjabat profesor penuh di Massachussetts
Institute of Technology (MIT). Berkat karya-karyanya yang brilian, ia pernah menerima
hadiah John Bates Clark. Hadiah ini merupakan suatu penghargaan bagi pakar-pakar
ekonomi muda (dibawah usia 40 tahun) yang secara nyata telah banyak memberikan
sumbangan-sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu ekonomi. Seperti halnya Hansen,
Samuelson juga berjasa dalam menyebarluaskan. Di samping itu, ia juga
mengembangkan lebih jauh pemikiran-pemikiran Keynes. Dalam hal ini, jasanya sangat
besar dalam melakukan kodifikasi pemikiran-pemikiran Keynes. Ia pun melengkapinya
dengan pemikiran-pemikiran baru yang lebih luas jangkauannya dengan pendekatan
matematika.
B. Teori Gelombang Perusahaan (Business Cycle)
Menurut Laundert (1976) menyatakan pendapatnya tentang analisis determunasi
pendapatan Keynesian berupa tekanan utama pada ketidakstabilan yang melekat
dalam sistem kapitalis dan peranan investasi. Menurut Laundert, analisis tersebut
berasal dari Marx lewat Tugan Baronowsky, Juglar, Spiethoff, Schumpeter, Casel,
Robertson,Wicksel, dan Fisher dari aliran ortodoks; dan dari Marx, Veblen,
Hobson,Mitchell, dan lain-lain dari aliran heterodoks. Beberapa pakar ekonomi
heterodoks sebelumnya pernah memperingatkan bahwa dalam sistem kapitalis
melekat suatu kekuatan yang akan membawa perekonomian pada depresi. Akan
tetapi, peringatan-peringatan mereka tidak begitu diacuhkan. Orang pun lebih
percaya pada hukum Say, hingga terjadi depresi besar-besaran tahun 30-an.
Penyebab fluktuasi sebetulnya sangat banyak. (Untuk bacaan yang, lebih komplit
tentang siklus ekonomi ini dapat diikuti dalam buku yang ditulis oleh Sumitro
Djojohadikusumo: Perkembangan Pemikiran Ekonomi (1991), terutama bagian
Ketiga). Bagi kaum neo-keynesian, fluktuasi ekonomi terjadi karena dua penyebab
utama. Pertama, terjadinya perubahan-perubahan dalam tingkat investasi dan
rendahnya tingkat konsumsi. Sebagai contoh, depresi besar-besaran tahun 30-an
terjadi karena naik turunnya jumlah investasi dan pengeluaran konsumsi. Pendapat
ini banyak sedikitnya mirip dengan pandangan Schumpeter, Wicksell,dan Spithoff.
Kedua, fluktuasi terjadi karena tidak adanya mekanisme koreksi yang mampu
mendorong perekonomian pada keseimbangan kesempatan kerja penuh (full-
employment equilibrium). Penyebab utama ketidakseimbangan ini adalah kakunya
harga-harga, terutama tingkat upah dalam mekanisme penyesuaian. Karena
perekonomian tidak selalu berada dalam posisi keseimbangan, sering terjadi
fluktuasi. Ketidakseimbangan perekonomian yang berkaitan dengan pengangguran
dan inflasi menyebabkan kaum neo-keynesian percaya perlunya intervensi dari
pemerintah sebagai langkah koreksi.
C. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan
Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat dalam
lingkungan masyarakat yang menghargai dan merangsang orang untuk menggali
penemuan-penemuan baru. Yang paling cocok untuk itu ialah lingkungan
masyarakat yang menganut laissez faire, bukan dalam masyarakat sosialis atau
komunis yang cenderung mematikan kreativitas orang. Dalam masyarakat yang
menganut mekanisme pasar, insentif bagi penemuan baru lebih tinggi dari insentif
yang akan diterima dalam masyarakat sosialis. Menurut Schumpeter, depresi tahun
30-an bukan karena kelemahan sistem kapitalis, tetapi justru karena kekuatannya,
Pada saat terjadinya depresi tahun 30-an tersebut perekonomian berada salah satu
titik terendah (trough) dalam suatu gelombang panjang. Jika ditemukan inovasi dan
teknologi baru, perekonomian akan membaik kembali. Perhatian terhadap
pertumbuhan dan pembangunan—terutama dinegara-negara berkembang—semakin
marak berkat pengaruh ajaran Keynes yang menginginkan campur tangan
pemerintah dalam proses pembangunan. Bermodalkan teori-teori dan konsep-konsep
yang digagas Keynes, banyak negara berkembang ikut aktif terlibat dalam proses
pembangunan.

D. Kebijaksanaan Fiskal VS Moneter


Beberapa pakar, dipimpin oleh Keynes dan diikuti oleh para pendukungnya,
menganggap kebijaksanaan moneter yang dilakukan dengan memanipulasi jumlah
uang beredar tidak efektif dalam usaha menstabilkan perekonomian. Sebaliknya,
mereka percaya bahwa kebijaksanaan yang lebih ampuh dalam menstabilkan ekonomi
adalah kebijaksanaan fiskal. Misalnya, dalam menghadapi fluktuasi ekonomi. Kaum
neo-keynesian percaya banyak faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi tersebut.
Pada kesempatan ini perlu ditambahkan bahwa ada lima hal yang perlu diperhatikan
dari pemikiran-pemikiran pasca-keynesian. Pertama, mereka cenderung berpendapat
bahwa penyesuaian lebih banyak terjadi lewat penyesuaian kuantitas daripada harga.
Penyesuaian harga, kalau terjadi, sering dilihat sebagai disequilibrium. Kedua,
pendistribusian pendapatan antara laba dan upah memainkan peran penting dalam
memengaruhi keputusan investasi. Ketiga, mereka menganggap bahwa ekspektasi,
bersama-sama dengan laba, adalah penentu utama perencanaan investasi. Keempat,
mereka percaya unsur-unsur kelembagaan kredit dan keuangan berintegrasi
mempengaruhi siklus ekonomi. Kelima, fokus pembahasan teori-teori pasca-keynesian
adalah menjawab pertanyaan mengapa perekonomian tidak bekerja dengan mulus
seperti asumsi klasik.

Kesimpulan :
Teori Keynes adalah suatu teori ekonomi yang didasarkan pada ide ekonom Inggris abad
ke-20 yaitu John Maynard Keynes. Teori ini mempromosikan suatu ekonomi campuran, di mana
baik negara maupun sektor swasta memegang peranan penting. Kebangkitan ekonomi Keynes
menandai berakhirnya ekonomi laissez-faire, suatu teori ekonomi yang berdasarkan pada
keyakinan bahwa pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan negara.
Teori ini menyatakan bahwa trend ekonomi makro dapat mempengaruhi perilaku
individu ekonomi mikro. Berbeda dengan teori ekonom klasik yang menyatakan bahwa proses
ekonomi didasari oleh pengembangan output potensial, Keynes menekankan pentingnya
permintaan agregat sebagai faktor utama penggerak perekonomian, terutama dalam
perekonomian yang sedang lesu. Ia berpendapat bahwa kebijakan pemerintah dapat digunakan
untuk meningkatkan permintaan pada level makro, untuk mengurangi pengangguran dan deflasi.
Jika pemerintah meningkatkan pengeluarannya, uang yang beredar di masyarakat akan
bertambah sehingga masyarakat akan terdorong untuk berbelanja dan meningkatkan
permintaannya (sehingga permintaan agregat bertambah). Selain itu, tabungan juga akan
meningkat sehingga dapat digunakan sebagai modal investasi, dan kondisi perekonomian akan
kembali ke tingkat normal. Kesimpulan utama dari teori ini adalah bahwa tidak ada
kecenderungan otomatis untuk menggerakan output dan lapangan pekerjaan ke kondisi full
employment (lapangan kerja penuh).

Anda mungkin juga menyukai